Dia bermimpi.
Dia bermimpi di masa musim panas ketika dia masih kecil, mungkin berumur delapan tahun. Dia akan membantu pekerjaan pamannya di kebun mengantarkan seekor anak sapi. Umurnya yang muda membuatnya tidak menyadari bahwa itu hanyalah sekedar alasannya untuk pergi bermain.
Dia akan membantu sebuah persalinan. Itu adalah pekerjaan yang penting.
Dan yang lebih baik lagi, dia akan keluar dari desa dan pergi menuju kota— sendirian!
Tentu saja, gadis menyombongkan itu kepadanya, dia mengingat wajah cemberut yang terlihat di wajah bocah laki-laki itu. Bocah laki-laki itu dua tahun lebih tua darinya, namun dia tidak mengetahui kehidupan di luar desanya, dia bahkan tidak bisa membayangkan sebuah kota, apalagi ibukota.
Benar, gadis itu sama dengannya dalam hal itu, tapi tetap saja....
Dia sudah tidak mengingat apa yang memulainya.
Bocah laki-laki itu mulai marah, mereka berkelahi, dan mereka berdua menangis. Jika dipikir, gadis merasa dia sudah terlalu berlebihan, gadis percaya dia bisa mengatakan apapun yang dia mau hanya karena dia laki-laki.
Terlalu banyak membual, cukup untuk membuat bocah itu marah. Gadis tidak menyangka itu akan terjadi, karena dia masih kecil.
Pada akhirnya, kakak perempuannya menjemput sang bocah pulang. Menggandeng tangannya.
Sejujurnya, gadis ingin mengajak bocah untuk ikut dengannya.
Pada kereta kuda yang menuju kota berikutnya, gadis melihat ke arah desa melalui gorden jendela.
Ayah dan ibunya melihat gadis pergi, gadis melambaikan tangan perpisahan dengan mereka. Sang bocah tidak terlihat disana.
Dalam kereta kuda yang bergoyang, gadis merasakan rasa sakit di hatinya, dia belum meminta maaf.
Ketika dia kembali, gadis harus berbaikan lagi dengannya.
*****
Gadis sapi memulai harinya lebih awal
Itu karena dia bangun lebih awal lagi, bahkan sebelum ayam jantan berkokok.
Hal pertama yang dia lakukan adalah berjalan mengelilingi kebun. Dia tidak pernah mengabaikan ini.
Pernah satu kali gadis sapi bertanya kepadanya. Dan dia mengatakan pada gadis sapi, bahwa dia sedang mencari jejak kaki. “Goblin bergerak pada malam hari.” Katanya. “Mereka akan kembali ke sarang mereka di saat subuh tiba. Tapi mereka selalu melakukan pengintaian sebelum menyerang.” Dia berkata. Jadi dia mencari jejak kaki tanda-tanda kemunculan goblin.
Ketika dia telah menyelesaikan inspeksi pertamanya, dia melakukan inspeksi lainnya. Kali ini, dia memeriksa pagar, mencari jika ada kerusakan. Dan jika dia menemukannya, dia akan membawa papan kayu dan paku untuk memperbaikinya sendiri.
Gadis sapi terbangun oleh suara langkah kaki yang melewati jendelanya, ayam jantan sudah mulai berkokok.
Mendengar langkah santai tersebut, dia turun dari tempat tidurnya, meregangkan tubuhnya dan menguap. Kemudian dia melapisi tubuhnya yang telanjang dengan sepasang pakaian dalam sebelum membuka jendelanya.
Angin pagi yang sejuk berhembus masuk.
“Selamat pagi! Bangun pagi seperti biasanya ya!” Gadis sapi menyandarkan dadanya yang ranum pada kerangka jendela dan memanggil dia yang sedang melihat pagar.
“Yeah.” Dia menoleh dan berkata.
Dia menggunakan armor yang kotor, pelindung dada kulit, helm besi, sebuah perisai terikat di lengannya dan sebuah pedang pada pinggulnya.
Tampilannya yang seperti biasa. Melihat ke arah matahari, gadis sapi berkata. “Cuaca hari ini bagus sekali, mataharinya cerah banget!”
“Iya.”
“Paman sudah bangun?”
“Nggak tau.”
“Hmmm, harusnya sebentar lagi dia bangun.”
“Menurutmu?”
“Kamu pasti lapar. Ayo sarapan pagi dulu, sebentar lagi aku siapkan.”
“Baiklah.”
Dia mengangguk pelan.
Dia masihlah pria yang tidak banyak bicara, pikir gadis sapi dan tersenyum.
Dia tidaklah seperti itu di masa dia masih kecil.
Di pagi hari yang sedikit demi sedikit berubah, mereka selalu melakukan percakapan yang sama setiap paginya.
Tapi sebagai seorang petualang, melakukan petualangan adalah bisnis yang beresiko. Jika dia dapat berbicara dengannya di pagi hari, itu artinya dia telah selamat dan hidup untuk hari berikutnya. Oleh karena itu dia tidak pernah mengeluh mengenai sedikitnya percakapan mereka,
Masih tersenyum, gadis sapi mengenakan pakaian kerjanya, dan menuju dapur.
