BAB
14
SITUASI
KELUARGA MIKADZUKI YOZORA
Ketika
tubuhku mulai keriput, aku melompat keluar dari pemandian outdoor dan mulai menyusuri koridor untuk menuju kamarku dengan
sempoyongan.
Dalam
perjalanan aku bertemu Yozora, sedang terpaku di sofa lobi
"...
Ada masalah apa?"
Saat
aku mendekatinya, aku merasa bahwa ada sesuatu yang salah.
Yukata
Yozora terlihat kacau dan matanya terlihat suram.
"Ahh,
kaukah itu, Kodaka...?"
Yozora
tersenyum dengan lemah.
"Ada
apa dengan gadis bernama Jinguuji itu... dia mendekatiku dengan sembarangan,
mencoba untuk menggosok dadaku dan bahkan berusaha dengan gigih untuk melucuti
yukata-ku ketika aku sedang beristirahat. Dapatkah kau percaya itu...?"
"O-Oh
..."
Itu adalah Karin...
dia memburu Yozora secara lebih agresif dari yang aku kira.
"...
Dia mengatakan bahwa itu hanyalah suatu ikatan normal antar anak perempuan,
jadi aku pun merasa malu, tapi aku punya perasaan bahwa hubungan yang dia maksud
bukanlah hubungan normal..."
"Ah,
ya, Karin hanya menipumu."
"Apa...?!
J-Jadi memang seperti itu ...! "
Setelah
mendengar tentang penipuan Karin, Yozora mulai bergetar marah.
"Pelacur
itu... aku tidak punya teman jadi aku tidak tahu seberapa jauh ke-'normal'-an dia
...... sial, si mesum itu... ketika aku kembali ke kamarku, aku akan
mengikat dia dan mengguling-gulingkannya... "
Aku
tidak protes, karena aku merasa bahwa tindakan tersebut mungkin diperlukan
untuk menjamin kesucian Yozora agar tetap aman.
Namun mungkin saja,
bagi gadis itu, aksi kekerasan yang akan dipraktekan Yozora padanya terasa
seperti suatu kenikmatan tersendiri.
"......
Ah, ngomong-ngomong, Yozora."
"Hmm?"
"Aku
mendengar bahwa kau adalah adiknya Hinata-san?"
Ekspresi
tidak senang langsung nampak pada wajah Yozora.
"...
Berapa banyak yang sudah kau dengar dari wanita itu?"
"Aku
pikir, aku hanya mendengar fakta bahwa orangtua kalian pernah bercerai
sebelumnya."
"Aku
mengerti..."
"Hinata-san
ingin lebih akrab denganmu, kau tahu."
"...
Aku tahu. Dia terus menggangguku, mengatakan 'mari kita bersama' sepanjang
waktu."
Yozora
telah melihat jauh di matanya.
"Ya
ampun, mengapa dia harus mengatakan sesuatu seperti 'mari kita bergaul' dengan
tindakan yang terang-terangan... jujur, itu membuatku bertanya-tanya, apakah
dia sungguh-sungguh saudariku."
Tampaknya
ada sedikit nada kecemburuan dalam kata-katanya.
"Ketika
tidak sanggup mengungkapkan perkataan yang jujur, maka tidak akan ada orang yang
bisa menjadi teman baikmu."
"Muu..."
Yozora
menggembungkan pipinya dengan ekspresi ketidakpuasan, dan dia tidak dapat
menolaknya. Dia pun hanya bisa tergagap sedikit tanpa mengatakan sepatah kata
pun.
Mungkin dia tidak
jujur dengan kata-katanya, tapi aku pribadi tahu bahwa tingkah laku Yozora
sangatlah jujur.
"...
Bisa dibilang, aku diambil oleh ibuku."
Kata
Yozora dengan tiba-tiba.
"Alasan
perceraian antara orang tuaku dan orang tua gadis itu adalah karena ayahku
berselingkuh. Ibuku dan aku hidup dari tunjangan yang pria itu kirimkan."
Sekarang
aku baru sadar, ketika Yozora dan aku pergi ke bioskop tempo hari, Yozora
melemparkan kebenciannya terhadap isi film dan karakter yang muncul di
dalamnya.
Cerita
itu tentang seorang pria dan hubungan gelapnya dengan seorang wanita, meskipun
mereka berdua sudah memiliki keluarga masing-masing.
Aku
bertanya-tanya, apakah Yozora merasa film itu mencerminkan kehidupannya dan dia
jengkel karena teringat tentang hal itu.
"Ibuku
adalah, bagaimana ya aku harus mengatakannya..., salah satu jenis seperti itu
'. Dia adalah seorang lulusan dari Universitas kelas atas, tapi benar-benar
tidak berguna dalam hal membangun rumah tangga. Dia suka merengek dan sering
kali cemburu buta... Mungkin saja, aku akan menjadi seperti dia jika
kepribadianku yang seperti sekarang ini berlanjut sampai dewasa, apakah kau
mengerti betapa buruk keadaan dirinya?"
Ketika
aku melihat Yozora tertawa dalam penyiksaan diri ini, aku tak berkata apa-apa.
"...
