PERSIAPAN
(Author : R Lullaby)
Pukul
lima pagi, halaman sekolah Acies Highschool. Gadis berambut hitam sampai leher,
terlihat berlari kencang memutari halaman itu.
Halaman
sekolah Acies sangatlah besar, lebih besar dari lapangan tempat latih tanding
yang sebelumnya digunakan sebagai pertarungan Alyshial dan Annisa.
“Ayo,
Nia! Apa hanya sampai sini saja batasmu!?”
Gadis
yang sedang berlari itu adalah Putri Selenia. Lalu lelaki yang baru saja
berteriak adalah Aeldra yang memakai baju oblong berwarna hitam.
“Hah
hah hah!!” Selenia akhirnya berhasil memutari halaman yang luas, meski hanya
sekali. Ekspresi kelelahan benar-benar terlihat darinya yang mulai duduk
terkulai lemas hampir pingsan.
“Kakak,
ka-kau monster ..., hah hah!” Nia terlihat ingin menangis sambil terus mengambil
nafas sangat cepat.
“Kau
ingin menang, kan? Pertama-tama kita latih dulu staminamu. Lagipula aku benar-benar
terkejut ketika mendengar tentang ilmu kinesismu,” khawatir Aeldra berucap,
lalu jongkok tepat di hadapannya.
“Hehe,”
Nia memberikan tertawaan kecil dengan wajah kelelahannya.
“Bukannya
hehe .... Setidaknya kau pikirkan bagaimana caramu untuk bertarung nanti.
Manfaatkan ilmu kinesismu.” Aeldra menutup mata, menahan kekesalannya karena
ekspresi wajah Nia.
“Hah,
apa yang bisa diandalkan dari kemampuan Psychometry
dalam pertarungan? Kakak ada-ada saja, hahaha.” Gadis itu malah tertawa semakin
kencang.
“Astaga,
bagaimana ceritanya kau meremehkan tipe kinesismu sendiri? Setidaknya percaya
dirilah, Nia. Memang benar, kemampuanmu tidak bisa memberikan kerusakan nyata
pada lawan. Tapi menurutku, kemampuanmu itu cukup kuat jika kau memanfaatkannya
dengan baik.” Jelas Aeldra mengangkat sebelah alisnya ke atas.
“Benarkah,
bagaimana caranya!?” Selenia melebarkan mata, mulai berbinar, menaruh rasa
penasaran pada Aeldra.
“Nanti
kujelaskan. Untuk sekarang latih fisikmu saja, terutama staminamu. Kau harus
memiliki daya tahan tubuh yang lebih unggul dibanding lawanmu.”
“Ta-tapi
ini melelahkan, aku tak mau ini ....” Nia
mulai menyentuh tanah dengan kedua tangan. Dia masih mengambil nafas
karena kelelahannya.
“Percuma, kah?
Motivasinya kurang. Aku akan kesulitan menyeretnya sampai melewati batas tubuh.
Apa yang harus kulakukan sekarang ....” Batin
Aeldra mulai berdiri, berpikir sendiri sambil menyentuh dagu. Tak lama, dia
langsung tersadar. Mulai berucap sambil membalikkan badannya dari Nia.
“Putri
Lapis, kan? Bukankah kau ingin menunjukkan padanya bahwa kau juga pantas berada
di garis depan?”
“Ya
....” pelan Nia, mengepalkan kedua tangannya sangat erat dengan tubuh yang
mulai gemetar.
“Kau
sudah menceritakan padaku, akan alasanmu memasuki sekolah ini. Tentang
hubunganmu dengannya. Jika kau ingin dia mengakuimu.”
“....”
Nia menganggukan kepala. Menundukkan kepala. Tetap mengepalkan tangan.
“Maka
bangkitlah. Sebagai rekan timmu aku akan membantumu.”
