Clockwork Planet
Kata Penutup
–Semuanya
dimulai lebih dari setahun yang lalu.
“Tahu gak, jam
mekanis itu benar-benar keren ya?”
Yuu Kamiya
mendadak menyinggung hal ini di Skype, dan Tsubaki Himana menjawab seperti ini,
“…Kau masih
menjalani terapi kanker kan? Aku sedang kuliah sekarang, dan aku juga perlu
mencari pekerjaan, tahu?”
Kami berdua
mungkin tidak punya waktu, Tsubaki berkata dengan murung. Tapi–
“Oke oke.
Berhenti bermain Sk*rim Er* Mod itu dan dengarkan aku.”
Inilah yang
dapat diharapkan dari pertemanan selama lebih dari 10 tahun. Kamiya melanjutkan
dengan sikap seolah-olah dia telah menebak hal ini.
“Aku
memikirkannya saat aku melakukan terapi di luar negeri. Secara kebetulan aku
melihat sebuah jam mekanis di sebuah toko bebas pajak, dan pamfletnya sungguh
mengagumkan.
“Oh…tapi sebuah
jam saku atau semacamnya itu tidak terlalu romantis.”
“Humph, aku
tahu pengetahuanmu sedangkal itu. Kebetulan aku memfoto jam itu. Nih, aku akan
kirim fotonya padamu–lihat ini!”
Yang benar
saja? Tsubaki membuka gambar JPEG yang dikirim dengan enggan.
Dia
menghentikan apa yang sedang dia lakukan.
—
“Oh…ada apa
dengan mesin cantik ini? Selangkanganku hampir naik (scroll ke bawah)
Sebuah alam
semesta mini tersembunyi di dalamnya.
Gir-gir rumit
yang memenuhi bagian dalam jam tersebut berdasarkan perhitungan yang presisi,
dan logam yang diasah secerah kaca melepaskan kilauan fungsional. Setelah
melihat fungsi mesin jam yang indah, sirkuit romantis yang terletak di abdomen
kanan, yang dimiliki semua pria, mulai berdering–
Setelah melihat
reaksi Tsubaki, Kamiya mengangguk dengan sombong, dan melanjutkan,
“Jadi, buat ini
jadi sungguhan yuk. Sebuah plot.”
“Plot?”
“Kita beri
nama–Clockwork Planet! Dimana fungsi
mesin jam mengubah sebuah planet mati kembali menjadi sebuah planet yang baru
dibuat!”
Tsubaki
memikirkan hal itu.
…Aku paham,
sebuah dunia yang dibangun dengan fungsi mesin jam yang elegan seperti itu.
Sebuah Clockwork Planet yang melayang di tengah-tengah angkasa–itu baru
ide yang hebat. Tapi, Tsubaki berkata,
“…Tidak baik
aku bilang begini, tapi kau kan sedang menulis seri yang disebut “No Game No Life”?”
Jika ingatan
Tsubaki tidak salah, temannya ini (Kamiya) pensiun sebagai mangaka karena
kesehatannya menurun yang disebabkan pengobatan kankernya. Untuk mengisi dompetnya,
karena tidak punya uang setelah habis buat pengobatan tersebut, dia berganti
profesi menjadi penulis light novel,
dan memulai debutnya–harusnya dia sedang ada di tengah-tengah kehidupan yang
bergolak dimana dia tidak bisa mengucapkan kata-kata palsu apapun.
Namun, Kamiya
tidak mengindahkan kata-katanya dan melanjutkan,
“Aku merasa
kalau plot ini tidak cocok dengan gayaku setelah coba kutulis. Toh plot ini
tentang penggambaran dunia yang lumayan keras.”
“Kau beneran
tidak peduli tentang konsekuensinya.”
“–Jadi, apa kau
mau coba menulis plot ini?”
