PERASAAN
YANG SEPERTINYA SALAH PAHAM
Di
saat yang lain sedang tertawa, pasti akan ada yang menangis.
Kalau
ada perasaan yang tersampaikan, pasti juga akan ada perasaan yang tidak
tersampaikan.
Tidak
peduli apakah itu sebuah perlombaan, ujian atau yang lain, semuanya begitu.
Lalu
, pada akhir musim semi, akhirnya sadar cinta juga begitu.
Dibuat
mengerti oleh ‘mereka’………
“Aku,
menyukai Sorata.”
“………………..”
“Biarpun
yang disukai Sorata itu adalah Nanami, aku tetap akan menyukai Sorata.”
Ruang
kelas seni yang merah akibat matahari terbenam.
Bulan
Mei tanggal 3. Hari pertama saat libur. Hari Perayaan Konstitusi.
Karena
pelajaran yang biasanya diberhentikan, didalam sekolah hening sekali. Suara
yang terdengar dari lapangan klub baseball latihan, paling hanya suara tongkat
pemukul baseball mengenai bola.
Tapi,
itu pun tidak bisa didengarkan oleh Sorata.
Karena
perasaan dan kesadaran Sorata semuanya, direbut oleh seorang gadis yang
memberitahukan semua perasaannya………Shiina Mashiro.
Mashiro
menggunakan kedua matanya yang amat jernih dan polos menatap Sorata.
Kulitnya
yang putih bagaikan salju, postur tubuh yang sempurna, seperti sebuah kehadiran
bagaikan mimpi yang sepertinya akan hancur hanya karena sentuh sekali. Sekarang
di tubuh Mashiro yang begitu, terisi perasaan yang tiada batas dan hangat.
Kehangatan itu berhasil sampai ke dalam hati Sorata.
“Aku,
aku…………..”
Suara
yang terdengar bergetar. Tidak, yang bergetar itu bukan hanya suara. Lututnya juga gemetar dengan hebat.
Sorata
yang menyadari situasinya yang begitu mulai menertawakan dirinya dalam hati.
Berpikir kenapa dirinya
begitu penakut dan pengecut.
Dengan
berpikir begitu, suasana hatinya menjadi sedikit alami, dan akhirnya kembali
sedikit normal.
“Sorata.”
Biarpun
begitu, dipanggilnya setelah dia memberitahu perasaannya, tetap saja rasanya jantung ingin meledak.
“A-apa?”
“Yang
tadi itu berbeda.”
“………Berbeda, apa maksudnya?”
Dengan
berhati hati dalam bertanya pertanyaan yang membingungkan ini.
“Rasa sukanya berbeda dengan rasa menyukai kue
bolu.”
Disekitar
Mashiro tersebar sebuah suasana yang begitu mendesak. Mungkin karena merasa
kalau salah paham akan sangat susah nantinya. Jadi menjelaskannya dengan begitu
serius.
“Ha-hal seperti ini aku juga tahu kali!”
Untuk
menutup suara detakan jantung yang bertambah cepat, dengan alami memperbesar
suaranya.
“Apa benar?”
“Pa-pastilah.”
“Yang ingin kubilang adalah………..”
Setelah
berbicara sampai disini,dia berhenti sejenak, Mashiro sedikit
memindahkan pandangannya. Kedua pipinya memerah. Itu bukan karena tertimpa
sinar matahari terbenam. Namunitu muncul dengan alami……
“……….”
Sorata
menarik napas dengan kecil, dan menunggu perkataan Mashiro yang berikutnya.
Selain ini sekarang tidak ada yang bisa Sorata lakukan. Dan dengantidak sengaja
bertukar pandangan dengan pandangan Mashiro.
“Aku ingin menjadi pacar Sorata.”
Tapi
dengan segera lagi Mashiro memindahkan pandanganya dari Sorata.
Sudah
hidup bersama Mashiro selama 1 tahun. Sebagai ‘tuan’nya, bisa dibilang sering
‘bersentuhan’. Tahu mengenai gerakan juga berbagai ekspresinya. Tapi biarpun
begitu, Mashiro yang didepan Sorata sekarang, darimanapun tidak terlihat
seperti Mashiro yang dikenal Sorata. Dilihat darimanapun dia adalah seorang
gadis yang sedang jatuh cinta.melihat
situasi yang begitu, kesadaran Sorata sekejap menghilang kemana mana.
“Ti-tidak apa apa! Aku mengerti!”
Berusaha
menenangkan diri ternyata tidak berpengaruh apa apa, malah menjadi lebih panik
lagi. Mungkin karena dikejutkan oleh suara yang besar ini, Mashiro mulai
memundurkan badannya seperti binatang yang sedang ketakutan.
“Ma-maaf, tiba tiba mengeluarkan suara yang
keras………. I-itu, aku benar benar mengerti………”
Mulai
sadar diri sendiri memalukan. Dan terbalik dengan ini, Mashiro yang ada didalam
pandangan Sorata menjadi
semakin imut lagi.
“Begitu ya. Syukurlah.”
Akhirnya
dia merasa sedikit lega. Ekspresi yang tenang disertai dengan senyum yang
memukau.
“Biarpun aku, hal seperti ini aku juga
mengerti.”
“Hal seperti ini, bagaimanapun ini pertama
kalinya aku……….”
“…………”
“Tidak mengerti apakah inilah yang
terbaik…………..”
Seperti
sedang mencari alasan lain untuk menghindari, Mashiro membalikkan badanya dari
Sorata. Sekilas terlihat sedang malu. Ini merupakan salah satu sisi Mashiro
yang belum pernah Sorata lihat.
“Nah, Sorata.”
“A-apa?”
Kali
ini akhirnya sedikit merendakan suara. Dengan hanya 1 kalimat saja sudah begitu menguras tenaga.
“Yang disukai Sorata itu siapa?”
Mashiro
tetap membelakangi Sorata. Mungkin
merasa kalau saling bertatapan, makatidak berani bertanya. Perasaan yang tidak
tenang ini berhasil disampaikan pada Sorata.
“Aku………..”
Sorata
yang digoda begitu mulai menjawab.
Tapi,
sesaat kemudian, pintu ruangan kelas seni tiba tiba terbuka. Hal hal yang ingin
dikatakan juga dengan begitu ditarik kembali.
“Kalian ya, hari ini sekolah sudah mau tutup,
cepat pulang sana.”
Yang
tiba tiba muncul sekarang ini, adalah guru seni yang sama sama Mashiro dan
Sorata kenal, Sengoku Chihiro. Yang juga merupakan penjaga dari Sakurasou.
Tahun ini berumur 29 tahun 28 bulan, semoga nanti dia bisa mengakui umurnya
yang sudah 30 tahun.
Chihiro
dengan cepat berjalan ke dalam ruangan kelas seni.
“Hoi, cepat.”
Lalu
, malah dengan tidak menyenangkan mengusir.
Akhirnya,
Sorata yang mulai sadar kembali dengan buru buru meninggalkan ruang kelas seni
bersama Mashiro dengan buru buru.
Mengganti
sepatu dirak sepatu, dan dengan bersama Mashiro jalan sampai dekat tangga.
Pokoknya
tujuan sekarang adalah gerbang sekolah.
“………..”
“………….”
2
orang yang berjalan dengan pelan itu belum mengatakan apapun.
Mashiro
tidak berjalan disamping Sorata seperti biasanya. Dengan menjagajarak sekitar
3~4 meter, Mashiro mengikuti
dari belakang.
Saat
Sorata berhenti dia juga ikut berhenti, saat Sorata berjalan sedikit lebih
cepat maka dia dengan berlari kecil mengejar Sorata.
Disaat
yang sama, dia juga dengan ketat menatap punggung Sorata, bagaimanapun rasanya tidak
bisa tidak dipikirkan.
Diasangat
mengerti maksud Mashiro, dia pasti sangat menginginkan jawaban dari pertanyaan yang tadi.
---Yang disukai Sorata itu siapa?
Tapi,
karena waktu yang tidak pas, Sorata kehilangan kesempatan untuk mengatakannya.
Tidak,sebelum itu, sama sekali tidak ingat mau jawab seperti apa waktu itu.
Ingin bilang meyukai Mashiro kah, atau memberitahunya perasaan yang lain.
Sorata yang kehilangan kesempatan itu, sekarang sama sekali tidak ingat dengan
apa yang ingin dikatakannya tadi.
Mashiro
juga dengan begitu tidak banyak bertanya lagi.
Kalau
biasanya, mungkin tidak akan peduli pada Sorata
dan bertanya sampai dirinya puas.
Ini
juga menjadi perasaan baru yang mengikat Sorata.
Disaat
dengan tanpa kata-kata berjalan ke gerbang sekolah, Mashiro sepertinya
menyadari sesuatu.
“Ah.”
Mengeluarkan
suara yang begitu.
“Ada apa? Apa kelupaan sesuatu?”
Sorata bertanya sambil memutar balik badannya.
Mashiro tidak sedang menatap Sorata,dan menunjuk ke arah belakang punggung
dia…….Arah gerbang sekolah. Seperti
terpikir sesuatu, dan mulai
berjalan ke arah kanan.
“Ah.”
Menyadari
bayangan seseorang berada dibelakangnya, Sorata juga mengeluarkan suara yangsama.
Detakan
hatinya bertambah cepat. Semakin cepat. Perasaan yang terkejut ini membuat
seluruh badan Sorata sakit.
Yang
berada disamping gerbang sekolah itu, adalah orang yang Sorata sangat kenal.
Dia adalah teman sekelas Sorata, yang juga merupakan penghuni Sakurasou kamar
no.203……….Aoyama Nanami. Kebetulan keluar dari Universitas yang ada disamping.
Mungkin
saja dia baru selesai dari audisinya.
Sampai
kemarin masih bisa dengan santai menyapanya. Bagaimanapun tujuan mereka sama
sama Sakurasou, bisa berjalan
bersama sama. Tapi, Sorata tidak dapat memanggil nama Nanami.
---Karena aku, menyukai Kanda kun.
Sebelum
diberitahu perasaan oleh Mashiro…….tadi juga diberitahu perasaan oleh
Nanami,disaat sebelum audisi dimulai.
Dari
tadi sampai sekarang, belum lewat dari setengah jam.
Harus
menghadapinya dengan ekspresi seperti apakah? Disituasi yang ada Mashiro juga.
Kaki
yang berjalan ke gerbang, setelah menemukan Nanami dengan segera berhenti.
Sepertinya
ini sedang gawat. Seperti tersadar suatu tingkah laku yang aneh, Nanami melihat
ke arah Sorata dan Mashiro. Sesaat sepertinya terkejut, juga seluruh badannya mulai
bergetar.
Tatapannya
saling bertemu.
“…………”
“………….”
Sorata
ataupun Nanami keduanya tidak berbicara.
Dengan
jarak sekitar 10 meter lebih, mereka saling menatap sesaat.
Tujuan
mereka sama sama Sakurasou,kalau sudah bertemu tapi tidak pulang bersama rasanya terlalu tidak alami. Entah apakah Nanami
juga berpikir begitu, setelah beberapa detik keduanya saling memindahkan
pandangannya, dan
dengan menyerah mulai memperpendak jarak diantaranya.
Tapi
tidak begitu dekat. Jarak yang begitu aneh, Nanami juga berhenti didepan Sorata
sekitar 3~4meter.
Jarak
Mashiro dan Sorata juga tidak berbeda jauh dengan Nanami.
Dengan
begitu, Sorata, Mashiro dan Nanami masing masing menjadisebuah titik, dan
membentuk segitiga.
Bagi
Sorata ini adalah posisi yang berarti baginya.
Kalau
sekarang terdiam maka nanti mereka tidak akan bisa mengatakan apapun. Sorata
dengan berpikir begitu akhirnya memulai percakapan.
“Ah, Aoyama, audisinya sudah selesai ya.”
Dengan
suasana yang kaku. Dan senyuman yang kaku.
“Em, hn.”
“Ba-bagaimana?”
Suara
yang seperti pasrah juga ingin mati rasanya.
“Aku merasa aku sudah melakukan yang terbaik.”
Nanami
dengan menatap ke arah masa depan dan menjawab.
“Be-begitu ya.”
“Be-berkat Kanda kun ahaha……..itu, te-terima
kasih.”
“Tidak, tidak, semua ini tetap berkat usaha
Aoyama kan.”
Tidak
bisa dengan alami menatap ke arah Nanami.
Apa
yang harus kita
lakukan saat kita bertemu dengan orang yang baru saja memberitahu perasaannya
pada kita? Ekspresi seperti apakah yang harus kita gunakan?
Dalam
hidupku, belum pernah ada 1 orangpun memberitahuku.
Tapi,
masalah Sorata yang sekarang, dengan cara yang diluar dugaan dia mendapatkan
jawabannya.
“A-apa lukisan Mashiro sudah selesai hari ini?”
“Ah, ya. Lukisan Shiina sudah selesai.”
Sebuah
jawaban yang tidak bermaksud apapun
membuat sikap Nanami berubah total.
Suasana
kaku yang tidak tenang ini tiba tiba menghilang. Dan sebagai gantinya ekspresi
Nanami yang sudah tenang.
“Aoyama?”
Mengeluarkan
suara yang bertanya.
“Begitu ya, lukisan, sudah selesai.”
Nanami
dengan suara yang kecil bergumam sendiri.
“Maksud lukisan sudah selesai itu………biarpun
aku, aku juga mengerti maksudnya.”
Senyuman
yang sepertinya sedikit bingung. Dan kedua matanya yang tiba tiba melihat ke
Mashiro.
Lukisan
Mashiro dibanding kata-kata dan ekspresi, lebih bisa mengekspresikan perasaan
Mashiro. Itulah lukisan Shiina Mashiro, yang merupakan pelukis jenius yang
sudah mulai belajar lukis saat dia masih kecil.
