ANTARA PARA PETUALANG
(Translater:
Zerard)
“Ahh...”
Sebuah senyum melebar di
keseluruhan wajah Priestess seraya uap hangat memeluk tubuh telanjang, terpapar
dinginnya hujan.
Di balik sebuah pintu yang
terbuka adalah sebuah marmer putih luas, di penuhi dengan ukiran elegan namun
tidak berlebihan. Terdapat banyak barisan bangku untuk bersantai di tengah-tengah
uap pemandian yang mengandung sedikit aroma manis.
Di bagian paling dalam
terdapat sebuah patung Dewi pemandian, Dewi cantik pemilik pemandian ini. Air mengalir terus menerus menuju ember mandi
dari mulut sebuah singa di segala penjuru. Tempat ini luar biasa mewah. Air ini
tampaknya berasalnya dari sungai yang mengalir di seluruh kota.
Ini tidak akan pernah bisa di
terapkan di kuil Ibunda bumi, di mana semua penganutnya berasal dari keluarga
miskin dan hanya memiliki kain lap untuk mandi. Akan tetapi, ini adalah tempat
pemandian agung kuil hukum—pemandian uap. Adalah tempat unik milik kuil Supreme
god, yang memerintahkan mereka yang mengadministrasi hukum harus memiliki tubuh
yang murni.
Dan ini adalah kuil hukum
yang paling terperinci di perbatasan—kalimat sulit untuk bisa menggambarkannya!
“....Ya. hanya untuk hari
ini.” Dengan satu tangan, Priestess memegang handuk untuk menutupi dadanya yang
mungil; dengan tangan sebelahnya, membuat tanda Ibunda bumi.
Kulitnya, biasanya terbungkus
oleh baju besi dan sebuah jubah priestess, sangat putih sekali. Priestess
berjalan menuju pemandian dengan lincah, kulit pucat itu menjadi lembab oleh
uap. Syukurnya tidak orang lain yang sedang mandi di sekitarnya, mungkin karena
sudah larut malam, karena itu dia tidak ragu-ragu untuk menggayung air yang
mengalir meluap dari ember mandi dengan telapak tangannya.
“Oh...!”
Aroma yang mengambang di
ruangan datang dari minyak wangi yang di tuangkan ke dalam ember.
Dia tidak memiliki keinginan
untuk berdandan sejak dia bergabung dengan kependetaan, tapi di balik
pikirannya, dia mengingat para gadis elegan yang mereka lewati beberapa hari
yang lalu.
“Yah, aku sudah datang jauh-jauh
kesini juga, nggak apa-apalah.”
Dia melirik ke kiri dan ke
kanan, kemudian mengarah patung dewi pemandian yang terbuat dari batu sauna
wangi. Patung tersebut, di panaskan dengan suhu yang tinggi, mendidihkan air
dengan sekejap, mengisi ruangan dengan uap aroma mawar. Para dewi di gambarkan
sebagai wanita telanjang; untuk mengimbanginya, terdapat patung orang tua di
pemandian para pria.
Atau itu yang dia
dengar—Priestess sendiri, tentu saja tidak pernah pergi ke pemandian pria.
Patung dewi pemandian konon
dapat memberitahukan para pemandi akan ramalan keberuntungannya, namun dewi
tersebut tidak memiliki kuilnya sendiri, ataupun pengikut. Atau mungkin bisa di
bilang setiap tempat mandi adalah kuilnya dan setiap pemandi adalah
pengikutnya.
Priestess, terselimuti uap,
sangat bersyukur untuk bisa berada di antara pengikut sang dewi. dia duduk di
bangku dengan perlahan, kemudian, dia mengambil sebuah perlengkapan mandi yang
dapat di temukan di pemandian manapun: sebuah dahan pohon betula putih. Dia
mengibasnya ke tubuhnya dengan lembut, seperti menepuk dirinya sendiri.
“Mmm...”
Ototnya, yang tegang dan
rasa lelah dari berjam-jam berada di bawah tanah, mulai menghilang. Beberapa
menit kemudian, ketika dia selesai dengan cabang betula itu, tubuh telanjangnya
bersinar merah muda samar. Dia mengeluarkan nafas panjang, bersandar pada
sandaran bangku yang panjang.
“Semuanya seharusnya ikut
denganku....”
Dia bertanya apakah sang elf
mau ikut tapi hanya mendapati gelengan cepat menolak sebagai jawabannya.