Mereka seharusnya mempunyai giliran untuk memasak, tapi gadis sapi lah yang selalu memasak. Dia jarang sekali memasak.
Dua? Tiga kali mungkin? Saat aku terkena demam, aku yakin...
Gadis sapi tidak mengatakan padanya bahwa sup yang di buatnya sangatlah hambar dan encer karena dia takut akan membuatnya marah.
Gadis sapi terkadang berpikir, karena dia selalu bangun lebih pagi, mungkin sekali-kali dia membuat sarapan, tapi petualang menjalani hidup yang tidak bisa di prediksi, jadi gadis sapi tidak pernah memintanya.
“Pagi paman! Sarapan sebentar lagi ya, oke?”
“Ya pagi, baunya harum sekali, perutku sudah berbunyi.” Pamannya adalah pemilik kebun yang bangun sesaat dia juga bangun untuk melakukan inspeksinya.
“Selamat pagi pak.”
“Mm-hm...pagi.” Paman menjawab dengan singkat dan mengangguk pada salam paginya.
Di atas meja terdapat keju, roti, dan sup krim, Semua di buat di kebun ini.
Dia memasukkan makanan itu melalui celah pada helmnya. Gadis sapi memperhatikannya dengan senang.
“Ini untuk bulan ini.” Katanya, seperti mengingat sesuatu. Dia mengeluarkan kantong kulit dari tas di pinggulnya, dan meletakkannya di atas meja. Terdengar suara yang keras di saat dia meletakkan kantong itu, dan dari mulut kantong dapat terlihat koin emas yang berkelip.
“....”
Paman melihatnya tanpa berkata apapun, seperti tidak ingin mengambilnya.
Tidak ada yang bisa menyalahkannya, pria ber armor ini sesungguhnya tidak perlu menyewa tempat di kandang kuda di sebuah kebun kecil. Dia bisa saja tinggal di penginapan mewah di suatu tempat.
Akhirnya paman menghembuskan kecil nafasnya menyerah, dan menarik kantong tersebut ke arahnya.
“Menjadi petualang sepertinya sangat menguntungkan”
“Akhir-akhir ini bisnis sedang bagus.”
“Benarkah? Hey... apa kamu....?” Paman biasanya dapat berkomunikasi baik dengan orang-orang, tapi entah mengapa, jika dengan pria ini lidahnya selalu terbelit. Gadis sapi tak pernah mengerti ini.
“...Apa kamu akan pergi lagi hari ini?”
“Ya pak” dia menjawab dengan tenang yang selalu ikuti oleh anggukan pelan. “Aku akan pergi ke guild, terlalu banyak pekerjaan.”
“Aku mengerti.” Paman terdiam sesaat. “Jangan terlalu berlebihan.”
“Baik pak.”
Paman sepertinya sedikit tercengang oleh suara pria itu di saat dia meminum teh susu hangat miliknya.
Percakapan mereka selalu berakhir seperti ini setiap paginya, gadis sapi mencoba untuk meringankan suasana dengan keceriaan yang di paksa. “Ngomong-ngomong, aku harus mengantarkan pesanan, jadi kita bisa pergi sama-sama!”
“Baik.” Dia mengangguk. Tapi karena ini, wajah paman menjadi lebih tegang.
“....Kalau begitu, aku akan mengeluarkan gerobaknya.” Sang petualang menawarkan bantuan.
“Oh, paman itu cuma khawatiran banget.” Kata gadis sapi.” Aku akan baik-baik saja, aku ini lebih kuat dari yang keliatannya tau.” Dia menggulung lengan bajunya dan menunjukkan ototnya sebagai bukti.
Memang benar, lengannya terlihat lebih besar di bandingkan dengan gadis kota seumuran dia, tapi dia bukanlah seseorang yang dapat kamu bilang berotot.
“Baiklah.” Itulah yang di katakannya ketika dia telah menyelesaikan makanannya. Dia Meninggalkan meja tanpa berterima kasih atas makanannya.
“H-ei, tungu sebentar!” gadis sapi berkata. “Aku juga harus bersiap-siap, tunggu sebentar!”
Ini lah yang selalu terjadi setiap paginya, gadis sapi menghabiskan makanannya dengan cepat, tidak terlihat anggun sama sekali,
Dia meminum air untuk membasuh semua makanan yang masuk tenggorokannya— yang dia butuhkan untuk semua pekerjaannya— dengan susu, dan membawa semua piring kotor ke tempat pencucian piring.
“Baiklah, paman, kami berangkat!”
“Cepatlah kembali, dan hati-hati, kumohon.”
“Kami akan baik-baik saja paman, kami akan bersama.”
Pamannya yang masih duduk di meja makan, memperlihatkan ekspresi ragu seolah-olah ingin mengatakan, justru itu yang aku khawatirkan. Paman gadis sapi adalah orang yang baik, dan petani yang rajin, gadis sapi sangat tau akan hal ini. Hanya saja paman sepertinya tidak cocok dengan para petualang,. Atau lebih tepatnya, paman takut oleh keberadaannya. Walaupun sebenarnya tidak ada yang perlu di takuti....