“begitu
ya…………”
Sorata
sudah mencapai batasnya saat memberikan senyuman yang sangat memaksa ini. Ekspresi
saat tertawa, ekspresi saat bingung, ekspresi saat ragu ragu, ekspresi iri, dan
ekspresi yang serius……semuanya tercampur.
“…………”
“………….”
Jadi,
yang menyebabkan semua ini bukan hanya Mashiro saja.
“Nanami.”
Mashiro
dengan lurus menatap Nanami. Hanya menatap Nanami, disaat seperti ini, tempat
ini, seperti kehadiran Sorata juga terlupakan……….jangan jangan benar benar
melupakan kehadiran Sorata. Mashiro tidak sadar dengan pandangan Sorata yang
terus menatapnya seperti ingin bilang ‘apa yang ingin kau katakan?’.
“Apa?”
Nanami
menjawab dengan suara yang gugup.
Mashiro
yang menunggu reaksi seperti ini sekalilagi membuka mulutnya.
“Aku menyukai Sorata.”
Pemandangan
dan percakapan yang ada didepan seperti dengan erat sedang mengikat jantung
Sorata. Dengan tidak sadar mengigit bibirnya, dan seperti sedang menahan
sesuatu. Mungkin untuk mencegah tubuh ini yang ingin melarikan diri dari semua
ini.
“Hn.”
Nanami
dengan sedikit menurunkan pandangannya, dan dengan lemah lembut menerima
pernyataan Mashiro.
“Hanya ini.”
Setelah
mengangguk angguk kepala, Nanami menarik napas dalam dalam,lalu.
“Mashiro.”
Memanggil
nama Mashiro.
“Apa?”
“Aku ya, suka Kanda kun loh.”
“Hn.”
Kali
ini Mashiro yang mengangguk angguk kepala.
“Yang inginku katakan hanya ini.”
“Aku tahu.”
Kalau dihitung dari waktunya, baru saja 10 detik melihat mereka berbicara. Tapi bagi Sorata sendiri, itu adalah percakapan yang bagaikan selamanya. Seluruh tubuhnya seperti ditekan. Jantungnya seperti sedang diikat oleh tali dengan erat. Keringat dengan tidak habis terus keluar. Nadinya juga terasa aneh. Dan sekarang terasa sangat haus.
Kalau dihitung dari waktunya, baru saja 10 detik melihat mereka berbicara. Tapi bagi Sorata sendiri, itu adalah percakapan yang bagaikan selamanya. Seluruh tubuhnya seperti ditekan. Jantungnya seperti sedang diikat oleh tali dengan erat. Keringat dengan tidak habis terus keluar. Nadinya juga terasa aneh. Dan sekarang terasa sangat haus.
Sorata
yang bahkan lupa menarik napas terdiam. Tidak ada tempat untuk dia
berbicara,biarpun ada tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Tapi,
tidak boleh terdiam terus juga kenyataan.
Seperti
mencapai sesuatu, tatapan Mashiro dan Nanami dengan bersamaan menatap ke
Sorata. Maksud dari tatapan
itu, tentu saja sedang menunggu jawaban.
“…………”
“…………..”
Dalam
situasi yang terdiam ini, perasaan mereka bertiga mencapai puncaknya. Ada
sebuah perasaan yang gugup, juga perasaan yang kuat, ketenangan yang menolak
kehadiran orang lain. Ini adalahdunia milik mereka bertiga. Yang bisa menyelesaikan situasi ini
selain Sorata tidak ada lagi.
Disaat
sedang mempunyai kesadaran sepert ini.
Seperti
terdengar suara yang kesepian…….
Sepertinya
bukan salah dengar, Mashiro dan Nanami juga menunjukkan reaksi ‘hn?’.setelah
mendengar dengan
teliti lagi, itu merupakan suara tangisan hewan.
Mungkin
itu kucing. Dan mungkin adalah kucing masih kecil.
Mulai
mencarinya
berdasar arah suaranya. Lalu akhirnya ketemu sebuah kaldus yang ada disamping
gerbang sekolah.
Sorata
berada ditengah, 3 orang itu berjalan ke arah kardus itu. Yang ada didalamnya adalah 3 ekor
kucing kecil. Kucing berwarna putih hitam, kucing dengan corak hitam, dan yang
terakhir adalah kucing berwarna putih polos. Setelah menyadari Sorata dihadapan mereka, kucing kucing itu pun
mengeluarkan sebuah suara yanganeh, dari
mata mereka terlihat seperti ingin memberitahu sesuatu.
“Perasaan seperti ini, rasanya sudah lama
sekali…………”
Terakhir
bertemu dengan kucing buangan itu, adalah saat musim dingin kelas 1.
Sorata
dengan mengeluarkan suara ‘yoo~’ mulai mengangkat kardusnya.
Mashiro
dengan aneh menatap ke kucing kucing, Nanami malah menunjukkan ekspresi yang
begitu alami. Tapi, kedua orang itu tidak mengatakan apapun, mungkin karena
sudah tahu Sorata mau mengurus kucing itu seperti apa.
Jadi
Sorata berbicara
duluan.
“Itu ya.”
“Apa?”
“Hn?”
Pandangan
Mashiro dan Nanami menatap kemari. Sorata merasakan tekanan yang ingin menarik kata-katanya
yang tadi. Biarpun begitu, tidak bisa begitu terus. Sorata akhirnya menariknapas
dalam dalam lalu lanjut berbicara.
“aku
ingin mengatakan beberapa hal pada kalian.”
“………..”
Mashiro
terdiam.
“In-inginmengatakanapa?”
Nanami
sepertinya terkejut.
Dengan
ekspresi yang akhir ini menemukan solusi sementara, Sorata melihat ke kedua orang itu dan mengatakan,
“Apa bisa memberiku waktu untuk berpikir?”
Sorata
tidak gentar, dan dengan jelas mengatakannya.
Lalu
sesaat kemudian, setelahmengedipkan mata beberapa kali. Nanami akhirnya merasa
lega, dan mengeluarkan napas pelan pelan.
Mungkin
karena Sorata yang tadi sepertinya akan memberi jawaban tadi. Saat mendengar
‘ingin mengatakan sesuatu’, wajar saja akan berpikir begitu.
Dan
yang diluar dugaan, Mashiro juga sepertinya
lega, ekspresinya menjadi
lemah lembut.
“A-aku masih panik dan pusing
memikirkannya…….hari ini, aku merasakan ‘perasaaan menyukai’ yang berasal dari
Nanami dan Mashiro. Walau mengerti ini kenyataan, tapi tetap saja rasanya
panik. Ah, tidak, senang si senang. Sangat senang, karena perasaan senang
inilah aku tidak bisa memberi jawaban yang sembarangan, perlu dipertimbangkan
dengan baik.”
Bukannya
sedang bersikap keren, juga bukannya mengikuti suasana, Sorata ingin dengan
jujur menghadapi perasaannya. Merasa sudah saatnya menghadapi semua ini.
“Aku, tidak apa apa.”
Yang
duluan mengatakan itu adalah Nanami.
“Bagaimanapun yang memintamu untuk
mempertimbangkan dulu itu aku……….”
Disaat
hampir selesai berbicara,
Nanami menatap ke Mashiro.
“Aku juga tidak masalah. Sorata pikirlah dengan
teliti.”
“………Terima kasih banyak.”
“Itu, Kanda kun.”
“Hn?”
“Walau tadi bilang tidak apa apa rasanya agak gimana gitu, tapi aku punya
permintaan.”
Tatapan
Nanami dengan tidak sembunyi
sembunyi melihat ke Sorata.
“A-apa itu?”
Dengan
gugup menjawab.
“Kalau bisa aku ingin memastikan waktunya.”
Tangan
Nanami gemetar sebentar.
“Ah, mengerti. Tentu saja harus begitu. Tapi,
harus berapa lama…….”
Bukannya
disana ada kalender atau apa, tapidengan tidak sadar sedang menatap ke langit. Matahari sudah terbenam.
Angin juga sedikit membawa dingin. Masih jauh dengan musim panas.
“Kalau aku, berharap bisa memutuskannya sebelum
retret perpisahan.”
“Retret perpisahan ya……..”
Pada
akhir bulan mei, perjalanan ke Hokkaido 4 hari 3 malam.
Mulai
dari sekarang masih ada waktu sekitar 3 minggu lebih.
“Apa terlalu lama tidak apa apa.”
Biarpun
berpikir banyak juga paling paling memakai waktu 1 minggu.Sorata berpikir
apakah dia harus memutuskan dalam waktu seminggu.
“Bukannyasebelum itu masih ada ujian?’
Ujian
kebetulan seminggu sebelum retret perpisahan dilakukan.
“Sebenarnya tidak ingin mengganggu Kanda kun
mendapatkan rekomendasi sekolah……….walau sekarang mengatakan ini rasanya agak
egois.”
“Aku juga berpikir begitu tidak apa.”
Disaat
Mashiro memberitahu lewat kata-kata dia juga dengan pandangannya mengatakan.
Masalah yang termasuk ujian dan rekomendasisekolah, semuanya setuju dengan ide
Nanami.
“Bagaimana bilangnya ya, maaf………bukan, terima
kasih, benar benar terima kasih.”
Kalau
bisa, memberitahu jawabannya lebih awal lebih baik sih.
“Kalau begitu, topik ini sampai disini saja!”
Nanami
mengeluarkan suarayang terdengar ceria. Sepertinya sudah tidak tahan lagi
dengan suasana yang begitu.
Nanami
mengelus kucing yang ada didalam kardus.
“Harus kita beri nama yang bagus nih.”
“Kalau nama, sudah diputuskan.”
Bulan
mei tanggal 3.
Hari
ini, direkor pertemuan Sakurasou tercatat.
--Penghuni di Sakurasou bertambah. Kucing berwarna
putih hitam—Mizuho, kucing bercorak hitam—Tsubame, kucing berwarna putih
polos—Sakura. Kalian harus bergaul dengan baik ya. Kanda Sorata.
Setelah
Sorata mencatat itu semua, diapun langsung mematikan lampu dan tidur.
Bagian 2
Hari
berganti dari bulan mei tanggal 3 menjadi bulan mei tanggal 4.
Ini
merupakan masalah 3 jam yang lalu.
Didalam
Sakurasou kamar no.101 yang ditemani oleh langit malam yang tenang…….Sorata
yang tinggal di kamar ini, belum bisa tidur. Tidak, rasanya sulit sekali untuk
tidur.
Sorata
baring didalam kasur, kedua mata yang belum tertutup dari tadi melihat ke
langit langit kamar terus. Mempertahankan sikap大, dan melihat kesekeliling kamar.
Mungkin
karena sedikit demam, beberapa bagian tubuhnya merasa sedikit sakit. Bukannya karena
demam jadi panas. Panas yang keluar, itu adalah panas yang dihasilkan oleh
hatinya yang bersemangat.
Alasannya
tidak perlu dijelaskan.
Itu
karena disaat sudah berbaring,
ada sebuah perkataan dan sebuah lukisan yang berlalu dalam hati Sorata…..
---Aku ya, menyukai Kanda kun.
Suara
Nanami memberitahu perasaannya tidak terlupakan. Seperti diberi mantra, sampai
sekarang masih terasa perasaan gugup yang tadi.
Memikirkan
hal seperti itu semua tidak menjadi lebih baik, suasana hati berubah menjadi
sedikit kacau.
Untuk
membuat suasana hatinya
kembali sedikit normal, dia menutup kedua matanya. Tapi setiap menutup mata dia
selalu teringat dengan lukisan itu. Ekspresi yang ada didalam lukisan itu
membuat Sorata juga ingin tersenyum seperti itu.
Setelah
melihatnya sekali maka tidak bisa dilupakan.
Lukisan
Sorata yang dilukis Mashiro memang memberi efek yang begitu kuat.
---Sorata,
aku menyukaimu.
Karena
perkataan ini, semua perasaan yang terkandung dalam lukisan itu…………walaupun
tidak begitu mengerti tentang seni,tapi Sorata dibanding siapapun dengan yakin
merasa menerima perasaan Mashiro yang terkandung didalamnya.
Memberitahu
perasaan.
Mungkin
sebuah insiden terbesar yang pernah terjadi
dalam hidup.
Hal
seperti ini, terjadi 2 kali secara bersamaan.
Walaupun
mungkin orang kadangakan berpikir ‘apakah sedang mimpi.’, tapi Sorata tidak
pernah berpikir begitu.
Semua
itu kenyataan.
Saat
saat dinyatakan cinta itu sangat mengejutkan. Perasaan senang yang tiba tiba
muncul juga mengejutkan. Kelakuan bodoh yang diatas kasur juga begitu…………dan
akhirnya jatuh dari kasur, kepala terbentur………
Dari
tadi dalam otak masih berpikir ‘ah? Situasi seperti apa ini.’, dan ‘uwaa,
situasinya gawat sekali’.
Semua
itu membuat Sorata berpikir semua itu nyata dan dia tidak bisa melarikan diri
dari kenyataan.
Lalu
akhirnya sekarang dia sudah sedikit tenang.
Semua
itu nyata, semuanya kenyataan.
Setelah
semua perasaan yang tidak yakin menghilang, yang tersisa hanya perasaan sakit
yang terasa didalam hati.
Sorata
mencoba mencari jawaban dan merasa bimbang dan kurang yakin, dia mencarinya ke dalam hati sendiri. Dan bertemu dengan
pikiran dirinya yang belum senang seperti sekarang ini.
Disana,
ada sebuah perasaan tersembunyi.
---Dimanapun belum tercapai.
Didalam
hatinya yang paling dalam, terdengar suara yang mengatakan begitu.
---Sedikitpun belum mencapai tujuan yang
ditetapkan dirinya sendiri.
Benar,
karena begitu.