“Itu seperti...roh api dan
air dan udara semua bergabung menjadi satu. Aku kurang menyukainya.”
Sang dwarf dan lizardman
lebih memilih anggur dan makanan daripada pemandian dan langsung pergi menuju
kota.
Dan kemudian Goblin slayer.
Dia mengatakan sesuatu yang
aneh tentang mengirimkan sebuah surat dan tidak lama kemudian menghilang entah
kemana.
“Oh! Aku ikut juga!” Teriak
High elf archer dan pergi menghilang mengikuti Goblin slayer, dan Priestess
tidak dapat mengatakan bahwa dia tidak memahami apa yang di rasakan sang
archer.
Pak
Goblin slayer....
Ya, dialah satu-satunya yang
terpikirkan di benaknya.
“Ya ampun... Sudah setengah
tahun berlalu...”
Setengah tahun sejak dia
hampir mati di sarang goblin itu. Sejak dia telah menyelamatkan nyawanya.
Bahkan sekarang, dia memimpikan
petualangan itu. Terkadang dia melihat dirinya sendiri tidak sebagai dirinya,
tapi sebagai salah satu gadis yang di culik oleh goblin. Terkadang dia bermimpi
akan dia dan tiga pemula lainnya, berhasil melewati petualangan itu dengan aman.
Keduanya merupakan
kemungkinan yang bisa saja terjadi untuknya.
Apa yang harus dia
lakukan—hari itu, waktu itu? Apa yang seharusnya dia lakukan?
Jika.
Jika dia menyelesaikan
petualangan pertamanya dengan sukses...
Tentunya dia tidak akan
mengenal satupun teman yang sekarang dia miliki. Dan kemudian apa yang akan
terjadi dengan pertarungan mereka di reruntuhan bawah tanah atau dengan goblin
lord?
Apa yang akan terjadi dengan
kota? Orang-orang di kebun, semua temannya, semua yang dia kenal, semua
petualang? Dan dia—Goblin slayer? Apakah dia akan selamat?
Priestess tidaklah cukup egois
untuk mempercayai bahwa dia telah menyelamatkan nyawa pria itu, tapi....
“Dia bukanlah orang yang
jahat.”
Dia membelaikan tangannya di
pinggulnya, di mana Goblin slayer melingkarkan lengannya di tempat itu tidak
lama sebelum ini. Di bandingkan dengan lengan pria itu, lengan Priestess
terlihat kurus dan rapuh. Pria itu terlihat seperti seorang pahlawan—terkadang
seperti demon—tapi dia bukanlah kedua-duanya.
“....”
Pada suatu titik, Priestess
menarik kakinya ke atas bangku dan meringkuk menjadi bola. Rasa nyaman
yang di rasakan di kepalanya berasal
dari uap yang mengambang, dan pikiran demi pikiran terus mengalir layaknya
sebuah gelembung di permukaan air. Merelakan dirinya hanyut dalam khayal, dia
merasakan kombinasi tidak biasa antara rasa nyaman dan ketidaksabaran.
Ini seperti bangun tidur
lebih pagi dari biasanya di hari di mana dia tidak perlu bekerja. Dia dapat tertidur
dengan suasana seperti ini. Tapi mungkin lebih baik baginya untuk berdiri dan
bergerak. Dia harus melakukan sesuatu. Dia merasa ada sesuatu yang harus dia
lakukan...
“Apa yang harus aku
lakukan....?”
“Tentang apa?”
“Yikes!”
Ketika sebuah suara lembut
menjawab gumamnya, Priestess melompat dengan cepat hingga gelembung-gelembung
terhambur ke segala arah. Matanya terbelalak melihat sesosok tubuh montok
seperti buah yang matang.
“Hee-hee. Darah akan
mengalir cepat menuju kepalamu jika seperti itu terus.”
“Ma-maafkan saya, saya hanya
sedang mengutarakan pikiranku...”
Priestess dengan cepat
menundukkan kepalanya kepada sang archbishop berdiri di depannya—Sword maiden.
“Tidak apa-apa,” dia
berkata, dengan gelengan kepalanya yang membuat rambut panjang emasnya berayun.
