SAKURASOU NO PET NO KANOJO JILID 7.5
BAB 2
Hauhau, Gadisnya si Ketua OSIS (Part 2)
Di dunia ini, bisa saja terjadi hal yang bagaikan suatu keajaiban.
Mengatakan padanya bahwa aku menyukainya, dan dia juga membalas menyukaiku.
Mungkin akan ada orang yang bilang ini tidak pantas dikatakan sebagai sebuah keajaiban.
Namun, dia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan suasana hati yang bergelora akan penuh cinta itu.
Bagian 1
Di pagi hari yang berudara segar, Souichirou yang merupakan Ketua OSIS Suimei, dengan mengantuk datang ke sekolah.
Jalan menuju ke sekolah yang sudah tidak asing lagi, tak ada bayangan murid-murid yang lain. Kalau ingin jalan ini dipenuhi oleh murid-murid Suimei, mesti kira-kira 30 menit setelah saat ini.
Walau tidak ada urusan penting yang harus segera dikerjakan, tapi sejak menjadi Ketua OSIS, datang sekolah dengan awal sudah menjadi kebiasaan Souichirou.
“Huwaa~~~”
Dengan wajah yang melamun ia menguap. Kalau biasanya, tidak akan menguap hanya karena berangkat awal.
Penyebabnya karena semalam tidak bisa tidur sama sekali, tak perlu pikir juga tahu alasannya.
Karena masalah terbukanya loteng sebagai tempat umum, kemarin Souichirou menyatakan cinta pada seorang perempuan yang sudah dia sukai sejak dulu………… Himemiya Saori.
Dan balasan yang dia dapatkan adalah……..
----- Aku juga menyukaimu.
Dengan begitu, bakal aneh juga kalau tidak semangat.
Souichirou melewati gerbang sekolah, berjalan menuju arah rak sepatu, pemandangan yang disampingnya adalah lapangan olahraga. Yang sedang latihan pagi adalah klub sepak bola, sekarang ada sebuah lomba yang penting bagi mereka.
Yang terdengar dari belakang adalah murid-murid yang sedang berteriak untuk klub mereka, Souichirou berjalan masuk ke dalam gedung sekolah. Menuju ke rak sepatunya sendiri, lalu mengganti sepatunya. Dan saat ini, ada seseorang berjalan keluar dari belakang rak sepatu.
“Ah.”
Souichirou mendengar suara itu, dan mengangkat kepalanya.
Yang berdiri disana adalah orang yang dikenalnya. Itu juga merupakan hal yang wajar, karena dia adalah orang yang Souichirou sukai. Orang itu juga denganterkejut melihat Souichirou.
Kalau dalam kategori perempuan, tubuhnya sangat bagus. Dia juga sangat cantik, matanya serasa membuat orang ingin terus memandangnya, dengan kata lain dia sangat imut, entah kata apa yang cocok untuk mengekspresikannya. Membuat orang merasa unik dengan rambutnya yang lembut dan halus itu, sekarang juga sedang memakai headphonenya yang besar itu.
Saori dan Souichirou sama-sama siswa kelas 3, tapi dibandingkan Souichirou yang merupakan siswa divisi reguler, Saori merupakan siswi jurusan seni yang sangat elit.
“…………..”
“…………..”
Souichirou dan Saori saling memandang untuk sebentar, dan kaku sangat lama.
Proses menyatakan cintanya sangat lancar, dihari kedua setelah saling memastikan perasaan masing-masing, harus menggunakan ekspresi seperti apa nantisaat mengobrol. Meski sampai sekarang selalu dengan serius mengikuti setiap pelajaran, tapi tidak pernah diajarkan harus bagaimana disaat seperti ini.
Dibandingkan dengan ini, soal ujian untuk masuk ke universitas bahkan lebih gampang.
“Ah, eh………..”
Dengan susah payah akhirnya bersuara.
“Pa-pagi, Saori.”
“Hn, hn, pagi, Tatebayashi-kun.”
“………..”
“………..”
Walau sudah dengan susah payah memulai sebuah percakapan, tapi itu juga cuma sekedar menyapa, hanya begini saja bisa membuat otak Souichiro masuk dalam mode error. Arah mata mulai melihat ke mana-mana dan berkeringatan.
Saori juga sepertinya sedang mengalami hal yang sama, walau mulutnya tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi mau bagaiamanapun dia tetap tidak bisa mengatakannya. Karena takut salah ngomong, dia masih terus mengggoyang-goyangkan tangannya.
“Ha-hari ini kau pagi juga datangnya.”
“Ah, hn…… Karena ingin latihan piano sebentar.”
“………”
“………”
Walau terus mencoba untuk memperpanjang percakapan, tapi tetap saja terputus ditengah.
Terhadap kedua orang yang seperti ini, seseorang muncul.
“Kalian berdua sudah saling memandang dari pagi, apakah ada terjadi sesuatu yang menarik?”
Yang datang ke samping Souichirou adalah Mitaka Jin yang sudah sekelas dengan Souichirou 3 tahun secara berturut-turut.
“Mi-Mitaka!”
“Ti-tidak ada terjadi apapun!”
2 orang itu mulai menjelaskan.
“Kalau begitu, apa Ketua OSIS bisa permisi sebentar? Aku tidak bisa mengambil sepatuku.”
“Ah,oh maaf.”
Souichirou menepi, rak sepatu Mitaka ada dibawah Souichirou.
“Mitaka, jarang-jarangnya kau datang sepagi ini?”
Souichirou tidak ingin hal yang terjadi antara ia dengan Saori diketahui oleh Jin yang ’tajam’, dan memulai topik baru.
“Rumi-san katanya ada pekerjaan, jadi pergi bekerja. Karena ikut dia keluar, jadinya seperti ini.”
Rumi adalah pacar Jin yang umurnya sedikit lebih tua. Sampai sekarang juga bukan sebuah hal yang begitu mengejutkan, sepertinya hanya pergi dari tempatnya bermalam, jadi datang lebih awal.
“Mitaka juga kurang ajar seperti biasa.”
Saori dengan tidak sudi memandang dan merendahkan Jin.
Tapi Jin tidak bereaksi apapun, setelah mengganti sepatu, dengan santai dia memberi sebuah ‘bom’ pada mereka.
“Kalau begitu, apa Ketua OSIS dan Hauhau sudah mulai berpacaran?”
“A-apa yang kau katakan?”
Dengan susah payah menjadi tenang lagi, Souichirou menjawabnya dengan begitu.
“Hn~~ sudahlah, kalau kau ingin begitu, aku tidak akan peduli lagi lho? Aku akan pura-pura tidak sadar, dan melihat kalian berdua dengan pandangan yang hangat.”
“Kalau kau sudah sadar, jangan berpura-pura lagi.”
Daripada ditertawakan olehnya, lebih baik begini. Tidak, 2’2 nya merupakan neraka, sepertinya sama-sama buruk------
Pokoknya, Souichirou sudah mempersiapkan dirinya, jadi dikatakan seperti apapun tidak masalah lagi.
“Kalau begitu selamat untuk kalian berdua.”
Tidak diduga Jin hanya mengatakan ini, dan langsung pergi menuju ke kelas.
“Ah, hoi, Mitaka.”
“Apa cuma ini?”
Awalnya pikir dia akan mengatakan yang aneh-aneh, tapi tak disangka dia terlihat tidak begitu peduli. Saori juga dengan terkejut melihat ke arah Jin.
“Apaan, ingin memberiku hadiah perpisahan? Tidak disangka Ketua OSIS ternyata orang yang begitu.”
“Tidak ada yang ngomong begitu. Aku hanya berpikir dirimu yang biasanya itu kemana?”
“Jadi ingin diriku yang biasanya kembali, nanti kalau banyak masalah bukan salahku ya?”
“Tidak, tidak! Tidak perlu! Kau jangan katakan apapun lagi.”
“Semoga kalian bahagia selamanya, sungguh sebuah pasangan yang serasi ya.”
Jin mengatakan dengan santai seperti biasanya, sambil meninggalkan mereka berdua, tapi setelah dia berjalan sekitar 3 langkah, dia kembali lagi dengan mengatakan ‘ah iya’ ke samping Souichirou.
“Ambillah.”
Jin yang berjalan kembali itu, memberikan sesuatu yang mirip dengan tiket.
“Apa ini?”
Souichirou bertanya begitu, dan membaca tulisan yang ada di tiket itu.
----- Tiket makan kue gratis sampai puas.
Itu adalah tokoh yang ada di samping stasiun yang baru dibuka, merupakan sebuah tokoh yang sedang populer.
“Seperti yang kau lihat itu adalah tiket untuk makan kue gratis sampai puas.”
“Kalau itu dilihat juga tahu. Yang ingin kutanya adalah kenapa kau memberikan ini padaku?”
“Anggap saja hadiah perpisahan.”
“Bukannya tadi sudah kubilang aku tidak butuh barang seperti ini?”
“Tapi, sepertinya Hauhau sangat tertarik lho?”
Souichirou merasakan kehadiran seseorang dan memutar balik kepalanya, terlihat Saori yang entah sejak kapan ada disamping, sedang melihat tiket itu denganbersemangat.
“Ma-mana ada aku menunjukkan ekpresi yang seloah sangat menginginkannya. Kau salah paham Mitaka.”
“Kalau begitu maaf sekali……. Ya sudah, pokoknya begitulah, apa bisa minta tolong pada kalian berdua untuk pergi melihat-lihat dihari minggu nanti?”
“Apaan lagi?”
Saori menyilangkan kedua tangannya dipinggangnya, memberikan pandangan yang tidak tahan terhadap Jin.
“Kalau kalian berdua sedang pacaran, wajar saja ’kan kalau pergi berkencan?”
Karena kalimat ini, Souichirou dan Saori jadi saling memandang, tapi hanya tak sampai 1 detik dengan cepat masing-masing memindahkan pandangan kearah lain lagi.
Setelah menyatakan cinta jadi berpacaran, dari kemarin tidak bisa tenang, jadi tidak terpikirkan hal-hal setelah itu. Setelah menjadi pasangan kekasih, biasanya akan menjalankan sebuah kegiatan saat dihari libur yang disebut kencan, biasanya pergi menonton film atau makan-makan.
“Jadi, begitu ya.”
Kali ini Jin benar-benar melambai-lambaikan tangannya, naik ke tangga, dan dengan cepat bayangannya tak kelihatan lagi.
Sekarang didepan rak sepatu hanya sisa Souichirou dan Saori, perasaan yang gugup ini menyelimuti mereka berdua.
“……….”
“……….”
Mereka berdua tidak berani saling memandang.
“Eh……… Itu………..”
“I-itu……………”
Mereka berdua mengumpulkan keberanian untuk mencoba memulai percakapan, tapi suara mereka dengan bersamaan tertimpa.
“A-ada apa?”
“Tatebayashi-kun juga, ada apa?”
“Kau ngomong duluan saja.”
“Hn, tidak. Aku tidak apa-apa……….”
Lalu dengan sekali lagi malu dan terdiam lagi.
“…………”
“………….”
Akhirnya menjadi lebih diam lagi, dan menjadi lebih malu lagi rasanya.
“I-itu……..”
Souichirou sudah memutuskan, dan omong sekali lagi.
“A-ada apa?”
“Ah, tidak, tidak, itu…….. Kalau kita sedang berpacaran, wajar saja bagi kita untuk berkencan.”
“I-iya. Hn, pokoknya begitu.”
“Jadi, itu, eh…… Lain kali kalau libur ayo kita pergi.”
“Ah, hn. Pergi bersama-sama! Juga tidak begitu baik jika membuang tiket yang diberikan Mitaka itu.”
Dengan begitu, Souichirou dan Saori memutuskan kencan pertama mereka..
Bagian 2
Hari minggu terakhir pada bulan Juni. Souichirou yang memakai baju bebas, menunggu didekat stasiun. Walau ini merupakan kencan yang digoda oleh Jin, tapi karena jadwal latihan piano Saori yang padat, kencan inipun ditunda selama sebulan, dan akhirnya hari ini bisa pergi bersama-sama.
Sepertinya siang ini Saori juga ada latihan piano, waktu bebasnya hanyalah saat sore.
Souichirou melihat jam, masih sisa 10 menit sebelum jam 2 sesuai yang sudah dijanjikan.
Untuk menenangkan suasana dalam dirinya yang sedang kacau itu, dia melihat ke sekeliling.
Kaca toko yang ada di depannya menunjukkan Souichirou yang memakai kemeja warna putih yang disertai dengan dasi, dan dibawah menggunakan celana panjang yang sederhana. Sementara dia tidak ingin memakai penampilan yang aneh, tapi bagaimanapun juga tidak pernah bertemu dengan Saori yang memakai baju bebas, jadi tidak tahu apa yang akan dipikirkannya nanti.
Menjadikan kaca sebagai cermin, sedikit merapikan poninya. Padahal biasanya kalau di depan cermin tidak akan begitu peduli dengan penampilan…….
Dia tersenyum pahit pada dirinya sendiri, menarik napas. Dan melihat ke langit, memindahkan pandangan dari dirinya yang tidak tenang itu.
Di atas kepala diselimuti oleh awan yang tebal, merupakan sebuah musim yang aneh. Tapi di musim seperti ini sangat jarang bisa ketemu dengan cuaca seperti sekarang ini, dan juga ini pertama kalinya Souichirou kencan, jadi dia tidak akan membiarkan cuaca mempengaruhi suasana hatinya.
Bulan ini , mereka berdua makan bersama di kantin sekolah, ngobrol di loteng sekolah, pulang bersama sepulang sekolah, hanya dengan ini mereka sudah sangat bahagia, tapi akhirnya mereka berdua juga pacaran, membuat mereka ingin melakukan hal lain. Di hari ini yang sudah menunggu sebulan ini, harapan Souichirou akhirnya datang.
Disaat sedang memikirkan ini, di tempat antri untuk naik bus terlihat Saori, dia memakai baju putih disertai dengan rok pendek berwarna hitam, leggingnya juga berwarna hitam, dan mamakai sepatu bot pendek berwarna coklat. Warnanya terlihat cocok dengannya, terlihat dewasa, mengeluarkan aura yang anggun.
Setelah Saori menemukan Souichirou, dia berlari kecil sampai ke tempat Souichirou berada.
“Maaf sudah membuatmu menunggu lama.”
“Tidak kok, sesuai jam yang kita janjikan masih ada 5 menit.”
“Aku tahu Tatebayashi-kun pasti akan datang duluan, jadi ingin pergi lebih awal………..”
Mungkin karena menyadari sesuatu, suara Saori semakin mengecil.
“Itu…… Karena tidak tahu sebaiknya memakai baju apa……. A-apa terlihat aneh?”
“Terlihat sangat cocok denganmu.”
“Te-terima kasih.”
Melihat lagi penampilan Saori yang luar biasa itu. Jika dilihat dengan teliti, roknya ada kocek, terlihat seperti celana juga, mungkin ini ‘lah yang namanya ‘rok celana’.
“Rasanya Tatebayashi-kun berbeda saat memakai seragam dengan baju bebas.”
“Be-begitu ya.”
“Aura Ketua OSIS jadi agak menipis.”
“Apa itu termasuk pujian?”
“Bisa melihat pemandangan yang berharga ini, aku merasa sangat puas lho.”
Saori sepertinya merasa tertarik dan tertawa.
“Sungguh sebuah pendapat yang unik.”
“Bohong kok. Itu terlihat cocok denganmu.”
Saori sambil ngomong, dan melewati tempat potong tiket dengan langkah ceria. Entah kenapa terasa suasana hatinya hari ini sedang berada dipuncaknya.
“Tatebayashi-kun? Kau tidak jalan?”
Saori memanggil Souichirou yang melamun itu.