Biarpun
kita pura pura tidak tahu, sebenarnya sia sia saja. Kalau pacaran dengannya,
apakah bisa dengan sungguh sungguh menghargainya.
“…….Karena tidak mengerti tentang inilah aku
menjadi begitu pusing memikirkan ini.”
Suaranya
yang terdengar begitu kecil menghilang dalam hatinya.
Untuk
merapikan kembali suasana hatinya, dia duduk. Dibawah kaki Sorata , kucing yang
baru dipungut tadi tertidur dengan nyenyak dengan dijepit kucing putih Hikari
dan kucing hitam Kibo, sepertinya
mereka tertidur dengan bahagia.
Dengan
alami tersenyum.
Setelah
Sorata melihat beberapa
saat, dia
merasa sedikit haus dan keluar dari kamar ke dapur.
Awalnyadia kira didapur tidak ada orang tapi
ternyata ada seseorang.
Yang
duduk dikursi paling dekat dengan kulkas,
itu adalah pengawas Sakurasou, Sengoku Chihiro. Padahal berada didepan muridnya sendiri tapi
malah dengan asik minum bir. Walau ini sudah sering terjadi, jadi sekarang
tidak akan terkejut kalau hanya melihat ini. Juga tidak akan peduli dengan 3
kaleng bir kosong yang ada dimeja.
Sorata
sambil menuangkan air ke dalam gelas sambil duduk ke samping Chihiro.
Lalu
dengan tidak sadar mengeluarkan suara ‘ehhh~.’
“Apa maksudmu mengeluarkan suara yang begitu.”
“Tidak bermaksud apa apa.”
“Apaan, tidak mirip dengan Kanda sama sekali.”
“Memangnya aku seperti apa……..”
“Uwaa, kau ya, bikin pusing saja.”
“Itu kan sensei yang bilang sendiri! Huh………”
Kali
ini juga dengan tidak sadar menghela napas. Chihiro menyadari sikap Sorata itu
dan mengangkat alisnya.
Chihiro
dengan tidak mengatakan apa apa dan berdiri. Awalnya kupikir dia mau masuk ke dalam kamar,
tapi dia malah membuka kulkas. Sepertinya birnya sudah habis.
“sini,
nih.”
Sepertinya
ada sesuatu yang dingin ditekan diatas kening.
“Ouch!”
Sorata
dengan tidak sadar lagi mengeluarkan suara itu.
“Buat apa kau keluarkan suara yang aneh
begitu.”
“Itu kan gara gara sensei!”
Pokoknya
terima saja dulu benda dingin itu. Sepertinya ituadalah jus kaleng.
“Bagaimanapun, terima kasih.”
Berterimakasih
pada Chihiro. Tapi setelah Sorata melihat ke kaleng yang diberikan Chihiro dia
berteriak lagi.
“Tunggu bentar, bukannya ini bir!”
“Mah, ini bir non-alkohol jadi tidak apa!”
“Huh, kalau begitu……….”
Dengan
sedikit ragu akhirnya Sorata memutuskan untuk minum.
“Karena pembagian nya di market begitu mirip
jadinya salah beli. Merepotkan sekali.”
“Huh, begitukah.”
Sorata
menuangkannya ke
dalam mulut. Rasanya yang begitu pahit. Sudah begitu tidak enak diminum,
setelah diminum rasanya tambah buruk, ini terlalu menjijikkan.
“Apa ini! Pahit sekali, sulit sekali untuk
diminum!”
Air
putih yang dengan buru buru dituangkan ke dalam mulut, saat ini ia merasa ternyata air adalah minuman
yang begitu enak ternyata.
“Jadi kau masih anak kecil ya?”
“Rasa yang seperti lap bekas yang jorok.”
“Aku berbedadenganmu, karena aku tidak
mempunyai kebiasaan makan lap jadi aku tidak tahu seperti apa rasanya
itu.”
Chihiro
menatap Sorata dengan pandangan yang seperti melihat orang aneh.
“Aku juga tidak pernah makan kali! Hanya saja
baunya seperti lap bekas yang jorok.”
“Yang benar saja, kenapa pemuda zaman sekarang
tidak bisa minum bir sih.”
“Ini bukanlah kata-kata yang pantas untuk
seseorang yang masih dibawah umur woi.”
“Ah cepat atau lambat kau
juga akan ketagihan bir nanti.”
Kenapa
harus dilirik tatapan yang begitu menyakitkan sih.
“Tolong jangan membahas soal bir dengan murid.”
“Kalau tidak bisa jadi teh olong juga kan.”
“Sensei, ku rasa sudah cukup.”
Sekarang
Sorata tidak punya tenaga lagi untuk mengurus Chihiro lagi.
“Justru kau yang sudah cukup. Tengah malam
keluar dari kamar, apa yang ingin kau lakukan? Seperti anak SMA yang sulit
tidur saja.”
“Justru aku adalah anak SMA yang sedang sulit
tidur! Darimana aku tidak terlihat begitu!”
“Biarpun begitu tidak perlu dipertunjukkan
seperti didalam lukisan begitu kali, perasaan yang tidak tenang ini juga tidak perlu?”
“Kalau begitu maaf sekali.”
“Tapi, pada kenyataannya memang sudah
dilukiskan begitu diatas wajahmu, jadi tidak bisa apa apa lagi.”
“Huh?”
“Aku bukannya bukan tidak mengerti perasaanmu.”
“Itu…………sensei?”
Arah
topik yang tidak jelas, ini yang membuat bingung. Baru berpikir begitu, Chihiro
mengatakan sesuatu yang diluar dugaan Sorata.
“Kalau diminta memilih salah satu, orang yang disuruh pilih juga tidak enak
kan.”
“Apa?”
Sorata
mengeluarkan suara yang konyol.
“Memilih Mashiro, atau Aoyama.
Terhadap
kalimat yang menentukan sekali ini, Sorata merasa sangat terkejut.
“Hii! Kenapa sensei tahu!”
“Mungkin Kanda tidak tahu, tapi setidaknya
akupun seorang guru seni loh. Aku bisa tahu dengan hanya melihat lukisan
Mashiro yang menggambarmu.”
“………….”
Tidak
bisa berkata apa apa.
Walaupun
begitu, kenapa sensei tahu tentang Nanami juga?
“Aoyama
juga sudah aneh begitu saat pulang. Padahal hanya ingin menggunakan kamar
mandi, tapi terus memikirkan kamarmu…….mengeluarkan aura seperti ‘baru
menyatakan perasaan tadi, kalau tidak hati hati pasti akan ketemu’.”
“Be-begitu ya………….”
“Ditambah melihat dirimu yang sekarang ini, aku
jadi tambah semakin yakin.”
“Memangnya aku terlihat seperti apa?”
“Setidaknya tidak seperti hanya karena
dinyatakan perasaan oleh 2 gadis jadi merasa sombong dan bahagia.”
“………..”
Alasan
kenapa tidak bisa membalas, karena berhasil ditebaknya.
“Kalau kau bersikap seperti itu, hati hati saja
kena tampar nanti.”
“Ditampar siapa?”
“Mungkin yang pertama aku.”
“Sen-sensei bukannya hubungannya sedang baik
dengan Fujisawa san?”
“Ini dengan itu adalah hal yang berbeda.”
“Mengapa!”
“Kau bermasalah sekali si.”
Sasuga
sensei, tidak hanya egois, juga sangat malas. Disaat Sorata berpikir berbicara dengannya hanya membuang waktu saja. Disaat dia berencana berdiri
dan kembali ke kamar----
“Terlihat seperti sedang pusing mau memilih
yang mana diantara ketiga pilihan itu----apa kau berharap aku berkata begitu?”
Padahal
sudah minum banyak, tapi Chihiro bisa dengan jelas dan serius kembali ke topik
yang tadi.
“Pilihan pertama, berpacaran dengan Mashiro.”
“………….”
“Pilihan kedua, berpacaran dengan Aoyama.”
“…..........”
Saat
ini mereka berdua saling bertatap, Chihiro mulai tertawa. Biarpun begitu,
biarpun belum mendengar kalimatnya yang sebelumnya, Sorata sadar pilihannya
yang ketiga sudah diketahui Chihiro sebelum dia sempat mengatakanya.
“Pilihan ketiga, menolak keduanya.”
“!”
Walau
sudah tahu, tapi tetap saja rasanya terkejut.
“Pilihan keempat, pacaran dengan keduanya.”
“Tidak ada pilihan seperti itu kali! Juga
sensei tadi bilang hanya ada 3 pilihan kan!”
“Kau lihat Mitaka seperti apa?”
“Walau aku sangat menghormati Jin senpai, tapi
hanya bagian ini aku tidak ingin menirunya!”
“Ou,
begitu?”
Mungkin
sudah bosan dengan topik ini, Chihiro menghabiskan birnya itu dengan sekejap,
dan mulai tercium bau bir dari dalam mulutnya.
“Tapi, kau salah paham.”
Chihiro
dengan pandangan miring melihat ke Sorata, tatapannya berbeda dengan saat tadi
dia meminum bir.
“Maksudnya salah paham?”
“Sepertinya kau memang belum sadar.”
“Jadi, maksudnya apa?”
“Aku hanya memberitahumu 1 hal.”
Jari
Chihiro menunjuk ke bir kaleng yang
sudah kosong.
“Kanda,
kau perlu mulai pikir ulang, sebenarnya apa yang sedang kau bingungkan.”
“Aku tidak mengerti maksud sensei.”
Karena
sudah mengerti hal yang membuat bingung diri sendiri, makanya tidak bisa tidur.
Diri
yang belum mencapai
apapun, yang belum bisa mencapai tujuan, disituasi yang tidak tahu apakah bisa
lolos ke Universitas Seni Suimei, apa dia punya waktu dan tenaga untuk itu.
Disituasi seperti ini, apa dia bisa dengan baik berpacaran dengan seseorang?
Apa dia bisa dengan peduli memikirkan ‘pacar perempuan’nya itu?
“Sensei?”
“Sisanya pikirkan sendiri.”
Setelah
Chihiro mengatakannya, dia bersiap kembali ke kamarnya.
“Ah, tunggu bentar.”
Awalnya
kira Chihiro akan mebiarkan Sorata saja, tapi tidak disangka dia malah menghentikan langkahnya didepan pintu ruang makan. Dia dengan pelan
membalikkan kepalanya, dan menatap Sorata dengan tatapan yang serius.
“Ingat kaleng kosongnya dibuang nanti.”
Setelah
selesai mengatakannya diapun kembali ke kamarnya.
“…………..”
Sorata
yangditinggalkan, dengan kaku melamun sekitar beberapa detik.
Diatas
meja makan, terdapat kaleng bir kosong yang terletak sembarangan, jumlahnya ada
sekitar 6 atau 7.
“Dipermainkan…………”
Chihiro
dengan licik berhasil memberi tugas membersihkan meja makan kepada Sorata yang
sedang kebingungan.
Sorata
duduk dikursi, dan sekali lagi minum 1 kaleng bir non alkohol.
“Hebat sekali bisa minum benda yang sepahit
ini…….”
Rasa
pahitnya seperti semakin mendalam.
“Tetap saja tidak enak…….”
Biarpun
begitu, dibuang tetap sayang, Sorata kemudian menyiapkan air putih untuk menghilangkan rasa pahitnya, dan sendirian
menghabiskan bir kalengnya. Saat ini, dia tetap saja tidak mengerti apa yang
dimaksud Chihiro dengan ‘salah paham’.
Sebenarnya
apa yang salah paham…….
Bagian 3
Bulan
mei tanggal 4.
Hari
ini, Sorata terbangun karena wajahnya dijilati oleh 3 kucing kecil yang dia
pungut kemarin.
Disekitarnya
gelap, dia berpikir sekarang mungkin masih malam, dan mengecek jam menggunakan hpnya.
“…………”
Sayang
disayangkan, bukannya ‘mungkin’, tapi ‘sudah’ malam.
Sore
jam 6 lewat 50.
Masih
ingat sebelum hari terang masih tidak bisa tidur, jadi ini juga tidak ada
solusinya. Biarpun begitu, rasanya tetap saja menyesal karena membuang buang
hari libur yang langka.
Sorata
yang sekarang membutuhkan waktu untuk melakukan beberapa hal. Dia ingin mulai
memulai pengerjaan gamenya bulan april, ingin mengubah CPU cacat yang dibilang
Ryuunosuke.
Atau
untuk ujian, menghabiskan waktu juga boleh. Tentu saja, perlu mengecek kembali
suasana hati sendiri, dan berpikir jawaban untuk kedua orang itu.
“jawaban
ya……ini yang paling penting sepertinya.
Ekspresinya
tiba tiba menjadi serius. Sorata dengan begitu bermain dengan 3 kucing
kecilnya.
Setelah
itu, Sorata memberi makan kucingnya makanan kucing dan susu, melihat ke kucingnya beberapa saat.
Malam
jam 8, rencananya mengatakan pesta penyambutan Hase Kanna yang merupakan murid
kelas 1 divisi
reguler, semuanya berkumpul dimeja makan sup panas.
Harusnya
sudah dilaksanakan kemarin, namun karena Kanna ingin merapikan barang barangnya
dulu, ditunda ke hari ini.
“Kalau begitu, seluruh penghuni Sakurasou menyambut
kedatangan Hase Kanna-Chan
dengan bersenang senang.”
“Bersulang~~”
Lokasinya dimeja makan Sakurasou.
Yang
ikut serta ada Sorata,Mashiro dan Nanami, 3 orang murid kelas 3m juga ada murid
kelas 1 jurusan musik Himemiya Iori yang sudah pindah ke Sakurasou dibulan
april. Dan termasuk Hase Kanna sendiri, totalnya ada 5 orang.
Tempat
duduk kalau dilihat dari arah jarum jam, urutannya Kanna, Iori, Sorata,
Mashiro, lalu Nanami.