“Tapi
tetap saja, halaman ini terlalu. Selain itu apa yang kudapatkan dari latihan
ini---“
“Baiklah,
akan kutunjukan padamu, apa yang nantinya kau capai dari latihan yang kuberikan
ini.” Aeldra berjalan mendekati gadis yang duduk di pinggir halaman dan sedang
membaca buku yang amat besar.
Gadis
berambut merah muda, bermata hijau. Dia memakai kaca mata, membuat dirinya
terlihat lebih dewasa.
“Kak
Shina ...!” Aeldra berteriak, memanggil nama gadis itu.
Shina
berdiri, menutup bukunya. Berjalan sambil melepas kaca mata dengan tangan kirinya.
Buku besar itu terlihat masih ia pegang dengan tangan kanannya.
“Sudah
cukup, berhenti di sana, Kak!” Aeldra kembali berteriak, mengangkat tangan
kanan.
“Hah?”
Shina menghentikan langkah, memiringkan kepala. Terlihat kebingungan.
“Kalau
tidak salah, tipe kinesis Kakak itu Heliokinesis,
kan? Bisa aku meminta bantuan Kakak?” tanya Aeldra berteriak, mulai
mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
“Hei,
Aeldra. Jangan katakan kalau kau mengundangku ke sini hanya untuk ini?” Shina
tersenyum kecil menatap Aeldra.
Aeldra
hanya membalas senyuman Shina. Memperlihatkan tongkat kayu yang seukuran dengan
pisau dapur.
“Tolong
hentikan aku saat berlari menghampirimu. Gunakan ilmu kinesismu untuk
menghentikanku. Bayangkan saja jika aku yang saat ini berniat membunuhmu.”
“Hah?!
Apa kau gila!? Kau hanya akan mati, meledak menjadi butiran debu oleh
kemampuanku!”
“Tolong
jangan menahan diri, yah?” Aeldra tersenyum, menutup mata. Dia melakukan
perenggangan di beberapa anggota tubuhnya. Khususnya di bagian kedua kaki dan
tangan.
“Berhenti
bercanda!! Aku tak mau melakukan in –“
“Lakukan saja, atau kubunuh kau ....” geram
Aeldra dengan tatapan datar dan mengeluarkan aura membunuh yang begitu kuat.
“....!!”
Shina bergemetar, lekas menjatuhkan kaca matanya. Dia mengangkat tangan
kirinya, langsung meledakkan pijakan Aeldra.
“Ga-gawat, aku kelepasan...?! Karena intimidasinya, tubuhku bergerak
sendir –“ Shina berwajah ketakutan, keringat mulai mengucur di sekitar
wajahnya.
Tapi
pikirannya itu langsung teralihkan ketika melihat sosok Aeldra yang berlari
menghampirinya. Sangat cepat, benar-benar cepat dengan tatapan membunuh yang menyayat
hati.
Aura
membunuh semakin dikeluarkan oleh Aeldra, dia
benar-benar terlihat berbeda. Membuat Shina berwajah ketakutan,
mengangkat kedua tangan berniat menghentikan Aeldra.
Ledakan
keras terus bermunculan berniat menghentikan lelaki berambut hitam. Tapi tak
ada satupun yang kena, ledakan itu benar-benar tak berarti bagi dirinya yang
sangat lincah.
“Tu-tunggu!! Ap-apa-apaan ini!!” Shina
terlihat ingin menangis, berusaha keras menghentikan Aeldra.
Dalam
pikirannya, dia sudah berpikir jika Aeldra serius ingin membunuhnya.
“Berhenti!!”
Shina menyatukan kedua tangan, berteriak dengan nada ketakutan. Dia berkonsentrasi
menutup mata, mengeluarkan skill tingkat atasnya.
“Keluar juga,” Aeldra langsung menghentikan
langkah, melompat mundur ke belakang, tau akan bahaya yang berada di depannya.
Dan
benar saja, ledakan 5x lebih besar langsung muncul tepat di hadapan Shina.