....gadis sapi sangat yakin.
Ketika gadis sapi keluar, dia sudah melihat sang petualang berjalan melewati pagar. Gadis sapi pergi ke tempat dimana gerobak di simpan, cepat tapi tidak terburu-buru.
Dia sudah memuat semua muatannya di hari sebelumnya, jadi dia hanya perlu memegang pegangannya dan mendorongnya. Barang muatan dan anggur bergoyang seiring dengan roda yang berbunyi.
Dia berjalan menyisiri garis pohon menuju kota, gadis sapi menarik gerobak mengikuti di belakangnya. Dadanya bergoyang seiring dengan muatan yang bergetar karena batu kerikil.
Ini bukanlah pekerjaan yang terlalu memakan tenaga, akan tetapi seiring mereka berjalan, gadis sapi mulai berkeringat dan bernapas sedikit lebih berat.
“.....”
Tiba-tiba, tanpa suara dia memperlambat langkahnya. Tentu saja dia tidak behenti, tapi hanya memperlambat langkahnya. Gadis sapi dengan semangat baru, mempercepat langkahnya hingga dia berjalan di sampingnya.
“Terima kasih.”
“....Jangan di pikirkan.” Dia menggelengkan kepalanya menjawab singkat.
“Gantian?”
“Nahhh, aku nggak apa-apa.”
“Baiklah.”
Guild petualang juga memiliki penginapan dan bar, dan disitulah tempat gadis sapi akan mengantarkan barang produksinya— itu adalah pekerjaannya. Disitulah tempat dimana sang petualang akan mengambil quest kesehariannya— itu adalah pekerjaannya.
Gadis sapi tidak bisa membantu pekerjaan dia, jadi gadis sapi merasa tidak enak karena meminta bantuan darinya.
“Bagaimana pekerjaanmu?” tanya gadis sapi seraya menarik gerobaknya melewati bebatuan. Menatapnya dari samping.
Tidak banyak yang bisa di lihat, dia selalu menggunakan helmnya di saat dia bangun. Ekspresi apapun yang dia miliki, gadis sapi tidak bisa melihatnya.
“Banyak goblin akhir-akhir ini.”
Jawabannya selalu singkat. Singkat tapi padat. Gadis sapi mengangguk senang.
“Yang benar?”
“Lebih banyak dari biasanya.”
“Jadi kamu sibuk?”
“Ya.”
“Yeah, kamu selalu pergi akhir-akhir ini.”
“Ya.”
“Mempunyai banyak pekerjaan, berarti bagus dong?”
“Nggak” dia menggelengkan kepala pelan. “Sama sekali.”
“Kenapa?” Gadis sapi bertanya, dan dia menjawab.
“Aku lebih ingin nggak ada goblin sama sekali.”
“Yeah...” dia berkata dan mengangguk.
Akan lebih baik jika goblin tidak ada.
*****
Jalanan pada akhirnya semakin membaik, mereka sudah dapat melihat bangunan kota yang muncul di horison dengan kesibukkan kota yang terdengar di telinga mereka. Disini, seperti kebanyakan kota, aula guild tepat berada di gerbang kota. Yang merupakan bangunan terbesar dikota, mengalahkan bangunan lain bahkan kuil ibunda bumi. Itu dikarenakan untuk memudahkan orang-orang yang dari luar kota untuk menemukannya.
Gadis sapi sebagai contohnya, senang dapat menemukannya dengan mudah.
Guild juga mengatakan keinginan mereka untuk menangkap para penjahat yang berpura-pura menjadi seorang petualang.
Akan tetapi, sulit untuk membedakan antara penjahat dan petualang jika hanya di lihat dengan sekilas.
Gadis sapi memperhatikan berbagai macam armor yang di gunakan orang-orang yang berjalan di jalan dan dia dengan helm kotornya, walaupun mereka ada di tengah kota, dan memberikan senyum masam.
“Tunggu sebentar oke? Aku akan mengantarkan pesanannya.”
“Oke.”
Gadis sapi dengan cepat meninggalkan bahan produksinya pada bagian servis di belakang bangunan, kemudian menghembuskan nafas seraya mengelap keringat pada dahinya. Dia membunyikan sebuah lonceng untuk memanggil koki, dan menunjukkan padanya secarik kertas untuk membuktikkan bahwa semua sudah sesuai dengan yang di pesannya, dan meminta tanda tangannya. Sekarang yang sekarang dia butuhkan adalah tanda tangan gadis guild dan tugasnya akan selesai.
“Maaf sudah membuatmu menunggu.”
“Nggak masalah.”
Dia masih berdiri disana ketika gadis sapi keluar.
Di saat mereka melewati pintu berayun aula guild, sensasi sejuk karena terlindung oleh matahari yang mereka rasakan, sirna oleh rasa pengap yang terjadi oleh kumpulan panas tubuh dari para petualang yang berkumpul di dalam aula guild, aula guild benar-benar ramai seperti biasanya.
“Aku akan meminta tanda tangannya.”
“Oke.”
Di luar dia akan menunggunya, tapi di dalam dia akan berpisah dengan gadis sapi.