“Ah, aku segera jalan.”
Dia dan Saori dengan segera melewati tempat potong tiket itu.
“Ada apa? Apa aku memang terlihat aneh?”
“Bukan begitu……. Cuma merasa Himemiya yang hari ini lebih bersemangat dari biasanya.”
“Begitu ya, hn…….. Tapi aku sadar kok, karena aku selalu menantikannya.”
“Menanti untuk makan kue gratis sampai puas?”
“Menanti untuk kencan dengan Tatebayashi-kun.”
Dia dengan muka yang konyol memperbaiki kata-kata Souichirou.
“Be-begitu ya. Itu merupakan kehormatanku.”
Karena dibilang begitu, Souichirou hanya bisa menahan malu.
Setelah naik ke kereta sekitar 3 menit……… Souichirou dan Saori akhirnya sampai ditempat tujuan, langsung datang ke pusat tempat makan kue gratis sampai puas.
Memastikan ini adalah tempat masuk, dan melihat ke sekeliling untuk mengecek, mereka berdua pergi menuju ke tempat tujuan yaitu cafe.
Karena hari libur, bisa terlihat banyak keluarga dan pasangan kekasih yang datang berkunjung. Tapi Souichirou dan Saori juga salah satunya.
“Apa kita juga terlihat seperti sepasang kekasih?”
“Aku pikir, mungkin begitu……..”
Sepertinya Saori juga sedang memikirkan hal yang sama. Dengan hanya ini, Souichrou bisa tertawa terbahak-bahak. Tapi karena tidak ingin dirinya terlihat seperti itu, dia hanya bisa menahannya.
Disaat mereka berdua sedang mengobrol sambil tertawa, mereka menemukan tokonya.
Diluar terlihat iklan papan makan kue gratis sampai puas.
Mereka berdua memberikan tiket pada penjaganya, dan penajaganya dengan tersenyum membawa mereka ke tempat duduknya. Di dalam toko tercium bau wangi kue yang manis. Sepertinya setelah ini bisa langsung mengambil kuenya untuk dimakan.
“Kalau begitu, ayo cepat kita pergi ambil.”
“Hn.”
Souichirou dan Saori bersama-sama menuju ke kasir. Dari meja awal sampai akhir terdapat kue yang banyak, ada kue stroberi, kue coklat, puding, salad buah dan lain-lain, semuanya lengkap. Poster yang tertempel disamping kasir, tertulis bahwa ada lebih dari 80 jenis kue.
Ini pertama kali dalam hidupnya Souichirou melihat kue sebanyak ini.
“Ada begitu banyak jenisnya, sampai-sampai aku pusing melihatnya. Luar biasa.”
Mata Saori bersinar-sinar, Souichirou melihat wajahnya sampai tidak menyadarkan diri.
Saat ini, pandangan mereka berdua saling bertemu.
“Ke-kenapa?”
“Ternyata Himemiya juga sangat menyukai manisan ya.”
“Apa sangat aneh?”
Saori melihat ke Souichirou dan bertanya.
“Tidak aneh……… Seperti siswi SMA yang normal.”
“Tentu aku adalah siswi SMA yang normal, kalau tidak Tatebayashi-kun menganggap aku sebagai apa?”
“Karena kau lebih dewasa dari siswi SMA yang biasanya, jadi……….”
“Aku tidak berbohong mengenai umurku lho.”
“Bukan, maksudku bukan itu……….”
“Entah kenapa terasa Tatebayashi-kun sangat mencurigaiku.”
Saori yang terlihat sedikti marah, sangat tidak puas terhadap Souichirou. Tapi daripada dibilang seram, ini harusnya dibilang imut. Memandangnya membuat diri tidak bisa tenang, dengan segera Souichirou memindahkan pandangannya ke arah kue.
“Mengenai hal ini, mau tidak sambil makan kue sambil ngobrol? Bagaimanapun masih ada batas waktu 90 menit lebih.”
Lalu ngomong dengan begitu, dan membiarkannya berlalu begitu saja.
“Hn, benar juga, begitu saja. Tapi, banyak sekali jenisnya sampai aku bingung memilih yang mana………. Bagaimana ini?”
Saori yang memegang piring itu berkomat kamit sendiri.
“Kalau Misaki, pasti mencoba semuanya 1 per 1.”
“Karena dia itu merupakan manusia yang sudah melewati ‘batas’nya.”
Saori dengan alami tersenyum pahit. Kamiigusa Misaki, kalau di deskripsikan dalam 1 kata, dia itu adalah alien. Di angkatan yang sama dengan Souichirou dan Saori, jurusan seni. Dengar-dengar sepertinya dia dan Jin berasal dari kota yang sama, dan merupakan teman masa kecil.
“Hn~~ makan yang mana ya?”
“Kalau kau begitu pusing, cobain saja semua jenis.”
“Bukannya itu akan membuat orang jadi tidak berani menimbang berat badannya?”
“………..”
Terhadap reaksi yang diluar dugaan ini, Souichirou melihat Saori dengan terkejut.
“A-aku omong dulu, aku juga peduli akan berat badanku lho. Dan juga, aku tidak ingin Tatebayashi-kun bilang aku jadi gemuk.”
Saori sambil ngomong dan menaruh tangannya pada bagian perutnya, tidak terlihat ada sedikitpun lemak…….
“Ah, tidak, aku bukan ngomong soal berat badan, aku hanya tidak terpikir ternyata kau ingin mencoba semua jenis kuenya, jadi kaget juga.”
Walau boleh makan sampai puas, setiap kue terbuat dengan ukuran kecil, tapi ada lebih dari 80 jenis, jika dilihat dari jumlahnya sangat luar biasa. Bahkan Souichirou yang merupakan seorang laki-laki juga pasti tidak akan mampu memakan semuanya.
“I-itu………….. Rasanya hari ini Tatebayashi-kun jahat.”
Dengan menunjukan ekspresi yang imut, sama sekali tidak terlihat sedang marah. Mungkin karena begitulah, rasanya ingin mengusilinya.
“Maaf, jangan marah. Sepertinya aku juga sedang bersemangat.”
“Kenapa?”
“Tidak perlu kubilang. Kau juga tahu.”
Ingin menjawab jujur saat saling berhadapan, rasanya sedikit malu.
“Karena kencan denganku?”
Tapi, sepertinya Saori bagaiamanapun ingin mengatakannya.
“I-iya.”
“Kalau begitu, itu…………. Aku maafkan saja.”
“Kalau begitu terima kasih banyak.”
Saori menunjukan ekspresi senyum yang sangat indah.
“Su-sudah, ayo makan.”
Sambil mengambil piring Souichirou mengatakan itu dengan menahan tekanan, karena jantungnya tidak kuat dengan senyuman manisnya Saori.
“Aku ingin meminta bantuan Tatebayashi-kun dalam suatu hal.”
Entah kenapa , Saori menunjukan ekspresi yang serius.
“A-ada apa?”
“I-itu…….. Agak susah dikatakan.”
“Jangan malu, katakan saja.”
“Kalau begitu, aku katakan saja…………”
“Hn.”
Saori sambil sedikit menundukkan kepalanya, dan melihat ke Souichirou.
“Boleh tidak bagi makan dengan punya mu?”
Mengatakan dengan nada yang sedikit serius.
Sepertinya benar-benar ingin mencoba semua kuenya.
Souichirou tidak tahan dan tertawa.
“Menertawakan permintaan orang lain, teganya!”
“Maaf.”
“Ya ngomong sih ngomong, kau masih tawa terus!”
“Maaf banget. Aku akan bagi makan denganmu, maafkan aku.”
Walaupun begitu, Souichirou tetap tidak bisa menahan tawanya.
“Yang benar saja…………. Kalau begitu akan aku maafkan kau…………. Masih aja ketawa!”
“Kalau begitu, mau mulai darimana dulu ini?”
Souichirou mengelap air matanya karena saking lucunya. Rasanya hari ini melihat sisi yang tidak biasanya terus dari Saori, semua itu tidak bisa dilihat disekolah. Saat berpikir semua ini karena diri sendiri, rasa senangnya sampai tak tertahankan.
“Tatebayashi-kun.”
Kedua mata Saori memandang ke Souichirou. Kalau ketawa lagi, sepertinya ia akan marah benaran. Souchirou melihat kue yang ada disekelilingnya, sambil menahan tawa.
“Kalau begitu, apa sudah memutuskan mau makan dari mana?”
“Sebelum itu, aku ada 1 permintaan lagi.”
“Apa itu?”
“……….. Apa aku boleh memanggilmu Souichirou?”
“Huh?”
Pandangan mata Saori saat bertanya begitu terfokus ke pasangan kekasih yang ada disamping mereka, mereka saling memanggil dengan nama panggilanmasing-masing.
“Ah, ti-tidak boleh juga tidak apa. Memanggil seperti dulu juga tidak masalah.”
Saori memalingkan wajahnya yang malu itu, bahkan telinga yang biasanya ditutupi headphone sampai terlihat merah.
“……….. Aku juga boleh memanggilmu dengan namamu?”
“Huh?”
“………..”
Sampai sendiripun berani mengatakan seperti itu, jantung berdetak dengan keras.
“Boleh.”
“Kalau begitu, itu…………. Saori.”
“Souichirou.”
Dengan begini saja rasanya tidak tahan, Souichirou dan Saori sama-sama menundukkan kepalanya.
“…….”
“…….”
“…….”
Saat ini jika dilihat dari sekeliling, mungkin akan terasa suasana yang disini begitu manis.
Kalau begitu terus, tubuh tidak akan bisa menahannya. Untuk mengubah suasana, Souichirou fokus lagi ke tujuan hari ini.
“Ba-baiklah. Ayo makan kue.”
“Hn, hn.”
Souichirou mengikuti petunjuk Saori, dengan 1 per 1 meletakkan kue dipiringnya. Setelah selesai makan kue yang ada dipiring, langsung pergi ambil lagi, entah sudah mengulang berapa kali.
90 menit kemudian, tak disangka telah berhasil mencoba semua jenis kue, tapi sayangnya, Souichirou tidak begitu mengingat rasa kuenya. Walaupun begitu, kencan dengan Saori tetap terlukis sebagai sebuah kenangan manis didalam hati Souichirou.
Bagian 3
Setelah kencan pertama kali yang bahagia selesai, musim dengan cepat berganti, dari musim hujan berubah ke musim panas. Tiap hari langit selalu dipenuhi awan yang putih, menggantikan awan abu-abu.
Saori tetap seperti biasa sibuk dengan latihan piano, tidak banyak waktu untuk bisa berduaan. Tapi sebaliknya, Saori dan Souichirou sedang bersama-sama bersiap untuk ulangan, makan siang bersama, dan disaat waktunya cocok juga kadang pulang bersama, menghargai saat-saat ketika bisa bertemu.
Dan pastinya, orang-orang yang memperhatikan mereka berdua sudah menyadari hubungan mereka, dihari terakhir sekolah sebelum liburan musim panas, Souichirou dimarahi habis-habisan sama anggota OSIS.
“Ketua OSIS adalah pengkhianat.”
Yang pertama ‘menyerang’ adalah wakil ketua OSIS.
“Sebagai hukuman, tolong beritahu aku cara untuk mendapatkan pacar!”
“Wakil ketua OSIS sebenarnya sedang marah atau minta bantuan sih?”
“Dua-duanya! Tidak, yang tadi itu aku cuma bercanda. Tolong biarkan aku dapat pacar juga~~!”
Sampai nyembah-nyembah.
“Tapi, sama sekali tidak pernah terpikir ternyata orang itu adalah Himemiya.”
Yang salut dengan Souichirou hanya sekretaris. Dulunya adalah pemain andalan diklub kasti, sekarang juga rambutnya dicukur gundul.
“Aku langsung tanya saja, sudah sampai sejauh mana?”
Yang bertanya itu adalah pengurus.
“Benar, benar! Aku juga ingin tahu.”
Saat ini, bahkan bendahara yang biasanya pendiam juga ikut bertanya.
“Aku tidak punya kewajiban untuk menceritakan semuanya pada kalian!”
“Kalau itu tentu saja tidak ada~~”
Entah penyebabnya apa, wakil ketua OSIS depresi dengan sangat parah.
“Ini tidak adil! Kami tidak pernah menyembunyikan apapun dari ketua OSIS!”
“Ya, benar!”
“Benar tuh! benar!”
Wakil ketua OSIS, sekeretaris, dan pengurus yang merupakan siswa kelas 2, mereka bertiga berteriak dan marah-marah.
“Sudah berpegangan tangan?”
“Berciuman?”
“Kalau pertarungan membara yang sulit terpisahkan?”
“No comment.”
Ekspresi Souichirou tetap tidak berubah, dan menjawab dengan tegas.
“Itu terlalu keji ketua.”
“Wakil ketua, kau berkata seperti itu tapi apa kau tahu artinya?”
“Kalau arti kata secara umum, tentu tahulah.”
Souichirou tidak peduli dengan wakil ketua, merubah pandangannya ke berkas-berkas yang berkaitan dengan festival budaya. Setelah mengecek sebentar, dia memberikan berkas-berkas itu pada sekretaris.
“Menurut hasil pengatamanku, sepertinya hubungan mereka berdua sudah sampai dimana mereka saling memanggil nama panggilan masing-masing.”
Sekretaris memberitahu informasi yang sama sekali tidak ada katiannya dengan pekerjaan OSIS pada para anggota OSIS. Karena sekretaris dan Souichirou seangkatan, jadi lebih mudah mendapatksn informasi.
“Yang benar saja!?”
Wakil ketua mengeluarkan suara yang semangat.
“Sekretaris, jangan banyak ngomong.”
“Kalau cuma ngomongin itu doang sih tak masalah kalik? Berhubungan akhir-akhir ini pekerjaan tentang festival budaya sangat banyak, mereka jadi sangat lelahditengah kesibukan.”
“Jangan menganggapku sebagai alat untuk meringankan beban. Itu malah akan membuatku semakin tertekan.”
“Kalau begitu minta saja pacarmu yang cantik itu meringankan bebanmu.”
Juga dijawab dengan ekspresi yang serius.
“Benar juga! Sekalian beritahu saja sudah sejauh mana hubungannya.”
Wakil ketua mendekati meja Souichirou, dan mendekatkan wajahnya pada wajah Souichirou. Souichirou menekan kepala wakil ketua dengan berkas yang berat.
“Uwa!”
Wakil ketua mengeluarkan suara seperti kodok yang dikepeng.
“Hari ini selesaikan ini dulu. Kalau tidak segera kerjakan, hari ini tidak akan bisa pulang.”
“Terlalu egois!”
“Benar tuh! Benar!’
“Benar!”
Pengurus dan sekretaris mendekat dan menyelamatkan wakil ketua.
“Kebetulan juga, ada pekerjaan yang harus meminta pengurus dan sekretaris kerjakan.”
Souichirou menahan mereka dengan begitu.
“Uwa! Tidak, sama sekali tidak egois! Benar ‘kan? Sekretaris?”
“Hn, hn. Ketua itu orang yang berkepribadian baik.”
Dengan gampangnya membuat mereka berdua langsung terdiam.
“Ah! Kalian licik banget! Jangan mendorong semuanya ke aku!”
Wakil ketua dengan panik protes pada 2 orang itu. Tapi sekretaris dan pengurus menunjukkan ekspresi yang pura-pura tidak tahu. Souichirou ketawa melihat mereka, berpikir dalam hati ternyata hubungan mereka sangat baik.
“Sekretaris dan pengurus juga, bantulah wakil ketua untuk menyelesaikan pekerjaannya.”
“Ba~~iklah~~~”
“Mau bagaimana lagi.”
“Kalian berdua~~”
Dan pada akhirnya wakil ketua mengeluh pada sekretaris dan pengurus.
