SHIBUYA TERBAKAR
Part 1
(Translater : Natsume)
Seiring peristiwa
ini berjalan, Hiiragi Shinya membunuh seseorang di jalanan.
Pemandangannya
itu disaksikan oleh penduduk sipil, yang menjerit memecah senja itu
"Ahhhhhhhhhhhh--!
Ini adalah
sesuatu yang tak terpikirkan terjadi di tempat semacam itu, salah satu
kawasan yang tak pernah tidur di Jepang
– Hachiko di kota Shibuya, Tokyo.
Ribuan orang menyaksikan.
Ada banyak sekali orang yang tidak seorang pun merasa berada diluar walau
sedang diluar, di sejumlah tempat orang tidak bisa menggerakan tubuhnya
dengan bebas.
Para pekerja
kantor yang bergegas pulang.
Para wanita
bergegas bersiap untuk keluar malam, memakai pakaian yang mengekspos tubuhnya
terlalu banyak.
Pria muda adalah
targetnya.
Apakah itu mereka
yang menunggu pacar atau teman, atau mereka yang keluar karena kebosanan,disana
ada banyak orang.
Saat ini Agustus.
Musim panas.
Malam panjang
yang membuat orang mabuk, hari ini adalah salah satunya.
Inilah tepatnya
alasan mengapa Shinya bersembunyi di tengah-tengah kerumunan ini. Karena ia percaya
bahwa bahkan mereka pun tidak akan berani menyerang di pusat kota Shibuya. Jika mereka
berperang disini, akan mustahil untuk menutupi semuanya.
Akan tetapi, cara
berpikir seperti ini terbukti terlalu naif.
Serbuan datang.
Lagipula
sekarang, ia telah membunuh seseorang.
Karena ia
membunuh diam-diam, di keramaian, hanya seorang wanita memakai baju berbunga
yang menyadari. Hanya wanita
itu yang memandang ke arahnya dengan ekspresi panik, menjerit
Kemudian tatapan
sekitar kerumunan itu terfokus pada wanita itu.
Jika ia ingin
kabur, harusnya sekaranglah saatnya. Disaat ini, ia bisa kabu--
Tapi sesaat, dari
kerumunan, pria lain dengan setelan hitam menyerang. Itu adalah
pembunuh dari Gereja Hyakuya.
"Busuknya.”
Shinya
menggengggam pergelangan tangannya. Tangan yang memegang pisau, yang ia
tangkap. Dengan
pisau itu, ia lalu menikam leher si pembunuh itu. Leher yang
normalnya tidak boleh ditikam.
Darah pun menyemprot.
Tempat itu dibasahi oleh darah. Yang terlihat semuanya merah tua. Namun,
kemampuannya membunuh diam-diamnya masih lemah.
Musuh-musuhnya
sangatlah kuat.
Seperti yang
diharapkan dari organisasi keagamaan terbesar di Jepang.
Tatapan
orang-orang berkumpul di satu sisi.
Ekspresi terkejut Ekspresi dari
ketidaktahuan apa yang sedang terjadi. Jika jumlah orang yang menyadari apa yang terjadi
menigkat, akan segera ada kekacauan.
Jika ia terbawa
kedalam kekacauan, itu akan menjadi akhir baginya.
Dengan begitu,
Shinya secara akurat memahami situasi dalam sekejap. Ia memutuskan
rutenya kabur. Memperhatikan
arah mana yang bebas dari musuh.
Memperhatikan
wajah orang-orang.
Memperhatikan
wajah orang-orang.
Memperhatikan
wajah orang-orang.
Seorang pria
pirang dengan wajah yang bikin sebal dan memeperlakukan orang lain seperti
orang bodoh, berkata sambil mengunyah permen karet.
"Hey, apa
itu? Semacam
pertunjukan?”
Pacarnya yang
juga pirang disebelahnya menjawab.
“Abaikan saja,
ayo bergegas ke hotel~"
Didekatnya,
seorang karyawan bicara pada telpon yang ia genggam.
“Ya, ayah sedang
dijalan pulang, tunggulah sebentar, Yum~ Bisakah kau berikan teleponnya ke
mama?"
Dibelakang
mereka, orang-orang berstelan hitam
muncul.
Jumlahnya tiga
orang.
Mereka mendekat
dari arah Stasiun Shibuya.
“Oh ayolah,
cukup.”
Shinya mundur
dari arah ia datang.
Kearah wanita
dengan rok penuh bunga yang menyadari seseorang terbunuh dan sekarang menjerit
histeris.
Saat ini,
berterimkasihlah padanya karena kekacauan kecil ini. Ia berteriak,
maka tatapan orang-orang pun tertuju padanya.
Hanya sedikit
orang yang melihat sumber darah.