Chihiro
tidak ada, lalu penghuni yang 1 lagi yaitu Akasaka Ryuunosuke tetap seperti
biasanya, didalam kamar no.102. Setidaknya panggil dia menggunakan e mail.
---Ryuunosuke
sama sedang melakukan hacking, tidak ada
waktu untuk bermain dengan Sorata sama. Mohon maaf, semoga anda bisa mengerti.
Dunia akan segera menjadi milikku! Salam Maid chan.
Mendapatkan
balasan yang begitu mengejutkan, Sorata memutuskan untuk tidak bertanya lebih
lanjut lagi.
Walaupun
ini mungkin hanya candaan Maid
chan……..
Pokoknya,
perlu memberitahu Kanna kalau masih ada 1 penghuni di Sakurasou.
“Masih ada 1 murid kelas 3 yang tinggal di
kamar no.102, namanya Akasaka Ryuunosuke.”
“Begitu ya.”
Lalu,
semuanya sambil makan sup panas ikan salmon, sambil memperkenalkan diri masing
masing dimulaidari Sorata. Setelah beberapa saat, bahan sup panas juga semakin sedikit.
Pesta
penyambutan dilaksanakan dengan lancar.
Tapi
bukannya juga tidak ada masalah sama sekali.
Disaat
Sorata ingin mengambil bahan sup panas menggunakan sumpit, dia saling bertatap
denga Nanami yang juga ingin mengambil ikan salmon.
“Ah, ah, maaf.”
“Ti-tidak apa apa. Kan-Kan-Kan-Kan-Kanda kun
duluan saja.”
“Tidak tidak! Tidak tidak tidak! Aoyama
duluan…….”
Dengan begitu masing masing saling
menghindari, kejadian seperti ini terjadi sebanyak 2 sampai 3 kali.
Padahal
sudah berusaha bersikap seperti biasanya, tapi malah semakin memikirkan Nanami.
Terhadap
Mashiro juga begitu, setiap pesta penyambutan, Sorata sekalipun tidak pernah
melihat ke Mashiro yang duduk dikirinya. Jadinya terus melihat ke arah Kanna.
“Sorata senpai, ada apa? Kenapa kau terus
melihatku dengan tatapan yang begitu semangat.”
“Aku tidak ada.”
“Aku katakan dulu ya, aku tidak
mempunyai hobi seperti itu loh?”
“aku
juga tidak ada lah!”
Dan
dipaksa membahas topik yang tidak masuk akal ini. Kanna yang merupakan pemeran
utama pesta penyambutan ini malah dari dalam hatinya tidak tahan dengan semua
ini.
Setiap
memikirkan kalau mulai besok harus melewati hari dengan seperti ini, rasanya
ingin pingsan saja. Tapi yang meminta waktu untuk memikirkannya itu Sorata
sendiri, jadi dia sendiri tidak pantas untuk mengeluh harusnya.
Disaat
selesai makan sup panas, Nanami mulai bersiap membuat bubur. Menaruh nasi putih, mematikan api dan menaruh telur yang sudah
dikocok ke dalamnya. Dan disaat seperti ini---
“Itu……..”
Kanna
berbicara…….
Di dalam
kacamatanya terlihat pandangan yang mencurigakan.
“Hn? Ada apa?”
Sorata
berpura pura bertanya dengan tenang.
“Apa kalian tidak merasa suasana saat ini agak
sedikit aneh?”
Ini
adalah suara yang begitu yakin. Konsentrasi Kanna semua fokus ke Sorata,
Mashiro dan Nanami. Sepertinya tidak salah.
“Aku tidak buang angin ya.”
Di dalam
perasaan gugup yan sesat ini, Iori yang pertama memberi penjelasan yang aneh
seperti ini.
“Oranganeh
seharusnya diam.”
Alis
Kanna sedikitpun tidak bergerak.
“A-aneh maksudnya?”
“Aku merasa sikap senpai semua rasanya begitu
segan.”
“Ti-tidak seperti ini kali.”
Sorata
mengambil mangkok Kanna yang sudah kosong, dan membantu dia mengambil bubur.
“Akan kuberi tau, bukannya segan padaku.”
“………….”
Mungkin
dia sudah menyadari
sesuatu. Baru berpikir begitu---
“Yang kumaksud itu adalah diantara senpai.”
Kanna
menambahkan.
“A-adakah?”
“Ti-tidak seperti itu kali?”
Sorata
dan Nanami hampir omong secara bersamaan. Mereka seperti ingin saling meminta
penjelasan, saling menatap sebentar. Senyuman Nanami jelas jelas tidak alami,
sedikit kaku, lalu ekspresi Sorata juga kira kira seperti itu.
Lalu
2 orang itu tidak tahan sampai 2 detik, merekapun langsung memindahkan
pandangannya dengan wajah yang memerah.
“Nah, sekarang juga.”
Mencari
alasan itu sama saja dengan menggali kuburan sendiri. Sepertinya lebih baik
tidak mengatakan apapun.
“…………”
“…………”
Dengan
berpikir begitu dan menutup mulut, dan malah semakin membuat suasana yang ada diruang makan semakin
aneh.
Dengan
kata lain malu tidak alami.
Seorang
laki laki sedang memikirkan jawaban, dan 2 orang perempuan yang sedang menunggu
jawaban tinggal bersama sama disuatu tempat, masing masing memikirkannya, wajar
saja menjadi aneh.
Tidak
berbeda dengan biasanya, Mashiro yang makan sup panas dengan diam diam malah
lebih aneh.
Sorata
dengam begitu menatap ke Mashiro sekali.
Sekarang
baru sadar ternyata dirinya lupa melihat sesuatu.
Mungkin
karena sengaja tidak ingin melihat ke Mashiro, jadinya tidak sadar dengan
sesuatu yang tidak biasa. Dia tidak memindahkan makanan yang tidak dia suka ke
dalam mangkok Sorata, tahu yang dia tidak suka, bertempukan diatas mangkoknya
dengan penuh.
“Sorata.”
Tiba
tiba dipanggil oleh Mashiro yang begitu, Sorata merasa panik. Ada sebuah
firasat yang tidak enak.
“Ke-kenapa?’
Dia
dengan takut takut bertanya pada Mashiro yang duduk disampingnya.
Mashiro
dengan jujur berbicarakepadasorata :
“Kita pisah saja.”
“…….Huh?”
Sorata
tidak tahan dan bertanya balik.
“Pisah.”
“Aku mendengar kok!”
“Maksudnya tinggal terpisah.”
“Ini juga aku tahukali!”
“Kalau tidak apa?”
“Aku juga ingin bertanya padamu kenapa tiba
tiba membicarakan hal seperti ini! Kouhai kita pada lihat ke kita hoi!”
Iori
dan Kanna dengan membawa pandangan yang berbeda melihat kemari.
Rasanya
tidak tenang. Tidak ingin dianggap konyol oleh mereka……
Mashiro
mungkin tidak sadar suasana hati Sorata, dan memberi penjelasan yang begitu
detil :
“Karena Sorata laki laki, dan aku perempuan.”
“Begitu ya……….”
“Jadi, pisah saja.”
Mashiro
dengan tekan mengatakan.
“Jadi, pisah saja.”
Perasan
gugup ini berbeda dengan biasanya, rasanya begitu sesat.
Apa
dia sendiri yang pikir terlalu banyak? 80 persen pasti bukan.
Mashiro
seperinya sangat setuju dengan idenya itu, terus mengangguk anggukkan kepalanya. Kalau dilihat dari pandangan yang berbeda, bisa
diputuskan bahwa suasana hatinya
sedang bagus.
“Membuat Sorata bantu memilih celana dalam juga
tidak terlalu baik.”
Yang
dibilang Mashiro itu sangat benar. Sangat sangat benar.
Tapi,
rasanya tidak tahan ingin omong beberapa kata.
“Harusnya kau sadar 1 tahun 1 bulan yang
sebelumnya !”
“Aku sudah merasa begitu sejak dulu.”
“Jangan berbohong dengan begitu hoi!”
Sampai
sekarang, Mashiro berbicara hal yang normal, alasannya pasti itu.
Pernyataan
perasaan kemarin. Selain itu tak ada lagi.
“Apa yang kalian omongkan dari tadi.”
Sama
sekali tidak mengerti apa yang terjadi, Iori sangat kebingungan.
“Jadi begitu, begitu ya.”
Reaksi
Kanna sama sekali berbeda dengan Iori, dia sendiri sepertinya mengerti sesuatu,
dan dengan seperti tentu saja mengatakan sesuatu yang tidak disangka sangka :
“
Sorata senpai dinyatakan perasaan oleh Shiina senpai dan Aoyama senpai.”
Tepat
mengenai sasaran.
“Kenapa kau bisa tahu!”
Dengan
refleks Sorata kecoplosan?
“Are! Begitukah ternyata!”
Iori
dengan sedikit terlambat menyadari
ini dan terkejut.
“Sudah kuduga.”
Selanjutnya,
Kanna dengan sikap yang dingin merapikan kacamatanya.
“…………”
Sepertinya
dipancing. Tapi, sekarang sudah
terlambat untuk menyadarinya.
“Kanda-kun bodoh.”
Nanami
memberikan tatapan yang tidak tahan dengan semua ini.
“Menyesal sekali.”
Sorata
dengan pasrah merendahkan kepalanya.
“Aku tidak apalah. Dibanding saat Kanda kun mengatakannya, ini tidak seberapa.”
“Heh~~benarkah? Sorata senpai, hebat
sekali~~tolong wariskan ilmu populer dikalangan perempuannya ke aku!”
Iori
menarik baju Sorata.
“Tolong bantulah aku supaya aku bisa
mendapatkan pacar!”
Jujur
saja, tiba tiba diminta begitu rasanya merepotkan sekali, apalagi entah kenapa
masalah ini bisa jadi seperti ini, jadi tentu saja dia tidak bisa mengajarinya apa apa.
Kalau
benar benar ingin menjadi populer, berguru dengan Jin pasti lebih baik. Walau
dilihat dari situasi Jin, mungkin kurang cocok untuk orang normal seperti
Iori…….omong omong, Iori hanya perlu menjadi diam, harusnya dia akan populer,
wajahnya tampan juga, ditambah pandai bermain piano lagi---walau dirinya
sendiri mungkin tidak berpikir begitu.
“Hebat sekali ya. Ternyata Sorata senpai sangat
populer ya.”
Kanna
yang memalingkan wajahnya terlihat sedikit tidak senang.
“Kanna?”
“Ada apa?”
Balasannya
juga terdengar begitu menyakitkan.
“Eh, apa kau senang dengan pesta penyambutan
ini?”
Pokoknya
pindah topik dulu.
“Sampai tadi sih lumayan senang.”
“Kalau sekarang?”
“Rasanya sedikti kesal.”
“Apa karena aku?”
Sorata
dengan takut bertanya.
“Ya, karena Senpai.”
Kanna
yakin dengan jawabannya itu.
Tidak
bisa segera menjawabnya.
“Itu, maaf sekali. Itu karena kami buru
buru……….”
Nanami
membantu Sorata yang terlihat kebingungan.
“Tidak, tidak apa apa……..”
Mungkin
karena memikirkan perasaan Nanami, Kanna ingin pura pura tidak tahu. Entah
kenapa rasanya
sikap Kanna dengan Sorata dan Nanami berbeda sangat jauh, apa hanya perasaan
saja?
“Semuanya karena aku.”
“Tapi, tunggu beberapa saat lagi susanannya
tidak akan menjadi seperti ini lagi.”
Senyuman
Nanami kepada adik adik kelas, sudah kembali menjadi alami lagi. Saat ini juga,
dari perkataan Nanami bisa memastikan sesuatu. Sudah berjanji dengan Sorata
akan waktunya
memberi tahu jawaban. Hanya, yang membuat dia begitu yakin dengan ini harusnya
tidak hanya itu.
“Kalau ingin bilang sekalian rasanya aneh juga,
tapi, aku juga ingin memberitahu sesuatu pada kalian.”
Nanami kemudian dengan terburu buru mengatakan.
Padangan
ke empat orang itu tertuju pada 1 titik.
“Setelah retret pada akhir bulan ini selesai,
aku akan kembali ke asrama reguler.”
Nanami
bahkan dengan jujur dan yakin memandang ke depan dengan tatapan yang begitu
bersinar.
Sorata
baru menyadari maksudnya itu setelah beberapa saat.
Terhadap
ini, Mashiro,
Kanna dan Iori juga begitu. Karena setiap orang baru merasa terkejut setelah
beberapa detik. Inilah pernyataan Nanami, tidak salah lagi.
“Are?” Yang terdengar hanya suara Sorata yang
sedang mengeluarkan napasnya dengan lemah.
Biarpun
begitu, Sorata masih mending dibanding yang lain. Walau tidak pernah mendengar
waktunya, tapi sudah tahu suatu saat Nanami akan meninggalkan Sakurasou.
Sebagai
referensi untuk audisi nanti, kencan di taman hiburan hari itu……
----Aku sudah memutuskan akan meninggalkan
Sakurasou.
Setelah
berciuman diatas bianglala, Nanami pernah omong begitu.
Mashiro
yang duduk disamping juga menatap Nanami dengan begitu.
“Maaf ya. Padahal pesta penyambutan, tapi aku
malah membahas hal seperti ini.
“Tidak……Tidak
apa apa.”
Kanna
sepertinya tidak tahu harus jawab seperti apa, mungkin dia juga tidak pernah
bayangkan bahwa topik akan berlanjut seperti ini. Soal ini, Sorata pasti juga
begitu.
Lalu---
“Hiii!”
Iori
yang sampai tadimasih kaku dan tidak bergerak, tiba tiba bereaksi dengan suara
yang besar.
“Aoyama
senpai akan pergi?”
Iori
sampai terjatuh dari kursinya, tangan dan kakinya tertempel dilantai, dan
dengan pasrah merendahkan kepalanya.