Souichirou kertawa lagi melihat mereka.
Disaat organisasi OSIS baru di dirikan, jujur saja rasanya terdiri dari para anggota yang kurang bisa diandalkan, tapi sampai sekarang ini, tidak ada keluhansedikitpun. Souichirou merasa sangat senang bisa menjadi ketua bagi mereka.
Menjadi ketua OSIS, dengan menyelesaikan pekerjaan yang bermanfaat, dan juga mendapatkan pacar cantik yang membuat orang lain iri………… Dihari hari yang bahagia ini, semester 1 selesai.
Dengan segera liburan musim panas pun datang. Bagi Souichirou, ini adalah liburan musim panas yang terakhir baginya. Juga bagi siswa kelas 3 yang sebentar lagi akan menghadapi ujian, ini merupakan liburan musim panas yang berharga. Walaupun begitu, disaat semester 1 selesai, Souichirou sudah dengan pasti akan masuk ke Universitas Seni Suimei.
“Aku berhasil diterima di jurusan ilmu komunikasi.”
Souichirou memberitahu Saori dihari pertama liburan musim panas. Jika bisa, Souichirou berharap kelak nanti bisa mendapatkan pekerjaan pembawa berita,oleh karena itu dia memilih jurusan ilmu komunikasi.
“Kalau orang yang mendapatkan juara umum peringkat ke-2, tak diterima itu akan menjadi sebuah masalah yang besar.”
Saori mengatakan itu dengan serius.
“Tapi ini juga susah diomongin. Kalau ambil jurusan yang seperti Kamiigusa, mungkin tidak akan semudah itu diterima.”
Juara umum peringat ke-1 seharusnya bisa langsung diterima melalui rekomendasi sekolah.
“Misaki mengambil jurusan animasi lho.”
“Hn, aku tahu. Meski merasa tidak akan ada masalah, tapi saat memastikan sudah diterima, lega rasanya.”
“Aku sama sekali tidak khawatir terhadap urusan Souichirou. Tapi……… tetap saja selamat atas sudah diterima.”
“Terima kasih. Selamat untuk Saori juga.”
“Hn?”
“Kau juga diterima di jurusan musik dengan lancar’kan?“
Sudah mahir dalam bermain piano ditambah belajar bersama dengan Souichirou, bagi Saori yang sudah bisa dijuluki ‘ratu piano’, tentu saja dia tak mungkin tidak akan diterima. Atau dengan kata lain, bagi murid jurusan seni seperti jurusan musik, seni lukis, disaat masuk ke Suimei mereka sudah berhasil mendapatkan sedikit tingkat keberhasilan. Kalau tidak ada masalah, mereka pasti akan diterima dengan lancar.
“Ah…….. Soal itu, hn, hn.”
“Saori?”
Entah kenapa, rasanya dia menjawab dengan samar-samar.
“Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja saat terpikir sudah sampai membicarakan tentang kelulusan dan masalah mengenai kuliah, rasanya sulit dipercaya juga……..”
“Dibilang begitu olehmu, rasanya memang tidak bisa tenang.”
“Disaat seperti ini harusnya ngomongin topik yang menyenangkan.”
“Kayak ‘liburan musim panas ingin jalan-jalan kemana?’ ?”
“Hn, boleh juga.”
2 orang yang tidak perlu khawatir masalah ulangan, sedang asyik membahas rencana terhadap liburan musim panas. Tapi sebenarnya mereka sama sekali tidak bisa saling bertemu. Walau ada liburan yang panjang, Saori tetap saja disibukkan oleh latihan pianonya, sampai tidak ada waktu untuk saling bertemu………
Walaupun begitu, dihari terakhir bulan Juli, mereka berdua tetap berjanji untuk pergi ke festival kembang api yang dikatakan Saori.
Saori yang memakai yukata sungguh cantik, waktu yang dihabiskan Souichirou melihat Saori mungkin lebih lama daripada saat melihat kembang api.
“Ada apa?”
“Ti-tidak ada apa apa.”
“Terpesona ya??”
“I-iya.”
Souichirou mengubah sikapnya, dan memberitahu dengan jujur, dan Saori tertawa lepas.
“Operasi berhasil.”
“Operasi?”
“ ‘Operasi membuat Souichirou terpesona dengan menggunakan yukata.’ “
“Apaan itu…….”
“Yang memikirkan nama operasi itu bukan aku lho ya. Adikku yang memikirkannya.”
“Ternyata kau punya adik ya, Saori ?”
“Hn……… Ngomong-ngomong, sepertinya aku belum pernah memberitahumu tentang ini ya.”
“Kayaknya aku memang tak pernah mendengarmu bercerita.”
“Dia lebih kecil dari ku 3 tahun, anak yang agak nakal. Saat kemarin sedang telepon dengannya, tak sengaja membicarakan soal kencan hari ini……..”
Situasi seperti apakah yang bisa sampai membahas kencan dengan adik sendiri? Bagi Souichirou yang tidak punya adik maupun kakak, dia sama sekali tidak mengerti.
“Awalnya aku ingin memakai pakaian yang biasa saja, tapi katanya tidak boleh yang lain selain yukata.”
“Begitu ya. Berarti aku mesti berterima kasih pada si adik ini.”
“Berterima kasih? Kenapa?”
“Berkat dia, aku baru bisa melihat Saori yang mengenakan yukata.”
“Rasanya itu terdengar mirip dengan kata-kata yang akan diucapkan oleh Mitaka ya.”
Setelah mendengar itu Souichirou menunjukkan ekspresi yang kesal dari dalam hati. Tapi, saat melihat Saori yang tertawa lepas disampingnya, Souichirou jadi tidak terlalu memikirkannya lagi.
Saat bulan Agustus, mereka berdua juga pergi ke kolam renang. Pertama kalinya melihat Saori memakai baju renang, sungguh menyilaukan, penuh pesona,seakan membuat orang tak bisa memalingkan pandang darinya. Dia memakai bikini warna putih dengan memancarkan aura yang anggun. Adanya perasaan seperti itu, alasannya mungkin karena Saori yang memakainya.
“Apa memang terlihat aneh ?”
Mungkin karena gelisah terhadap Souichirou yang terus mengalihkan pandangannya, Saori menutupi setengah bagian badannya dan bertanya dengan begitu.
“……... Mana ada. Bukan begitu, cuma rasanya tidak baik kalau mandangin terus.”
“Be-begitu ya……. Aku juga akan malu kalau dilihatin terus. Biasanya bermain piano di dalam ruangan dengan waktu yang sangat panjang. Emm…….. Dan juga tak pernah datang ke kolam renang bersama teman perempuan………. Ja-jadi ini pertama kalinya aku memakai pakaian seperti ini.”
“Ouh, ouh.”
Setelah mendengar itu Souchirou langsung membalikan badannya.
“Meskipun begitu, kau juga tidak boleh melihat cewek lain terus. Daripada melihat cewek yang lain, mending lihat aku saja……… Ah, tidak, tapi kalau dilihatin terus rasanya juga sangat membingungkan, jadi itu emm………”
“Bukan, bukan karena itu aku membalikkan badanku! Aku tidak tertarik pada orang lain selain Saori.”
“Ba-baguslah………. I-itu………. Souichirou.”
“Ada apa?”
“Ba-bagaimana menurutmu?”
Saori menyampingkan wajahnya, memindahkan tangannya ke belakang, membiarkan Souichirou melihat dengan jelas sosok sendiri saat sedang memakai bikini.
“Sangat cocok dengan Saori.”
“Be-begitu ya. Baguslah. Ini adalah pakaian renang yang aku pilih bersama Misaki, penjaga kasirnya juga bilang ini terlihat imut, tapi tetap saja aku merasa khawatir.”
Tatapan mata Saori terlihat seperti ingin Souichirou mengatakan cocok sekali lagi.
“Benar-benar sangat cocok denganmu, sampai membuatku tidak ingin dirimu yang seperti ini dilihat sama orang lain.”
Saat ini, perasaan gugup dari ekspresi Saori menghilang.
“Kalau begitu, mau tidak pulang sekarang?”
Dan terdengar seperti bercanda.
“Itu sungguh membuat orang susah untuk memutuskannya.”
Kalau pulang sekarang, bisa mencegah laki-laki yang lain tidak melihat Saori yang sekarang, tapi kalau begitu, Souichirou juga tidak dapat melihat lagi.
Saori yang bermain-main, menyemburkan air kolam ke wajah Souichirou yang sedang serius memikir.
Sesaat Souichirou merasa bodoh karena memikirkan hal itu. Hari ini dia bermain dengan Saori di kolam renang sampai puas.
Selain pergi ke festival kembang api juga pergi ke kolam renang, hubungan antara Souichirou dan Saori tidak tampak berkembang banyak. Kalau memang mesti dibilang, itu hanya disaat Souichirou datang ke sekolah untuk mengikuti rapat OSIS, dan Saori yang datang ke sekolah latihan piano baru bisa melakukan percakapan sebatas saling menyapa, atau janjian melalui sms untuk pulang bersama.
Tidak saling memaksa, menghargai setiap waktu saat bisa bertemu, dengan sedikit demi sedikit memperpendek jarak antara mereka berdua. Mungkin bagi Jin itu adalah kecepatan yang sangat lambat, bahkan lebih lambat dari kura-kura berjalan. Tapi terhadap hubungan yang sekarang, Souichirou merasa sangat puasdan percaya bahwa Saori juga merasakan hal yang sama.
Dia yakin hari-hari yang seperti ini kedepannya akan terus berlanjut sampai kapanpun.
Sampai ketika mendengar hal itu dari Saori.
Bagian 4
Liburan musim panas selesai, semester 2 telah dimulai, perubahan musim dengan cepat terasa. Cuaca 1 hari demi 1 hari semakin segar, hari yang panas punsudah pergi menjauh.
Souichirou dengan kuat merasakan musim gugur, itu karena sebuah event besar yang ada di Suimei------ Festival budaya sudah semakin mendekat.
Sudah resmi masuk dalam tahap persiapan, sangat banyak menguras tenaga, selain sepulang sekolah, siang juga harus kumpul diruangan OSIS.
“Sudah tidak tahan lagi! Rasanya seperti ingin mati saja!”
Selalu saja wakil ketua yang ngeluh duluan, dipertengahan bulan September saja sudah mengucapkan kata-kata seperti itu. Walaupun begitu, dia tetap berusaha keras dalam melakukan tugasnya, merupakan seorang pria yang kalau tidak sambil mengeluh tidak akan bisa bekerja.
Dihari-hari yang begitu sibuk mengurus pekerjaan tentang festival budaya, kalender bulan September dan Oktober dengan cepat terlewati.
Lalu, hari ini yang besoknya akan dimulai festival budaya-----
Bulan November tanggal 2……. Terjadi sebuah hal yang membuat Souichirou sangat terpukul.
Hari ini, Souichirou sangat sibuk mengurus pekerjaan festival budaya. Acaranya akan segera diadakan, tapi banyak sekali permintaan, dan para siswa yang protes akan waktu penggunaan ruang olahraga.
“Yang benar saja, itu semua bukan masalah yang perlu ditanggapi sekarang!”
Souichirou berjalan dikoridor sehari sebelum festival budaya. Kardus dan lem semua terdapat dekat dinding, bau cat dan lain-lain bercampur menjadi 1. Semua siswa hari ini sibuk mempersiapkan festival budaya pada hari esok, terlihat siswa-siswa yang berlarian dan mengurus pekerjaan masing-masing.
“Tidak peduli yang manapun, itu adalah hal yang sudah seharusnya diketahui sejak awal.”
Sambil marah-marah, Souichirou mengecek dan memastikan berkas-berkas yang ada ditangan. Karena saking sibuknya sampai kehilangan ketenangan.
Walaupun begitu, dia tetap berusaha untuk menanggapi setiap permintaan, agar semuanya bisa meninggalkan kenangan yang indah. Dia percaya bahwa ini dapat meninggalkan sebuah kenangan yang indah, karena festival budaya Suimei mampu melakukan itu. Hanya dalam waktu 1 hari, membuat Souichirou yang tidak tertarik pada apapun dan cuma bermaain saja saat di SMP memutuskan untuk ‘aku ingin masuk ke sekolah ini’.
Bagi Souichirou, festival budaya kali ini juga merupakan sebuah acara yang sangat istimewa dan penting, jadi ingin berusaha untuk melakukan apa yang bisa dilakukan oleh diri sendiri, agar tidak menyesalkan apapun saat kelak nanti………. Tahun ini adalah yang terakhir. Bagi ketua OSIS, ini merupakan pekerjaan yang terakhir.
Kebetulan berjalan di depan kelasnya sendiri. Disini hampir semua kerjaan diserahkan pada staff pengurus festival budaya. Dia melihat ke dalam kelas, siswa laki-laki yang merupakan staffnya, melambaikan tangan pada Souichirou dan tersenyum.
“Disini sudah tidak ada masalah lagi.”
“Kuserahkan padamu.”
Souichirou menjawab dengan begitu, sambil mencari seseorang. Orang itu kebetulan berjalan keluar lewat pintu belakang kelas.
“Hoi, Mitaka.”
Dia mengejar Jin yang sudah berjalan ke koridor.
“Yo, ketua OSIS, lama tidak bertemu.”
“Pagi ini bukannya baru bertemu saat rapat kelas?”
Jin yang memutar balik kepalanya menunjukkan ekspresi yang sangat lelah. Mungkin beberapa hari ini belum tidur sama sekali. Kalau saja itu semua untuk menyiapkan diri untuk ujian pasti sangat bagus, tapi Souichirou tahu kalau Jin tidak akan melakukan itu.
Markasnya siswa bermasalah yang ditinggali oleh Jin-------
Sakurasou, tahun ini ada 6 penghuni. 6 orang ini sedang merencanakan sebuah karya besar untuk dipertunjukkan untuk festival budaya nanti.
Awalnya Sakurasou mengajukkan permintaan secara formal pada anggota OSIS, dan berdiskusi sama para anggota OSIS yang enggan untuk ikut serta dalammendiskusikan hal itu. Siswa yang bernama Sorata mewakili Sakurasou untuk berdiskusi, tapi disaat ingin berbicara, diganggu oleh Jin yang meminta Soratauntuk segera keluar dari ruangan OSIS, jadi permintaan dari Sakurasou akhirnya tidak diterima.
Kemudian, jika dilihat dari Jin yang sedang kelelahan, bisa tahu dengan jelas kalau mereka sedang menyiapkan sesuatu. Kalau tahu akan jadi begini, bagaimanapun juga tidak boleh dibiarkan begitu saja.
“Kalau begitu, ada apa? Aku ini sangat sibuk lho.”
“Kau terlihat hanya sedang mengambil tasmu dan ingin pulang,”
“Persiapan yang harus kulakukan disini sudah selesai semua, bagaimanapun juga aku tidak boleh merebut pekerjaan orang lain ‘kan? Ini adalah festival budaya yang terakhir dalam kehidupan di masa SMA, akan lebih baik jika masing-masing membuat kenangan yang mereka inginkan bukan?”
“Apa yang sedang kau rencanakan?”
“Kok ngomongnya kayak gitu.”
“Apa memang harus aku tanyakan padamu? Apa yang sedang Sakurasou rencanakan?”
2 tahun yang lalu Misaki sendiri membuat sebuah lukisan besar dilapangan, membuat kekacauan yang besar, dan tahun lalu Misaki sembarang mengambil tempat dan melawak dengan menggunakan kostum boneka, sehingga mengganggu jalur para pengunjung.
Tetapi lucunya, tidak peduli yang manapun semuanya berhasil, itu lah yang membuat jadi lebih parah. Kalau ingin melakukan sesuatu, harusnya mendapatkan izin terlebih dahulu. Sungguh hebat mereka dapat membuat para pengujung merasa senang dan bahagia dengan tindakan mereka yang konyol itu.