Dia mengarah pada sebuah deretan kursi pada sebuah dinding, dan duduk penuh percaya diri seolah-olah kursi itu sudah di pesan untuknya. Gadis sapi melambai mengarah kepadanya, dan menuju meja resepsionis di mana antrian para pengunjung terlihat. Disana terdapat para petualang, orang yang ingin memasang quest, orang dari pegadaian, pedagang, dan apoteker. Terlintas di pikiran gadis guild, bahwa berpetualang sepertinya membutuhkan banyak pengeluaran dari yang dia kira.
“Jadi, hey. Troll ini datang ke arahku kan? Tapi aku bilang, nggak hari ini!. Dan aku berhasil menghindarinya dengan jarak yang tipis segini.”
“Oh, itu terdengar melelahkan, mungkin anda perlu menggunakan stamina potion.”
Gadis sapi melihat pengguna tombak menjelaskan kisahnya pada gadis yang ada di meja resepsionis. Dengan tubuhnya yang langsing di penuhi oleh otot yang padat, menunjukkan kekuatannya. Sebuah plat yang bergantung di lehernya menunjukkan bahwa dia adalah seorang dengan tingkat silver.
Gadis sapi tau bahwa dia adalah peringkat ketiga tertinggi dari hirarki level guild, gadis sapi tau karena itu adalah peringkat dia juga.
“Stamina potion? Siapa yang butuh? Babe aku hanya perlu tombakku untuk mengalahkan troll itu. Gimana menurutmu?”
“Oh, saya sudah mendengar bahwa troll sangatlah....” ketika gadis guild mulai kesulitan untuk mencari kata-kata, secara tak sengaja gadis guild melihat dia duduk di pinggir dinding.
“Oh!” wajahnya berseri-seri.
“Ugh, goblin slayer.” Spearman (TL note: spearman = pengguna tombak) menjentikkan lidahnya mengikuti arah pandang gadis guild.
Mungkin dia berbicara terlalu nyaring, keriuhan guild melihat ke arah dia.
“Aku nggak percaya dia tingkat silver juga.” Seorang knight yang elegan menggelangkan kepalanya tidak menyukainya. Bekas luka pada platinum armornya membuktikkan banyaknya pertarungan yang dia lewati, dan membuatnya semakin mencolok. “Siapa yang tau jika dia bisa melawan sesuatu yang lebih besar dari goblin? Seorang spesialis? Heh! Mereka memberikan tingkat silver kepada sembarang orang akhir-akhir ini.”
“Biarkan saja dia, dia tidak ada hubungannya dengan kita, siapa yang peduli dengan apa yang dilakukannya?”
Seorang warrior tank memberikan lambaian menyudahi kepada knight. Apakah kebodohan atau keberanian yang membuatnya terlihat santai dengan armornya yang terlihat jahat? Knight dan warrior tank mengenakan plat berwarna silver, jadi mereka bukanlah seorang pemula.
Akan tetapi, dua bocah laki-laki dengan pelindung dada tipis, dan sebuah pisau dan tongkat dengan jubah, membicarakannya.
“Lihat dia!” salah satunya berkata “Aku nggak pernah melihat armor sekotor itu!”
“Yeah, kita berdua punya perlengkapan yang lebih baik di banding dia....”
Perlengkapan mereka sebenarnya sama murahnya dengan dia, tapi “Lebih baik” karena tidak ada goresan pada perlengkapan mereka.
“Hentikan” Seorang paladin perempuan seumuran dengan mereka, berusaha menghentikan mereka. “Gimana kalau dia mendengar kalian? Aku yakin dia juga pemula seperti kita.” Suara ejekan mereka menjadi satu dengan rasa lega mereka, mengetahui bahwa ada seseorang yang memiliki keadaan yang lebih menyedihkan dari mereka, tanpa mereka menyadari sebuah plat silver menggantung di leher dia.
“Heh-heh-heh....” Seorang pembaca mantra dengan topi lancip dan jubah seksinya, tampak menikmati percakapan mereka. Dia adalah seorang witch (TL note : witch = penyihir) dan seorang pengguna sihir tingkat silver. Dia memeluk tongkatnya dengan penuh pesona, menyandarkan dirinya pada sebuah dinding di tempat dia mendengar percakapan mereka.
Bisikan-bisikan yang mengisi seluruh ruangan, mereka yang mengenalnya dan mereka yang tidak mengenalnya, semua membicarakan dia.
Dan di tengah semua itu, dia duduk diam tanpa mempedulikannya.
Dia nggak peduli, dia nggak berpura-pura— dia memang benar nggak peduli. Jadi, sepertinya nggak ada gunanya marah membela dia....
Gadia sapi menutup mulutnya, tapi dia tidaklah senang.
Pada saat itu, wajah cemberut masih terlihat di muka gadis sapi, secara tak sengaja dia melihat mata gadis guild. Di balik senyumnya yang manis, dia memiliki ekspresi yang sama dengan gadis sapi.
Kesal. Marah. Jijik. Dan.... Ketidakberdayaan dia karena tidak bisa melakukan apapun.
Aku tau yang kamu rasakan
Gadis guild menutup matanya beberapa saat dan menghela napas.