“Sebaliknya, Saya memohon maaf karena sudah membuatmu terkejut. Kewajibanku
sudah membuatku bekerja hinggga malam…”
Priestess mendapati dirinya
sendiri terpesona oleh wanita itu. Wanita itu tidak menggunakan sehelai benangpun,
tapi dia tidak berusaha untuk menutupi dirinya sendiri, ataupun mempedulikan
tubuhnya yang telanjang. Tubuhnya sangatlah aduhai hingga membuat mata wanita
lain tidak bisa berpaling. Satu-satunya yang menutupinya adalah sebuah kain di
matanya, yang entah mengapa membuatnya semakin menggoda. Tubuhnya, bermandikan cahaya matahari dan bayangan,
membuatnya terlihat berbeda dan cantik di setiap waktu. Terlebih lagi, uap pada
tubuhnya membuat kulitnya tampak lebih segar, yang membuat Priestess menelan
liurnya.
Tapi....
“Um... Apa itu...?”
Suara Priestess terdengar
bimbang
Garis putih samar melintasi tubuh
Sword maiden yang sempurna. Banyak dan banyak garis putih itu menumpuk satu
sama lain. Beberapa kecil, beberapa besar, panjang dan pendek. Beberapa lurus
seperti sebuah anak panah, sementara yang lainnya terlihat seperti di tarik. semburat
merah muda pudar pada kulitnya membuatnya semakin mencolok.
Tato? Tidak, tidak mungkin.
Ini adalah....
“Oh, ini...”
Sang archbishop menelurusi
garis bengkok di sekujur lengannya dengan jari putih kurusnya. Seketika ujung
jarinya menekan daging lembut itu, dia terlihat seperti membelainya dengan penuh kasih saying.
Priestess hanya pernah
melihat ini semua di buku, tapi dia tetap melihat ke bawah canggung.Dia tidak
dapat membuat dirinya untuk terus melihat Sword maiden.
“Sebuah tanda kegagalan.”
Sword maiden tersenyum,
membicarakan bekas luka yang terdapat di keseluruhan tubuhnya seakan-akan tidak
patut untuk di pedulikan. Ekspresi itu terlihat seperti timbul dari kemauannya
sendiri.
“Mereka memukulku di kepala,
dari belakang.... Itu sudah sepuluh tahun yang lalu.”
“Oh, um, saya....”
Priestess sekarang telah
mengerti apa maksud perkataannya. Apa yang harus dia katakan? Bagaimana dia
mengatakannya? Suaranya semakin gugup dan dia tidak berani menatap wanita itu.
“Apa anda...baik-baik
saja....sekarang?”
Sword maiden tidak bergerak
untuk sesaat. Jika matanya tidak tersembunyikan, pastinya Priestess akan
melihat wanita itu mengedipkan matanya. “Kamu orang yang sangat baik ya?” dia
berkata dengan lembut, dan ekspresinya memudar hingga dia terlihat seperti
sebuah ukiran. “Kebanyakan dari mereka, ketika saya memberitahu mereka, mereka
hanya mengucapkan belasungkawa mereka.”
“Sa-saya hanya...”
...nggak bisa mencari hal lain untuk di ucapkan, pikir Priestess,
namun kalimat itu tersangkut di tenggorokkannya.
Tidak mungkin dia mengatakan
itu pada Sword maiden.
“Hee-hee...kamu tidak perlu
khawatir.”
Sword maiden mengulurkan
tangannya dan mengambil cabang betula. Gerakannya sangat terlihat elegan dan
terarah hingga membuat orang lupa bahwa matanya tertutup oleh sebuah kain.
Kemudian, dia memukulkan cabang itu pada tubuhnya sendiri seperti cambuk,
sebuah “Mm!” lembut terlepas dari bibirnya. Priestess mengalihkan pandangannya,
tapi tetap tidak bisa melawan hasratnya untuk melirik, melirik, melirik.
Sword maiden akhirnya berhenti
menggunakan cabang itu, seakan-akan dia menyadari Priestess memperhatikkannya.
“Dengan mata ini...” Sword
maiden bergumam dan mendekatkan wajahnya kepada Priestess.
Priestess menelan liurnya
gugup.
“Dengan mata ini, saya
melihat banyak hal... Banyak hal yang luar biasa.”
Priestess mengeluarkan
hembusan nafas tertahan melalui hidungnya. Perasaan mabuk yang ringan terasa
pada dirinya, namun tidak seperti di saat dia menghirup aroma manis bunga mawar.
“Bermacam hal yang tidak
bisa kamu bayangkan...”
“Oh...”
Kemudian, dengan begitu
saja, Sword maiden meninggalkan Priestess yang terpesona dan memasuki pemandian
yang beruap . Priestess menyelimuti dirinya sendiri di antara uap layaknya
gadis pemalu. Ayunan gemulai rambut pirangnya hanyalah tinggal bayang-bayang
saja sekarang.