“Dan kau tidak
mendengarkanku! Kubilang aku pergi kuliah. Aku perlu belajar. Aku perlu mencari
pekerjaan–”
“Tidak masalah
kalau kau tidak menulisnya sekarang, kan? Toh kau lulus tahun depan, jadi
kenapa gak menulisnya setelah kau lulus?”
“Hm…”
Plot yang dia
berikan memang menarik.
Sejak mereka
berkenalan saat SMA, mereka bertukar banyak tema dari doujin sampai produk
iklan, dan mereka telah berdiskusi dan bekerja bersama di suatu karya yang
telah terbit sampai sekarang. Saat Kamiya bekerja sebagai mangaka, Tsubaki
memang membantunya sebagai asisten.
Aku memang
ingin melihat cerita ini memiliki bentuk. Waktunya ada…dan aku bisa menggunakan
waktu senggang. Tapi–
“Aku bisa coba,
tapi jika aku akan menulisnya, aku mau menulisnya dengan gayaku sendiri, boleh
kan?”
Sebenarnya,
skrip yang diberikan pada Tsubaki itu hampir selesai.
Dia hanya
menambah beberapa detail pada penggambaran dunia, karakter, cerita, dan
endingnya. Namun, menulis seperti itu tidak akan membuatnya tertarik, dan yang
lebih penting, tidak ada untungnya bila dia menulisnya seperti itu.
Jika dia harus
melakukannya–pertama-tama dia harus merasa puas akan hal itu.
Namun, dia
mendapat jawaban acuh tak acuh belaka.
“Tentu. Apapun
tidak masalah selama itu menarik.”
Inilah yang
dapat diharapkan dari pertemanan selama 10 tahun lebih.
–Setengah tahun
kemudian.
“Erm, Pak
Kamiya? Boleh aku mengganggu sebentar?”
“–Apa? Aku
sibuk menyesuaikan ending “No Game No
Life” jilid 2.”
Kali ini,
Kamiya terdengar sedikit sibuk dari jawabannya, dialah yang sekarang tidak
punya waktu.
“Erm, aku
diberitahu kalau aku boleh membuat perubahan berdasarkan keinginanku sendiri,
tapi aku merasa bingung…yah, kau mau membantuku?”
“Gak,
sebenarnya, aku tidak punya waktu–”
Tapi sebagai penyebab
semua ini, Kamiya, yang tidak bisa menolak orang lain dengan mudah, berkata,
“…A, aku
mengerti. Setelah “No Game No Life”
selesai, kita diskusikan plotnya bersama. Kita akan memakai idemu, membetulkan
paradoksnya, dan kubiarkan kau menulisnya dengan detail.”
“Serahkan
padaku.”
–Dan setengah
tahun kemudian.
“Inilah hasil
dari apa yang diamanatkan padaku.”
Saat Tsubaki
memberikan draf dengan suara bergetar, Kamiya meletakkan satu tangannya di
dahinya sambil merintih,
“Kau tahu…ini
jauh lebih menarik dari apa yang dikoreksi, bagaimana kau mau mengakhiri ini?”
“Karena itu aku
mendiskusikan hal ini, kan?”
…Biarpun ada
dorongan bagi sebuah ayunan pukulan, hal yang menghentikan pukulan itu terjadi
adalah jarak geografis antara Kamiya di Saitama dan Tsubaki di Kyoto.
“Aku tidak
berhak bilang begini tentang siapapun, tapi kau terlalu berlebihan mengenai
pemecahan masalah saat masalahnya itu muncul kan?”
“Aku tidak mau
mendengarnya darimu, dasar pecandu kerja saat masih terapi.”
“…Baiklah.
Tulis–lagi dengan ini sebagai basisnya! Bangun lagi plotnya dan coba tulis
lagi!”
“Baik pak!”
–Dan, beberapa
hari kemudian.
“Hei, kenapa
kau mengabaikan ceritanya lagi?”
Teriakan Kamiya
terdengar melalui Skype lagi, dari Saitama ke Kyoto.
