JURANG
Gore Warning.
*
* *
Zraaassh- suara dari air yang mengalir.
Angin dingin berhembus mengenai pipinya dan membuatnya gemetar. Ada sebuah
sensasi yang keras yang bersentuhan dengan wajahnya dan hawa dingin
menusuk-nusuk bagian bawah tubuhnya. Hajime mengerang saat dia terbangun.
Dengan linglung, dia berusaha keras
untuk duduk tegak sementara seluruh tubuhnya mengerut kesakitan.
“Aduh, Ini… Seharusnya aku…”
Sambil memegangi kepalanya yang goyah
dengan satu tangan, dia mengamati lingkungan di sekitarnya saat dia mengulang
kembali ingatannya. Sekalipun sekelilingnya temaram, berkat pendaran cahaya
dari batu-batu yang bersinar hijau, dia tidak menjadi buta dalam kegelapan. Di
depan Hajime ada sebuah sungai yang lebarnya sekitar lima meter, dan di
dalamnyalah tubuh bagian bawahnya terendam. Bagian atas tubuhnya sepertinya
tersangkut dan terdampar pada bebatuan yang mencuat di sisi sungai.
“Ya…aku jatuh dari jembatan yang
hancur… kalau begitu…”
Kepalanya yang sebelumnya tersaput
kabut yang menutupi pikirannya, perlahan mulai berjalan kembali. Hajime pasti
selamat dari kejatuhan itu hanya karena keberuntungan. Di tengah-tengah
jatuhnya dia menemukan area di mana tebingnya memiliki sebuah celah, dari sini
air yang merembes memancar seperti banjir. Ada begitu banyak air terjun di
sini, dan semua air terjun ini menghempaskan Hajime terus-menerus sampai
akhirnya ia terdesak ke dinding. Pada akhirnya dia terdorong keluar dari sebuah
terowongan yang seperti seluncuran air. Ini adalah sebuah keajaiban yang sulit
dipercaya. Ketika dia melayang keluar dari terowongan tersebut, kepala Hajime
terbentur dan dia kehilangan kesadaran. Secara pribadi, Hajime tidak tahu
bagaimana keajaiban semacam itu bisa terjadi.
“Bagaimanapun, aku selamat… Hatsyii! Di-dingin.”
Dia terbenam di dalam air bawah tanah
yang dingin selama ini, karena inilah seluruh tubuhnya begitu kedinginan. Kalau
begini, ada kemungkinan dia akan terkena hipotermia. Hajime dengan segera
bangkit. Dengan gemetaran dan menggigil, dia melepas pakaian dan memerasnya.
Menggunakan transmutasinya, ia menciptakan
sehelai kertas. Pada lantai batu yang keras, ia mulai mengukirkan sebuah
lingkaran transmutasi.
“Terlalu dingin untuk
berkonsentrasi…”
Dia ingin sebuah sihir “Spark”. Ini adalah sihir sederhana yang
bahkan dapat dilakukan anak kecil dengan sebuah formasi sihir sebesar 10 cm.
Pada saat ini, tidak ada batu sihir untuk meningkatkan efisiensi sihirnya
meskipun Hajime membutuhkannya karena dia tidak memiliki bakat sihir. Hajime
akan harus membuat sebuah formula sihir yang rumit yang diameternya satu meter
untuk melancarkan “Spark” tersebut.
Setelah 10 menit, dia berhasil menyelesaikan formasi sihir itu dan memulai
rapalannya untuk mengaktifkannya.
“Aku mencari api, Kekuatan cahaya,
Bermanifestasilah, “Spark”… Kenapa
ada rapalan mantera yang berlebihan seperti ini hanya untuk menciptakan api
biasa? Sangat memalukan… Haa~a.”
Helaan nafasnya sepertinya telah
menjadi sebuah kebiasaan akhir-akhir ini. Tetap saja ia menciptakan sebuah
lidah api sebesar kepalan tangan dan bermandikan kehangatannya. Dia meletakkan
pakaiannya berdampingan dekat dengan api untuk mengeringkannya.
“Aku penasaran di mana ini… Kurasa
aku jatuh cukup dalam… bisakah aku kembali?”
Menghangatkan dirinya dengan api
tersebut, dia dapat merasakan dirinya tenang. Perlahan-lahan kegelisahan mula
memenuhi hatinya. Hajime benar-benar ingin menangis, air mata bahkan mulai
berkumpul di matanya, tapi dia menahannya karena jika dia menangis sekarang,
dia akan hancur. Dia menyeka air mata yang telah terkumpul itu dan menampar
pipinya sendiri.