“Pria yang bersamamu...”
“Apa....?”
Priestess menggelengkan
kepalanya untuk menjernihkan pikiran-pikiran yang menghasut di kepalanya.
“Goblin slayer—bukankah dia
menyebut dirinya sendiri seperti itu? Dia terlihat seperti....orang yang dapat di
andalkan.”
“Oh, uh, ahem... Ya. Itu
benar.”
Priestess memiliki ekpresi
layaknya anak kecil tak berdosa yang menunjukkan harta karunnya. Ujung bibir
Sword maiden mengembang yang menghasilkan senyum yang menggoda.
“Saya sangat senang
mengetahui investigasi kalian berjalan lancar.”
“Tapi...” Sword maiden
menambahkan, dengan keterus terangan mengenai dia “....Tidak
di ragukan lagi suatu hari, dia, juga, akan menghilang.”
Priestess menelan liurnya
perlahan.
Dia
melihatku.
Priestess dapat merasakan
mata yang tidak bisa melihat itu melihat mengarahnya; membuat kuiltnya
merinding. Mata Sword maiden tertutup. Akan tetapi, Priestess merasakan bahwa
mata itu menatap tajam masuk ke dalam hatinya...
“U-um, S-Sa...!”
“Ya, lebih baik segera
keluar dari pemandian sebelum kamu merasa pusing.”
Priestess tanpa sadar telah
berdiri. Sword maiden mengangguk panjang dan perlahan kepadanya, dan Priestess
berlari dari pemandian, tertatih-tatih pada lantai putih yang licin, berusaha
melarikan diri dari tatapan itu.
Dia tidak terlalu bisa
mengingat bagaimana dia bisa mengeringkan tubuhnya atau mengenakan pakaian
malamnya setelah dia sampai di ruang ganti. Dia hanya mengingat dirinya
tiba-tiba, berdiri di lorong kuil hukum, angin malam bertiup di sekelilingnya.
Pada saat malam, hujan telah
reda, yang menunjukkan langit penuh bintang, indah dan dingin. Bulan kembar
tampaknya mengeluarkan hawa dingin, walaupun ini adalah musim panas. Melihat
kedua bulan tersebut, Priestess memeluk pundaknya dan merinding.
Dia
tahu.
Datang layaknya sebuah wahyu
.
Wanita
itu tahu.
Tahu apa?
Tentang
goblin itu.
Dia merasakan sensasi dingin
pada hatinya melebihi apa yang terasa di kulitnya.
*****
“Whoop, ini dia.”
Orcbolg—atau, Goblin
slayer—telah berkata bahwa mereka harus bertemu di Guild Petualang.
Yang tentunya, berada di
samping gerbang kota—lebih besar dari guild yang ada di kota perbatasan namun
lebih kecil dari kuil hukum. Bangunan tersebut memiliki kantor administrasi, bar,
dan penginapan, bersamaan dengan sebuah pabrik dan berbagai macam fasilitas
lainnya. Semua seperti guild di kota di rumah mereka, tapi dengan tampilan yang
berbeda.
Bangunan ini di bangun
dengan batu putih, yang menunjukkan aura kedamaian. Hampir mirip sebuah bank.
Walaupun High elf archer tidak pernah ke bank sebelumnya. Yang membuatnya
terpana adalah ukuran tempatnya yang besar.
“Whoa, coba liat tuh. Itu
seorang High elf...!”
“Nggak mungkin. Aku belum
pernah liat sebelumnya!”
“Whooo! Wanita yang aduhai
sekali! Dan aku nggak bermaksud sebagai
seorang elf!”
High elf archer pernah ke
kota ini sebelumnya, tapi petualang di sekitarnya masih melihatnya penuh takjub.
Mulut mereka mengatakan apapun yang mereka mau, dan mata mereka melirik
kepadanya dengan tatapan penuh rasa penasaran dan nafsu.
“..........”
High elf archer sedikit
mengerutkan alisnya, hal ini tidak pernah membuatnya terganggu sebelumnya, tapi
dia sudah terbiasa akan hidup nyamannya di kota perbatasan.
Ini
cukup....menyebalkan.
Mungkin ini karena tempat ini tidak seperti kota perbatasan yang kecil,
ini adalah kota yang besar dan maju.
Terdapat banyak petualang
yang wara wiri. High elf archer melihat sekelilingnya di ikuti dengan ayunan
telinganya.
“Hmm, dimana Orcbolg....?