“Kenapa begitu……….”
Dengan
tidak mudah akhirnya mengeluarkan suara.
“Aku tidak sangka Iori akan merasa begitu sedih
akan kepergianku nanti.”
Sorata
juga merasa begitu. Sejak Iori pindah ke Sakurasou, baru 1 bulan dia tinggal
disini, sedangkan sudah punya perasaan yang seperti ini.
“Karena kalau Aoyama senpai tidak ada lagi,
maka ‘kekuatan dada’ Sakurasou bukannya akan berkurang banyak!”
“Hn, sudah kuduga pasti begitu.”
Dalam
suara Nanami tercampur suara menghela napas.
“Ini bersifat menghancurkan! Kalau begitu tidak
bisa bertempur lagi!”
“Setidaknya lihat situasi juga tolong.”
Kanna
dengan pandangan merendahkan melihat ke Iori.
“Huft……….”
Iori
yang mendengar suara ini dan mengangkat kepala, setelah melihat Kanna dipun
menjadi tidak semangat lagi.
“Apa maksudmu itu?”
Tatapan
Kanna membawa hawa membunuh.
“Si rata memakai kacamata………”
“Siapa si rata?”
“Kalau merasa terhina, besarkanlah ukuran
dadamu itu! Setelah itu baru kau protes!”
Iori
seperti pengacara yang sedang berjuang dipengadilan, jarinya menunjuk ke Kanna. Tapi ya, ekspresi Kanna terlihat
semakin tidak menyenangkan.
“Kalau minta Sorata senpai bantu meremas atau
menghisapnya, siapa tahu menjadi besar nanti?”
Iori
dengan wajah penuh tawa sedang bercanda yang omong kosong.
“Bisa tidak jangan menyeret aku ke dalam
masalah ini?”
Kanna
menutup dadanya dengan kedua tangannya, dan membalikkan badannya dari Sorata…….
Kemudian
hanya membalikkan kepalanya, dan memandang ke Sorata.
“Aku tidak akan membiarkanmu menyetuhnya.”
Pandangannya
amat sangat merendahkan.
“Memangnya perlu dibilang!”
“A-apalagi membiarkanmu menghisapnya.”
“Tentu saja aku tahu!”
Sorata
merasakan pandangan kesal sedang menatapnya. Itu adalah Mashiro dan Nanami.
Mereka terlihat sangat kesal, saat ini sebaiknya tidak berbicara dengan mereka, kalau tidak
samasaja dengan mencari masalah sendiri.
“Aaa~~~kenapa begitu……..Masa mudaku sudah berakhir. Walau Shiina
senpai sangat imut, tapi sekarang sudah tidak berarti lagi………..”
Iori
sekali lagi melihat ke Kanna lalu merasa pasrah.
“Tidak ada aaa~~”
“Berani bilang lagi. Padahal kemarin masih
bersemangat karena melihat pemandangan dibawah
rokku.”
Kanna
terlihat lebih marah dibanding wajahnya, dan mulai adu mulut dengan Iori.
“I-itu! Itu ya itu!”
Ekspresi
Iori dengan terjelas mulai tampak ragu.
“Itu ya itu?”
Kanna
yang menutup dadanya dengan kedua tangannya, dengan tatapan merendahkan menatap
ke Iori.
“Tunggu bentar, aku coba mengingatnya kembali
dengan cepat.”
Dia
mulai mengingatnya kembali dengam menutup kedua matanya.
“Ja-jangan dipikir kembali!”
Kanna
dengan kuat menginjak kaki Iori.
“Sa-sakit~~sekali!”
“Salahmu sendiri.”
Kanna
dengan sikap seolah topik ini sampai disini saja, tapi setiap melihat wajah
Iori, ekspresinya menjadi kaku lagi.
“Bukannya sudahku bilang untuk tidak
mengingatnya kembali…..”
Suaranya
terdengar seperti baru dari neraka.
“A-aku tidak mengingatnya kembali……”
Iori
kemudian pura pura tidak tahu.
Tapi
yang disayangkan adalah, dari hidungnya mulai meneteskan cairan berwarna merah.
1
tetes demi 1 tetes jatuh dilantai.
“Ah, sial……”
Iori
akhirnya menyadarinya.
“Aaku sudah kenyang~~!”
Setelah
selesai mengatakannya diapun kabur dari ruang makan.
“Memang bocah.”
Kanna
tidak pergi mengejar Iori, hanya bersikap dingin.
Lalu
memakan habis buburnya, mengatakan ‘aku sudah kenyang’ dan
mulai merapikan peralatan makanya. Dia berdiri dari tempatnya, melirik Sorata
sesaat, kemudian pergi dari ruang makan.
Sekarang
tinggal Sorata, Mashiro dan Nanami.
“Nanami
sudah mau pergi ya.”
Mashiro
dengan lemah mengatakan.
“Hn. Karena kupikir itu yang terbaik untukku.”
Nanami
pernah bilang karena tinggal di Sakurasou dia menjadi manja. Karena enak sekali
tinggal disini, jadi ingin dimanjakan rasanya. Namun Sorata tidak berpikir itu
tidak baik, tapi kalau Nanami sudah memikirkannya dengan matang, maka tidak
bisa diapa apakan lagi. Sorata sendiri juga mengerti, biarpun ditahan, Nanami
tetap tidak akan mendengarnya.
“Walau alasanku datang ke Sakurasou karena
utang biaya sewa di asrama reguler…....Tapi
sekarang aku sudah tahu, bisa seperti itu karena alasan yang lain. Awalnyasudah
terlalu keras kepala, berpikir
bisa melakukan pekerjaan, les dan pelajaran sekolah dengan baik.”
“………”
Mashiro
dengan tatapan yang serius menatap ke Nanami.
“Awalnyaaku berpikir bisa melakukan segelanya sendiri, tapi
akhirnya tidak. Walaupun kita
sendiri bisa melakukan segalanya, tapi malah dengan tidak sadar menambah masalah
pada orang lain----awalnya aku berpikir begitu saat pindah ke Sakurasou.”
“Begitu ya.”
“Hn. Walaupun tahun ini sudah tidak ada les
lagi, tapi karena inilah, aku ingin membereskan mulai dari sekolahku juga
pekerjaan……….Dan
mulai menjadi mandiri dari ini. Hal yang tidak dapat dilakukan dulu, berharap
sekarang bisa melakukannya dengan baik.”
“Nanami
sudah mau wisuda ya.”
“Huh?”
“Wisuda di Sakurasou.”
“Kalau lebay sedikit, bisa jadi mungkin?”
Nanami
dengan terpaksa tertawa pahit.
“Nanami.”
“Apa?”
“Tidak peduli Nanami ke manapun, Nanami tetap
milih Sakurasou loh.”
“……….”
“Kita semua adalah Sakurasou.”
Ini
merupakan kata-kata Sorata yang diberitahukan ke Mashiro sebelum upacara wisuda
Misaki dan Jin, sekarang ini dirasakan oleh Mashiro sendiri.
“Aku juga berpikir begitu.”
Nanami
menunjukkan senyuman yang begitu segar, tidak terlihat nyesal sedikitpun.
Biarpun begitu, dia tetap yakin dengan keputusasaannya itu dengan menunjukkan ekspresi yang
begitu kuat.
Kalau
saat itu sudah tiba, Sorata berharap dia bisa dengan tersenyum mengantar
kepergiannya.
Bagian 4
Golden
week selesai, dunia mulai
kembali dengan
normal berputar.acara berita yang hampir tiap hari memberitakan tentang tempat
wisata yang begitu ramai , sejak liburan selesai, beritapun mulai kembali
memberitakan berita berita yang menyangkut soal politik, binatang binatang yang
terancam punah dan lain lain.
Seperti
biasanya, Sorata juga kembali ke hari hari sekolahnya dengan biasa.
Hanya,
ada 1 hal yang sangat berbeda dengan sebelum liburan……
Itu
adalah merawat Mashiro.
Pagi
Mashiro belum bangun, Sorata pergi ke kamarnya, dia dengan gugup mengatakan :
“Sorata,
jangan masuk.”
Dan
diusir keluar.
Disaat
membantu dia mempersiapkan pakaian---
“Biar aku sendiri.”
Dan
diapun dengan sikap yang keras kepala merebut seragamnya.
Disaat
tidak sengaja mengambil celana dalamnya---
“Kembalikan…….”
Dia
malah akan mengancam dengan menggunakan wajahnya yang menakutkan.
“Sorata
mesum.”
Bahkan
sekarang mengatakan hal yang begitu.
Walaupun
reaksi seperti ini sangat normal bagi seorang siswi SMA……
Biarpun
hanya mengganti pakaian, kalau semuanya diserahkan kepada Mashiro sendiri,
tanpa diragukan lagi akan terjadi masalah yang besar. Seperti datang ke sekolah
tanpa menggunakan celana dalam, ini merupakan contoh yang mudah dibayangkan.
Karena
itulah, setiap pagi saat Mashiro sudah selesai mengganti pakaiannya menjadi
seragam, Sorata akan memastkannya berkali kali dengan matanya.
“Aku sudah sangat sempurna.”
Mashiro
yang sudah selesai mengganti pakaiannya malah dengan sengaja berputar 1 kali,
memamerkan bahwa dia sudah selesai menggantinya.
Walau
penampilan luarnya terlihat sangat rapi, tapi karena dia adalah Mashiro,
biarpun begitu tetap saja tidak tenang.
“Celana dalam?”
“Warnanya putih.”
Mashiro
dengan bangga memberitahu.
“Aku tidak bertanya soal warnanya!”
Disaat
sedang berlangsung percakapan seperti ini, Kanna juga hampir dengan bersamaan
keluar dari kamar no.201.
“Anggap saja sekalian bertanya, kalau Kanna?”
Alasan
Kanna dipindahkan ke Sakurasou, adalah cara dia melampiaskan stresnya sedikit
unik. Caranya adalah dengan tidak memakai celana dalam didepan publik……….hal
ini disadari oleh penjaga perempuan asrama reguler, karena begitulah dia
pindahkan ke Sakurasou.
“Pagi pagi sudah bertanya mengenai warna celana
dalam yang dipakai adik kelasnya, tidak sopansekali ya orangnya.”
“Yang kutanya itu adalah kau pakai atau tidak!”
“Aku merasa pertanyaan ini malah lebih tidak
sopan.”
Benar
sekali.
“Ya, pagi pagi percakapan seperti apa ini.”
Dengan
begitu, menjalani hari
dengan rasa membenci pada diri sendiri. Disaat sekolah mulai liburan panjang, karena
retret akan segera dilaksanakan, anak kelas 3 jelas jelas tidak tenang.
Memanfaatkan
jam pelajaran untuk membagi kelompok, Sorata, Ryuunosuke, Nanami……juga teman
sekelas yang sangat
takrab dengan Nanami, Mayu dan Yayoi. Ini bentuknya hampir alami.
Teman
laki lakisemuanya tidak ingin sekelompok dengan murid bermasalah yang ada di Sakurasou yaitu Sorata dan Ryuunosuke,
2 orang itu dengan alami masuk ke kelompoknya Nanami.
Lalu,
karena alasan yang sama, semua kelompok tidak ingin ada Nanami, jadi hanya
kelompok Nanami yang rela bergabung dengan Sorata.
Jadi,
pada saat membagikan kelompok, Sorata sebenarnya tidak melakukan apapun, disaat
dia sadar semua sudah selesai. Begitu juga tidak apa apa…….
Hanya,
masih ada 1 pertanyaan kecil.
“Koharu
sensei, aku mempunyai pertanyaan!”
Setelah
selesai membagikan kelompok, Sorata tiba tiba mengangkat tangannya.
“Baik, Kanda kun, ditolak.”
“Setidaknya dengarkan aku dulu kenapa!”
“Palingan pertanyaan soal apakah Akasaka akan
ikut atau tidak kan?”
“Benar!”
“Kurasa
dia tidak akan ikut ?Bagus sekali, Kanda kun. Kau bisa membuat harem mu loh di
Hokkaido!”
“Karena begitulah, jadi aku ingin membahas
bersama Koharu sensei!”
“Baik~~kalau begitu setiap kelompok silahkan
membuat rencana sendiri~~juga, ujian
sudah dekat, jangan lupa belajar ya.”
“Tunggu bentar, sensei! Tolong aku!”
Sama
sekali tidak peduli Sorata yang kesulitan, setelah bunyi bei, Koharupun
meninggalkan kelas.
Sorata
tidak punya cara lain, hanya bisa mencoba bertanya Ryuunosuke lewat e mail………
---Akasaka,
kau ikut retretnya kan?
---Liburan panjangnya akuberencana untuk fokus dipekerjaan.
---Bisa tidak jangan menganggap semua kegiatan
sekolah sebagai hari libur!
---Apa ada pertanyaan?
---Berharap bagaimanapun kau harus ikut!
---Coba jelaskan alasannya dulu.
---Karena aku akan kesepian tolong!
---Ditolak.
Ditolak.
Setelah
itu Sorata tetap tidak menyerah dan mengajak Ryuunosuke, hanya sampai sekarang
belum ada balasan yang diharapkan.
Disituasi
seperti ini, sudah lewat seminggu sejak golden week, sebuah halangan yang
menggangu retret……Bagi
Sorata, yaitu ujian yang akan menentukan apakah dia akan diterima universitas
yang dia inginkan, sudah mulai dekat.
Hari
sebelum ujian, bulan mei tanggal 15 hari minggu.
3
hari mulai besok adalah hari hari ujian.
Sorata
dengan diam belajar dikamar Sakurasou.
Dengan
cepat sudah berlalu 3 jam. Selain pergi ke toilet, semua waktunya dipakai untuk
kerjakan soal yang kira kira akan keluar diujian.
Mungkin
karena otaknya sudah lelah, terhadap soal integrasi, tangan Sorata yang
memegang pensil ketiknyapun berhenti sejenak.