“Plotnya lebih
menarik lagi, kan… (suara bergetar)?”
“Memang lebih
menarik, tapi bagaimana kau mau mengakhirinya!?”
“Yah, untuk
itu, kurasa aku perlu kekuatan Tuan Kamiya, kan~? (gelisah)”
Haruskah aku
pergi ke Kyoto dan membuatnya babak belur–tapi gagasan itu dibuang karena
masalah waktu dan biasa transpor.
Dan setelah
beberapa kali obrolan–skripnya akhirnya selesai.
Dan kemudian–
“Kudengar kau
menulis cerita baru dengan temanmu.”
Darimana berita
ini bocor?
Muncullah Do S,
editor orisinil yang bertanggungjawab untuk karya debut Kamiya “No Game No Life” di MF Bunko J, dan
kabur–koreksi, pindah ke perusahaan Kodansha Light Novel yang baru didirikan.
“Terbitkan
cerita itu yuk (senyuman yang sangat menyilaukan)”
“Yah, kami
tidak punya banyak waktu–”
“Kalau begitu
kita lakukan yang terbaik bersama (senyuman yang mempesona dan tidak bisa
ditahan)”
–……
Dan, karya ini
bisa diterbitkan setelah melewati kehebohan dan akribatik seperti itu.
Baik Kamiya
maupun Tsubaki berpikir kalau sebuah karya yang ‘ditulis bersama’ itu belum
pernah ada sebelumnya, karena biasanya, alur cerita, penulisan, dan lainnya
sudah ditentukan sebelum karya aktual itu ditulis.
Sedangkan
alasan mengapa pengarang karya ini ditambahkan disini…
“–Jadi, siapa
yang sebenarnya menulis ini?”
Si editor
bertanya dengan ekspresi bingung–tapi,
“Mengenai
masalah siapa yang menulis ini,”
“Kami kira itu
hanya masalah kecil.”
Keduanya
menjawab dengan senyuman riang–barangkali mengindikasikan kalau mereka telah
menyerah memikirkan masalah itu.
“…Yah, tak
masalah. Kita akan menyerahkan ilustrasinya pada Kamiya seperti biasanya–ah?
Hah? Kamiya?”
“Dia langsung log out dari Skype sesaat setelah dia
melihat kata ‘ilustrasi’.”
Dan, seseorang
mendadak muncul di jendela Skype–namanya “Shino”.
“Aku mendengar
‘sesuatu yang sangat menarik’ dari Kamiya.”
Shino, tanpa
tahu apapun, bertanya dengan polos, dan Tsubaki sangat meyakini hal itu,
Dia bisa
membayangkan kalau editor yang bertanggungjawab, Do S, di sisi lain layar yang
tidak bisa dia lihat, sedang tersenyum seperti seorang koki tertentu.
“Senang bertemu
denganmu untuk pertama kalinya, Shino. Aku sudah dengar tentang keaktifanmu di
area lain. Kau memang benar mengenai hal yang sangat penting itu. Oke, kita
pergi kesana untuk bicara.”
Kata Penutup
(Yu Kamiya)
Ini Kamiya.
Aku sungguh
merasa lega sampai hari ini karena berhasil menyadari niat sang editor yang mau
menyuruhku untuk menggambar ilustrasinya. Aku juga berhasil mendapat seorang
kolaborator, Shino, yang lebih dapat diandalkan daripada aku dan yang kurasa
dapat membuat karya yang lebih hebat dari karyaku… termasuk sang editor, kami
berempat membuat rencana dengan antusias dan kami membuat sebuah karya
kolaborasi dari semuanya—“Clockwork
Planet”. Aku akan sangat senang jika karya ini membuat kalian menikmatinya.
Mengenai alasan
mengapa ada sebuah desain karakter Naoto yang kubuat disini… hm, inilah bukti
kalau aku hampir gagal melarikan diri dari cengkraman iblis. Aku sungguh tidak
bisa dibandingkan dengan Shino. Dia benar-benar penyelamat bagiku, sungguh.