“Mohon permisi, saya akan kembali.”
“Ya, er— ahem, silahkan... aku akan menunggu. Aku belum selesai menceritakan kisah keberanianku—er membuat laporanku.”
“Ya, saya mengerti.” Gadis guild pergi menuju kantor belakang.
Tidak lama kemudian, dia kembali ke aula guild dengan membawa tumpukan kertas yang terlihat berat dengan kedua tangannya. Dengan huff dan puff dia membawa tumpukan kertas itu ke papan gabus di dinding.
“Baiklah semuanya! Saatnya memasang quest pagi ini!” Suara gadis guild mengisi seluruh ruangan, dan mendiamkan mereka yang masih berbicara. Kepang rambut gadis guild bergoyang seraya gadis guild melambaikan tangan mencari perhatian para petualang.
“Akhirnya!” mata yang berkilau, dengan cepat para petualang berdiri dari kursi mereka menyerbu gadis guild, itu karena, jika mereka tidak mengambil quest, maka mereka tidak akan makan hari ini. Itulah kehidupan para petualang. Hadiah yang di berikan juga di pengaruhi oleh reputasi para petualang. Dan seberapa banyak mereka melakukan kontribusi yang baik pada dunia— orang awam biasa menyebutnya “Experience Points” –- akan menentukan tingkatan mereka. Dan semua orang ingin naik tingkatan.
Tingkatan para petualang akan dengan mudah mendapatkan kepercayaan, itu karena, tidak ada orang yang ingin mempercayakan sebuah quest yang penting pada petualang tingkat obsidian atau porselain, tidak peduli seberapapun ahlinya mereka.
Dengan gadis guild yang di kerumuni, para petualang berebutan menarik sebuah quest yang tertempel di papan.
“Quest porselain murah sekali... aku nggak mau menghabiskan seluruh hidupku untuk mengusir tikus di selokan.”
“Yah, nggak banyak yang bisa kita lakukan. Hey gimana kalau ini?”
“Membasmi goblin? Sepertinya bagus. Dan ini memang pekerjaan untuk pemula.”
“Ohh! Iya itu bagus banget, aku pingin membasmi goblin...”
“Nggak! Kamu dengar gadis guild kan? Kita harus mulai dari selokan.”
“Gimana dengan naga? Ada naga nggak?”
“Oh, sudahlah, Perlengkapanmu masih belum cukup bagus untuk itu, lanjutkan berburu bandit saja. Bayarannya nggak jelek kok.”
“Hey! Aku mau ambil quest itu!”
“Aku dapat duluan, jadi kamu mesti cari yang lain.”
Spearman dari yang sebelumnya terlambat bergabung dengan kerumunan itu, dia mendapati dirinya terdorong kebelakang kerumunan dan terjatuh. Dengan segera dia berdiri lagi dengan sebuah teriakan.
“Oke semuanya tidak perlu berkelahi.” Kata gadis guild dengan senyum yang masih menempel di wajahnya.
“Hmmph.” Gadis sapi berusaha menjaga jarak dengan gadis guild, dia tidak ingin terbawa oleh kerumunan itu, dan sepertinya dia belum akan mendapatkan tanda tangan itu dalam waktu dekat ini.
Bosan, gadis sapi mengarahkan tatapannya ke arah dinding. Dia masih duduk disana.
Gadis sapi pernah berkata. “Kita harus cepat, atau kita akan kehabisan quest.” Tapi dia menjawab. “Membasmi goblin bukanlah quest yang populer.” Biasanya para petani yang memasang quest itu, jadi hadiahnya juga kecil, dan mereka juga di anggap sebagai quest level rendah sehingga petualang yang sudah pengalaman tidak akan mengambilnya.
Oleh karena itu, dia menunggu hingga area papan quest itu sudah sepi. Tidak perlu terburu-buru.
Dan... dia tidak pernah mengatakannya, tapi gadis sapi merasa alasan dia mau menunggu adalah supaya petualang yang masih baru dapat mengambil quest itu duluan. Tapi gadis sapi tidak ingin menanyakannya itu padanya. Karena dia hanya akan menjawab. “Iya kah?” seperti biasanya.
“Hmmm....” jika gadis sapi masih akan menunggu lama disini, mungkin lebih baik gadis sapi menunggu bersama dengan dia?
Seharusnya dia tidak ragu.
“Ah...” Seseorang sudah mendekatinya sebelum gadis sapi.
Seorang petualang gadis muda, dia mengenakan sebuah jubah pendeta yang melapisi tubuhnya yang indah, sebuah simbol ibunda bumi mengantung di tongkatnya.
“...Hi.” kata dia pendek, berdiri di depannya. Dia terlihat malu seraya menunduk memberi salam.
“Yeah” hanya itulah jawabannya, entah apa yang ada di pikirannya yang tersembunyi di balik helm itu. Sepertinya dia tidak menyadari bahwa priestess kewalahan mencoba mencari kata yang tepat untuk merespon perkataannya.
“Aku membeli beberapa perlengkapan, seperti yang kamu bilang.” Dia menggulungkan lengan jubahnya, sebuah baju besi berantai baru terpasang pada tubuhnya yang kurus.