“Tidak ada pilihan lain, aku harus
menemukan jalan kembali. Tidak apa-apa, aku yakin akan baik-baik saja.”
Wajah Hajime menjadi terlihat penuh
tekad setelah dia bergumam menyemangati dirinya sendiri, sambil memandangi api.
Setelah 20 menit, pakaiannya kering
dan hangat, jadi Hajime beranjak pergi. Hajime tidak yakin di lantai tingkat
berapa dia berada, tapi pastilah dia masih berada di dalam Dungeon. Bukanlah
hal yang aneh jika ada monster yang mengintai. Dia berjalan hati-hati menuruni
lintasan besar yang mengarah ke dalam.
Lintasan yang dijalani Hajime terasa
seperti sebuah goa. Alih-alih sebuah lintasan rendah berbentuk segiempat, gang
itu malah berbatu-batu dan dindingnya menyembul di beberapa tempat dan
berbelok-belok menyulitkan. Ini sama dengan ruang terakhir di lantai 20,
perbedaannya hanyalah ukurannya. Lintasan membingungkan yang penuh dengan
rintangan ini berdiameter 20 m. Bahkan di tempat yang lebih sempit masih
berdiameter 10 m. Meskipun itu bukanlah jalan yang mudah untuk dilalui, ada
banyak tempat untuk bersembunyi dan Hajime terus maju dengan diam-diam dari
satu tempat persembunyian ke tempat persembunyian lainnya.
Dia bertanya-tanya berapa jauh dia
telah berjalan. Hajime mulai merasa lelah, sampai akhirnya ia mencapai jalan
bercabang tiga untuk pertama kalinya. Sebuah persimpangan besar terdapat di
hadapannya. Di balik batu besar tempat Hajime bersembunyi, dia penasaran arah
manakah yang harus diambil.
Cukup lama waktu yang dihabiskan
untuk memikirkannya. Dia merasa dia melihat sesuatu di sudut penglihatannya dan
dengan cepat dia bersembunyi di balik sebuah batu. Tanpa suara, ia mengeluarkan
kepalanya dan menunggu untuk melihat. Dari lintasan yang berada lurus di depan,
sebuah bola berbulu putih melompat muncul. Sosok itu memiliki telinga panjang,
dan kelihatan seperti seekor kelinci. Akan tetapi, ukurannya sebesar anjing
ukuran sedang dan kaki yang menekuk begitu berotot. “Kelinci” itu juga memiliki
beberapa garis berwarna merah gelap di sepanjang tubuhnya seperti
pembuluh-pembuluh darah, garis-garis tersebut juga berdenyut-denyut seperti
jantung. Itu sangat menakutkan.
Sudah jelas, itu adalah monster yang
berbahaya. Hajime memutuskan untuk menghindarinya dengan pergi ke kiri atau ke
kanan alih-alih dia memilih jalan lurus. Kelihatannya dia tidak akan bisa
melanjutkan ke kanan karena “kelinci” itu berada di dekatnya. Hajime menahan
nafas dan menunggu waktu untuk bergerak. Pada saat itu, kelinci itu menoleh dan
mulai mengendus-endus tanah. Sekarang! Dia mencoba bergerak ke sana.
Kelinci itu sepertinya bereaksi
karena hal itu, dan dengan cepat menegakkan punggungnya untuk berdiri.
Telinganya yang waspada bergemeresak.
(Sial!
A-apakah dia menemukanku? A-apa aku baik-baik saja?)
Dia menempelkan tubuhnya ke batu
besar untuk menyembunyikan dirinya, dan dia mencoba untuk mengendalikan
jantungnya yang berdebar-debar. Telinga yang tajam itu sepertinya dapat
menangkap suara detak jantungnya, dia berkeringat dingin memikirkan hal itu.
Untungnya, ada alasan lain mengapa
kelinci tersebut menjadi waspada.
“Guru~ua!”
Monster berbentuk seperti serigala
berambut putih melompat keluar dan menggeram pada kelinci tersebut. Sang
serigala putih memiliki dua ekor dan besarnya hampir sama dengan seekor anjing
besar. Sama seperti sang kelinci, serigala tersebut memiliki garis-garis merah
gelap yang berdenyut-denyut di seluruh tubuhnya. Setelah itu serigala tersebut
melompat keluar, dua serigala lain melompat keluar dari balik bebatuan yang
berbeda untuk bergabung.