“………….”
Walau
sudah berusaha untuk memahami soalnya, tapi tetap saja tidak dapat cara untuk
menyelesaikan soal ini. Sudah berusaha untuk bertahan selama 5 menit, tetap
saja tidak bisa.
Konsetrasinya
patah seketika.
Sekarang
baru sadar ternyata sudah sore.
Sorata
menghidupkan lampu.
Ruangan
sekejap menjadi terang lagi.
Mungkin
karena konsentrasinya hilang, jadi tidak peduli sama sekali suara berbicara
yang ada dibelakang itu.
“Hei, Kanna.”
“Apa?”
“Aku tidak begitu mengerti bagian ini.”
“Pakai cara yang sama seperti yang ada dibuku
paket. Lihat, disini tertulis caranya.”
“Ah, iya.”
Kalau
Sorata tidak salah ingat, harusnya ini adalah kamarnya sendiri……
Dia
dengan tidak
berkata apapun konsentrasi mendengarkan.
“Hei hei, Kanna.”
“Apa?”
“Ini juga tidak begitu mengerti.”
“Ini ya……..”
Percakapan
seperti ini, entah sudah terulang berapa kali antara kedua orang itu.
Sepertinya
tidak ada 1 pun soal yang gadis kecil itu bisa……
“Akukatakan
ya……..”
Sorata
membalikkan kursinya.
“Ada apa? Onii chan!”
Sepertinya
dia senang karena dipanggil, adiknya Yuuko dengan wajah senang mengangkat
kepalanya, yang terlihat diwajahnya adalah senyuman tulus yang bahagia.
“Kenapa Yuuko bisa ada disini?”
“Seorang Imouto
berada dikamar Onii-chan nya itu biasa loh!”
Pengetahuan
yang tidak dimengerti oleh orang lain. Juga seharusnya ini bukan hal yang perlu
dikatakan sambil dengan mata yang berbinar binar.
“Aku sedang berusaha untuk mendapatkan nilai
yang baik agar bisa diterima diuniversitas yang kuinginkan loh.”
“Malau begitu, Yuuko akan menyemangati Onii
chan!”
“Bukan itu.”
“Kuajarkan
saja Onii chan.”
“Aku tidak mempunyai apapun yang perlu kau
ajarkan!”
“Kalau tidak apa yang harus dilakukan Yuuko!”
Dia
mulai mengembangkan kedua pipinya.
“Dengan diam meninggalkan kamarku.”
Sorata
dengan tidak ragu mengatakan.
“Mengapa?”
Tapi
Yuuko malah bertanya dengan serius, seperti sedang melamun, mirip sekali dengan
anak bodoh.
“Ternyata Yuuko lebih kasihan dari yang kubayangkan ya!”
“Karena begitulah perlu Onii chan! Didunia ini,
orang yang paling memerlukan Onii chan itu Yuuko loh!”
Dia
dengan erat memegang pensilnya, dan mulai menetapkan teori yang aneh.
Sorata
menyerah untuk berkomunikasi dengannya secara normal, dan memutuskan untuk mengatakan
sesuatu pada seorang gadis yang sedang duduk didepan meja :
“Kenapa bahkan Kanna juga disini?”
Kanna
diasrama tetap saja memakai seragam.
“Dengan melihat saja sudah tahu kan?”
Diatas
meja terlihat catatan juga buku paket, tentu saja tahu.
“Sedang belajar bersama Yuuko.”
“Kalau tahu, jangan sengaja tanya padaku.”
“Maaf sekali…….”
“Begitulah Senpai, dari tadi sampai sekarang belum bisa
memecahkan soal matematika itu.”
“Kalau begitu maaf sekali ya!”
“Kalau tidak mengerti, tanyakan saja pada
Nanami nee san?”
Yuuko
dengan polos mengatakan.
“Nanami
nee san pandai dalam mengajari orang loh.”
Ya
tentu saja, karena dialah yang berhasil membuat Yuuko diterima di Suiko.
Terkait soal ingin masuk universitas yang diinginkan, kurasa Nanami tidak perlu khawatirkan soal itu.
“Tidak, Aoyama itu……….”
Sorata
tidak tahan dan berhenti omong.
“…………”
Kanna
terdiam seperti biasanya.
“Kalau merasa tidak enak, Yuuko saja yang minta
untuk diajarkan.”
Yuuko
mengatakannya sambil berdiri.
“Ah~~tunggu sebentar!”
Setelah
Sorata panik sejenak, Yuuko juga dengan tidak tahan memiringkan kepalanya.
“……….Onii
chan, ada apa?”
“Ti-tidak ada apa apa,Yuuko.”
“Ah~~pasti karena bertengkar dengan Nanami nee
san kan.”
“Tidak ada.”
“Harusnya terbalik.”
Kanna
mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan.
“Kanna!”
“Ah, jangan jangan ini tidak boleh dikatakan?”
Pasti
sengaja. Sebelumnya rasanya sudah begitu, Kanna mempunya kebiasaan S pada
Sorata. Padahal dia seperti seorang M yang berani tidak memakai celana dalam……….atau
jangan jangan dia punya 2 sisi?
“Uh! Sebenarnya apa yang terjadi? Onii chan!”
“Yuuko
tidak perlu tahu.”
“Tidak apa, nanti aku tanya sendiri ke Nanami
nee san. Paling benci Onii chan!”
Yuuko
mengatakannya sambil menjulur lidahnya.
Tapi……….
“Heh? Yuuko kan tidak benci dengan Onii
chan……..?”
Lalu
mulai berbisik bisik sendiri, lalu menyatakan :
“Yuuko
paling suka dengan Onii chan!”
“Suasana hatimu tidak stabil sekali.”
“Hn, kira kira seperti itu.”
Yuuko
dengan bangga tersenyum.
“……Yang penting Yuuko merasa senang saja.”
Sorata
sudah tidak ingin mengatakan apapun lagi.
“Hei, Onii chan.”
“Ada apa lagi kali ini?”
Yuuko
terus menatap ke pintu kamar.
“Omong omong, Mashiro nee san kok tidak ke
sini.”
Hari
ini memang belum datang ke kamar ini, mungkin sedang mengerjakan naskah
manganya. Karena dia tidak perlu untuk mempersiapkan diri untuk ulangan……..
Pandangan
Sorata kebetulan bertemu dengan Kanna yang baru melihat ke atas.
Dia
memberi pandangan seperti ‘jangan mengatakan apapun’.
Kanna
mengangguk angguk kepala. Komunikasinya berhasil.
“Sekarang mereka berdua sedang dalam hubungan yang sangat unik, jadi
kalau bertemu nanti akan malu rasanya.”
“Kanna?”
Terhadap
pernyataan Kanna, Yuuko mulai menunjukkan pandangan yang mencurigakan.
“Dari tadi apa yang kalian bicarakan sebenarnya!”
“Hal ini tidak ada hubungannya dengan Yuuko.”
“Hei, Onii chan.”
Awalnya
dia kira Yuuko akan sensitif dengan soal
Mashiro, tapi dia malah dengan pandangan yang serius mulai menatap ke Sorata
dan Kanna.
“Sejak kapan Onii chan menjadi begitu dekat
dengan Kanna?”
“Hubungan kami tidak dekat.”
Kanna
sedang mengerjakan tugas bahasa inggris dibuku catatanya,
dan dengan dingin mengatakan.
“Begitukah?”
Seperti
Yuuko tidak begitu terima jawaban Kanna itu.
“Hubungan kami tidak dekat.”
Kanna
mengulang pernyataannya sekali lagi.
“Hn, aku juga berpikir begitu.”
Kali
ini Yuuko menerima pernyataannya.
Walaupun
tidak tahu dari mana dia tiba tiba mengubah pemikirannya, tapi dia pasti juga
punya dunianya
sendiri, jadi rasanya tak usah mencampuri
terlalu dalam…….
Disaat
sedang memikirkan hal seperti itu, pintu kamar yang tertutup setengah tiba tiba
terbuka. Yang muncul tanpa mengetuk pintu itu adalah Mashiro.
Dia
dengan hati hati memeluk sesuatu didepan dadanya. Itu adalah buku panduan perjalanan,
huruf yang ada dicovernya dengan besar tertulis ‘Hokkaido’.
Disaat
pandangan Mashiro saling bertemu dengan Sorata, diapun langsung berjalan ke
samping meja tempat belajar Sorata.
“ah,
Mashiro neesan! Kukira kau kabur karena takut denganku!”
Mashiro
sama sekali tidak peduli dengan Yuuko, bahkan tidak melihatnya sedikitpun.
“Sorata,
aku ingin ke sini.”
Dia
membuka buku panduan itu dan memberi lihat Sorata.
“Uwaaa! Terlalu dekat, sampai aku tidak bisa
melihatnya!”
Sorata memperlebar jaraknya. Halaman yang
dibuka adalah halaman yangsedang mempromosikan Otaru, disamping foto yang ada sungai
tertulis ‘pemandangan’, ‘harus pergi
lihat’, ‘pasti!’ dengan tanda warna pink.
Otaru
adalah tempat
yang akan dikunjungi saat hari kedua
retret, juga ada waktu untuk kegiatan bebas.
“Sorata,
mau pergi ke sini.”
Sorata
dengan kuat memberikan buku panduannya.
“A-aku tahu, aku tahu, cepat kau singkirkan!”
“Selanjutnya adalah cerita tentang retreat.”
Penyerangan
Mashiro belum ada tanda tanda akan berhenti.
“Ini juga aku tahu! Aku akan temani kau untuk
mengumpulkan bahan!Pasti !”
Akhirnya
Mashiro menyingkirkan buku panduannya.
“Janji ya.”
“Hn, aku janji.”
Awalnya dia kira sudah tidak apa apa, tapi Mashiro
tidak punya niat untuk keluar dari kamar, malah dengan santai duduk dengan
dinding kamar, kakinya diluruskan, sebuah sikap untuk menyantaikan diri.
Sepertinya suasana hatinya sedang bagus, dengan tanpa henti terus membolak
balikkan halaman buku panduannya. Yang lebih membuat kejut adalah bahkan dia
sedang bernyanyi lagi menyiul lagu, itu adalah lagu tema ‘Kucing galaksi Nyaboron’
yang diciptakan tahun lalusaat festial budaya. Mashiro dengan mengikuti
iramanya, sambil menggoyangkan badannya kekiri dan ke kanan.
Akhir
akhir ini, Mashiro selalu begitu.
Suasana
hatinya selalu berada dipuncaknnya, memberi orang perasaan semangat.
“Rasanya Mashiro nee san semangat sekali ya.”
Bahkan Yuuko menyadarinya, ini menandakan dia sangat
berbeda dengan dia yang biasanya.
“Juga, apakah menjadi lebih imut lagi? Mashiro
nee san sedang berbinar binar loh! Menyilaukan sekali! Bahkan Yuuko rasanya
akan mencair kyaa!”
“Memangnya kau zombie…….”
Juga
bukannya tidak mengertiapa yang dikatakan Yuuko…….Mashiro tampak selalu
semangat dan penuh energi, padahal biasanya memberiorang perasaan selalu lemah namun akhir
akhir ini dia terlihat sangat sehat.
Walau
tidak ingin sependapat dengan Yuuko, tapi Sorata juga merasa Mashiro menjadi
bersinar sekali.
“Kalau perempuan sedang jatuh cinta maka dia
akan menjadi cantik, ternyata rumornya benar.”
Kanna
sambil mengerjakan soalnya sambil berbisik bisik sendiri.
“Kanna,
ke sini sebentar.”
“Ada apa?”
“Bisa tidak pinjamkan telingamu padamu
sebentar?”
“Apa kau ingin mengatakan sesuatu yang kotor?”
Di
saat perhatian Sorata terfokus pada Kanna, Mashiro yang mengangkat kepalanya
memanggil Yuuko.
“Oh ya, Yuuko.”
Mengeluarkan
suasana yang santai, seperti ingin memulai percakapan yang menyenangkan.
“Apa? Mashiro nee san?”
Sudah
wajar saja Yuuko akan balas dengan polos
begitu.
Mungkin
juga tidak terpikir selanjutnya Mashiro akan mengatakan sesuatu yang
begitu…….bahkan Sorata merasa terkejut.
“Aku sudah menyatakan perasaan pada Sorata.”
“Huh!”
Waktu
disekitar Sorata serasa membeku.
Entah
kenapa, reaksi Yuuko sangat normal, tidak ada yang unik.
“Oh, Mashiro nee san sudah menyatakan perasaan
pada Onii chan~~ah, Kanna bagaimana aku menjawab soal ini?”
“Hmm soal ini agak susah ya. Pokoknya hitung
yang bagian ini dulu.”
“Hn, hn.”
“Lalu tinggal ditambah sudah selesai.”
“Who~~sasuga Kanna, soal apapun dia bisa
menyelesaikannya dengan mudah! Tidak, eh~~! Sekali lagi! Heh! Mashiro nee san
menyatakan perasaannya pada Onii chan?”
Sepertinya
yang tadi hanya karena terlalu sulit untuk
diterima, makanya menyebabkan otaknya
membeku sejenak.
“A-apa kalian sudah pacaran!”
“Ini perlu ditanyakan ke Sorata.”
Yuuko
kemudian bertanya
ke Sorata.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Onii chan!”
“Sudahlah, aku mau pergi keluar beli barang.
Minggu ini giliranku untuk berbelanja ya.”
Sorata
pura pura ingin memindahkan topik, dan berdiri.
“Yuuko,
aku akan membelikanmu es krim.”
“Ah, hn! Aku mau yang rasa soda!”
“Aku tahu. Aku pergi dulu ya.”
Sorata
dengan cepat berjalan keluar dari
kamar, dan mengganti sepatunya
didepan pintu. Lalu---
“Aaaaa~~! Aku dipermainkan! Onii chan!”