Walaupun begitu, ayahku masih mencoba untuk menghargainya... tapi pada
akhirnya, tampaknya itu semua terlalu sulit baginya. Hatinya dicuri oleh
seorang wanita yang lebih ceria, baik, dan sempurna dalam hal pekerjaan rumah
tangga dan terlebih lagi, dia adalah seorang pemasak yang baik. Wanita itu
adalah ibu Hidaka Hinata saat ini. Aku hanya bertemu dengan dia beberapa kali,
tapi dia baik padaku. Jika seseorang ditanyai tentang siapakah yang lebih
memikat diantara mereka berdua, aku kira, siapa pun akan menjawab bahwa dia
lebih menarik daripada ibuku..."
"..."
"Kebetulan,
wanita itu ternyata adalah teman ibuku semasa kuliah ... setelah putri dan
suaminya dirampas oleh temannya sendiri, dia..."
Yozora
menyeringai dengan sinis.
"Setelah
perceraian, ada waktu ketika aku mencoba untuk mengangkat semangatnya dengan
memasak untuknya ... lantas dia meledak-ledak dan melimpahkan semua
kedengkiannya padaku. Dia pun menikamku dengan pisau dapur."
"Apa...?!"
Meskipun
aku bereaksi dengan sangat mengejutkan, Yozora hanya acuh tak acuh dan terus
melanjutkan ceritanya.
"Sejak
saat itu, tanganku akan gemetar tak terkendali setiap kali aku memegang pisau
dapur, jadi aku tidak bisa memasak... dan tentu saja, ada kejadian buruk lainnya
antara aku dan wanita itu."
"Kenapa
kau tidak pergi ke tempat ayahmu seperti Hinata-san?"
Aku
bertanya, meskipun aku tidak yakin apakah aku harus mengorek sesuatu hal yang
begitu pribadi.
"Siapa
tahu? Aku sendiri tidak begitu paham. Meskipun jelas bagiku pada saat itu,
bahwa mereka mungkin akan membuatku bahagia..."
Yozora
mendesah.
"Kodaka.
Aku benci wanita. "
Yozora
mengaku, seakan meludahkan kata-kata itu.
"Seseorang
yang ceria dan ramah, yang baik dan dicintai oleh semua orang, mencuri suami
dan putri temannya—dia mencuri ayah dan kakakku. Ibuku, yang biasanya tenang
dan cantik, akan membuang semua penghinaan terhadap mereka dengan tampang setan
di wajahnya. Dari mulut wanita itulah aku belajar semua makna persahabatan, namun
dari mulut itu jugalah aku mendengar cacimaki terhadap mantan temannya dengan
bahasa-bahasa yang kotor. Aku menjadi muak karena nyatanya, aku jugalah seorang
wanita. Itu sebabnya... aku menjadi Sora. Mungkin jika aku berubah menjadi
seorang pria, aku bisa terus maju dalam hidupku layaknya para pahlawan di
serial TV. Tapi terlepas dari semua itu..."
"—Kenapa
jadi seperti ini?"
Dengan
mata berkaca-kaca, Yozora mengulangi apa yang ia katakan dua hari lalu, dan
berdiri.
Aku
terdiam seribu bahasa sembari melihat dia menghilang di lorong.
Selama ini, seperti
inilah yang tejadi.
Mulai sekarang, aku
harus berhenti berpura-pura lupa dan tidak mendengarkan apa-apa.
Tapi, meskipun aku
sudah mencoba untuk menghadapi berbagai hal secara langsung, kenyataannya,
takdir selalu berkata lain.
Tak
lama, aku tidak lagi bisa melihat sosok Yozora di koridor.
Pada
saat itu, aku melihat seseorang bangkit dari sofa lain.
Sosok
tersebut memiliki rambut hitam panjang yang mengesankan, dan tidak lain adalah
Hinata-san.
"Apakah kau menguping?"
Saat
aku menginterogasinya, entah kenapa, dia memberikan suatu senyuman kecut.
"Sepertinya
Yozora menyadari keberadaanku."
"...
Aku mengerti."
Jadi, Yozora
mengatakan semua itu disaat Hinata-san sedang mendengarkan. Hal ini tentu saja
termasuk niat Yozora untuk menolaknya.
"Jadi,
bagaimanapun juga, apakah mustahil untuk berdamai...?"
Hinata-san
bergumam, dengan mata berkaca-kaca.
Ini
adalah pertama kalinya aku melihatnya dalam kondisi yang begitu rapuh; Aku
tidak tahu harus berkata apa untuk beberapa waktu.
Hinata-san
kemudian berbalik dari arahku, dan mulai berjalan pergi dengan lemah.
Apakah aku menghadapi
dia sekarang atau nanti, realitas tidak akan berubah. Dan itulah sebabnya
mengapa...
—Menghadapinya
sendirian, tidak akan cukup ......!
Aku
mencengkeram tekadku seerat yang aku bisa:
"Hinata-san!"
Aku
menyadari bahwa aku sedang berteriak pada Hinata-san.
"Hmm?"
Dia
berbalik untuk menatapku. Aku secara tenang mengambil napas dalam-dalam dan
melepaskannya keluar, kemudian berkata:
"Tolong
beri aku kesempatan untuk menyelamatkan Yozora." []
(Bersambung.)
0 Comments
Posting Komentar