Hajime melongokkan kepalanya keluar
dan mengamati situasi. Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, serigala-serigala
tersebut akan memangsa si rabbit-chan (meskipun dia tidak cukup imut
untuk disebut –chan). Dengan tampang yang kebingungan, Hajime setengah
mengangkat kakinya. Akan tetapi …
“Kyu!”
Sebuah pekikan imut muncul dari sang
kelinci dan ia melompat ke udara dengan sebuah putaran. Kelinci itu memberikan
tendangan berputar ke bawah dengan kakinya yang kuat dan menghajar serigala
pertama.
Duak!
Tendangan itu menghasilkan sebuah
suara yang tadinya tidak terpikir akan terjadi. Rabbit-chan memberikan
tendangan mulus ke kepala si serigala.
Kraak!
Ada sebuah pantulan gema dan Hajime
dapat melihat leher serigala itu telah terpuntir ke arah yang salah.
Hajime menjadi kaku karena
pemandangan tersebut. Menggunakan gaya sentrifugal dari tendangan putar,
kelinci itu berputar di udara sampai dia dalam posisi terjungkir. Kelinci itu
kemudian menendang udara dan jatuh ke tanah seperti sebuah meteor. Tepat
sebelum mendarat, dia memutar dirinya sendiri tegak lurus ke serigala itu dan
memberikan hantaman tumit yang kuat ke serigala tersebut dekat dengan titik dia
mendarat.
Guaah!
Tanpa sempat untuk memekik kesakitan,
kepala kedua serigala itu dilumatkan. Dua serigala lainnya muncul dan melompat
ke arah si kelinci saat mendarat. Hajime berpikir bahwa kali ini si kelinci
akan kalah. Kelinci itu dapat melakukan handstand sambil memutar
kakinya, seperti seorang break dancer. Kedua serigala itu terlempar dan
menghantam kelinci itu karena tendangan yang seperti angin puting beliung
tersebut. Darah bercipratan ke dinding dan bangkainya merosot jatuh.
Serigala terakhir mengerutkan ekornya
sambil menggeram. Segera, ekor tersebut mulai melepaskan listrik. Dia mencoba
untuk melancarkan sebuah Sihir Khusus.
“Gra-aa!”
Kilat itu melesat ke arah si kelinci
dengan sebuah raungan. Saat kilat berkecepatan tinggi itu mendekat, kelinci
tersebut menghindarinya dengan mulus dengan melakukan langkah zigzag. Saat
kilat tersebut lenyap, kelinci itu menyarangkan sebuah tendangan salto dalam
sekali serangan. Tendangan tersebut melemparkan si serigala menjauh, dan
monster tersebut mendarat tertelungkup di tanah dan meringkuk. Sepertinya leher
serigala itu patah karena serangan tersebut.
“Kyuu!”
Teriakan kemenangan? Kelinci itu
mengangkat kaki depannya menggosok-gosok telinganya.
“Ibu, katakan padaku kalau ini sebuah
kebohongan.”
Hajime yang masih kaku hanya dapat
tersenyum hambar. Bukankah ini berbahaya? Traum
Soldier yang menjadi masalah bagi para murid terlihat seperti mainan
dibandingkan dengan kelinci ini. Kelinci ini mungkin lebih kuat daripada Behemoth, yang hanya dapat melakukan
serangan monoton sederhana.
Dia tahu kalau dia tertangkap maka
itu sudah pasti artinya mati, rasa takut ini membuatnya secara tak sadar melangkah
mundur. Itu adalah sebuah kesalahan.
Trak [Tep].
Suara tersebut menggema di seluruh
goa. Hajime telah menendang sebutir kerikil dekat kakinya yang kemudian jatuh
dan menciptakan keributan itu. Kesalahan kecil berbahaya semacam itu. Keringat
dingin bercucuran turun dari wajahnya. Kelinci itu menoleh seperti sebuah mesin
yang bersuara karena tidak diminyaki.
Hajime jelas terlihat.
Mata semerah batu delima menyipit saat melihat
Hajime. Dia mematung seperti seekor katak yang dihipnotis oleh seekor ular.
Alarm tanda bahaya mulai berbunyi di kepalanya dan jiwanya menyuruhnya lari
menyelamatkan nyawanya, tapi tubuhnya tidak mendengarkannya.
Akhirnya, kelinci tersebut yang
tadinya hanya melihat Hajime dengan menolehkan kepalanya, berputar seluruhnya
ke arah pemuda tersebut. Dia mulai mengumpulkan tenaga ke kakinya.