“Nggak jelek.”
Seseorang yang tidak mengetahui situasinya bisa salah paham jika mendengar perkataannya. Tapi perkataan dia sama sekali tidak mempunyai arti jelek.
Dia memperhatikan priestess, melihatnya dari atas sampai bawah, dan mengangguk.
“Lingkarannya sedikit besar, tapi akan cukup untuk menghentikan pisau mereka.”
“Bapa kuil sangat nggak senang dengan ini, dia ingin tau pelayan ibunda bumi mana yang menggunakan armor”
“Kemungkinan dia nggak tau banyak soal goblin.”
“Bukan itu, ini melanggar peraturan....”
“Jika itu akan menganggu keajaibanmu, mungkin kamu harus pindah keyakinan.”
“Doa ku akan terdengar oleh ibunda bumi!”
“Kalau begitu nggak ada masalah.”
Priestess menggembungkan pipinya marah, untuk beberapa saat mereka saling diam.
“Nggak mau duduk?”
“Oh, i-iya aku mau duduk!”
Tersipu, dengan buru-buru priestess duduk di kursi di sampingnya. Gerakannya yang lucu menimbulkan suara poof disaat dia duduk.
Priestess meletakkan tongkatnya di atas lututnya dan merapatkan tangannya seolah-olah ingin menjadi satu dengan kursinya. Tampaknya dia merasa gugup.
“Hmphh.” Gadis sapi mengeluarkan dengusan jengkel yang tidak dia sadari. Tapi bukan berarti dia tidak pernah menceritakan soal priestess padanya. Priestess adalah seorang petualang yang satu party dengannya selama kurang lebih satu bulan. Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia menemukan priestess pada petualangan pertamanya, dan mendidiknya di bawah asuhan dia— tapi gadis guild menyatukan sedikit demi sedikit info yang dia dapatkan darinya.
Di satu sisi gadis sapi khawatir dengannya yang selalu pergi sendirian, jadi dia senang sudah ada yang menemaninya. Tapi di sisi lain... kenapa dia harus sangat muda?
Gadis sapi datang ke aula guild setiap hari, Tapi ini pertama kalinya dia bertemu priestess secara langsung. Tubuhnya yang kurus seakan-akan dapat patah menjadi dua jika di peluk dengan kuat. Gadis sapi melihat tubuhnya sendiri yang semok, dan menghembuskan nafas.
Priestess tidak menyadari gadis sapi memperhatikannya, masih tersipu, akan tetapi mengumpulkan keberaniannya, dia membuka mulutnya.
“So-soal hari waktu itu...”
nada tinggi, dan suaranya yang terbata-bata, pasti di akibatkan oleh rasa gugupnya.
“A-aku rasa menghancurkan seluruh gua dengan ledakan itu terlalu.... terlalu berlebihan!”
“Kenapa begitu?” Dia melanjutkan kata-katanya tanpa rasa terkejut sama sekali. “Kita nggak bisa meninggalkan satu goblinpun disana.”
“Y-ya, tapi gimana....gimana kalau seluruh gunung itu longsor?”
“Aku lebih khawatir soal goblin.”
“Aku tau! Tapi maksud yang pingin aku bilang, pola pikir pendekmu adalah masalah!”
“... Aku mengerti.”
“Da-dan satu lagi, caramu untuk menghilangkan ba...bau harusnya sedikit lebih....sedikit lebih....!” Dia mulai sedikit menjauhkan posisi duduknya di saat dia bicara.
Nadanya terdengar sedikit jengkel. “Jadi kamu sudah belajar waktu untuk menyerang?” Priestess menelan liur, tidak menyangka akan perubahan topik bicara yang tiba-tiba.
Gadis sapi yang menguping pembicaraan mereka, tertawa kecil sendiri.
Dia masih belum berubah semenjak kita masih kecil.
“Itu... di subuh pagi hari atau sore hari.” Priestess menjawab dengan wajah yang ingin membuktikkan kepadanya.
“Kenapa?”
“Ka-karena itu adalah kebalikannya sore dan pagi bagi para goblin.”
“Benar, tengah siang adalah tengah malam bagi mereka. Penjagaan mereka akan sangat ketat. Kemudian pertanyaan berikutnya: Bagaimana menyerang sebuah sarang?”
“Hmm... jika memungkinkan, bikin api dan buat mereka keluar karena asap. Karena itu...itu... berbahaya di dalam sarang.”
“Benar, masuklah jika kamu nggak punya waktu atau nggak punya pilihan, atau jika kamu ingin memastikan bahwa kamu tidak menyisakan satupun dari mereka hidup.”
Dia mengintrogasinya seraya priestess kewalahan menjawabnya. “Item?”
“O-obor dan terutama potion.”
“Itu saja?”
“Da-dan tali, aku rasa tali akan selalu berguna...”
“Jangan lupa, mantra dan keajaiban.”
“It-item kamu bisa jadi penganti mantra dan keajaiban, kamu harus menyimpan magic kamu di saat yang di butuhkan.”
“Senjata.”
“Um,kamu perlu...”