“Sedang menciptakan sebuah kenangan yang indah.”
“Jangan bercanda.”
“Sekarang aku sangat serius lho. Karena ini merupakan salah satu impian Misaki.”
“………..”
Jin dengan kemauannya sendiri mengucapkan nama Misaki, itu membuat Souichirou sedikit terkejut.
“Jadi meskipun itu ketua OSIS, aku tidak akan membiarkanmu mengganggunya, maaf ya.”
Tentu saja dengan apa yang dikatakan ia sendiri, Jin sama sekali tidak merasa malu atau apapun.
“Aku cuma ingin meminta kalian untuk menaati peraturan, siapa yang menyuruhmu menyatakan perang?”
“Kalau ingin tahu, tanya saja sama Hauhau, dia tahu semuanya lho.”
Sungguh sebuah jawaban yang membuat kesal.
“………”
Akhir bulan September, Souichirou sadar Saori membantu bagian musik pada karya yang sedang Sakurasou rencanakan. Walaupun sekarang Saori mempelajari musik lewat piano, tapi tujuan masa depannya adalah menjadi pencinta lagu, bukan menjadi seorang pianis.
Dan juga sekarang dia sudah mulai mengejar tujuannya itu, dengan membuat musik yang ada pada anime yang Misaki ciptakan dulu.
Di festival budaya kali ini juga sering terlihat dia yang sedang memegang partitur lagu, dan berdiskusi dengan Misaki. Dan disaat sedang belajar bersamanya, juga sering melihat dia menganggap meja sebagai piano dan mulai bermain.
“Saori?”
Setiap Souichirou menyadari itu, dia akan bertanya pada Saori dengan nada kebingungan.
“Ini……….. Itu……… Tidak ada apa-apa.”
Dan dia menjawab seolah tidak terjadi apa-apa.
Karena itulah, Souichirou tidak pernah mendengar hal tentang Saori sedang membantu Sakurasou. Mungkin dia khawatir hubungan Sakurasou dan OSIS akanmenjadi buruk karena masalah festival budaya, jadi ingin menghindari topik ini.
Walau Souichirou ingin mendengar itu dari mulut Saori………. Jujur saja, rasanya Saori direbut oleh Sakurasou, jadi merasa tidak begitu menyenangkan.
Walaupun begitu, rasanya akan mengganggu orang apabila bertanya terus, jadi setelah melewati bulan Oktober, Souichirou tidak membicarakan hal itu lagi.
Mungkin karena menyadari Souichirou mengeluarkan aura seperti itu, kali ini Saori sepertinya ingin membicarakan sesuatu.
“Itu, Souichirou.”
“Ada apa?”
“……… Tidak ada, maaf.”
Disaat sedang memulai percakapan seperti ini, rasanya entah sudah mengulang berapa kali. Jadi selama sebulan ini, antara mereka berdua mengalir sebuah suasana yang aneh. Ini juga merupakan salah satu alasan yang membuat Souichirou semakin stress selain pekerjaan festival budaya.
Karena alasan itu jadi lebih sering mencari gara-gara dengan Jin. Dengan kata lain, melampiaskan amarahnya pada orang lain.
“Tidak perlu bertanya pada Saori, mengobrol sebentar dengan Mitaka akan lebih cepat menyelesaikan masalahnya.”
“Berarti kalau jadi stress itu semua salahku? Kejam sekali? Dan kalau sedang tidak senang atau yang lain gitu, harusnya bukan mencariku, tapi mencari Hauhaubukan?”
Walaupun berada di dalam situasi seperti ini, Jin tetap ngomong dengan nada yang biasa.
“Aku tidak……..”
Karena begitulah membuat orang lain tidak ingin mengakui ini. Jadi tadi memanggil Jin bukan karena ingin mencegah Sakurasou atau takut kehilangan kendali sebagai seorang ‘ketua OSIS’, alasanya karena akhir-akhir ini rasanya tidak menyenangkan saat bersama dengan Saori. Bagi Souichirou, Saori sudah menjadi seseorang yang sangat penting baginya.
“Ya sudah, bagaimanapun juga aku tetap menyarankanmu untuk membicarakan masalah itu secara baik-baik dengan Hauhau.”
“…….. Apa maksudmu?”
Kata ‘bagaimanapun’ ini, membuat orang merasa tidak ‘alami’ disituasi seperti ini.
“Setelah festival budaya selesai, dalam waktu sekejap kita juga akan segera lulus.”
“Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?”
“Sudah kubilang, kusarakan kau mendiskusikan itu dengan Hauhau dulu.”
“………”
Walaupun Jin itu orangnya merupakan seorang pria yang akan membuat orang lain kerepotan, tapi hari ini entah apa yang terjadi padanya. Apa Souichirou salah melihat sesuatu?
“Kalau begitu, sampai jumpa?”
Jin meninggalkan Souichirou yang masih berpikir, dan turun melewati tangga.
“Apa maksudnya yang tadi……..”
Walau ingin coba mencari tahu, tapi rasanya tetap saja tidak mengerti.
“………..”
Saat sudah mulai menyadari, hal-hal tentang Saori berlalu-lalu diotak Souichirou. Dan yang membuat aneh, dari dulu tidak pernah merasa Saori terasa begitu jauh, dengan jelas merasa tidak nyaman sekali.
Setelah sadar , Souichirou sudah melewati kodidor yang menghubungkan kedua gedung dan sampai di kelas yang digunakan latihan piano oleh jurusan musik.
Terdapat beberapa ruangan kecil yang berdampingan, itu adalah tempat yang jarang dijumpai.
Souichirou mengitip lewat jendela yang sedikit terbuka, memastikan apa Saori ada di dalam atau tidak.
Saat ini, dari belakang Souichirou terdengar suara.
“Souichirou?”
“Saori.”
“Ada apa, kenapa kau bisa sampai datang ke sini?”
Disini memang sebuah tempat yang jarang akan dikunjungi oleh siswa divisi reguler.
“……. Ada sebuah hal yang ingin ku tanyakan pada Saori.”
“A-apa?”
Walau tidak begitu ingin bertanya, tapi rasanya Saori sedang bersiap-siap akan sesuatu.
“Itu………. Apa tidak ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku?”
Souichirou bertanya begitu, ia sendiri juga merasa aneh dengan pertanyaannya.
“Maksudnya?”
Ekspresi Saori menjadi serius.
“………”
“………”
“Kau ada menyembunyikan sesuatu dariku ‘kan?”
Setidaknya Souichirou tidak pernah mendengar kalau Saori sedang membantu Sakuraosu. Kalau saja bisa mendengar ini, Souichirou akan bisa puas.
Tapi tak diduga balasannya itu sangat mengejutkan Souichirou.
“Kau sudah tahu ya? Tentang aku akan kuliah di Australia?”
“……..”
Sesaat Souichirou masih belum bisa paham apa yang Saori katakan tadi.
“Huh?”
Dan setelah beberapa saat baru mengeluarkan suara seperti terkejut.
Kuliah di Australia.
Apa tadi Saori bilang begitu?
Australia.
Apa itu maksudnya setelah lulus akan langsung pergi?
Kenyataan yang berat ini perlahan membutakan Souichirou.
“…….. Bukan itu kah?”
Setelah melihat reaksi Souichirou, kali ini malah Saori yang terkejut.
“Aku tadinya ingin bertanya soal apa kau ada ikut membantu rencana Sakurasou.”
“……..”
Wajah Saori terlihat pucat. Tetapi, Souichirou merasa sekarang wajah ia sendiri mungkin bahkan lebih pucat darinya.
Sampai sekarang, dia baru sadar akan sikap Jin yang tadi.
“Ternyata begitu……..”
Jin sudah tahu.
“Maaf! Sebenarnya aku selalu ingin mengatakan ini padamu!”
Seperti ingin menimpa penjelasan dari Saori, HP Souichirou berbunyi.
Tanpa mengatakan apapun dia mengangkatnya.
“Ketua OSIS! Sekarang kau ada dimana?!”
Baru saja mengakat telepon, sudah terdengar suara yang penuh protes dari wakil ketua OSIS.
“Katanya akan balik setelah 30 menit, tapi ini sudah 35 menit lho! Kerjaan menumpuk seperti gunung, tolong cepat balik!”
Saori membawa ekspresi yang sedih, mendengar Souichirou yang sedang telepon dengan tidak mengatakan apapun. Suara teleponnya sangat besar, bahkan Saori pun dapat dengar apa yang dibicarakan Souichirou. Tatapan matanya seperti tidak ingin Souichirou pergi, dan ingin dia mendengarnya menjelaskan.
Tapi dia tidak bisa menjawab permintaannya itu.
“Maaf, wakil ketua. Aku akan segera balik.”
Setelah mengatakan itu dia menyimpan teleponnya, dengan tidak mengatakan apapun melewati Saori.
“Tunggu sebentar, Souichirou!”
Walaupun mendengar suara panggilan yang menyakitkan, Souichirou tetap tidak berbalik.
Bagian 5
Disaat festival budaya selesai dengan lancar, Souichirou juga menyelesaikan tugasnya sebagai ketua OSIS, memberi tugas ketua OSIS ini pada ketua OSIS yang baru. Di anggota OSIS yang baru, ada 3 muka yang tidak asing. Wakil ketua OSIS menjadi ketua OSIS, sekretaris tetap, dan pengurus menjadi bendahara.
Dengan begitu Souichirou pensiun sebagai ketua OSIS dengan tenang.
Setelah itu, yang menanti Souichirou adalah ulangan umum, dan Souichirou juga dengan lancar menyelesaikannya.
Souichirou melihat hasil ulangan yang dikembalikan dan berpikir hal yang tidak berkaitan dengan ulangannya.
----- Setelah menyukai seseorang, akan menjadi benci pada diri sendiri.
Semester ini juga diselesaikan dengan lancar, ini juga merupakan ulangan yang terakhir. Lembaran kertas ulangan matematika tertulis 100 dengan besar.
Tapi, dalam hati Souichirou ia sama sekali tidak senang.
Sekarang hasil ulangan sama sekali tidak penting.
Sudah hampir sebulan setelah tahu Saori akan berkuliah di luar negeri.
Tanpa sadar Souichirou mulai melipat kertas ulangannya.
Sejak hari itu, hampir tidak pernah berbicara dengan Saori. Saat pagi bertemu menyapa sekali saja, dan kalau berpapasan saat jam pulang, kadang akan pulangbersama-sama. Tapi, sama sekali tidak membahas soal kuliah di luar negeri. Tidak, mungkin karena Souichirou tidak ingin membahas itu. Walau Saori beberapa kali ingin memberitahunya, tapi Souichirou selalu memotong bahkan memindahkan topik pembicaraan, tidak berani menghadapi kenyataan.
Saat sedang sendirian, akan menyesal setengah mati terhadap diri sendiri yang bodoh : memutuskan besok akan mendengar secara baik-baik penjelasan darinya. Hanya saja ketika bertatap muka, keputusan tersebut selalu goyah.
Dalam hatinya sangat jelas, sangat tahu.
Bagi Saori, musik adalah sebuah hal yang sangat istimewa. Karena berlatih dengan keras sejak kecil, baru akan ada Saori yang hari ini.
Sebelumnya saat dalam perjalanan pulang, pernah ada percakapan seperti ini.
“Saori sangat suka piano?”
“Bisa dibilang………. Suka?”
Awalnya kira dia akan menjawab dengan tanpa ragu, tapi dia seperti bertanya pada dirinya sendiri, dan melihat ke atas langit.
“Bukankah? Karena setiap hari melihatmu latihan terus, kirain kau pasti sangat menyukai piano.”
“……. Aku pikir sepertinya memang suka.”
“Meski kau bilang begitu, itu tadi terdengar sangat tidak percaya diri lho.”
“Rasanya sedikit ragu.”
“Ragu?”
“Karena aku sama sekali tidak ingat bagaimana aku bisa ‘bertemu’ dengan piano.”
“……..”
Sepertinya tanpa sengaja mendengar sesuatu yang sangat membuat orang kejut.
“Menurut yang orang tuaku bilang, sepertinya aku mengenal piano saat berumur 3 atau 4 tahun. Tapi kenangan yang kumiliki tentang piano hanya pada saat aku sudah bisa bermain sebuah lagu, jadi aku tidak berpikir aku sendirilah yang memilih musik.”
“Itu yang membuatmu ragu?”
“Mungkin lebih tepatnya kalau dibilang gelisah.”
Saori mengatakan itu dan tersenyum pahit dengan paksa.
“Itu pasti Saori yang pilih, pasti Saori sendiri yang pilih.”
“Begitu ya?”
“Selama ini kau selalu memilih untuk tetap melanjutkannya. Jadi, kau pasti suka piano………. Suka musik.”
“Karena Souichirou sudah bilang seperti itu, mungkin memang begitu.”
Kali ini Saori tersenyum dengan alami dan terlihat senang.
Walau saat itu tidak sempat bilang, tapi Souichirou merasa karena Saori memilih untuk terus bermainlah, Souichirou jadi menyukainya. Sekarang juga masih merasa begitu, jadi ingin mendukungnya. Mempertimbangkan masa depan Saori yang memutuskan untuk menjadi pencipta lagu, pergi kuliah ke negeri musik Australia, pasti akan mendukungnya. Pergi kuliah pasti lebih baik, pasti begitu.
Tapi saat memikir kalau Saori akan berkuliah di luar negeri, jantung serasa digenggam erat dan sakit sekali. Tidak bias bertemu setiap hari lagi, bisa saja mau saling bicara pun susah, bahkan hubungan tidak tahu apakah akan terus berlanjut atau tidak. Setiap terpikirkan itu, Souichirou merasa tidak lama lagi hatinya akan menjadi gelap.
Tidak peduli yang manapun semuanya merupakan perasaan yang jujur, jadi tubuh merasa sangat tersiksa.
“Hei, Tatebayashi.”
“……….”
“Hei~~ jawab bapak.”
“……….”
“Tidak boleh mengabaikan kehadiran gurumu!”
“……..”
“Bapak mohon, jawab bapak! Apa hawa kehadiranku tipis sekali?”
“Ah, Takatsu-sensei.”
Setelah Souchirou mengakat kepalanya, wali kelasnya sudah berdiri disampingnya, dengan khawatir melihat Souichirou.
“Masih ‘ah, Takatsu-sensei’, apa kau baik-baik saja?”
“Iya, aku tidak apa-apa.”
“Karena percakapan tadi, hati bapak sangat terpukul, jadi masalah sekali.”
“Maaf sekali.”
“Tidak, tidak, urusanku tidak penting, tapi sebaliknya kamu, bagaimanapun tidak terlihat baik-baik saja. Apa yang ingin kamu lakukan?”
Takatsu menunjuk kertas ulangan yang dipegang Souichirou. Kalau dilihat dengan teliti, dia sudah melipat kertas ulangannya menjadi sebuah angsa.
“Maaf……..”
“Sudah, bagaimanapun juga nilaimu itu sempurna jadi tidak perlu diberikan jawaban yang benar, tapi dengarlah perkataan gurumu ini.”
“Oh.”
Souichirou menjawab dengan sembarang, terdengar sama sekali tidak sopan.
“Ada apa? Apa sedang ada masalah?”
“Tidak, aku tidak ada apa-apa.”
Mungkin karena pelajaran sedang diputuskan, di dalam kelas mulai menjadi ribut, teman-teman dan orang yang berada disampingnya mulai bertengkar.
“Jangan begitu. Coba bahas saja masalahmu dengan bapak.”
“Aku serius tidak ada apa-apa.”