“Dia datang!”
Dia secara insting mengetahuinya.
Monster kelinci itu berjalan ke arahnya, melesat dengan kecepatan yang tak
masuk akal, meninggalkan siluet di belakangnya.
Saat dia menyadarinya, dia melompat
ke samping sekuat tenaga.
Tempat di mana dia sebelumnya berada
meledak seperti ada sebuah bola meriam baru saja mengenainya. Monster tersebut
menjejak di tanah seakan dia meledak. Hajime berguling sementara tanahnya
bergetar, dan berhenti dengan sisi punggungnya di lantai. Dia mundur dari pusat
gempa tersebut dengan wajah pucat.
Perlahan-lahan kelinci itu berdiri
dengan sikap bermalas-malasan, setelah itu ia melanjutkan penyerangannya.
Hajime secepatnya membentuk sebuah dinding batu dengan transmutasinya. Dinding
batu bertemu dengan tendangan kelinci tersebut dan dengan mudah tendangannya
menembus pertahanan hajime. Dengan refleks murni, dia mengangkat tangan kirinya
untuk memblokirnya. Untungnya wajahnya tidak hancur, tapi dampak serangannya
menghempaskan tubuhnya ke tanah. Rasa sakit menjalar di sepanjang lengan
kirinya saat dia menguatkan dirinya.
“Augh!”
Saat dia melihat lengan bawah
kirinya, lengan tersebut remuk dan membengkok pada sudut yang aneh. Sepertinya
itu benar-benar hancur. Membungkuk kesakitan, dia mati-matian mencari si
kelinci. Apa yang dia temukan adalah si kelinci berjalan dengan santai, sama
sekali berbeda dengan sikapnya yang sebelumnya. Ini pasti hanya imajinasinya,
tapi mata monster itu melihatnya dengan tatapan merendahkan. Kelihatannya
seakan dia sedang bersenang-senang bermain dengannya.
Karena dia berada pada sisi
punggungnya, dia bahkan tidak bisa melarikan diri dengan baik. Yang berdiri di
hadapan Hajime adalah si kelinci. Monster itu menatap ke bawah padanya, seakan
pemuda itu adalah cacing yang menggeliat di tanah. Kelinci itu mengacungkan
kakinya untuk memamerkannya.
(…Apakah
ini akhirnya…)
Rasa putus asa menyerang Hajime. Dia
terlihat menerawang dan menyerah saat menatap kaki si kelinci itu. Dan kemudian
tendangan kematian seketika diayunkan.
Hajime menutup matanya, takut pada
ajal yang mendekat.
Tidak peduli berapa lama waktu telah
berlalu, serangan yang diperkirakan muncul tidak pernah datang. Dia dengan
takut membuka matanya dan di depan wajahnya adalah kaki si kelinci. Tendangan
tersebut berhenti tepat sebelum mengenainya. Mungkinkah, monster ini masih
bermain-main dengannya dan mencoba untuk memperdalam penderitaannya? Hajime
menyadari sesuatu walau begitu, saat dia melihat lebih dekat kelinci itu sedang
gemetar.
(A-apa?
Kenapa dia gemetar…dia terlihat ketakutan…)
Tidak, bukan “kelihatannya”. Dia
benar-benar ketakutan. Hajime mencoba melarikan diri ke lorong di sebelah
kanan, tapi pandangannya menangkap seekor monster baru.
Besar, adalah kata yang dapat
menggambarkannya. Monster itu setinggi dua meter dan seluruh tubuhnya ditutupi
rambut putih. Sama seperti monster lainnya yang dia temui di sini, monster ini
juga memiliki garis-garis merah berdenyut-denyut yang meliputi dirinya. Kalau
dia bisa membandingkannya dengan hewan lain, maka seekor beruanglah yang
terpikir. Satu perbedaannya adalah lengannya memanjang sampai ke kakinya, dan
lengan-lengan ini mempunyai 3 cakar yang menonjol sepanjang hampir 30 cm.
Sebelum dia menyadarinya, beruang itu
berada dekat sambil menatap tajam mangsanya. Kesunyian melingkupi area
tersebut. Baik Hajime dan si kelinci membeku dan tidak dapat bergerak. Bukan, tepatnya
tidak akan bergerak. Sama seperti bagaimana Hajime sebelumnya. Tatapan beruang
itu telah menghentikan mereka.
“…Grrrr.”