Dia
mendengar suara Yuuko dari kejauhan, dan kabur dari sakurasou.
Bagian 5
Malam
ini, setelah Sorata mengusir Yuuko ke asrama regulernya, dia terus belajar
sampai malam jam 10 lewat. Disaat ingin beristirahat sebentar, telepon yang ada
diatas meja terus bergetar.
Peneleponnya
adalah Mitaka Jin yang baru wisuda dari Suiko saat bulan maret---awalnya
tinggal di kamar no.103. Tapi sekarang kamarnya dihuni oleh Iori. Baru 1 bulan
sudah ada penghuni baru, mungkin Jin juga tidak pernah menduganya.
Sorata
duduk diatas kasurnya, dan menekan tombol telepon.
“Ah, ini aku.”
“Cara Sorata menerima panggilan telepon aneh
juga ya.”
“Heh? Ah, eh, mungkin karena ini telepon
sendiri, jadi tidak apa apa.”
Wajah
seseorang yang juga pernah menerima panggilan telepon seperti ini tiba tiba
terbayangkan, itu adalah papa kandung Sorata yang bahkan Sorata tidak ingin
mengakuinya. Sorata masih ingat dengan jelas pernah memarahi papanya begitu
tidak sadar diri, tapi tidak disangka ternyata dirinya juga begitu…….
“Jin
san, ada apa?”
“Hn? Bukannya hal yang penting juga si.”
“Oh.”
Sorata
tidak begitu mengerti maksud Jin, jadi hanya bisa dengan pelan pelan membalas.
“Hanya ingin tanya padamu bagaimana kabar si
gadis novelis itu.”
“Ah, maaf sekali, seharusnya aku yang
menelepon!”
Akhir
akhir ini terjadi terlalu banyak hal yang mengejutkan, dan membuat Sorata lupa
untuk berterima kasih dengan Jin.
Sorata
pernah mencari Jin untuk membahas soal Kanna yang tidak mempunyai ide untuk
menulis jilid ke2 novelnya.
“Berkat bantuan Jin senpai, sepertinya dia
sudah mendapatkan ide, juga barusan akhir akhir ini sepertinya hasilnya diakui
oleh editornya.”
“Begitu ya, baguslah.”
“Iya.”
“Apa ada hal lain? Seperti hal hal yang
menarik.”
“Walaupun tidak menarik……….tapi, memang terjadi
beberapa hal.”
“Kalau tidak menarik tidak usah saja. Kalau
begitu, maaf sudah menganggu.”
“Ah, Jin san!”
Sorata
kemudian segera menghentikan Jin yang sudah siap untuk menutup teleponnya.
“Hn.”
“Ah, hn……..”
“Apa, apa ingin mencariku untuk membahas soal
cinta?”
Perkataan
Jin yang sedang bercanda itu, sedikit menyindir Sorata.
Tapi
bagi Sorata sendiri, hal ini sama sekali tidak dapat ditertawakan.
“……….Itu, eh, ya.”
“Yang mana?”
Pertanyaan
yang mudah. Biarpun begitu, Sorata juga mengerti maksudnya.
Mashiro
atau Nanami….yang ditanya Jin adalah itu.
“Dua duanya.”
“Hebat ya.”
Berbicara begitu, tapi Jin tidak terlihat begitu
terkejut, mungkin dia sudah berpikir suatu hari Sorata akan menjadi seperti
ini.
“Akukatakan
dulu, maksudnya ‘hebat ya’ itu bukan Sorata, tapi Mashiro dan Aoyama.”
“Aku juga berpikir begitu………”
Sorata
tidak melakukan apapun.
“Kalau begitu, apa yang kau pusingkan? Menurut
aku mereka berdua sama sama bagus kok.”
“Ini……..aku sendiri juga sangat tahu. Tapi,
gimana ya………”
“Merasa ‘masih terlalu awal’?”
Jin
sangat mengerti dengan pemikiran Sorata, membuat orang berpikir sepertinya dia
bisa meramal. Tapi, bukan karena begitu. Karena Jin juga pernah mengalami hal
seperti ini, makanya dia sangat mengerti dengan situasi Sorata sekarang ini.
“Karena aku belum mencapai apapun……jadi aku
merasa masih terlalu awal untuk ini.”
“Begitu ya~~omong omong, hal yang juga
kupusingkan dulu itu, ada seorang adik kelas yang sombong bilang ‘aku yakin
Misaki senpai tidak akan masalah dengan hal seperti itu’, seingatku.”
Adik
kelas itu adalah Sorata.
“Diriku yang saat itu terlalu kurang ajar.”
“Aku juga berpikir Mashiro dan Aoyama tidak
akan masalah dengan hal seperti itu loh.”
Mungkin
karena dendamnya berhasil dibalaskan, Jin mulai menyindir dan bercanda.
“Makanya sudah kubilang maaf !”
Yang
terdengar dari telepon adalah suara tertawanya Jin.
Tapi,
dengan segera dia kembali seperti biasa lagi, dan menanyakan sebuah hal yang
tidak jelas :
“Kalau begitu, apa yang Sorata pikirkan?”
“Apanya pikirkan?”
“Kau berpikir masih terlalu awal kan?”
“Ya.”
“Kalau begitu mau sampai kapan baru tidak
terlalu awal?”
Perkataan
Jin dengan tajam menusuk ke dalam hati Sorata, karena itulah dia mempersiapkan
diri, dan mencari tahu perasaannya. ‘mungkin tunggu………..Sampai menjadi seorang pembuat game yang Profesional.’
“Maksudmu
‘profesional’ itu bagaimana?”
“……….”
Susah
dijelaskan dengan sebuah kalimat.
Juga bukannya gampang dijelaskan dalam 1 kalimat.
“Contoh saja, aku pikir bentar………setelah lulus
dari kuliah, Sorata akan bekerja diperusahaan game kan.”
“Ya.”
“Kalau begitu, misalnya dirimu sudah
dipindahkan ke tempat untuk membuat gamenya, bagi Sorata sendiri, apakah itu
sudah bisa disebut sebagai seorang pembuat game?”
Rasanya
topik ini terus diarahkan Jin ke
arah yangberbeda, mungkin berharap Sorata bisa sambil berpikir sambil mendengar
dirinya berbicara.
“……….”
Karena
begitulah, Sorata memikirkannya dengan serius.
Terhadap
pertanyaan Jin, insting Sorata memberitahu bahwa ‘pembuat game seperti itu
berbeda dengan pembuat game yang dia pikirkan’.
Mananya
yang berbeda, juga mananya yang tidak sama---Sorata sedang mencari jawaban yang
tepat, dan dengan tidak mengatakan apapun terus mendengar Jin berbicara.
“Walau hampir mengandalkan semuanya pada
Misaki, tapi aku setidaknya sudah pernah berkarya di dunia ini. Hanya, aku
belum mengakui diriku sebagai seorang penulis naskah.”
Jin
tidak berbohong. Untuk menjadi penulis naskah, memilih untuk kuliah di
universitas seni di Osaka, sekarang sedang mempelajari hal hal yang berkaitan
tentang itu, bahkan rela untuk terpisah dengan Misaki untuk pertama kalinya………
“Aku sudah tahu apa yang ingin dikatakan Jin
san.”
“Menurutku ya, yang namanya pembuat, penulis
naskah, komikus itu tidak bisa dengan cepat menjadi seperti itu, dan kita harus
mengejarnya secara bertahap.”
“Mendekatinya
secara bertahap…….”
Untuk
memahami apa yang dikatakan Jin, Sorata mengulanginya sekali lagi.
“Masuk ke perusahaan game, atau mendapat
penghargaan orang baru, atau menyelesaikan sesuatu dan diakui seseorang, itu
bisa kita lakukan. Tapi, itu bukanlah tujuan akhir kita kan. Kalau lebih serius
lagi, yang kukatakan tadi itu baru berdiri digaris mulai, bukan?”
“Mungkin saja begitu.”
Dengan
melihat Mashiro sudah bisa mengerti. Dia berusaha bukan ingin menggambar serial
dimajalah, juga bukan untuk mempertahankan serialnya. Tujuannya berada dimasa
depan, untuk menggambar komik yang menarik, dan membuat pembaca senang dengan
apa yang dibacanya. Mempertahankan serialisasi adalah sebuah trik, bukan
tujuan.
Kalau
dilihat dari situasinya, akan merasa Mashiro sudah menjadi komikus karena
mendapatkan kesempatan untuk serialisasi bulanan. Tapi, Mashiro sepertinyasamasekali
tidak peduli dengan itu. Yang penting adalah, seberapa dekatkah kita dengan
diri kita yang kita bayangkan pada masa depan nanti……Juga seberapa jauh jaraknya……..
Jadi,
pantas Jin akan bilang ‘secara bertahap’.
“Aku berpikir cinta juga begitu loh.”
“Begitu?”
Cinta
juga………
Sorata tiba tiba sadar kembali. Benar, yang ingin
dibahas dengan Jin adalah soal tentang cinta.
“Jadi bisa dibilang, mulai pacaran bukanlah
garis finish. Jadi setelah diberitahu ‘aku menyukaimu, pacaranlah denganku.’,
lawanpun menyetujuinya, lalu merekapun menjadi pasangan. Tapi kalau begitu
belum bisa dibilang sempurnakan?”
“………….”
Jujur
saja, Sorata berpikir seperti itu sudah sempurna.
“aku
bilang ya, Sorata, disaat mendapat pacar, pasti akan menjadi bahagia untuk beberapa
saat, bahkan senangnya
bisa sampai terbang menuju langit kali. Tapi, kalau hanya pernyataan perasaan
dan jawaban, tidak menjamin keduaorang itu akan bahagia selamanya kan?”
Benar,
pikir sebentar saja sudah mengerti.
“Karena juga akan ada pasangan yang putus.”
Kalau
dilihat dari contohnya, malah lebih banyak pasangan yang putus.
“Begitulah. Jadi, yang namanya pasangan itu
tidak bisa terbentuk dengan hanya
sebentar, itu perlu memutuskan untukpacaran,
baru bisa kita mendekatinya
secara bertahap.”
Jin
dengan santai mengatakan hal yang membuat Sorata menyadari masalahnya, dan kata-kata
ini perlahan masuk ke dalam hati Sorata.
“Kalau dengar dari Jin san, rasanya memang
berbeda ya. Sasuga orang yang sudah mencapai garis finish yaitu menikah.”
“Kau sebenarnya mengerti tidak sih?”
Jin
bertanya dengan suara yang konyol.
“Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?”
“Menikah juga sama, kita menjadi pasangan suami istri bukan karena kita sudah menyerahkan
pendaftaran pernikahan, namun itu perlu kita mendekatinya secara bertahap
dengan bersama sama. Itu sangat menyusahkan……..tapi, biarpun 2 orang itu protes
sana protes sini, mereka akan tetap bersama, kurasa itu hal yang membahagiakan.”
Mungkin
saja tidak akan selalu tertawa, kadang bertengkar, juga mungkin kadang saling menyakiti lewat kata-kata.
Tapi,
Sorata dapat merasakan bebannya dari perkataan Jin, menerima semua itu, dengan
bersama sama terus berjalan mendekati kehangatan itu.
“Jadi menurutku kalau terus pusing mau pacaran
atau tidak itu sangat tidak berarti.
Pokoknya tidak peduli apapun keputusannya, kita tetap saja akan terus
memusingkannya. Kalau begitu, lebihbaik banyak pikirkan hal menyenangkan
setelah pacaran.”
“Hal yang menyenangkan ya……..”
“Hal yang hanya bisa dilakukan ketika mempunyai
pacar. Banyak hal yang ingin dilakukan bersama kan?”
“Hn, bagaimanapun aku seorang lelaki.”
“Tiba tiba pindah ke topik yang mesum, sasuga
Sorata.”
“Padahal Jin san yang memancingku ke arah itu!”
“Kalau dilihat dari pandanganku, kalau Aoyama,
biarpun dia merasa malu dia tetap saja akan mau untuk melakukan ‘berbagai
hal’.”
Benar,
tidak peduli apapun itu Nanami selalu menghadapinya dengan serius, jadi bisa
saja jadi seperti itu.
Bayangan
yang aneh mulai terbayangkan.
“Ou, permainan apa yang kau bayangkan?”
“Ma-mana ada! Ke-kembali ke topik utama.”
“Ya ya. Kalau begitu kita kembali ke hal yang
sebenarnya ingin kukatakan.”
“Apa itu?”
“Jangan memasang muka masam dan terus
memusingkannya, sedikitlah bersenang dan memikirkan masa depan yang bahagia.
Kau mengerti kan? Maksudnya itu Mashiro dan Aoyama loh? Kau ini beruntung
sekali loh. Jadi, jadilah seorang siswa SMA laki laki yang normal!”
“A-aku tidak ingin melanjutkan topik ini lagi.”
“Juga, tidak peduli sehati hati apapun kau
mempertimbangkannya, kalau kau tidak memulainya maka kau tidak akan pernah mengetahuinya. Hal
yang terjadi antara laki lakiatau perempuan, hampir semuanya terjadi tidak
sesuai pemikiran kita.”
“………….”
“Jadi jangan takut untuk gagal, berusahalah.
Semakin kau ingin melakukan sesuatu tanpa hambatan, maka semakin kau tidak bisa
melakukan apapun. Berpacaran dengan seseorang itu, dengan kata lain
membiarkannya melihat
salah satu sisimu yang tidak berguna.”
“Begitukah?”
Tidak
dapat membayangkannya, karena tidak punya pengalaman berpacaran, jadi tidak
bisa diapa apakan. Tapi, sepertinya sudah sedikti mengerti dengan apa yang
dikatakan Jin. Tidak peduli itu Mashiro atau Nanami, Sorata tidak terlalu
memahaminya. Pasti masih ada banyak bagian yang tidak diketahui, untuk itulah
kita perlu mencari tahunya dengan perlahan, mungkin inilah yang dikatakan Jin
mengenai menjadi pasangan secara bertahap. Namun setiap berpikir begitu,
rasanya banyak sekali halangan yang ada didepan.