Saat ini, aku
adalah penulis dan illustrator “No Game
No Life” dari MF Bunko J, dan juga asisten manga istriku, yang mengurusi
adaptasi manganya. Jika aku harus mengurus ilustrasi buku ini, tidak diragukan
lagi kalau buku ini tidak akan bisa diterbitkan.
Editor: “Ah,
Kamiya. Aku akan menyerahkannya padamu saat Clockwork
Planet dibuat menjadi manga.”
Humph!
AKU MENOLAK!
Kumohon biarkan
aku berkata begitu.
Kata Penutup
(Tsubaki Himana)
Ini adalah
pertemuan kita yang pertama. Namaku Himana Tsubaki.
Kali ini, aku
merasa senang dapat menulis karya yang berjudul “Clockwork Planet” ini dalam sebuah kolaborasi.
Aku masih
seorang pemula yang masih hijau, tapi aku merasa sangat senang dapat menyapa
semuanya melalui kata penutup ini dengan bantuan banyak orang.
“—Jadi, apa kau
mau coba menulis plot ini?”
Setelah
kata-kata ini diucapkan, susunan alur cerita ini dilemparkan padaku, dan kami
berhasil sampai disini setelah melalui banyak kesulitan. Aku melakukan banyak
hal tidak berguna karena alasan-alasan yang tidak diperlukan, dari aku
diberitahu untuk menulis semauku, sampai modifikasi karakter, mengubah
endingnya, atau mengolah detail plotnya—mengenai itu, aku sungguh minta maaf.
Jika aku tidak hati-hati, aku akan mengubah Halter menjadi G*ry.
Setelah banyak berdiskusi,
aku sangat terkesan pada apa yang dikatakan partnerku, “Ah, aku mengerti. Naoto
adalah orang jenius yang bisa kupikirkan, dan Marie adalah orang jenius yang
bisa kau pikirkan. Menariknya, dua kepribadian ini sangat berlawanan.”
Pada akhirnya,
cerita ini menjadi tidak bisa dibedakan lagi siapa yang memikirkan dan menulis
bagian mana dalam cerita, aku sendiri tidak akan bisa melakukannya—bukan,
kurasa baik Yu Kamiya maupun aku sendiri tidak akan bisa menyelesaikan karya
ini sendirian.
Akhirnya, aku
akan mengucapkan beberapa terimakasih. Aku akan mempersembahkan rasa
terimakasihku yang tulus pada partnerku, Yu Kamiya, yang memberiku kesempatan
untuk ikut berandil dalam karya ini, Shino, yang membuat ilustrasi yang
mengagumkan, Ryo Hiiragi yang mendesain buku ini dengan sangat elok, editor
yang bertanggungjawab, Douji, semuanya di cabang editor Kodansha light novel,
dan yang paling penting semua pembaca yang membeli buku ini.
April 2013,
Tsubaki Himana.
Kata
Penutup (Shino)
Ini
Shino. Aku sedang bermalas-malasan di kamar saat aku mendengar beritanya, dan
aku menerima peluang untuk mengilustrasikan karya ini.
Hal
paling menyenangkan mengenai pembuatan ilustrasi adalah ketika mendesain
karakternya, dan kali ini, aku menggambar mereka dengan penuh antusias. Aku
akan sangat senang jika karya ini sesuai dengan selera kalian.
Selain
itu, aku merasa sangat bersemangat untuk memikirkan desain karakter baru, mulai
dari AnchoR, yang mungkin muncul pertama kalinya di jilid selanjutnya.
(tertawa).
Berbagai
macam hal terjadi, tapi kuharap kalian akan terus membantuku di jilid
selanjutnya dan sekuel apapun.
Hm,
ngomong-ngomong, aku belum menggambar sesuatu yang menarik di jilid ini… (tertawa).
0 Comments
Posting Komentar