“Setidaknya biarkan bapak melakukan peran sebagai seorang guru. Karena kamu terlalu elit, membuat bapak tidak begitu semangat, tidak menarik sekali.”
“Tapi, aku serius tidak ada apapun yang perlu dibicarakan dengan bapak.”
“Apa-apaan, bertengkar dengan pacarmukah?”
“Iya pak.”
“Yang benar saja?!”
“Kenapa bapak sangat terkejut?”
Walau sebenarnya sudah tahu apa alasannya.
“Tidak terpikir kamu ini terlihat sangat serius, hal yang perlu dilakukan juga sudah dilakukan, kalau begitu bapak sudah lega.”
Takatsu memegang bahu Souichirou.
“Walau saya tidak tahu apa yang bapak bayangkan sekarang, tapi hubungan yang kami jalinkan adalah hubungan yang sehat, tolong jangan menganggap saya seperti Mitaka.”
Jin yang dibicarakan dari percakapan tadi, hari ini tidak datang ke sekolah. Sepertinya dia bermalam dikamar salah satu dari enam pacarnya dan terlambat dengan membawa rasa puas.
“Hn,ngomong-ngomong, tumben tidak melihat Mitaka?”
“Dia belum sampai, paling dia menginap diluar dan terlambat.”
“Orang itu benar-benar sudah tidak bisa ditolong. Membuat orang iri saja.”
“Takatsu-sensei, mau pikir seperti apa itu hak masing-masing orang, tapi bapak sebagai guru, harap jangan pernah mengucapkan kalimat yang tadi lagi.”
“Ouh……… Maaf, maaf. Kalau begitu, apa masalahmu dengan pacarmu itu?”
“Eh, hal itu tidak penting………”
Awalnya berkat Jin bisa pindah topik, tapi sepertinya Takatsu tidak ingin menyerah dan terus bertanya.
Mungkin akan lebih baik disini meminta padanya. Jujur saja, sendirian memikirkan masalah yang tidak terselesaikan itu sangat lelah.
“Sebenarnya orang yang berpacaran dengan saya, setelah lulus dia akan pergi berkuliah diluar negeri.”
“Ouh.”
“Sebulan yang lalu mendengar itu darinya……. Jujur saja, tidak tahu apakah ini dibilang terpukul atau terkejut, walau saya tidak bermaksud begitu, tapi akan dengan sendirinya menolak dia berkuliah di luar negeri……… Sampai sekarang juga masih begitu.”
“Jadi, suasana antara kalian menjadi aneh.”
“Iya.”
“Kalau begitu, hal yang perlu kamu lakukan itu sangat sederhana.”
“Huh?”
Karena Takatsu mengatakannya dengan santai, itu membuat Souichirou terkejut.
“Yang pertama, Tatebayashi perlu mengakui dirimu bahwa kamu itu sangat merepotkan, sangat lemah, dan sangat serius.”
“…………”
“Tidak ingin menolak? Jangan bohong lagi. Kalau benar begitu, itu berarti kamu tidak menyukainya, juga tidak menghargainya, dan menganggap tidak sebagai sebuah ‘kosong’.”
“Itu……..”
“Akui saja dulu. Setelah itu katakanlah isi hatimu dengan jujur. Jangan kira dengan berpura-pura sok keren, dia akan mengerti maksudmu, dan juga jangan berpikir bisa mendengar isi hatinya. Kalau kamu ragu-ragu terus, nanti akan terlambat lho.”
“………”
Souichirou tidak mengharapakan apapun, tapi tidak disangka Takatsu memberinya saran yang bagus. Dengar-dengar dulu istrinya meninggalkan ia dan pulang ke kampung, mungkin dari pengalaman inilah Takatsu bisa mengatakan semua yang tadi.
“Maksud bapak tadi dipikirkan baik-baik ya.”
“Saya tahu. Jarang-jarang bapak mengatakan hal yang bagus.”
“Kalau begitu sayang sekali.”
Walau Takatsu bilang begitu, tapi dia tertawa dengan puas.
“Walau bapak bisa mengerti perasaanmu yang ingin berpura pura sok keren, tapi kalau terus menerus membohongi perasaanmu sendiri, isi hatimu tidak akan terdengar oleh siapapun, terutama kamu itu tipe orang yang akan bertahan sangat lama. Membiarkan orang lain melihat sisi lemahmu bukanlah hal yang memalukan, itu juga bisa berarti kamu mempercayai kekuatannya. Jadi, manjalah kadang-kadang. Menyelesaikan apaun dengan kekuatanmu sendiri itu merupakan salah satu kelebihanmu, dan disisi lainnya, itu juga merupakan kelemahanmu. Orang yang semakin perhitungan melihatmu akan menjadi lebih stresslagi. Karena kamu tidak mengandalkan orang lain, jadi orang lain juga akan merasa tidak bisa mengandalkanmu, walau kamu tidak bermaksud begitu. Dalam hidup banyak atau sedikit pasti akan dipengaruhi dengan begitu, jangan lupakan ini.”
“Dimengerti.”
Disaat Souichirou menjawab, terasa terdengar suara biola dari luar. Karena sudah sering mendengar berkali-kali jadinya sudah hafal. Walau tidak terlalu yakin , tapi ini permainannya Saori.
Lalu, perasaan muncul dengan cepat.
“Takatsu-sensei, terima kasih. Berkat bapak, saya sudah sadar.”
“Ouh……… Begitu ya.”
“Saya ingin meminta sesuatu pak.”
“Ouh……… Apa itu, coba katakan saja.”
“Saya ingin pulang duluan. Anggap saja saya sedang tidak enak badan.”
“Huh? Heh? Hoi! Tatebayashi-kun! Jangan seperti itu juga kali!”
Meninggalkan Takatsu yang terkejut dengan kelakuan Souichirou sekarang, Souichirou berlari ke depan.
Berlari menuju tangga, dan ke atas loteng.
Dengan kuat membuka pintu yang tebal itu, dan pergi keluar.
Di sini.
Saori. Entah kenapa juga ada di sini.
“Souichirou, kenapa kau bisa sampai datang ke sini.”
Melihat Souichirou yang tiba-tiba muncul, Saori mengeluarkan suara yang terkejut.
“Karena mendengar suara biola, jadi berpikir mungkin kau ada di sini.”
Souichirou sambil menjawab sambil mengatur napasnya yang berantakan itu.
“Sekarang jam pelajaran lho.”
“Aku bilang tidak enak badan dan langsung keluar.”
Souichirou dengan sedikit malu dan menundukkan kepala. Wajahnya terlihat agak gelisah, dan menghadap ke Saori.
“Haiya, apa ini merupakan sebuah tindakan yang akan dilakukan oleh ketua OSIS?”
Souichirou dengan tajam melihat ke Jin yang sedang menyindirnya.
“Berisik, Mitaka. Dan juga, sekarang aku itu matan ketua OSIS.”
Jin ketawa terbahak-bahak setelah mendengar kalimat tadi, entah apa yang membuatnya tertawa sampai seperti itu.
“A-apa yang kau tertawakan!”
“Kalian sungguh sebuah pasangan yang serasi.”
“Apa?! Aku bilang dulu, hubungan antara kami adalah hubungan yang sehat!”
“Aku tahu kok. Sampai-sampai saling berpegangan tangan aja belum pernah.”
Hanya karena kalimat yang diucapkan Jin tadi, membuat muka Souichirou langsung memerah.
“Ke-kenapa kau tahu?!”
“Souichirou, maaf. Itu, tadi saat sedang mengobrol…………. Aku keceplosan.”
Jin melihat Saori yang meminta maaf dan mengaku, berdiri dari kursi panjangnya, mungkin dia ingin kembali ke kelas, dia berjalan ke Souichirou yang di dekat pintu.
Souichirou dengan sangat marah dan melirik ke Jin. Sebenarnya apa yang sampai membuatnya bolos pelajaran dan ngobrol dengan Saori………..
“Mitaka, kalau sudah ke sekolah harusnya belajar.”
“Kalimat ini, aku kembalikan pada kau.”
Memang benar begitu. Souichirou tersenyum pahit. Jin yang melewati Souichirou, membuka pintu kemudian menghentikan langklahnya, berbalik ke Souichirou.
“Ah, iya.”
“Apa?”
Souichirou melirik Jin dengan tatapan yang amat menakutkan, tapi Jin dengan mudah menghindarinya.
“Hauhau bilang dia sedang ‘tertarik’ lho.”
Dan mengatakan hal yang aneh.
“Dasar bodoh!”
Saori berteriak begitu dan mukanya memerah.
Sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi.
“Maksudnya?”
“Bukan begitu. Aku cuma bilang sedikit tertarik……….. Ah, kata itu yang pada akhirnya ada arti tertarik……… Eh~~……….maksudku, itu…….”
Saori yang panik, dan juga Souichirou yang tidak paham sama sekali dengan kondisi sekarang ini.
“Kalau begitu, silahkan menikmati.”
Jin melihat keduanya, dan meninggalkan mereka.
“Ah, tunggu! Mitaka! Mana bisa kau tinggalkan orang dalam situasi seperti ini!”
Yang disayangkan, teriakan Saori tidak bisa membuat Jin berhenti.
“Saori.”
“Bu-bukan. Yang tadi itu……….”
“Yang Mitaka boleh tahu. Tapi aku tidak boleh?”
“Kalau kau bilang begitu……. I-itu…….. Karena kita belum pernah saling berpegangan tangan………..”
“Huh?”
“Hal seperti itu bisa dibilang belum pernah dilakukan sama sekali, mungkin di kedepannya juga………. Ahhhh! Apa yang kau ingin aku katakan sekarang!”
Muka Saori memerah sampai seperti akan mengeluarkan uap saja, 2 tangan melambai kemana-mana. Melihatnya dari samping saja terasa kasihan, tapi ada kesan lucu juga. Mungkin hanya Souichirou yang tahu sisi Saori yang begini. Walau biasanya sikapnya terlihat dewasa dan anggun………..
Souichirou merasa menarik sekali, dan tertawa.
“Kenapa Souichirou menertawakan orang yang sedang kesusahan! Seperti Mitaka saja! Membuat orang benci rasanya!”
Saori menghilangkan mukanya yang memerah itu.
“Aku tidak ingin dibilang seperti Mitaka. Aku akan memperbaiki diriku.”
“Baguslah kalau begitu.”
Souichirou berjalan mendekat ke pagar loteng, dari loteng bisa melihat banyak pemandangan yang indah. Kemudian, tanpa melihat ke arah Saori, dan berkata :
“Saori.”
“Hn?”
“Aku berharap kau bisa memberitahuku lebih awal mengenai akan berkuliah di luar negeri.”
“…………”
Yang terdengar hanya suara nafas Saori.
“Tidak peduli kapanpun aku mendengar itu, sikapku tetap tidak akan berubah………”
“…………..Hn.”
“Jujur saja, aku selalu mengira aku bisa terus bersamamu hingga masa depan nanti. Meski jurusan kuliah berbeda, tetap saja ada dikampus yang sama……. Jadi aku selalu merasa lega.”
“Hn.”
“Jadi, setelah mendengarmu akan berkuliah diluar negeri, aku sangat terkejut. Kemudian merasa tidak setuju, tidak ingin berpisah denganmu.”
“Souichirou.”
Dia dengan erat menggenggam pagar loteng.
“Sekarang juga masih tidak ingin kau pergi.”
“…………..”
“Tapi semakin merasa kau harus pergi.”
“…………..”
“Jadi………. Jadi ya………. Pergilah, Saori.”
Saori yang dibelakang punggung menahan nafasnya, tidak jelas ekspresi apa yang sedang dia tunjukkan.
Kata-kata yang ingin dikatakan sudah diberitahu semua, diri sendiri yang mengatakan itu semua. Souichirou hanya menunggu tanpa mengatakan apapun, untuk menerima pikiran Saori, juga akhir yang dia putuskan.
Setelah beberapa saat, dibelakang punggung merasakan suatu suhu panas menempel kemari.
“Aku selalu merasa takut.”
Sudah bisa tahu dari suara yang terdengar, Saori memeluk Souichirou dari belakang.
“Karena aku merasa kalau kubilang akan berkuliah ke luar negeri, Souichirou akan meninggalkanku.”
“Menurut penilaianku, ini sangat sepadan.”
Dalam sebulan ini, dalam otak selalu memikirkan tentang Saori akan kuliah diluar negeri. Walau sudah tahu sejak dulu, tapi sendiri tetap saja merupakan manusia yang tidak berdaya, Souichirou benar-benar merasakan itu.
“Bukan, bukan begitu. Karena waktu yang kita habiskan sangat bahagia, aku takut akan kehilangan itu.”
“………..Saori.”
“Awalnya, aku ingin langsung memberitahumu, karena kuliah di luar negeri merupakan hal yang sudah diputuskan sebelum kita pacaran……… Tapi, karena saking senangnya dinyatakan cinta olehmu, dan juga kencan pertama kali yang sangat menyenangkan, setiap hari merasa bahagia……….. Disaat aku tidak ingin menghadapi kenyataan, ini menjadi semakin sulit untuk dikatakan………. Aku sungguh minta maaf.”
“Aku sama sekali tidak menyalahkanmu. Sebaliknya……..aku merasa sangat bersalah. Aku merupakan seorang pria yang bahkan tidak menyadari hal sekecil ini.”
Kalau Jin, dia pasti akan sadar. Kalau merupakan pria yang ada disini tadi…….. Ini membuat orang iri sekaligus membuat orang benci.
“Souichirou.”
“Ada apa?”
Setelah berpikir, Saori melepaskan tangannya. Souichirou merasakan Saori yang pergi, dia juga berbalik menghadap ke Souichirou. Tatapan mata mereka saling bertemu, dengan jujur menatap satu sama lain.
Dari mata Saori terlihat sebuah tekad yang sudah tetap, jadi tidak perlu ditanya juga tahu apa yang akan dikatakan Saori selanjutnya.
“Aku mau kuliah diluar negeri.”
“Hn, memang seharusnya begitu.”
“Hn……… Terima kasih.”
Selanjutnya, Souichirou dan Saori menikmati pemandangan diatas loteng sebentar. Bisa melihat pemandangan dari atas loteng ke bawah seperti ini, kapan lagibisa kayak begini? Kehidupan SMA hanya tersisa beberapa bulan, ini juga menyadarkan berapa lama lagi waktu Souichirou bisa bersama dengan Saori.
“Ngomong-ngomong, Souichirou.”
“Apa?”
“Apa tidak apa-apa tidak kembali belajar?”
“Kalau Saori?”
“Pelajaran seni musikku sekarang disuruh belajar sendiri.”
“Itu juga belajar ’kan?”
“Bisa dibilang begitu.”
“Walaupun begitu, sekarang kembali ke kelas juga rasanya aneh.”
“Kalau begitu, mau tidak lakukan hal yang sedikit jahat?”
“Misalnya?”
Saori seperti sedang menghitung, dan tertawa.
“Kencan?”
“………….”
“I-itu……….. Tentu bisa menjadi sebuah kenangan yang indah.”
“Kalau begitu memang sebuah ide yang bagus.”
“Baguslah. Kupikir semua akan berakhir saat kau marah setelah mendengar ini.”
“Aku tidak begitu keras kepala, dalam 3 tahun ini aku juga sudah sedikit berubah.”
“Sepertinya terpengaruh sama Mitaka.”
“Mungkin.”
“Walau ini merupakan pertanda baik, tapi jangan seperti Mitaka mengencani banyak wanita ya.”
“Aku tidak pandai, 1 Saori saja aku sudah puas.”
Mereka berdua mengobrol sambil turun melewati tangga.
Disaat melewati pintu, Saori yang ada disamping Souichirou menggenggam tangan Souichirou.
“!”