Sangat hebat dan berbahaya. Bagaikan ledakan meteor berukuran kecil yang
menghantam tanah.
Tak
lama setelah ledakan itu berhenti, kedua tangan Shina bergemetar. Dia membuka
mata, berniat memeriksa keadaan. Tapi tongkat kayu yang dibawa Aeldra terlihat
melayang di hadapannya, sangat cepat hampir mengenai wajahnya.
Shina
yang berwajah ketakutan langsung mengangkat tangan kanan, menghancurkan tongkat
kayu itu.
Tongkat
kayu itu meledak, hancur oleh kemampuannya.
Tapi
saat itu juga, sudah ada Aeldra dibelakangnya. Tangan kanan Aeldra menyelinap
masuk melewati sela-sela tangan kanan Shina, menyentuh kening dan ubun-ubunnya.
Tangan
kiri Aeldra menggunci tangan kiri Shina hingga tak bisa bergerak, kesulitan
terangkat. Dia menyentuh dagu Shina. Hampir menyentuh dadanya.
Jika
dia ingin, dia bisa mematahkan kepala Shina kapanpun dia mau.
Wajah
Shina terlihat shock, melirik ketakutan Aeldra di belakang. Tubuhnya
bergemetar, hampir mengeluarkan air mata. Masih berpikir jika Aeldra serius
ingin membunuhnya. Tapi.
“Terima
kasih ...,” Aeldra melepas kuncian, berjalan mundur dan menutup mata.
Shina
langsung terkulai lemas, duduk sambil menatap ketakutan Aeldra. Tubuhnya masih
bergemetar, keringat dingin terlihat di sekitar wajahnya.
“Ap-apa-apaan itu ...?!” Nia menatap
Aeldra penuh penasaran dan ketakutan. Mulutnya terbuka lebar. Tubuhnya gemetar
melihat kejadian singkat di hadapannya.
“Le-lelaki ini benar-benar berbahaya. Me-meski
tanpa ilmu kinesisnya, dia benar-benar jauh lebih kuat dariku ...,” batin
Shina dengan tubuh bergemetar, menatap Aeldra penuh penasaran dan kekhawatiran.
Aeldra
hanya menatap bekas ledakan yang diciptakan Shina. Sangat berbahaya dan
mengerikan. Sangat kuat dan begitu menghancurkan.
Dia
tersenyum khawatir dengan kedua tangannya yang bergemetar.
“Jika aku salah langkah sedikit saja, aku
pasti akan mati.”
Aeldra
mulai menatap Shina. Gadis bermata hijau itu mulai berdiri sambil memegang
tangan kanannya yang gemetar. Menatap Aeldra penuh penasaran.
“Julukan kineser
terkuat sepertinya memang bukan isapan jempol belaka untuk Kak Shina. Jika di
awal aku tak memberikan intimidasi dan ketakutan padanya, aku dipastikan langsung
hancur di ledakan pertama ...,” batin Aeldra terus menatap
khawatir Shina.
***
Di
dalam ruangan 4x5m, kamar Aeldra di asrama. Di dalamnya terlihat Selenia dan
Shina yang memasuki ruangan. Mereka sedang melihat-lihat kamar lelaki bermata
biru, Aeldra.
Meski
sudah ditempati satu bulan lebih, kamar Aeldra tetap sederhana. Seperti
laki-laki pada umumnya. Tidak banyak perabotan ataupun barang yang tak perlu.
Sebuah
bingkai foto di atas laci, dekat kasur menarik perhatian gadis berambut merah
muda, bermata hijau.
Hanya
itu satu-satunya foto di dalam ruangan Aeldra. Shina berwajah penasaran,
menatap bingkai foto itu yang sengaja ditutup menyentuh laci.
Meski
sadar itu tak sopan, dia mulai mengangkat foto itu. Ingin melihat foto
seseorang yang sengaja ditutup oleh Aeldra.
Dia
sungguh penasaran tentang Aeldra.