“Sorata.”
“Ya?”
“Semangat ya.”
Jin
dengan lemah lembut mengatakannya,
setelah itu pun dia menutup teleponnya.
Setelah
selesai berbicara lewat telepon, Soratapun membuang teleponnya ke atas bantal.
Sorata
juga sedang baring diatas kasur.
“Sepertinya tidak punya pilihan lagi untuk
melakukannya.”
Menghadapi
suasana hati sendiri, perut yang sudah lapar tiba tiba berbunyi.
“Ah rasanya lapar.”
“Heii!” Sorata mengeluarkan suara yang aneh,
dan bangun dari kasurnya. Keluar dari kamarnya dan menuju ke ruang makan.
Yang
pertama jalan ke kulkas dulu.
Melihat
kedalamnya, tak ada barang barang bagus.
Sisa
kue bolu yang dibeli saat belanja tadi.
“Makan ini saja.”
“Dia mengambil 1, dan duduk dikursi yang dulu
Jin duduki…….
Sekarang
ini merupakan tempat duduk milik Iori. Pemandangannya sedikit berbeda.
Sorata
meluruskan pahanya, dan bersandar pada kursinya.
“Hal yang hanya bisa dilakukan ketika mempunyai
pacar ya.”
Walaupun
maksudnya berbeda, tapi rasanya Nanami pernah mengatakan hal seperti ini juga.
--Juga tolong memikirkannya dengan
mempertimbangkan masa depan nanti saat kita menjadi pasangan.
Pacar.
Pasangan.
Menjalin
hubungan.
“Pacar ya……..”
Dulu
pernah beberapa kali ingin mempunyai pacar. Kalau ditanya apa sekarang
menginginkan seorang pacar, pasti sekarang tetap saja akan memikirkannya.
Hari
hari bersama pacar.
Sorata
tidak pernah memikirkan hal seperti itu.
Saat
pagi dengan berjanji untuk bertemu didepan gerbang sekolah, lalu belajar
bersama, lalu bertukar pesan saat guru sedang menjelaskan. Saat istirahat siang
makan siang bersama sama, lalu mungkin saja kadang kadang akan dibuatkan bekal,
2 orang dengan malu malu mengatakan : ‘bagaimana? Enak kah?’ , ‘Hn,
enak loh.’. Lalu setiap sepulang sekolah bertemu didepanrak sepatu, mengobrol
siapakah yang lebih cepat tiba saat pagi tadi atau ngobrol topik topik yang
tidak penting saat pulang bersama.
Biarpun
tidak mempunyai sesuatu yang tidak ingin dikatakan, malam tetap saja akan
mengirim e mail.
Misalnya
janji saat liburan pergi kencan, mau pergi ke taman hiburan, taman laut, nonton
film atau jalan jalan. Saat musim panas juga coock untuk pergike laut atau
kolam renang, melihat pacar menggunakan pakaian renang, merasa bersemangat juga
malu………2 orang dengan senang bermain, atau melihat perempuan lain menggunakan
pakaian renang sampai melamun, sampai sampai pacar marah besar. Dengan seperti
itulah, tidak peduli apakah itunatal, tahun baru, valentine ataupun white valentine,
hari apapun harus dilewati secara bersama sama.
Sorata
berpikir sampai sini, pacar yang dibayangkan dalam otak itu, bukan Mashiro,
tapi Nanami.
Setelah
itu, dalam waktu yang terkumpul, mungkin terkadang akan bertengkar dan
memperlebar jaraknya. Tapi suatu saat nanti pasti akan sampai masuk kamar
masing masing, berciuman, berhubungan badan, lalu akan ada pengalaman untuk
pertama kalinya.
“………….”
Didalam
otaknya, bayangan Nanami yang terbaring diatas kasur sedang menatap Sorata.
“……….Aaaa~~! Apa yang kupikirkan!”
Sorata
dengan kuat memukul kepalanya, untuk menghilangkan pemikirannya yang tidak
benar itu.
Sebenarnya
apa yang dia pikirkan dengan Nanami yang menyatakan cinta padanya?
Sorata
merasa benci dengan bagian dirinya yang kotor.
“…….Tapi yang namanya pacaran, mungkin seperti
itu.”
Sorata
yang mengatakan itu mulai menenangkan
dirinya.
Tidak
bisa menghilangkan itu
untuk berpikir.
Kemudian
dia terpikir hal hal yang dikatakan Jin.
---Kalau Aoyama, kurasa walaupun malu, dia tetap
akan berusaha untuk melakukan hal hal itu.
“Maksudnya hal hal itu apa………..”
Pikirannya
sama sekali tidak bisa tenang.
Sorata
berusaha menenangkan diri, dan keluar dari ruang makan dan berjalan ke taman.
Dia
duduk dan meluruskan kakinya diteras.
Walaupun
hari ini saat siang tadi tertulis rekor
suhu yang baru, tapi segera setelah matahari terbenam kembali menjadi dingin
dan sejuk lagi.
Angin
dingin bertiup ke arah kakinya.
Setelah
sesaat, dibelakang terdengar sesuatu yang terjatuh.
Sorata
penasaran dan membalikkaan kepalanya, yang terlihat adalah Mashiro yang
terjatuh dilantai, sosoknya seperti anjing laut yangsedang menjemur dirinya.
“Uwa, hoi!”
Sorata
buru buru berdiri, dan kembali ke dalam ruangan dan berlari ke arah Mashiro.
“Hoi, hoi! Shiina ?”
Dia
mulai menggendong Mashiro dan memanggilnya.
Ada
apa dengannya?Tidak enak badan?Padahal kemarin malam dikamar masih baik baik
saja, bahkan suasana hatinya sangat bagus, kondisi badannya juga baik.
Jangan
jangan dia sedang sakit?Dalam pikiran Sorata mulai memunculkan pikiran negatif,
dan mulai terlihat
khawatir.
Disaat
seperti ini----
“Zzzzzz………zzzzzzzzzz.”
Terdengar
suara napas tidur.
“Huh?”
“Zzzzzzz…………zzzzzzzz………hn~~”
“Sedang tidur?”
“Hn~~”
“Tak usah jawab pakai suara napas! Cepat
bangun, Shiina!”
Sorata
dengan sedikit kasar menggoyang goyangkan bahunya, kalau tidak begitu, dia yang
sekarang pasti tidak akan bangun.
“……….Ada apa?”
Mashiro
dengan perlahan membuka kedua matanya, dengan tatapan bertanya melihat ke atas.
“Masihbertanya,
kenapa kau tiba tiba terjatuh! Disini ruang makan loh?”
Mashiro
melihat ke kanan, kemudian melihat ke kiri……..awalnya dia kira akan begitu,
tapi ternyata
ditengah tengah dia menyerah dan kembali menutup kedua matanya.
Dan
tidak sampai sedetik terdengar lagi suaranya tertidur.
“Tidak boleh tidur!”
“Sorata,
ribut.”
“Kalau ingin tidur, kembali ke kamar!”
Mashiro
berpikir sebentar.
“Tidak boleh tidur loh.”
Lalu
menunjukkan reaksi yang aneh.
“Bukannya tadi kau tertidur?”
Sorata
dengan sakit kepala bertanya.
“Bahkan belum selesai.”
Hari
ini juga mungkin karena menggambar komiknya dia sampai tertidur. Padahal sudah
mau ulangan, tapi Mashiro sama sekali tidak membuat persiapan.
“Kau tidak tidur?”
Dengan
melihatnya bisa tahu, jangan jangan sejak malam tadi dia sama sekali tidak
tidur.
“Perut juga lapar.”
“Jadinya meninggalkan kamar?”
“Lalu dimarahi Sorata.”
Sudahlah,
pokoknya dia tertidur karena terlalu lelah…….Sepertinya begitu.
Sorata
dengan kuat menarik Mashiro,
membantu dia dudukdikursi, lalu memberinya kue bolu.
Mashiro
dengan pelan memakannnya.
“Setelah
selesai makan itu, pergilah tidur dan jangan lupa untuk sikat gigi.”
“Aku
masih mau membuat naskahku.”
“………….”
Inilah
situasi ketika kau mengatakan apapun tidak akanberpengaruh.
Biarpun
mulutnya sedang makan kue bolu, tapi kesadarannya semuanya tetap ada pada
komiknya. Berbicara
dengan Sorata juga hanya refleks saja, kira-kira besok dia akan lupa dengan
pecakapan hari ini.
“Kau
hebat sekali………”
“………”
Dia
sudah tidak mendengar Sorata berbicara lagi.
Perasaan
seperti apakah ketika berpacaran dengan Mashiro? Sorata mencoba untuk
membayangkan masa depannya.
“…………..”
Lalu
entah kenapa, tidak ada apapun dalam bayangannya.
Kalau
lawannya itu Nanami, maka bisa dengan mudah terbayangkan, dan tidak bisa menaruh
Mashiro ke dalamnya. ‘Are……?’ , bahkan e mail yang tidak pentingpun.
“Hn………..?”
Juga
makan bekal buatan pacar.
“………….”
Bahkan
kencan saat hari libur………semua itu samar samar.
“………..Mengapa?”
Di
dalam dadanya seperti tertusuk terus dan tidak enak, suasana hati yang seperti
ingin tebakar, dalam hatinya mulai tidak tenang, dalam pikirannya terdengar
suara seseorang.
Itu
adalah suara Sorata sendiri.
“Tidak,
tunggu bentar……”
Tidak
ada siapapun sedang menyuruh Sorata cepat, tapi ada sebuah perasaan yang
mengatakan harus cepat, mulai menimpanya dari belakang. Dia berusaha untuk
melepaskan itu, berusaha menenangkan dirinya tidak apa apa, lalu berpikir.
Sampai
saat ini dia melihat Mashiro seperti apa?
Mempunyai
perasaan seperti apa terhadap Mashiro?
Apakah
ini perasaan yang terus bertumbuh saat bersama Mashiro?
Pertemuan
pertama mereka berada pada bulan april tahun lalu.
Di
sebuah kursi panjang depan stasiun.
Sorata
dimintai Chihiro untuk ke sana menjemput
seseorang.
Yang
menunggu di sana adalah, seorang gadis yang
polos…….yaitu Mashiro.
Kehadirannya
seperti peri yang ada di dalam cerita dongeng.
Pandangan
Sorata dengan segera direbut, sejak hari itu hatinya terus tertarik.
Tapi
yang dilihat Sorata saat itu, hanyalah sebuah bagian kecil dari Shiina Mashiro.
Setelah itu dia baru menyadarinya, itu hanya penampilan luarnya.
Dia
terhadap dirinya yang dijuluki seorang pelukis jenius tingkat dunia, dia tidak bangga juga tidak puas.
Dan tidak peduli dengan pendiriannya itu, biarpun perlu mulai dari nol, dia
tetap dengan yakin mengejar tujuannya yaitu menjadi seorang komikus, dan dengan
debut yang cantik,
sekarang bahkan sudah mempunyai serialisasi di majalah komik bulanan.
Tidak
takut untuk berusaha, tidak ragu terhadap segala tantanganan yang ada. Biarpun
tidak boleh, tetap saja bisa bangun dengan segera, selalu berpegang keberanian
yang hebat itu.
Terhadap
Mashiro yang begitu, Sorata sekali lagi merasa terharu dan menghormatinya.
Dirinya
sendiri juga sudah ingin melakukan sesuatu.
Masih
ragu apakah harus pergi menantang tujuannya itu, Sorata yang tidak bisa
melakukan apapun itu, disadarkan oleh Mashiro.
Situasinya
yang memimpin, bahkan Sorata tidak bisa melihat bayangannya.
Sorata
berharap suatu hari nanti bisa menyusul
Mashiro, dan sekarang sedang berusaha, tapi sama sekali tidak bisa mengejarnya.
Biarpun begitu, tetap saja ingin menjadikannya sebagai tujuan.
Bagaimana
orang-orang menjuluki kehadirannya yang seperti itu?
Menggunakan
kata-kata apakah untuk mendeskripsikan perasaan ini?
“…………”
Jawabannya
sudah tertidur dalam hati Sorata.
---kagum.
Disaat
dia menyadarinya, Sorata mulai merasa dirinya menjadi pucat. Biarpun tidak melihat ke cermin juga tahu pucat, hampir tidak perlu menyentuh pipinya
sudah bisa merasakan dinginnya.
---tapi,
mungkin kau salah paham.
Sekarang
akhirnya mengerti kenapa Chihiro
berbicara seperti itu. Akhirnya semuanya terhubung.
“Maksudnya
salah paham, maksudnya inikah……..”
Sorata
kemudian menunjukkan suara yang terdengar kering.
“Sorata?”
Mashiro
yang sepertinya sudah menghabiskan kue bolunya itu terus menatap Sorata.
Suaranya
terdengar sangat jauh bagi Sorata.
Perasaan
seperti Mashiro sedang berdiri disebuah dunia yang dipisahkan melalui dinding
transparan itu menghampirinya.
Lalu
apa dirinya salah mengira ini sebagai cinta?
Sorata
seperti terjatuh ke dalam jebakan hati yang pasrah.
Depan
matanya dihalangi oleh sebuah kegelapan.
“Sorata
aneh sekali.”
Mashiro
memiringkan kepalanya, suara yang terdengar suasana hatinya sedang bagus itu sudah tidak dapat didengar
Sorata lagi.
5 Comments
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuslanjutkan.....
BalasHapuslanjutkan min
BalasHapusDi tunggu Min Lanjutan nya... Ganbatte ^.^
BalasHapusada PDFnya gak min?
BalasHapusPosting Komentar