“Nggak, kamu nggak perlu. Ambil dari musuh, mereka punya pedang, kapak, tombak, pentungan, panah. Aku nggak perlu peralatan khusus. Aku warrior.
“...Baik pak” Dia mengangguk layaknya anak kecil yang di marahi gurunya..
“Ganti senjatamu, ganti taktikmu. Melakukan hal yang sama berulang-ulang hanyalah akan membuat dirimu terbunuh.”
“Um, apa... boleh aku catat?”
“Nggak. Jika mereka mengambil catatan itu darimu, mereka dapat mempelajarinya. Kamu harus mengingatnya dari hati.” Dengan tenang dia berkata selagi priestess berusaha mengingat semua perkataannya dalam hati. Ini benar-benar telihat percakapan antara guru dan murid.
Apa dia pernah bicara sebanyak itu? Gadis sapi merasa tidak tenang kala pertanyaan itu melintas di pikirannya.
Gadis sapi tidak mengerti mengapa itu membuatnya tidak tenang, dia ingin mendapatkan tanda tangan itu dan pulang secepat mungkin.
“Baiklah” tiba-tiba dia berdiri. Melihat sekililingnya, gadis sapi menyadari kerumunan petualang sebelumnya sedang melakukan persiapaan mereka. Banyak sekali yang harus di siapkan— menyiapkan perlengkapan, menyiapkan makanan, mengumpulkan informasi.
Priestess dengan terburu-buru mengikuti dia yang melangkah tanpa melihat para petualang lain yang pergi.
“Ah...” gadis sapi kehilangan kesempatannya lagi. Suaranya, layaknya tangannya, menggantung di udara.
“Oh, tuan goblin slayer! Selamat pagi! Senang sekali bisa melihatmu hari ini!” Suara dan wajah gadis guild memiliki kecerian yang tidak di miliki oleh gadis sapi.
“Ada goblin?”
“Tentu saja! Tapi sayangnya tidak terlalu banyak hari ini. Tapi ada tiga quest yang melibatkan goblin.” Ketika dia berdiri di sana, gadis guild dengan tangannya yang terlatih mengambil beberapa kertas. Sepertinya kertas itu sudah di siapkannya terlebih dahulu.
“Desa di wilayah gunung bagian barat memiliki sarang ukuran sedang, desa dekat sungai bagian utara memiliki sarang ukuran kecil, dan sarang kecil di bagian hutan arah selatan.”
“Desa lagi?”
“Ya, mereka semua petani, seperti biasanya. Mungkin mereka memang menargetkan petani.”
“Mungkin.” Dia menjawab candaan priestess dengan serius. “Apa ada orang lain yang mengambil quest ini?”
“Ya, sekelompok group pemula sedang menuju hutan bagian selatan, itu adalah quest dari desa dekat hutan tersebut.”
“Pemula.” Dia bergumam. “Siapa saja yang ada di party mereka?”
“Coba ku lihat...” Gadis guild berkata, dia menjilat jempolnya dan memulai membalik halaman sebuah buku.
“Satu warrior, satu wizard, satu paladin. Semuanya tingkat porselain.”
“Hm, itu cukup seimbang.”
“Mereka yang baru ada disini..... Cuma tiga orang? Mereka nggak akan selamat!” Teriakan panik priestess di ikuti oleh perkataan selanjutnya. “Maksudku, kami waktu itu berempat, dan....”
Dia mulai pucat, badannya sedikit merinding, dia menggengam tongkatnya dengan erat.
Gadis sapi mengalihkan tatapannya, rasa tidak nyaman di hatinya semakin kuat.
Mengapa dia tidak menyadarinya lebih cepat?
Dia bertemu dengan petualang di quest pertamanya... seorang petualang...
Dia seharusnya mengerti apa artinya itu.
“Aku sudah mencoba mengingatkan mereka... aku benar-benar mencoba. Tapi mereka tetap ngotot bahwa mereka akan baik-baik saja.” Kata gadis guild, tentunya dia sudah mendengar kisah tentang priestess.
Namun, pada akhirnya para petualang lah yang bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
Priestess melihatnya dengan memohon.
“Kita tidak bisa membiarkan mereka, jika kita tidak menolong mereka...”
Dengan segera dia menjawab. “Pergilah kalau kamu mau.”
“Apa...?”
“Aku akan mengambil sarang di gunung, ada kemungkinan seekor hob atau shaman ada disana.” Priestess melihatnya dengan bengong, sulit untuk mengetahui ekspresi apa yang ada di balik helmnya. “Jika di biarkan, sarang itu akan semakin berkembang, dan keadaan akan semakin buruk. Aku harus membersihkannya sampai ke akarnya.”
“Jadi.... jadi kamu akan membiarkan mereka begitu saja?!”
“Aku tidak tau apa pendapatmu tentang aku,” Dia membalas dengan menggelengkan kepala. “Tapi sarang ini harus segera di musnahkan. Seperti yang aku bilang, kamu bisa pergi ke hutan jika kamu mau.”
“Ta-tapi, kalau gitu kamu akan pergi ke area gunung sendirian kan?!”
“Aku sudah pernah melakukannya.”