Lalu
terlihat wanita dewasa dalam foto itu, sedang tersenyum dan menutup mata.
Berambut kuning keemasan, bergelombang panjang. Amat sangat rupawan. Rambutnya
yang indah itu terlihat baru saja tertiup angin. Membuatnya terlihat semakin
cantik dan menawan.
Wajah
Shina memerah, sangat terkejut melihat kecantikan wanita dalam foto itu. Dia
memanggil Nia yang sedang duduk di atas kasur, tak ayal gadis bermata biru itu
menghampirinya.
“Wu-wuah,
bi-bidadari ...!” ucap tak sadar Nia, merah wajahnya seperti Shina, menutup
mulut dengan kedua tangan yang disatukan.
Tapi
setelah itu, Nia mulai menatap foto itu cukup dalam. Terlihat berpikir keras.
Dia merasa, jika pernah melihat wanita yang berada di dalam foto.
“Kau
tau siapa dia?”
“Ak-aku
merasa pernah melihatnya. Tapi dimana, yah?” Nia masih memberikan wajah
berpikirnya. Terlihat manis dan menggemaskan, membuat Shina mengusap pelan
kepalanya.
“Sudah
jangan terlalu dipaksakan, nanti kau juga akan tahu –“
Pintu
terbuka, Aeldra memasuki ruangan sambil berkata.
“Maaf,
tadi ada keperluan ....” Aeldra semakin mengecilkan suara. Matanya melebar
melihat Shina dan Nia yang menyentuh barang pribadinya.
Shina
lekas meletakkan foto itu seperti semula. Berwajah khawatir sambil meminta maaf
pada Aeldra.
Tapi
Aeldra tersenyum, menutup mata sambil berkata.
“Tak
apa. Siapapun pasti penasaran jika melihat bingkai foto ditutup seperti itu.”
Aeldra
mulai duduk di atas karpet, dekat tempat tidur. Berniat memulai diskusi. Selenia
dan Shina juga mulai duduk di dekatnya. Menatap khawatir Aeldra dengan perasan bersalah
masih menempel di hati.
Suasana
canggung terasa, Nia dan Shina hanya melirik satu sama lain.
“Siapa
dia? Ke-kekasihmu?” Nia bertanya khawatir.
“Tunggu,
Nia! Itu tidak sopan –“ Shina sungguh berwajah khawatir. Semakin merasa bersalah melirik Aeldra.
“Ibuku
....” Aeldra tersenyum kecil menatap Selenia. Nia cukup terkejut, tapi setelah
itu dia tersenyum terlihat merasa lega.
“Dia
sungguh terlihat muda yah ....” Shina terlihat berpikir, menyentuh dagu.
“Meski
begitu dia seumuran dengan ibumu, Nia.”
“Ib-Ibu!?”
Nia cukup terkejut.
“Nyonya
Keisha, kah?” lirik Shina bertanya.
“Ya,
tapi kita lupakan masalah ini. Sekarang kita kembali topik utama. Kalian pasti
tau sendiri kan, alasan kita berkumpul di sini.”
“Tentang
posisi kita, kan? Aku sempat berpikir ini sebelumnya. Bagaimana aku yang
pertama, lalu kau, dan yang terakhir Nia?”
“Ehh?
Aku yang terakhir!?” Nia terkejut, sedikit kecewa menatap Shina.
“Kau
hanya akan mengulang turnamen seperti dua tahun yang lalu, Kak Shina.” Jelas
Aeldra menutup mata sesaat.
“...!!”
Shina terkejut mendengar perkataan Aeldra. Dia mengepalkan kedua tangan amat
erat. Bergemetar tubuhnya.
“Maaf,
sudah mengorek informasimu tanpa izin. Tapi ini demi kebaikan kita. Sungguh,
kemenangan tanpa perlawanan serius memang sangat menyakitkan.” Aeldra tersenyum
sedih menatap Shina.