Ah, itu dia!”
Tidak mungkin bisa salah
mengenal helm yang terlihat murahan dan armor kotornya. Goblin slayer duduk
dengan tegap di sebuah bangku di ujung ruangan, tangan di lipat. Seperti itulah
dia selalu duduk, jika tidak di tempat biasa dia berada. Namun terdapat hal
lain yang berbeda dari biasanya.
Sebuah party saling berbisik
bersama, secara jelas mengejeknya. Mungkin mereka berpikir bahwa dia tidak bisa
mendengar perkataan mereka, tapi bagi telinga panjang High elf archer suara
mereka terdengar jelas seperti mereka berteriak.
“Ya ampun, kenapa kotor
banget?”
“Yeah, dia cuci di sungai
mana sih? Yang benar saja. Kita punya standar di sekitar sini!”
High elf archer melotot
kepada mereka dan mengeluarkan “hmph.” Dia sama sekali tidak menyukai ini. Dia
berjalan melewati aula menuju bangku itu, melewati tatapan petualang yang berdiri bersampingan,
dan dengan sengaja melangkahkan kakinya dengan cara yang cukup aneh dari langkah
tanpa suara biasanya.
“Maaf membuatmu menunggu
Orcbolg.”
Kemudian, dia duduk di
sampingnya—tepat di sampingnya. Dia menempel
di sampingnya. Seperti seekor kucing, dia melihat gumaman heboh yang terjadi di
antara para petualang dan tersenyum. Baru
tau kalian. High elf archer tertawa kecil di balik nafasnya.
“Maaf. Aku ketiduran. Apa
kamu sudah mengirim suratmu?”
“Ya.” Dia menjawab datar.
Yah, sepertinya dia tidak
marah kepadanya karena sudah ketiduran. Itu membuatnya sedikit tenang. Dia
tidak harus memikirkannya juga kalau begitu.
Entah dia mengetahuinya atau
tidak tentang apa yang sedang High elf archer pikirkan, dia menunjukkan resi
kepada High elf archer. Di tandai dengan stempel lilin yang mengartikan bahwa
suratnya telah di terima.
“Aku menemukan petualang
yang sedang berjalan ke tempat ini, jadi aku memintanya untuk membawanya
sekalian. Aku juga sudah membayarnya juga.”
Terdapat sistem pos—di semua
jalan, selama pos kuda bisa melewatinya. Kebanyakan surat memakai jasa itu,
tapi dengan tambahan sedikit uang, kamu juga bisa menyewa petualang untuk
melakukannya.
Itu karena, petualang
hanyalah orang kasar berarmor, senjata, dan kekuatan. Jika kamu membayar mereka
dengan cukup, mereka akan mengantar suratmu sampai ke tujuan—sangat berguna
pada saat darurat atau suratnya harus mencapai tempat yang terpencil dimana
sistem pos tidak bisa menjangkaunya. Dan jika kamu mendaftarkannya melewati
guild, mereka dapat memastikannya ketika surat tersebut telah sampai. Ini untuk
mencegah para kurir untuk melarikan diri bersama dengan barangmu atau hanya
membuang suratnya dan berpura-pura mereka sudah mengantarnya.
Tentu saja, tidak ada
satupun orang yang akan mempercayai kiriman penting mereka kepada seseorang orang
tidak di kenal yang sok kuat, seberapapun
kuatnya dia. Salah satu keuntungan sistem rangking guild adalah dapat
mengetahui siapa yang bisa di percaya untuk membawa paketmu.
“Kalau di pikir lagi, aku
belum pernah menulis surat sebelumnya.”High elf archer berkata, menambahkan
sebuah “hmm.” Seraya dia melihat formulir quest dengan seksama. “Apa yang kamu
tulis? Laporan kalau kamu sudah sampai kesini dengan selamat?”
“Ya, kurang lebih.”
Uh-huh...
Di cukup yakin untuk
memahaminya, dan menimbulkan sipuan kecil pada pipimya. High elf archer
melempar resi kembali kepadanya. Dia
pasti menulis untuk gadis kebun itu. Aku yakin. “Ya ampun, Orcbolg,
ternyata kamu punya sisi lembut juga ya.”
“Benarkah?”
“Iya benar.”
“Begitu....”
Uh-huh,
uh-huh. Telinga High elf archer berayun naik dan
turun dengan gembira; dia cukup terhibur dengan kesimpulan yang dia kira.
“Oke!” Dia melompat berdiri
dari bangku, meresa senang.