Dari tangan kanan merasakan suhunya Saori, Souichirou tidak bisa menahan rasa terkejutnya.
“Tangan Saori besar ya.”
“Kalau biasanya, seharusnya aku yang mengatakan kalimat itu.”
“Ma-maaf.”
“Tak apalah, tidak masalah. Karena ada tangan inilah, aku bisa terus mempelajari musik sampai sekarang, lalu bertemu dengan Souichirou di sini.”
“Benar juga.”
Souichirou menjawab dengan begitu dan menggenggam tanganya.
Hari ini, sepulang dari kencan, Souichirou dan Saori saling mengirim hampir ratusan pesan, dan pada akhirnya menyimpulkan ini.
----- Apa malam natal nanti kau ada waktu luang? Meski cuma sebentar juga tidak apa-apa, aku ingin menikmatinya bersamamu.
----- Demi Souichirou, aku akan meluangkan waktu.
Bagian 6
Bulan desember tanggal 24, malam natal.
Upacara wisuda selesai, rapat kelas semester yang terakhir juga selesai, entah kenapa kelas 3-1 dipenuhi dengan suasana sedih dan muram.
Mulai besok kita akan memulai liburan musim dingin kita, kehidupan SMA kita tinggal sebentar lagi. Dan juga dalam waktu yang singkat ini, kita akan dipenuhi oleh persiapan untuk mengikuti tes. Bagi Souichirou yang sudah pasti akan diterima oleh Universitas Seni Suimei, walau tidak ada tekanan tes, tapi terhadap musim yang begini, dia merasa sedikit sedih.
Mungin karena begitulah, Souichirou mulai mencari Jin dikelas yang dipenuhi oleh murid yang tidak ingin pulang, menyadari dia tidak ada di dalam kelas : berpikir mungkin dia sedang menyiapkan dirinya untuk tes, dan Souichirou berjalan ke perpustakaan.
Kemudian, seakan sudah tidak tahan dan mulai mencampuri urusannnya.
----- Apa kau tidak berencana untuk pergi ke Universitas Seni Suimei?
Bagi Jin, itu mungkin adalah topik yang paling tidak ingin dia dengar. Kalau berbicara soal impian, pasti akan berkaitan dengan Misaki.
Kalau Souichirou yang dulu, akan berpikir itu adalah masalah antara Jin dengan Misaki, dan tidak akan mencampuri urusan mereka, bahkan tidak peduli pada mereka.
Mulai sejak kapan ya? Sejak kapan aku memedulikan mereka seperti ini……….
Mencoba untuk berpikri kembali, tapi bagaimanapun tidak dapat mengingatnya.
Lalu meninggalkan Jin, Souichirou pergi dari perpustakaan, rasanya punya kesempatan seperti apapun tidak ada gunanya lagi.
Ini baru penting……. Karena untuk memuaskan diriku sendiri, jadi tidak perlu terlalu dipikirkan.
“Semangat.”
Dia melihat ke belakang dan mengatakan itu, melihat ke pintu perpustakaan, mengirim sebuah dukungan yang tidak mungkin akan didengar oleh Jin.
Sudah 3 tahun sekelas bersama, Souichirou selalu merasa bahwa mereka tidak cocok satu sama lain, berbicara dengannya juga membuat kesal. Tapi saat mengenal teman di Suimei, Souichirou ‘lah yang paling mengerti Jin, dan dia mengakui itu.
“Tidak, yang perlu semangat itu diriku…….”
Nanti mau kencan dengan Saori. Sampai sekarang sudah 7 bulan berpacaran, tapi hubungan baru sampai saling berpegangan tangan………. Ini merupakan sebuah peningkatan yang bahkan akan ditertawai oleh anak SD.
Tadi diperpustakaan, Jin juga sudah bilang.
----- Kalau saat malam natal, mungkin akan lebih mudah untuk berciuman?
Memikirkannya saja serasa jantung ingin meledak, apa didepan Saori nanti akan berani melakukan hal yang tidak senonoh seperti itu.
“Kalao memang ingin melakukannya, mungkin aku perlu bertanya pada Mitaka cara berciuman……”
Souichirou dengan ragu-ragu dan bergumam terus, sendirian berjalan dengan tenang dikoridor yang sepi.
Setelah pulang dari sekolah, jam 4 Souichirou datang lagi, karena ada janji dengan Saori.
Yang pertama, pergi dulu ke konser natal yang diadakan oleh Departemen Musik Bambu.
Tempatnya kebetulan ada di ruang konser yang pernah Saori tampil disana.
Lagu yang dimainkan bermacam-macam, dari yang klasik sampai musik pop, dan juga lagu pembuka anime yang tidak membuat anak-anak bosan, semuanyadimainkan oleh band yang profesional.
Pemimpin dan pemusik juga menyesuaikan kostum dengan tema natal, semuanya menggunakan tampilan Santa Claus dan rusa peliharaannya, didalamnya juga ada yang memakai kostum manusia salju. Walaupun begitu, semua yang dimainkan tidak ada yang buruk.
Ada juga beberapa teman yang dari jurusan musik Suiko yang ikut tampil.
“Apa Saori tidak ikut?”
Souichirou bertanya saat setelah sebuah lagu ditampilkan, dan Saori tertawa karena merasa lucu, dan dengan sedikit bercanda berkata :
“Kalau membiarkan Souichirou sendirian di malam natal, rasanya terlalu kasihan.”
“Terima kasih atas perhatiannya.”
Souichirou juga dengan alami membalas dengan senyum.
Tunggu konsernya selesai kurang lebih 2 jam, mereka berdua meninggalkan ruang konser, langit sudah mulai gelap, sama sekali tidak dapat melihat bintang yang ditutupi awan.
“Ngomong-ngomong, menurut ramalan cuaca, sepertinya akan turun salju?”
“Kalau benaran turun salju itu pasti akan menyenangkan.”
Lalu, 2 orang itu berjalan menuju stasiun, menaiki kereta sampai pemberhentian selanjutnya, bersiap-siap untuk makan malam.
Mereka datang ke pusat pembelanjaan pada pemberhentian yang selanjutnya. Kebingungan saat memikirkan harus memilih toko yang mana, dan setelah melakukan banyak survei, mereka memutuskan untuk pergi ke cafe yang pernah menyediakan makan kue sampai puas yang pernah mereka pergi. Sekarang ada menu istimewa untuk perayaan natal, mereka berdua memutuskan untuk mencobanya.
Makanan utamanya menggunakan daging ayam, sebuah masakan yang membuat kita merasa ada tema natal, dan setelah selesai menikmati kue yang diberikan sebagai bonus, mereka meninggalkan cafe tersebut, dan sekarang sudah jam 8 lewat.
“Selanjutnya mau ke mana?”
“Aku ingin pergi melihat pohon natal.”
Karena saran Saori, mereka pindah ke gedung tinggi yang merupakan pusatnya.
Tempatnya berada ditengah pusat pembelanjaan……. Pohon natal raksasa yang berdiri ditengah pusat pembelanjaan, berbinar-binar dengan luar biasa.
Souichirou dan Saori melihat ke bawah dengan ketinggian sekitar 3 lantai.
“Indah sekali.”
“Hn, aku juga setuju.”
Itu merupakan perkataan jujur yang berasal dari dalam hati.
Padahal tahun lalu tidak pernah ingin memiliki perasaan yang seperti ini, bahkan berpikir itu hanya akan menguras tenaga.
Tapi dengan adanya Saori disamping semua perasaan terasa terbalik, kenapa bisa nyata sekali. Polos juga ada batasnya.
Cara berpikir seperti itu juga seolah tertulis diwajah, Souichirou tertawa pahit.
“Souichirou?”
“Bukan apa-apa.”
“Benarkah? Jangan-jangan karena melihat aku yang kegirangan oleh pohon natal, jadinya tertawa?”
“Tidak , aku malah merasa kau begini lebih cantik.”
Terhadap reaksi Souichirou yang terlalu jujur, Saori dengan panik memindahkan tatapannya.
“A-apa yang tiba-tiba kau bicarakan?!”
“Cuma membandingkan diri ku yang tahun lalu dengan yang sekarang ini.”
“……. Membandingkan?”
“Dulu aku tidak suka suasana ramai seperti natal sekarang ini…….. Tapi sekarang malah merasa sebenarnya suasana seperti ini tidak begitu buruk juga.”
“………”
“Bukan karena suasana natal tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Yang sudah berubah itu sebenarnya aku, pemandangan yang seperti ini, terasa begitu indah karena melihatnya bersama Saori……. Ada perasaan yang seperti itu.”
Souichirou mengatakan itu dan menjadi malu sendiri, kata-kata terakhirnya jadi aneh.
“Seperti yang dibilang Souichirou. Bersama dengan orang yang berbeda, pemandangan yang dilihat juga akan terasa berbeda.”
Seperti ingin memenuhi ruang kosong yang tersisa sedikit, Saori bersandar pada Souichirou, dan tangan berpegang pada pegangan.
Hiraukan saja semua yang ada di sini, Souichirou dengan kuat merasa Saori berada disisinya, tubuh dapat merasakan ini merupakan orang yang sangat dihargai.
Terasa tubuh 2 orang yang bersentuhan, ada sebuah kekuatan yang melampaui ruang dan waktu.
Mereka bedua melihat pohon natal dan terdiam sejenak.
“Apa Misaki akan baik-baik saja?”
Saori yang membuka pembicaraan, tiba-tiba membicarakan temannya yang ada di Suiko.
“Semoga dia dengan Mitaka bisa lanca- lancar saja.”
“Iya.”
Souichirou dengan jujur merasa setuju. Semakin kenal dan mengerti, merasa hubungan Jin dan Misaki semakin tidak enak dilihat.
Mereka berdua melihat pohon natal sekitar 20 menitan, lalu memutuskan untuk kembali ke stasiun.
Disaat sampai ke stasiun, masih tersisa beberapa menit akan mencapai jam 10.
Souichirou dan Saori berjalan bersama ditoko yang berlantai merah. Saori mengatakan beberapa hal, tapi Souichirou tidak begitu memahami.
Kencan akan segera selesai, asrama yang Saori tinggali masih sedikit jauh, jadi masih ada sedikit jarak. Tapi bagi Souichirou yang ingin mencapai ciuman di hari ini, itu bukan merupakan waktu yang cukup.
“Souichirou?”
“………”
Sepertinya kesempatan yang tersisa tidak besar.
“Souichirou?”
Wajah Saori yang terlihat sedikit marah, memasuki pandangan Souichirou.
“Uwoo!”
“Sebegitu kagetkah setelah melihat wajahku, keterlaluan!”
“Ma-maaf.”
“Kenapa kau tiba-tiba begitu?”
“Tidak, tidak. Tidak ada apa-apa!”
“Mencurigakan lho…..”
Saori dengan tidak memberi ampun menatap Souichirou dengan pandangan yang mencurigai.
“Be-benar ‘lah.”
Souichirou ingin membiarkan semua yang tadi lewat begitu saja, tiba-tiba sebuah benda berwarna putih jatuh melewati pandangannya.
“Hn?”
Dalam hatinya dia merasa curiga, dan melihat ke langit bersama dengan Saori. Bunga salju yang menyatu perlahan berjatuhan 1 per 1.
“Ternyata ramalan cuaca benar ya.”
“Hn.”
Saori terpesona oleh pemandangan langit malam yang indah, mulai tertuju pada salju yang turun. Souichirou merasa sedikti lega.
“Ayo jalan.”
Lalu dia mengajak Saori, dan dengan alami berjalan menuju asram Saori. Tempat tinggal Souichirou dari asrama Saori kurang lebih memerlukan waktu 10 menit kalau berjalan ke sana, merupakan sebuah kamar yang langsung disewa, dulunya pernah digunakan keluarga Souichirou untuk berkuliah.
Dia melihat Saori yang disamping semakin bersemangat setelah turun salju, mulai merasa ‘cukup begini saja untuk hari ini’. Sekarang tidak cocok untuk menciptakan suasana itu dengan paksa, sendiri juga tidak begitu pandai. Dan juga, waktu yang dihabiskan bersama hari ini terasa menyenangkan, dalam hati merasakan perasaan yang sangat gembira, kalau ingin yang lebih dari ini mungkin terlalu serakah kali ya?
Walau begitu, dalam hati tetap menghela napas.
Setelah liburan musim dingin pasti akan ditertawai oleh Jin.
Sudah sekitar 30 menit berjalan keluar dari stasiun, Souichirou dan Saori berjalan sampai ke asrama yang ditinggal Saori.
Saat ini, salju turun dengan lebat, disekitar berubah menjadi pemandangan warna putih yang indah. Suhu saat ini sangat rendah, napas yang keluar dapat terlihat berwarna putih.
“Hari ini sangat menyenangkan.”
“Aku juga.”
“Hn.”
Saori dengan sedikit sedih dan malu menundukkan kepala.
“Kalau begitu, aku duluan.”
“Ah, sebentar.”
Souichirou baru saja bersiap memutar balik badannya, tetapi dia berhenti karena suara Saori.
“Itu………. Itu…….”
“Hn?”
“Souichirou, apa kau tidak melupakan sesuatu yang penting?”
Saat ini, Saori dengan segera mengangkat kepalanya, pandangan mata mereka bertemu satu sama lain secara bersamaan, tatapannya terlihat seperti telah memutuskan sesuatu.
“Sesuatu yang penting?”
“Hadiah natal.”
“Ah, hn.”
Kenapa bisa sebodoh ini?
“Be-benar juga. Ya, biasanya itu harusnya menyiapkan hadiah natal. Apa yang sudah kulakukan…………”
Sudah janji akan bertemu jam berapa nanti, menanyai hal tentang konser natal, janji untuk pergi ke restoran, karena semua itu Souichirou jadi lupa.
“Ma-maaf sekali!”
“Souichirou, ini.”
Saori memberi sebuah bingkisan kecil kepada Souichirou yang panik. Sepertinya Saori sudah mempersiapkannya dengan teliti. Tidak, biasanya pasti tidak akan lupa……..kenapa ceroboh sekali.
Bagaimanapun tidak boleh bilang lain kali baru saling menukar hadiah, jadi Souichirou menerimanya dengan diam.
“Apa boleh dibuka?”
“Hn.”
Yang ada didalam adalah sebuah gantungan HP, apalagi itu adalah gantungan yang pernah dia lihat sendiri. Kalau tidak salah itu adalah karakter “Kucing Gunung Yang Menggigit Orang~“, sampai sekarang HPnya Saori masih menggantung gantungan itu.
“Karena HPnya Souichirou tidak menggantung apapun.”
“Benar juga. Terima kasih……”
Saat ini, Souichirou memanfaatkan kesempatan ini menggantung gantungan yang diberi Saori ke HPnya.
“Maaf, aku tidak menyiapkan apapun………”
“Aku harus dapat balasannya ya.”
“Saori?”
Kemudian, Saori mendekatkan tubuhnya, dan melihat ke atas Souichirou dalam waktu yang singkat.
“Huh! Serius?”
Entah kenapa sepertinya mengerti apa yang dia inginkan.
“Aku juga bukannya tidak tertarik…….”
Dia mengatakannya dengan suara yang kecil, menyatukan kedua tangannya, dan pelan-pelan menutup kedua matanya.
Dengan sekejap pikirannya menjadi kosong, tidak bisa memikirkan apapun. Dalam otaknya sudah tidak ada pilihan lain lagi selain melakukannya.
Dia menaruh kedua tangannya ke pundak Saori, seluruh tubuh Saori gemetaran.
“Ma-maaf.”
“Tidak, tidak apa-apa. Cuma terkejut…… Ayo.”
“Ah. Hn.”
Wajahnya mulai mendekati Saori : detakan jantungnya berdetak dengan keras, seakan seluruh tubuhnya berubah menjadi jantung.