Shina
hanya menganggukan kepala, membenarkan perkataan Aeldra.
“Berdasarkan
informasi yang kudapat, Acies Highschool memiliki sedikit keunikan dalam
penempatan petarung dalam timnya. Berbanding terbalik dengan Aeldra Highschool
di Kerajaan Central.”
“Petarung
terkuat biasa ditempatkan di urutan pertama, diikuti petarung yang lebih lemah
darinya. Terus seperti itu sampai petarung terlemah yang menduduki urutan
terakhir. Aku benar, kan?”
“Ya.”
Shina dan Nia menganggukkan kepala, membenarkan perkataan Aeldra.
“Jika
begitu, mari kita lakukan seperti ini. Nia di urutan pertama, lalu Shina, dan
yang terakhir aku sendiri.”
“Kenapa
harus Nia? Bukan berarti aku meremehkannya, tapi musuh pasti menempatkan
Kineser terkuatnya paling awal. Nia dalam posisi yang tak menguntungkan.”
“Benar,
kupikir aku akan di tempatkan posisi kedua. Tapi kalau pertama ....“
“Tak
apa, tenang saja. Kau yang sekarang memiliki fisik yang cukup. Selain itu,
tujuanku menempatkanmu di posisi pertama adalah untuk membuatmu berkembang.
Semakin kuat lawanmu, semakin juga kau bertambah kuat.”
“Tapi
tetap saja ....” Shina masih berwajah khawatir melirik Nia.
“Selain
itu, kita kejutkan seisi sekolah ini. Perlihatkan jika Nia yang sekarang lebih
kuat dari Kakak. Itu akan membuat motivasi musuh menurun. Kita berikan
intimidasi dan ketakutan pada mereka.” Jelas Aeldra dengan senyuman melebar
yang terlihat bersemangat.
“Seperti
yang kau lakukan padaku beberapa hari yang lalu?” Shina mulai memberikan
senyuman sinis pada Aeldra.
“So-soal
itu, aku kan sudah minta maaf, hahaha ....” Aeldra tertawa kecil, menutup mata.
“Jadi,
apa kalian setuju dengan pemikiranku?” lanjut Aeldra.
“Baiklah,
aku setuju. Bagaimana dengan Nia?” Shina mulai melirik Nia.
“....”
Nia tetap berwajah khawatir, menggigit ibu jarinya.
“Hei
...,” sahut Aeldra, menatap Nia cukup dalam.
“Eh?”
Nia menatap Aeldra, tetap menggigit ibu jarinya. Wajahnya memerah karena
mendapatkan tatapan dalam seperti itu.
“Percaya
dirilah,” Aeldra tersenyum lebar, menutup mata. Dia memberikan motivasi pada
rekan timnya.
“Ya
...! Ba-baiklah, aku juga setuju!!” Nia tersenyum lebar, menatap Shina dan
Aeldra. Dia terlihat percaya diri, yakin jika dia juga mampu.
“Baguslah,
kalau begitu –“ Perkataan Aeldra terpotong oleh alarm dari smartphonenya. Suasana terasa hening. Nia dan Shina menatap Aeldra
cukup penasaran.
“Maaf,
aku tinggal sebentar. Aku ada keperluan cukup penting.” Aeldra lekas berdiri,
tersenyum bersemangat. Nia dan Shina semakin berwajah penasaran melihat Aeldra
yang terlihat senang seperti itu.
“Tunggu,
sebentar yah. Aku tak akan lama!” Aeldra mulai berjalan cepat menuju pintu
keluar. Nia dan Shina hanya saling memberikan tatapan, tersenyum kecil menutup
mata.
Baru
saja Aeldra keluar, tiba-tiba suara pintu kembali terdengar. Nia dan Shina
menghentikan senyuman, menatap pintu keluar itu cukup penasaran.
“Di-dia
sudah pulang?” Shina bertanya kebingungan pada Nia.