Lelah dengan situasi itu, si beruang
mulai menggeram.
“Tsu!”
Ini menyebabkan si kelinci kembali
pada kenyataan. Dia dengan cepat mengalihkan ekornya dan dalam sekejap
melarikan diri dalam kecepatan tinggi. Semua kecepatan tersebut yang tadinya
digunakan untuk menghancurkan musuhnya, sekarang digunakan untuk meloloskan
diri. Sayangnya itu sia-sia.
Menggunakan kecepatan yang tidak
sesuai dengan ukuran tubuhnya, si beruang mengarahkan cakarnya yang tajam pada
si kelinci. Kelinci itu menggunakan kecepatannya untuk memelintir tubuhnya
menghindari serangan tersebut. Hajime yakin bahwa cakar beruang itu tidak
mengenai sasarannya, dan dia melihat si kelinci selesai mengelak.
Saat kelinci itu mendarat, darah
mulai memancar dari tubuhnya saat banyak luka sayatan muncul di tubuhnya.
Darahnya semakin banyak tertumpah keluar dari lukanya sampai Hajime menyadari bahwa tubuh itu
tidak lagi utuh. Potongan demi potongan dari tubuh kelinci itu terlepas ke
berbagai arah dan darah menyembur saat potongan terbesar lepas.
Pemandangan berdarah tersebut membuat
Hajime merasa jijik. Seekor monster kelinci sekuat itu ditaklukkan dengan
begitu mudahnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Sekarang dia tahu kenapa kelinci
itu begitu ketakutan. Monster beruang itu luar biasa. Dia dapat menghancurkan
siapa saja yang Hajime tahu.
Bergerak dengan lamban dan berat
dengan tubuhnya yang besar, beruang itu mendekati bangkai segar tersebut.
Suaranya makan dengan lahap dapat terdengar dari beruang itu. Hajime tidak
dapat bergerak. Masih dimakan oleh rasa takut, mata monster itu telah mengincar Hajime dengan matanya.
Tidak ada yang tersisa dari si
kelinci setelah beruang itu melahapnya dalam 3 suap. Dia berbalik dan menggeram
pada Hajime. Mata monster itu mengatakan semuanya seolah ia berkata, “Kau yang
berikutnya.”
Ditatapi dengan mata predator seperti
itu, Hajime hanya dapat merasa putus asa.
“Uwaaa-” [Ah!]
Hajime lari ke arah yang berlawanan
dari si beruang sambil berteriak menggila dan melupakan tentang lengannya yang
patah.
Kalau yang seperti kelinci itu saja
tidak bisa melarikan diri, maka itu tidak terlihat bagus untuk Hajime. Angin
menderu dan dari tangan kirinya dia merasakan ledakan rasa sakit di seluruh
tubuhnya saat dia terlempar membentur dinding.
“Gah!”
Serangan itu telah menekan semua
udara keluar dari paru-parunya. Dia merosot menuruni dinding saat ambruk sambil
terbatuk-batuk. Hajime goyah karena serangan itu tapi menjaga matanya tetap
pada si beruang. Kemudian dia menyadari bahwa beruang itu sedang mengunyah
sesuatu.
Apa yang sedang dia kunyah?
Kelincinya sudah selesai dimakan. Entah kenapa lengan yang sedang dimakannya
begitu dikenalnya. Hajime bingung dengan kejadian itu, karena dia merasa lebih
ringan di sisi kirinya. Lebih tepatnya, lengan kirinya…
“A-Apa?”
Wajah Hajime mengeras. Kenapa tidak
ada lengan? Kenapa darah menyembur keluar? Dia memiringkan kepalanya. Hajime
tidak bisa memahami apa yang telah terjadi. Kenyataan dari situasi ini akhirnya
menyadarkannya. Rasa sakit adalah pengingat bahwa ini bukanlah mimpi.
“Ahhhhhh‼‼”
Teriakannya bergema di gang tersebut.
Semuanya dari bagian siku kiri ke bawah telah menghilang.
Monster itu memiliki Sihir Khususnya.
Ketiga cakarnya dapat menciptakan bilah-bilah angin yang dapat memanjang sampai
30 cm. Kalau dipikir lagi, hanya kehilangan satu lengan itu termasuk beruntung.
Beruang itu mempermainkan Hajime dan dia bertanya-tanya apakah Hajime sedang
beruntung. Mengingat bahwa kelinci itu sebelumnya telah ditangani dengan begitu
cepat. Setelah dia menyelesaikan makannya, beruang itu maju ke arah Hajime.