“Ahhhhh!” teriak priestess, menggigit keras bibirnya.
Bahkan dari tempat gadis sapi berdiri, dia dapat melihat tubuh priestess yang bergetar, namun wajahnya tidak menunjukkan rasa takut.
“Kamu ini gila!”
“Kamu ikut?”
“Tentu saja aku ikut!”
“Kamu dengar dia.”
“Oh, terima kasih banyak kalian berdua!” Gadis guild menundukkan kepalanya menunjukkan rasa terima kasih. “Tidak ada petualang berpengalaman lain yang mau mengambil quest goblin...”
“Pengalaman apaan...” Priestess bergumam cemberut, dia melihat ke arah plat porselain yang menggantung di lehernya, dia telihat seperti anak kecil yang mengambek.
“Ha-ha-ha... yah, kamu tau... Jadi, kalian berdua akan pergi?”
“Ya.” Priestess mengangguk marah.
Dia selalu siap sedia, jadi ketika urusan administrasi telah selesai, dia siap berangkat saat itu juga.
Mereka akan melewati gadis sapi dalam langkah mereka menuju pintu. Tidak ada jalan keluar lainnya dalam bangunan ini. Apa yang harus— atau jangan— dia katakan? Beberapa kali dia membuka mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu.
Namun pada akhirnya dia tidak mengatakan apapun.
“Aku akan pergi,” Dia lah yang selalu berhenti di depannya.
“Apa? Oh...yeah.” Dia mengangguk padanya. Ada jeda waktu beberapa saat sebelum dia berhasil mengeluarkan dua kata berikutnya. “Hati-hati.”
“Kamu juga dalam perjalanan pulangmu.”
Priestess mengangguk ketika dia melewati gadis sapi, dan gadis sapi membalasnya dengan senyum ambigu.
Dia tidak pernah melihat kebelakang.
*****
Gadis sapi kembali pulang ke kebun seorang diri, menarik gerobak kosong dan mengurus binatang tanpa berkata-kata.
Di kala matahari mulai turun secara perlahan namun pasti, dia memakan menu makan siangnya sebuah sandwich di padang rumput. Dan di saat matahari mulai senja, dia makan malam di meja bersama dengan pamannya, dia tidak bisa merasakan makananya.
Setelah makan malam, dia pergi keluar. Angin malam yang sejuk berhembus di pipinya. Ketika dia melihat ke atas, dia dapat melihat langit yang luas dan penuh bintang lengkap dengan 2 bulannya.
Dia tidak tau banyak mengenai petualang ataupun goblin, dia tidak ada di desanya di saat desa itu di serang oleh goblin sepuluh tahun yang lalu.
Dia sedang berada di kebun pamannya, untuk membantu persalinan seekor anak sapi. Pada umurnya yang masih muda, dia tidak menyadari bahwa itu hanyalah alasannya untuk pergi bermain.
Merupakan murni keberuntungan dia menghindari bencana itu, hanya keberuntungan.
Dia tidak tau apa yang terjadi pada orang tuanya. dia mengingat mengubur dua buah peti mati kosong, dan dia mengingat pendeta mengatakan tentang sesuatu. Tapi yang dia sudah ketahui saat itu adalah, orang tuanya sudah tiada.
Dia mengingat rasa sepi yang melandanya waktu itu, namun dia sudah tidak merasakannya lagi.
Dan selalu ada jika. Jika saja dia tidak berkelahi dengannya waktu itu, jika saja dia mengajaknya pergi waktu itu...
Mungkin keadaan akan berbeda. Mungkin.
“Kalau kamu tidur terlalu malam, kamu akan kesulitan bangun besok pagi.” Suara kasar yang terdengar dengan suara langkah kaki di rerumputan.
Dia menoleh, dan melihat pamannya dengan ekspresi yang sama pagi ini. “Aku tau, aku akan tidur sebentar lagi.” Dia berjanji. Namun pamannya mengkerutkan wajahnya dan menggelengkan kepala.
“Dia harus menjaga dirinya sendiri, begitu juga denganmu. Aku membiarkannya tinggal disini karena dia membayar. Tapi lebih baik kalau kamu menjaga jarak denganya.”
Dia tidak menjawab.
“Aku tau dia teman lamamu, tapi terkadang masa lalu biarkanlah berlalu.” Dia berkata. “Dia sudah tidak seperti dulu lagi. Dia sudah gila,”
Kamu harusnya tau itu.
Gadis sapi hanya tersenyum mendengar perkataannya. “Mungkin, tapi....” Dia melihat bintang dan 2 bulan, dan jalan yang memajang di depannya.
“Aku akan menunggu sebentar lagi.”
Dia tidak kembali malam itu.
Tengah siang hari barulah dia kembali, dan dia tidur hingga subuh.
Hari berikutnya, tanpa menunjukkan rasa lelah, dia bergabung dengan priestess berpetualang menuju hutan selatan. Gadis sapi mendengar bahwa pemula itu tidak pernah kembali dari hutan.
Malam itu, dia bermimpi hal yang sama lagi.
Dia belum pernah meminta maaf.
0 Comments
Posting Komentar