“Mungkin
saja, Kak. Tadi dia bilang juga tak akan lama, kan?” senyum khawatir Nia,
menutup mata sesaat.
“Tapi
ini terlalu cepat. Padahal belum satu menit dia meninggalkan ruangan ini –“ Shina
mulai berdiri, berniat membuka pintu.
“Biar
aku yang buka, Kak!” Nia lekas berdiri cepat, memberikan senyuman ramah pada
Shina. Dia berjalan dan berniat membuka pintu.
Saat
dia membuka pintu. Dia mulai bertanya dengan nada ringannya.
“Kak
Aeldra, memang keperluanmu apa sih sampai secepat in ....” Nia terdiam,
menghentikan perkataannya. Berwajah khawatir ketika melihat seseorang yang
mengetuk pintu, dan itu bukan Aeldra.
Tubuh
Nia pun mulai bergemetar melihat mereka.
Dua
gadis tak dikenal memakai kupluk berwarna putih dan polet merah muda. Pertanda
jika keduanya berasal dari organisasi yang disebut-sebut sebagai para pahlawan,
Front–Liner.
“Si-siapa
–“
“Aku
datang, Nia.” Salah satu gadis yang berdiri paling depan mulai membuka kupluk.
Terlihat wajah rupawannya. Gadis yang memiliki lambang suci di dahi. Keturunan
dari sang penguasa Dealendra.
“Kak
Lapis ...,” tubuh Nia semakin gemetar, selangkah berjalan mundur. Wajahnya
terlihat ingin menangis karena ketakutan melihat dirinya.
“Hola,
Nia ....” Gadis lainnya, Rina membuka kupluk. Menyapa Nia sangat ramah, melambaikan
tangan kanannya.
“Kak
Rina,” Nia memberikan senyuman padanya, tapi tetap berwajah khawatir.
“Aku
tak bisa lama-lama di sini. Sekarang ikut aku, kita pulang. Biar aku yang
mengurus kepindahanmu. Kau tak pantas di sini!” Lapis memasang wajah kemarahan
dan mengkerutkan dahinya ke bawah. Dia berjalan mendekati Nia, memegang erat
pergelangan tangan kanannya.
“Ti-tidak,
Kak! Ak-aku ingin di sini, aku juga bisa seperti kalian –“
“Hadapi
kenyataan jika kau ini lemah. Kau ta –“
“Dia
memang lemah, tapi setidaknya dia berusaha keras untuk menjadi kuat. Jangan kau
pikir semut kecil dan manis itu tidak berbahaya. Jangan meremehkannya, atau kau
bisa dihancurkan.” Perkataan Lapis terpotong oleh suara lelaki di belakangnya.
Terdengar datar dan tak peduli. Tapi itu lebih dari cukup membuat Nia tersenyum
lebar, merah wajahnya sambil berkata.
“Kak
Aeldra ....”
“Laki-laki
ini!? Sejak kapan dia di belakangku!” Rina memasang wajah khawatir, berbalik
menatap waspada Aeldra.
“Aeldra
...,” Lapis melepaskan pergelangan tangan Nia. Wajahnya terlihat datar seperti
Aeldra. Dia berbalik berniat menatap wajah lelaki yang menyanggah perkataanya.
Sesaat,
hanya sesaat. Ketika wajah mereka berhadapan, tatapan mereka bertemu. Lapis dan
Aeldra sedikit melebarkan mata menatap masing-masing lawan.
“Jadi...,
kau Aeldra itu? Laki-laki yang bisa memukul mundur Kak Hardy?” Lapis tersenyum
kecil, menutup mata. Nadanya terdengar meremehkan.
“Ya,
itu saya. Se-senang bertemu dengan anda, Yang Mulia.” Aeldra cukup segan,
berwajah khawatir setelah tahu akan sosok gadis di hadapannya. Dia sedikit
menundukkan kepala, memberi hormat pada sang putri
mahkota kekaisaran.
***
0 Comments
Posting Komentar