Meskipun begitu, tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari bibir Saori. Berhenti bernapas, dan disaat menutup mata, tertabrak hidung.
“Ah.”
Souichirou dengan panik langsung melebarkan jaraknya. Karena kesalahan yang sangat ceroboh, otaknya serasa terbakar, padahal dari luar kepala terasa sangat dingin, tapi terus mengeluarkan keringat.
Souchirou yang panik karena kecerobohannya yang tadi, kali ini malah dengan langsung menyetuh bibirnya Saori.
Sepertinya terkena bagian giginya. Dapat merasakan pipi masing-masing, rasanya sedikit gatal.
Detakan jantung berdetak dengan keras.
Sama sekali masih tidak mengerti situasi seperti apa ini, Souichirou melepaskan Saori.
“Maaf, aku masih tidak bisa melakukannya dengan baik.”
Dan dengan tidak sadar mengatakan itu.
“A-aku yang salah…….”
“Ah, hn.”
Tidak bisa dengan lurus menatap wajah Saori.
“Ta-tapi……. Untuk yang selanjutnya tinggal sering-sering latihan.”
“Huh?”
“Souichirou akan membiarkan aku sering latihan ’kan?”
Saori yang gemetaran dengan hebat, mengatakan beberapa hal yang parah. Apa dia tahu apa yang sedang dia katakan tadi? Sepertinya tidak begitu jelas…..
Otak Souichirou juga hanya bisa bekerja sampai disini.
Dia sekali lagi menaruh kedua tangannya ke pundak Saori, dan kali ini menyiumnya dengan lembut. Dan malah berefek dengan sangat baik.
“Hn.”
Bibirnya merasakan kelembutan yang tadi tidak dia sadari, rasanya suhu panas Saori bertransfer ke Souichirou.
Setelah bibir mereka berpisah, mereka saling mundur 1 langkah, dan memalingkan wajah.
“Jantungku berdetak dengan hebat.”
“Aku juga.”
“Rasanya hebat sekali.”
“Hebat sekali?”
“Menyukai seseorang memang suatu hal yang hebat, lebih tegang dari pada sebuah perlombaan. Sering mendengar dari orang katanya jantungnya serasa ingin loncat keluar……. Ternyata memang benar seperti itu.”
“Iya. Tapi, selanjutnya akan ada hal yang bakal membuat jantung kita berdetak dengan lebih hebat lagi ’kan?”
Souichirou mengintip wajah Saori, Saori juga sedang mengintip Souichirou.
“…….. Hal yang mesum?”
“Bu-bukan! Tidak, tidak, tapi termasuk juga sih….. Maksudku, tidak hanya hal yang dibayangkan Saori saja, dimasa depan nanti pasti ada pengalaman lain yang membuat kita seperti ini, jadi bukan hanya hal-hal yang mesum……”
“Hoho, aku tahu itu.”
Sepertinya Souichirou sudah dipermainkan. Tapi berkat itu, suasana hati juga menjadi lebih baik, dan bisa dengan tenang menatap wajah Saori.
“Kalau begitu, aku duluan ya.”
“Hn, hari ini senang sekali rasanya.”
“Aku akan menjaga gantungannya dengan hati-hati.”
Saori denga senyum mengantar kepergian Souichirou, dia dengan sendiri berjalan pulang. Dalam hatinya terasa hangat, jadi sama sekali tidak terasa dingin.
Dan dia bahkan berteriak ‘yahou!’ dalam perjalanan pulang, berloncat-loncat sekitar 3 kali. Karena ini merupakan rahasia yang tidak boleh dikatakan kepada siapapun.
Bagian 7
Saat tahun baru, dua orang pergi ke kuil yang ada disekitar untuk berdoa. Kalau orang yang belum mempunyai impian, mungkin biasanya akan berdoa untuk kelulusan, tapi Souichirou dan Saori sudah pasti bisa lulus dengan tidak mengkhawatirkan apapun, jadi sebelum berdoa, Souichirou masih bingung ingin mendoakan apa.
Setelah selesai berdoa, Saori bertanya :
“Kau berdoa apa?”
“Kalau Saori?”
“Aku pikir, mungkin sama dengan Souichirou.”
“Be-begitu ya.”
Kalau benar begitu, rasanya membuat orang senang sekali.
Karena Souichirou berdoa “semoga bisa bersama dengan Saori selamanya”.
Liburan musim dingin yang pendek dengan sekejap selesai, semester ketiga mulai, rasanya waktu berjalan dengan lebih cepat dari biasanya.
Masuk bulan Februari, mulai mempertimbangkan murid perlu menyiapkan diri untuk ulangan, jadi bebas sekolah. Biarpun tidak ingin, suasana disekitar tetap menunjukkan bahwa ulangan terakhir mereka sudah menunggu didepan.
Sampai saat ini, Souichirou akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa dia akan lulus dari Suiko.
Bulan Maret nanti akan lulus. Setiap orang sangat menyadari itu, tapi tetap saja tidak ada perasaan seperti ‘1 bulan lagi bakalan tidak memakai seragam ini’.
Mungkin karena masih belum bisa membayangkan diri sendiri saat menjadi mahasiswa.
“Hari-hari datang ke Suiko juga tidak banyak lagi.”
Setelah lewat dari tengah Februari, Saori juga mengatakan hal seperti ini. Suaranya terdengar seperti dia sedang membayangkan kenangan yang dulu, juga merasa khawatir dengan masa depannya yang belum jelas itu.
Setelah masuk semester ke 3, Souichirou juga berusaha agar bisa pulang bersama dengan Saori. Walau bukan Saori yang bilang, tapi hari-hari mereka bisa pulang bersama juga tidak banyak lagi.
Dan pada suatu hari diakhir bulan Februari, untuk mempersiapkan kata-kata perpisahan, Souichirou datang ke sekolah.
Semua ruangan kelas 3 yang berada dilantai 3 kosong dan sepi, didalam kelas Souichirou juga tidak ada orang. Dia sendirian di dalam kelas, dengan diam menulis naskah pidato perpisahannya.
Membaca kembali yang sudah ditulis, awalannya adalah salam pembuka untuk adik-adik kelas, dan juga berterima kasih pada guru dan orang tua yang sudah mendukung. Lalu bercerita sedikit mengenai kenangan saat di Suiko. Bagian yang paling penting tetap adalah festival budaya. Tahun pertama hanya menjadi panitia, tapi tahun ke 2 dan ke 3 mengikuti dengan jabatan anggota OSIS, dan mengikuti festival teramai yang pernah ada dalam sejarah Suiko.
Bisa dengan bangga mengatakan itu merupakan 3 tahun yang tidak sia-sia.
Musim gugur saat SMP kelas 3…… Datang mengikuti ulangan kelulusan untuk Suiko yang mempunyai festival budaya yang mewah, ternyata tidak salah, tidak ada sedikitpun penyesalan. Hanya saja kalau tidak menulis ’tidak menyesal’, rasanya kurang enak.
Rasanya ada beberapa hal yang menggangu.
Disaat sedang memikirkan penyebabnya, suara yang tidak aisng terdengar.
“Souichirou, ternyata kau disini?”
Mengangkat kepala melihat, ternyata Saori yang sedang membawa tas biolanya. Dia memindahkan headphonenya ke leher, dan berlari kecil ke tempat Souichirou.
“Hn, lagi merapikan naskahnya. Apa Saori datang untuk latihan?”
Menyanyi saat upacara kelulusan, jadi mengumpulkan semua murid jurusan musik untuk membuatnya menjadi lebih bagus.
“Sudah dijadwalkan semuanya akan berlatih saat sore.”
“Begitu ya.”
Pandangan Saori dengan alami menatap ke naskah.
“Baru separuh ditulis, mau lihat?”
“Apa boleh?”
“Paling-paling nanti merasa tidak terharu lagi saat mendengarnya diupacara kelulusan nanti.”
“Kalau begitu tak usah saja.”
Dan pada saat ini, HP Souichirou berbunyi.
Dalam hatinya berpikir siapakah itu, sambil mengeluarkan HPnya. Layarnya menunjukkan bahwa itu adalah ‘Mitaka Jin’.
“Mitaka yang telepon.”
Dia menjelaskannya pada Saori, dan mengangkat HPnya.
“Ada apa?”
“Karena tiba-tiba ingin mendengar suara ketua OSIS.”
“Aku akan menutupnya.”
“Jangan cuek begitu ‘lah.”
“Kalau begitu, sebenarnya ada apa sampai menelepon aku?”
“Aku ingin membahas beberapa hal denganmu.”
“Membahas?”
Mendengar perkataan itu keluar dari mulut Jin, Souichirou terkejut setengah mati. Padahal merupakan seorang pria yang suka berbohong dan dan memanfaatkan orang lain supaya dirinya yang sebenarnya tidak terlihat……. Atau dengan kata lain, mungkin ini adalah pertama kalinya Jin meminta sesuatu pada orang lain.
Saori juga mengeluarkan ekspresi yang kebingungan, dan fokus ke percakapan keduanya.
“Kalau ada urusan denganku, datang saja ke kelas.”
“Ah, kau di sekolah ya, kalau begitu pas banget.”
Dari cara ngomongnya, sepertinya dia juga ada di sekolah. Jadi Souichirou langsung memahami alasannya. Karena sekarang sedang ada sebuah persiapan, yaitu untuk menghentikan rencana pembongkaran asrama Sakurasou yang ditinggali Jin dan yang lainnya.
“Aku segera pergi, tunggu sebentar.”
“Baiklah.”
Dan langsung menutup HPnya.
“Mitaka bilang apa?”
“Walau tidak begitu mengerti, tapi sepertinya dia ada urusan denganku, dan ingin membahasnya.”
“Membahas ya………”
‘Kira-kira apa ya?’ Saori mulai berpikir, dan saat ini, terdengar suara langkah kaki dari koridor dan semakin mendekat.
“Suara langkah kaki ini…………”
Disaat Saori membalikkan badannya menghadap ke arah pintu, Misaki masuk ke kelas.
“Tolong ya~~! Ah, ada Hauhau! Hauhau juga disini rupanya!”
Baru sadar, Misaki langsung memeluk Hauhau.
“Uwa! Hei! Misaki, jangan peluk aku.”
“Hauhau juga boleh memelukku lho.”
“Aku tidak sedang membicarakan itu dengan mu! Souichirou juga jangan hanya lihat dari samping, cepat bantu aku.”
Ini sedikit susah.
“Hubungan kalian masih saja sangat baik ya.”
Jin yang sedikit telat masuk ke kelas.
“Kau tidak bilang kalau Kamiigusa juga akan datang.”
“Karena aku juga tidak mendengar kalau Hauhau ada disini.”
Sungguh seorang pria yang menyebalkan.
“Kalau begitu, ingin bahas apa denganku.”
“Sebenarnya ada sesuatu ingin minta tolong sama ketua OSIS.”
“Aku menolak.”
Karena ada firasat yang buruk, Souichirou langsung menjawabnya.
“Kau dengar dulu dong pemintaannya.”
Jin tertawa pahit, dan dengan sikap yang santai bertanya lagi.
“Lagian permintaannya juga pasti bukan hal yang baik.”
“Kali ini sebenarnya sangat serius lho.”
“Kalau begitu aku semakin tidak ingin mendengarnya.”
Sekarang sudah tahu kenyataan Sakurasou akan dibongkar, jadi bias membayangkan hal yang Jin ingin minta pertolongan pasti berkaitan dengan itu. Sepertinya bakalan menjadi sebuah pemintaan yang menyusahkan.
“Pasti soal Saokuraosu ’kan?”
“Benar, seperti yang diharapkan dari ketua OSIS yang sebelumnya. Kalau begitu, urusan ini menjadi lebih mudah.”
“Aku masih belum setuju akan membantu lho.”
“Kalau begitu tidak ada cara lain.”
Saat ini terlihat Jin sepertinya menunjukkan sikap yang menyerah. Namun, beberapa saat kemudian—
“Apa bisa membiarkan Misaki saja yang menangani kata-kata perpisahannya?”
Ternyata dia mengatakan hal yang bodoh dan tidak masuk akal.
“Huh?”
Saori yang fokus dengan percakapan antara Souichirou dan Jin, mengatakan sesuatu.
“……….”
Sebuah permintaan yang jauh diluar perkiraan, Souichirou tidak bisa mengatakan apapun.
“Hah? Tidak dengar? Kata-kata perpisahan nanti, apa bisa membiarkan Misaki saja yang mengurusnya?”
“Aku pasti akan membuat semuanya ‘banjir’!”
“………..”
“Hoi~~ apa kau baik-baik saja?”
“Iya ini aku dengar…………. Siapa suruh kau mengatakan itu dengan nada yang santai seolah-olah ‘pinjam penghapus’ gitu, mengatakan sesuatu yang mengejutkanku, makanya aku sedang mencurigai telingaku sendiri.”
“Tenang saja! Telinga Sou-chan masih bagus!”
“Misaki, jangan menggunakan panggilan itu pada Souichirou, rasanya seperti lebih dekat dengan Souichirou saja.”
Saori yang awalnya hanya diam mendengar, akhirnya berbicara.
“Kalau begitu, Sourou (Catatan : dalam pengucapan bahasa jepang kata tersebut juga bisa bermakna ‘ejakulasi dini’) ?”
“Ka-kalau begitu itu akan berubah menjadi sesuatu yang mesum!”
“Ternyata Hauhau tahu lumayan banyak juga ya? Kukira kau hanya belajar musik, tapi ternyata tidak.”
“Mi-mitaka, tutup mulutmu!”
“Iya, iya.”
Disaat sudah sadar, situasi sudah menjadi tidak terkendalikan.
“Ehm, hm……..”
Pokoknya, sengaja batuk 2 kali dulu.
“Coba jelaskan alasannnya.”
Lalu memaksa Jin berbicara dengan jujur.
“Kau tahu situasi Sakurasou saat ini ’kan?”
“Hn.”
Pihak sekolah sudah memutuskan tahun ini akan membongkar Sakurasou. Lalu, karena semua penghuni Sakurasou tidak setuju dengan itu, jadi sedang membuat rencana untuk menghentikan pembongkarannya. Jika bisa memperoleh suara sebanyak dua pertiga jumlah siswa Suiko, maka bisa dibatalakan. Tapi menurut Souichirou, akan sangat susah untuk mencapai jumlah itu, apalagi itu merupakan markasnya para siswa bermasalah. Bagi siswa normal yang tidak kenal dengan penghuni Sakurasou, akan sangat susah memperoleh suaranya.
“Hanya dalam kasus saat dimana jumlah tanda tangan yang terkumpul tidak mencukupi saja, tolonglah.”
”Apa menurutmu itu bisa tercapai?”
“Kami memang punya tekad seperti itu lho.”
Tidak bercanda, juga bukan sedang sombong. Tatapan Jin penuh dengan percaya diri, Misaki juga begitu, mereka tidak ragu sedikitpun.
“Tapi, tetap saja perlu mempertimbangkan bagaimana nanti kalau sampai gagal.”
“Lalu apa hubungannya dengan kata-kata perpisahan?”
“Karena kau memberiku sebuah harapan.”
“Apa itu?”
Sama sekali tidak mengerti apa yang sedang Jin bicarakan, Souichirou mengangkat alisnya.
“Menjadikan loteng sebagai tempat umum saat sepulang sekolah pada musim semi. Kau tidak lupa ’kan?”
“……..”
“Setiap hari ke kantor guru untuk memohon, dan pada akhirnya berhasil mengubah pemikiran mereka. Kerena kalau bicara saja tidak bisa mengubah apapun,maka harus menyampaikan perasaan dengan tindakan.”