Rambutnya bertiup kebelakang
seraya dia meregangkan diri, menjalar di udara seperti bintang jatuh.
“Kamu perlu berbelanja,
Orcbolg? Senjata atau sesuatu?”
“Ya.”
Goblin slayer mengangguk,
kemudian berdiri perlahan. Dia menyentuh pinggulnya dengan satu tangan. Dia
menunjukkan sarung pedangnya, yang sering di temani dengan perlengkapan
primitf, panjang yang aneh, dan senjata curian. Dalam petualangan sebelumnya,
kebiasaannya untuk melempar senjatanya tanpa ragu telah membuat sarung
pedangnya kosong.
“Aku nggak suka dagger...
Kamu mau beli baju?”
“Iya. Saluran air itu bau
sekali. Aku benci bau itu menempel di badanku...” Kamu satu-satunya yang nggak menyadarinya. High elf archer
menyipitkan mata mengarah padanya. “Walau nggak seburuk ketika kamu melumuriku
dengan isi perut goblin.”
“Erk...” Goblin slayer
mendengus pelan, masih berdiri di depannya. “...Kalau itu benar-benar membuatmu
marah, apa aku perlu meminta maaf?”
“Silahkan aja. Aku nggak
peduli.” Dia memberikan lambaian tangan ringan. Benar-benar tenang. “Aku rasa
kalau kamu meminta maaf, aku akan berhenti mengungkitnya.”
“...Aku mengerti.”
Jawabannya, tentu saja,
seperti biasanya.
Begitu pula suasana di dalam
aula guild. Kumpulan para petualang, pegawai, semuanya melihat kepada mereka
dengan rasa penasaran. Dan mungkin, beberapa, dengan rasa iri. Apa yang High elf lakukan dengan orang-orang seperti
itu? Semua orang memiliki teorinya sendiri: Mungkin terdapat suatu
kesalahan, atau seseorang sedang di kerjai. Dan lain-lain.
“Aku menyadari,” Goblin
slayer berkata perlahan, dan setiap telinga di ruangan berusaha mendengar apa
yang akan di katakannya selanjutnya, “walaupun ada saluran air disini, tapi
sama sekali nggak ada pembasmian tikus
raksasa.”
“Huh. Setelah kamu
mengatakannya, aku rasa kamu benar.”
Seraya dia menjulurkan
lehernya untuk memeriksa papan quest, High elf archer secara tak sengaja
menyadari beberapa senyum menyindir. Walaupun mereka tidak berbicara, ekspresi
mereka mengatakan semua. Bocah desa. High
elf archer dapat melihat mereka menatap tajam kepada Goblin slayer. Kamu pikir ada tikus di saluran air kami? Di
kota sebagus ini?
Namun High elf archer hanya
tertawa kecil dan melihat sekeliling ruangan.
“Kalau begitu, ayo kita
pergi?”
Dengan senyum menyeringai,
dia menarik tangan Goblin slayer, gumaman menjadi teriakan heboh. High elf
archer menikmati semua itu lebih dari apa yang dia dapat ucapkan. Sensasi
sarung tangan kulit kasar di tangan sangat asing juga, dan senyumnya semakin
melebar.
“Hey, dari tadi aku mau
tanya kamu sesuatu.”
Dengan cepat mereka kembali
ke jalan yang sebelumnya telah di lewati High elf archer, menuju kembali ke
kota.
“Apa?”
“Kamu perlu celana dalam di
bawah sana?” Aku selalu penasaran.
Goblin slayer memberikan
desahan tidak biasa mendengar pertanyaannya.
“Jangan tanya aku.”
High elf archer selalu
bertanya apa yang dia mau, tentu saja, dan dia memperhatikan reaksinya dengan
seksama. Menarik tangannya dengan cukup kuat, dia melirik kepada wajahnya.
“Jadi. Kamu Cuma perlu
pedang, Orcbolg?”
“Nggak. Beberapa benda
lainnya juga.”
“Hmm.”
High elf archer mengingat
kembali semua yang terdapat dalam tas pinggang Goblin slayer.
Semua adalah benda yang
tidak di kenalimya, semua adalah benda yang tidak pernah di lihat sebelumnya.
Semua perlengkapan yang ingin di ketahuinya. Sebuah rasa penasaran bergelembung
di dadanya yang kecil, dan tanpa rasa malu, dia tersenyum
dan bertanya:
“Apa yang kamu mau beli?”
0 Comments
Posting Komentar