Matanya tidak merendahkan seperti si kelinci. Monster itu hanya melihat Hajime
sebagai makanan.
Monster itu mengulurkan kaki depannya
ke arah Hajime. Dia terlihat seperti akan memakan Hajime hidup-hidup.
“A, A, Guu, Re “Rensei”!” [Transmute]
Dengan air mata dan ingus mengalir,
ludah menyiprat dari mulutnya, dia mentransmutasi dinding dengan lengan
satu-satunya. Itu adalah sebuah tindakan tanpa sadar. Satu-satunya kekuatan
yang tersedia untuk Hajime yang memiliki spesifikasi rendah. Menggunakan sihir
yang biasanya hanya digunakan untuk memproses senjata. Class ini tidak
diragukan lagi adalah golongan pengrajin. Sekalipun ini tidak berguna dalam
pertarungan, tapi penghuni dunia lain ini menunjukkan pada para kesatria cara
penggunaan baru dari skill ini. Sebuah skill yang menyelamatkan nyawa
teman-temannya. Di ambang kematian, dia memilih untuk bergantung pada skill
itu, dan skill tersebut menjawabnya dengan sebuah jalan untuk meloloskan diri.
Sebuah lubang dengan tinggi 50 cm,
lebar 120 cm dan 2 m kedalamannya terbentuk pada dinding. Hajime berguling
masuk ke dalam lubang dan berhasil lolos dari cakar beruang yang mengarah
padanya.
Monster itu begitu marah karena
kehilangan mangsanya.
“Gruaaa‼”
Si monster melancarkan Sihir
khususnya sambil meraung. Dia mengarahkan sihirnya ke arah lubang buatan
Hajime. Sebuah kehancuran yang mengerikan mengikutinya saat dindingnya terkikis
oleh kekuatan cakar itu.
“Ahhhhh-! “Rensei”! “Rensei”! “Rensei”!”
Panik karena monster yang semakin
lama semakin mendekat, Hajime mulai melancarkan transmutasinya tanpa henti dan
menggali dindingnya lebih dalam. Dia bahkan tidak repot-repot untuk melihat ke
belakang. Dengan serampangan dia mengulang-ulang sihirnya, dan terus maju
sambil merangkak. Semua rasa sakit atau pikiran lain dikesampingkannya. Energi
sihirnya dihabiskan lagi dan lagi saat naluri untuk bertahan hidup menguasainya.
Seberapa banyak kemajuannya? Hajime
tidak tahu, tapi dia tidak dapat mendengar suara mengerikan itu. Dalam
kenyataan, dia tidak banyak melakukan kemajuan. Setiap rapalan “Rensei”-nya membuat dia maju 2 m (Ini
dua kali lipat kuatnya daripada hari-hari sebelumnya). Masalah utamanya adalah
pendarahannya, dia tidak akan bisa bergerak tidak lama lagi.
Kesadarannya sudah menghilang karena
pendarahan berlebihan. Tetap saja tubuhnya mendorong maju.
““Rensei”…
“Rensei”… “Rensei”… “Rensei”…”
Tidak peduli berapa kali dia
merapalkannya, dindingnya tidak berubah. Sihirnya terkuras habis sebelum
tubuhnya roboh. Kelelahan, tanganya terjatuh dari dinding.
Hajime terjatuh pada punggungnya dan
untaian kesadarannya yang terakhir lenyap. Dia hanya menatap kosong ke langit,
tapi yang dia lihat hanyalah kegelapan.
Hajime saat ini mengingat kembali
beberapa kenangan. Ini seperti kilas balik. Kehidupannya melintas di depan matanya.
Saat-saat masa TK dan SD-nya, SMP, dan hari-hari di SMA. Berbagai macam
kenangan membanjiri pikirannya sampai ingatannya yang terakhir. Di kamar itu
yang diterangi oleh sinar rembulan. Percakapannya dengan seorang dewi dan janji
yang mereka buat. Wajah tersenyumnya.
Setelah
mengingat pemandangan indah itu, kegelapan menyelimutinya. Tepat sebelum rasa
kantuk menariknya, dia merasakan setetes air di pipinya. Seakan seseorang
meneteskan air mata padanya.
5 Comments
good job lanjut min
BalasHapusKereeen
BalasHapusRensei...
BalasHapuswaaa
BalasHapusDuh menyedihkan sekali kau hajime
BalasHapusPosting Komentar