“Jadi pada saat upacara kelulusan, ingin meminta tolong sama para siswa melalui kata-kata perpisahan?”
“Ya begitulah.”
“Ya, begitulah~~!”
Jin dan Misaki menjawab bersamaan.
“Naskahnya biar aku saja yang tulis. Tentu, akan diperiksa olehmu dulu sebelum dibacakan.”
“………..”
“Ini adalah taruhan terakhir jika tidak bisa mendapat jumlah suara dua pertiga siswa yang setuju. Jadi tolonglah.”
Saori sepertinya ingin mengatakan sesuatu, dan melihat Souichirou yang sedang berpikir. Meski tidak ditanya, sepertinya mengerti apa maksud Saori. Souichirou juga menghela napas dalam hati, apa sejak awal sudah menjadi begitu? Kalau Souichirou yang baru masuk ke Suiko, pasti akan menolak. Tapi, sekarang malahsama sekali tidak ada niat seperti itu. Perasaan Souichirou sekarang terbalik dengan dia yang dulu.
Sepertinya sudah mengerti mengapa.
Mengerti kenapa tadi saat menulis naskah, ada perasaan yang tidak enak, kenapa merasa kurang enak dengan kata ‘menyesal’. Itu karena diri sendiri memang sedikit menyesal. Karena walau siswa yang ada di Sakurasou dianggap aneh dan bermasalah, tapi jika dibandingkan dengan yang lain, mereka pasti lebih menikmati kehidupan mereka diSuiko. Sekarang Souichirou baru sadar, dalam hatinya seperti iri dengan mereka. Karena begitulah, Souichirou tidak suka dengan Jin.
“Ini adalah hal terakhir yang bisa aku dan Misaki lalukan untuk Sorata dan yang lainnya.”
Jin yang mengatakan itu, menatap dengan tatapan yang sangat serius.
“Untuk adik kelas ya, harus melindungi Sakurasou lho~~!”
“……… Aku mengerti.”
Didepan Jin dan Misaki, Souichirou dengan tenang kembali ke tempat duduknya.
Jin terkejut dan membuka matanya lebar-lebar.
“Bagus sekali!”
Misaki langsung menunjukkan pose kemenangan, dan memeluk Saori. Saori yang kaget karena tiba-tiba dipeluk, jatuh ke lantai.
”Makasih ya, mantan ketua OSIS.”
Terhadap Jin yang berterima kasih, tangan Souichirou seolah memberikan isyarat ‘cepat keluarkan’.
“Tangannya untuk apa?”
“Naskah. Kau sudah menulisnya ’kan?”
“…………”
Sepertinya dia tidak terpikir, dan Jin terkejut sejenak.
“Karena kau adalah pria yang tidak ada kekurangannya, makanya dibenci orang.”
“Bisa mendapatkan pujianmu, itu merupakan suatu kehormatan bagiku.”
Jin mengambil naskah dari koceknya, dan memberikannya.
“Sikapmu yang seperti itu benar-benar mengesalkan.”
Seperti yang Souichirou pikirkan, Jin sepertinya benar-benar sudah menyiapkannya.
“Begitu ya? Aku ini paling suka sifat mantan ketua OSIS yang seperti ini lho.”
“Kalau kau masih ingin bercanda, aku tidak akan bantu.”
Souichirou menerima naskahnya.
“Apa kau berpikir aku akan meminta bantuanmu dengan bercanda?”
“Sepertinya tidak.”
Tanpa mengeceknya, Souichirou langsung memasukkan naskah yang diterima ke dalam tasnya.
“Apa tidak dilihat dulu?”
“Kalau kau serius, maka aku tidak perlu mengeceknya lagi. Dan juga, jika aku melihatnya, bisa saja nanti aku berubah pikiran.”
Saat ini, entah kenapa Jin melihat ke Saori.
“Pacarnya Hauhau keren sekali ya.”
Dia mengatakan itu dengan nada ejekan.
“Tentu saja.”
Saat ini Saori yang akhirnya bangkit dan berdiri sambil berkata dengan tersenyum.
Bagian 8
Tanggal 8 bulan Maret. Hari ini merupakan cuaca yang segar.
Upacara kelulusan juga akhirnya selesai, Souichirou menyampaikan salam perpisahan dengan teman sekelasnya, dan sendirian datang ke loteng Suiko.
Tidak ada orang, serasa dunia hanya milik ia sendiri saja.
Dia menaruh tas dan bunga perhiasan di kursi panjang, tangannya masih memegang bukti kelulusan yang berbentuk seperti pipa yang bulat, dengan alami menaruh tangannya ke arah langit.
Dengan kuat menarik udara yang segar dan menghempaskannya.
“Huft……. Sampai segitunya. Memanglah…………”
Karena membiarkan Misaki membacakan kata-kata perpisahannya, upacara kelulusan sampai terpaksa terhenti selama 1 jam. Setelah 1 jam, baru mulai kembali membacakan ulang. Souichirou yang membacakannya saat mengulang tadi, lalu menghukum para penghuni Sakurasou yang tadi berbuat masalah, semuanya berdiri diluar.
Belum pernah melihat upacara kelulusan yang seperti ini.
Tapi, setelah berpikir akhirnya Sakurasou tidak jadi dibongkar, ekspresi dengan alami menjadi lega. Bersyukur kerja keras membuahkan hasil, kalau tidak bakalan menyedihkan sekali.
Seperti ingin menghapus pikiran yang seharusnya tidak ada di dalam mantan ketua OSIS, Souichirou melangkahkan kakinya, berkeliling loteng 1 putaran, ingin melukis pemadangan diatasnya ke dalam otak tuk selamanya………..
Gerbang sekolah juga berkumpul banyak siswa. Ada siswa yang tertawa, juga ada siswa yang menangis. Juga ada orang seperti sedang foto-foto kenangan, saling mengatakan sampai jumpa. Di suasana yang baik begini, ada sebuah perasaan yang sepi.
Sebuah janji sampai nanti bertemu lagi, kapan bisa mewujudkannya? Padahal jelas-jelas tidak bisa langsung terwujud, dan membaut orang sedih.
Setelah berputar setengah putaran, ada orang membuka pintu dan berjalan kemari.
“Sudah kuduga kau ada disini.”
Saori sambil berkata dan berjalan ke Souichirou.
Dua tangannya membawa bunga yang besar.
“Punyamu besar sekali.”
“Dikasih sama adik kelas jurusan musik…… Kau berani bilang begitu, punya Souichirou itu apa?”
Saori melihat barang yang tadi Souichirou taruh diatas kursi panjang. Ada sebuah bunga yang tidak kalah besar dengan yang punya Saori.
“Tadi dikasih sama adik kelas mantan anggota OSIS.”
Diantara 5 anggota, ada 3 anggota yang merupakan adik kelas. Itu adalah wakil ketua OSIS yang saat dulu……… Dan juga merupakan ketua OSIS yang sekarangyang sedang menangis dan beringus-ingusan, dialah yang memberikan buket bunga pada Souichirou.
“Aku akan berusaha agar tidak kalah dengan ketua OSIS.”
“Sekarang kau sudah menjadi ketua OSIS.”
“Bagiku, ketua OSIS hanya ketua OSIS anda seorang.”
Setelah upacara kelulusan selesai, mendengar kata-kata seperti itu saat kembali ke kelas, bagaimana mungkin tidak senang? Souichirou yang terharu sampai-sampai ingin menangis, tapi tidak boleh menunjukkan air mata di depan adik kelas, jadi berusaha menahannya.
“Aku hanya naik ke Universitas Seni Suimei, jadi kalau luang aku akan kembali melihat-lihat.”
“Siap, ketua OSIS.”
Souichirou merasa berkat merekalah, organisasi OSIS bisa berjalan dengan baik begini, perkataan tidak cukup untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada mereka.
Saori yang berada disampingnya, duduk di kursi panjang yang ada disebelah.
“Souichirou yang ada di upacara kelulusan, keren sekali.”
“Yang kau bilang itu saat yang mana?”
Walau merasa sedikti terkejut dengan perkataan Saori yang tadi, tapi Souichirou dengan spontan bertanya. Yang bisa dia pikirkan hanya dua. Yang pertama adalah saat mengulang menyampaikan kata-kata , yang kedua adalah kenapa upacara kelulusan sampai diulang---alasannya yaitu membantu Misaki.
Sepertinya tidak perlu ditanya juga tahu yang mana.
Tapi, jawaban Saori berbeda dengan yang Souichirou pikirkan.
“Dua-duanya keren sekali, aku yang sebagai pacar merasa sangat bangga.”
Saori sedikit senyum nakal.
“Bisa dipuji seperti ini olehmu, sebagai pacar, aku merasa tidak ada hal lain lagi yang akan membuatku sesenang ini.”
“Apa kau menyesal membiarkan Misaki membacakan kata-kata perpisahan?”
“Aku sebenarnya menyesal. Kenangan terakhir saat SMA, di isi dengan kekaucan tadi.”
“Kalau begitu, setidaknya baca dulu naskah yang dibuat Misaki, bukankah semuanya akan menjadi lebih baik?”
Seperti yang Saori katakan, Souichirou memilik kesempatan seperti itu.
“Terhadap itu, aku berpikir tidak mengeceknya adalah tindakan yang benar.”
“Kenapa?”
“Kalau Kamiigusa, bagaimanapun ujung-ujungnya pasti bakalan ada kejutan. Dan juga……….”
“Juga?”
Kalau sudah tahu isinya duluan, pasti sekarang tidak akan merasa begitu menyenangkan.”
“………. Benar juga, itu merupakan naskah yang sangat bagus.”
Seakan sedang memikirkan semuanya kembali, Saori dengan suara kecil mengatakan.
“Berkat itu, setelah upacara kelulusan diulang, semuanya menjadi sedikit sulit.”
“Tidak masalah. Tetap masih ada siswa yang menangis ’kan.”
“Kalau Saori?”
“A-aku? Aku ya…… Ee, itu………..”
Melihat sikapnya yang tidak bisa berbohong dan tidak bisa menjawab dengan jujur, Souichirou langsung tahu jawabannya.
“Pada akhirnya, aku tetap tidak bisa menang dari Kamiigusa.”
Sekarang terhadap kenyataan itu pun rasanya sudah lega. Kalau tidak bertemu dengan orang seperti Kamiigusa, sepertinya tidak akan ada suasana hati seperti ini. Souichirou sekarang sudah bisa berpikir begitu, sebenarnya tidak pernah berpikir ingin merebut posisi pertama, tapi karena ada orang yang bisa dijadikan tujuan, sehingga membuat kehidupan SMA menjadi lebih ‘berisi’.
Disaat Souichirou sedang memikirkan ini, HP yang ada dikocek berbunyi.
Menerima sebuah email.
“Dari siapa?”
Melihat dengan jelas, diatas layar menunjukkan nama Jin.
“Mitaka.”
Souichirou menjawab Saori, dan membuka emailnya.
--Selamat atas kelulusannya. Tetap mohon bimbingan untuk kedepannya.
Diatas layarnya tertulis begitu.
“Apa kepala sekolah sudah selesai menceramahinya ya?”
Souichirou juga punya pertanyaan yang sama dengan Saori. Menggunakan kata-kata perpisahan untuk membatalkan pembongkaran Sakurasou, akibatnyamembuat upacara kelulusan menjadi kacau dan menerima hukuman, harusnya sekarang masih dimarahi di ruangan kepala sekolah.
--Apa ceramahnya sudah selesai?
Mengirim email.
Langsung menerima balasnnya.
--Ini sekarang sedang diberi pujian lho.
Isi yang tidak serius lagi.
--Terimalah hukumannya dengan lapang dada.
--Mau gantian?
Sepertinya lebih baik jangan dibalas lagi, kalau tidak pasti Jin akan mengirim email terus. Tapi, Souichirou tetap mengirim sebuah email sebagai penutup.
--Selamat atas kelulusannya. Meski nanti akan pergi ke Osaka, kalau luang tetap harus memberi kabar.
Diatas layar menunjukkan sudah terkirim.
Setelah sejenak, tetap tidak menerima balas dari Jin.
Berbeda dengan Souichirou yang naik ke Universitas Seni Suimei, Jin akan pergi ke Universitas Seni yang ada di Osaka mulai April nanti. Akan berpisah dengan teman yang sudah sekelas selama 3 tahun, tapi tidak merasa dengan begitu hubungan dengan Jin akan berubah. Jadi dimasa depan nanti bakalan bertahan terus hubungannya.
Disaat Souichirou ingin menyimpan HPnya, menerima sebuah email yang dikira tak akan dibalas. Pengirimnya kali ini adalah Misaki.
“Dua orang itu………”
Selagi mendengar kepala sekolah ceramah, masih bisa sambil mengirim email ke Souichirou, dua orang ini sebenarnya ada apa sih. Tehadap itu, pada akhirnya Souichirou tetap masih tidak mengerti.
--Makasih yaa~! Berkat Sou-chan, kami baru bisa menyelamatkan Sakurasou lho!
Lalu, sebuah email datang lagi.
--Jangan hanya karena tidak ada Hauhau jadi selingkuh lho ya!
“Siapa yang bakalan begitu……..”
“Ada apa?”
“Itu tadi dari Kamiigusa.”
Souichirou memperlihatkan 2 email yang diterimanya ke pada Saori. Saat melihat email yang pertama dia tertawa, tapi setelah melihat email yang kedua, dia menunjukkan ekspresi yang serius. Dia menatap Souichirou dengan tatapan yang mencurigai.
“Aku juga khawatir soal ini.”
“Jangan samakan aku dengan Mitaka.”
“Bernahkah?”
“Tentu saja benar.”
“Kalau begitu, aku berharap kau akan membiarkanku melihat buktinya.”
“Bukti apa………..”
“……..”
Saori yang terdiam pipinya mulai sedikit memerah. Oleh karena itu, Souichirou tahu maksudnya.
“Sejak dulu aku sudah merasa begitu.”
“Merasa apa?”
“Terhadap topik yang beginian, Saori beraninya pake banget lho.”
“Heh? A-apa benar begitu?”
“Berkat itulah, untuk kedepannya juga aku akan terus tergila-gila sama Saori.”
Souichirou merasa sedikit malu, bagian terakhirnya dia mengatakannya dengan semakin cepat, kalau sekarang Saori mengatakan sesuatu, otak Souichirou pastiakan serasa meledak. Jadi sebelum itu, Souichirou menyiapkan dirinya, dan mencium Saori yang duduk di kursi panjang.
Bulan ini, Saori akan berangkat kuliah di Australia, hari-hari yang masih bisa bersama di Jepang tersisa tidak banyak lagi, bilang tidak sepi itu pasti bohong. Perasaan yang tidak rela, sampai sekarang masih ada didalam hati. Tidak ada apapun yang bisa menjamin hubungan keduanya bisa tetap bertahan, tapi ini merupakan hal yang sudah diputuskan, keputusan yang dibuat oleh mereka berdua.
Souichirou melebarkan jarak antara ia dengan Saori, pandangan mata menangkap pemandangan pesawat yang kebetulan melintasi langit. Saori yang berdiri juga mengangkat kepalanya dan melihat ke arah langit bersama Souichirou yang ada disampingnya. Bayangan pesawat semakin jauh dan mengecil.
Disaat sebelum pesawat tidak terlihat lagi, Souichirou menggenggam tangan Saori dengan erat. Pundak Saori bergemetar sejenak, tapi pandangan mata tetap fokus ke langit, hanya dengan lembut menggenggam tangan Souichirou. Souichirou juga tidak mengatakan apapun, tatapannya hanya melihat bayangan pesawat yang semakin jauh.
Karena dibanding dengan perkataan apapun, mereka lebih percaya dengan kehangatan tangan yang saling menggenggam hari ini.
0 Comments
Posting Komentar