Jeritannya
memungkinkan jumlah orang yang melihat Shinya membunuh berkurang.
Tapi itu hanya
akan bekerja untuk sesaat.
Mereka akan segera menemukan mayatnya. Lalu kekacauan
akan merajalela.
Tindakan itu,
“....... harus
dilakukan, dan lebih awal.”
Shinya memegang
pundak wanita itu.
"TIDAK,
JANGAN!”
Ia menejerit. Ia mendorongnya
ke arah
mayat.”
"TIDAAK--!”
Ia terus menerus
menjerit. Seperti
alarm polisi. Dibawah
kakinya, ada dua mayat.
Tatapan orang
banyak - meskipun, karena kekacauan, itu lebih seperti tatapan orang-orang
terdekat - yang mengarah pada wanita itu.
Situasi di
Hachiko sesaat berubah.
Seorang menemukan
mayat.
Dua orang
menemukan mayat.
Empat orang
menemukan mayat.
Delapan orang
menemukan mayat.
Kedelapan orang
itu menjerit dan Setelah itu, ratapan mereka menyebar ke puluhan
ribu orang.
“UWAHHHH–”
Itu tedengar
seperti seluruh kelompok menejrit.
Seakan bumi sedang beguncang oleh seluruh goncangan dan kekacauan. Akan tetapi,
Shinya memanfaatkan situasi ini.
Agar tidak banyak dilihat oleh orang dibelakangnya, ia merapal mantara
dalam sekejap.
Kekacauan
menyebar di arah yang berlawanan dengan Shinya.
Seakan menelan
orang-orang dari Gereja Hyakuya, kekacauan terus.
meningkat
Ia punya
kesempatan untuk lari.
Shinya berjalan
kearah ia datang.
Seakan menyelinap
melalui celah di kerumunan, ia melakukan manuver melalui kekacauan kearah
persimpangan Shibuya.
Tidak ada orang-orang berjas hitam di depannya, tapi ia tidak tahu akan
ditemukan dan diserang lagi.
Paling tidak, ia tidak bisa kembali ke kamar sewaannya. Itu karena ia
diserang di kamarnya, dan ia melarikan diri kesini.
Dengan kata lain,
“Musuh punya
banyak informasi tentang situasi disini...... Jadi, bagaimana dengan
pihak kita?"
Sambil berjalan,
Shinya mengeluarkan handphonenya.
Ia menelpon ketua
OSIS.
Hiiragi Kureto.
Panggilannya
tersambung.
“Hallo~”
“....... Shinya,
huh. Disana
berisik sekali. Dimana
kau sekarang?”
“Persimpangan
semwarut Shibuya.
Aneh sekali.
Bisa-bisanya aku diserang disini. Hal ini, apa sudah dipublikasi?”
"Bagaimana
situasi diluar sana?”
“Malam ini, Shibuya
sama liarnya seperti sebuah festival keagamaan.”
Kureto tidak
tertawa.
Betapa kurangnya rasa
humor yang dimiliki pria ini.
"Bisakah kau
datang ke sekolah?”
"Apa sekolah
sudah diserang? Apa kau
mengumpulkan pasukan?”
"Ya. Kau akan mempin
mereka.”
“Aku? Baiklah. Jadi, bagaimana
situasi keseluruhannya?”
"Bunuh atau
dibunuh. Jumlah
tidak diketahui. Kita
tidak tahu apa motif para bajingan itu atau sudah sejauh mana yang
mereka capai.
Itu sebabnya Ayah memberi perintah untuk merundingkan situasi.”
Shinya
mneyipitkan mata.
Ayah - itu
merujuk pada satu-satunya orang yang memimpin seluruh "Mikado no
Oni", Hiiragi Tenri.
Ayah kureto.
Ayah Mahiru.
Ayah Shinoa.
Ayah Seishirou.
Dan juga, Ayah
angkat Shinya.
Meskupun ia bahkan
belum pernah bertemu secara pribadi sekali p......
"Otou-sama?”
“Ya. Jadi sampai saat
itu, kita harus melindungi Shibuya.”
“Tapi musuh kita
belum jelas.....”
“Kita tahu musuh
kita. Melihat
pada mereka yang punya kekuatan politis dan praktis, siapa lagi
yang akan menyerang kita?
Kita juga tahu ini.
Sampai batas tertentu, kita memiliki mata-mata di tingkat atas dari Gereja
Hyakuya. Kemudian
serangan dimulai.
Kebanyakan dari mereka sudah dibunuh."
"Ah, aku
mengerti,”
"Ya. Bagaimanpun, kita
harus melindungi sekolah.
Ada banyak anggota keluarga cabang disana. Ini sudah kedua
kalinya kita diserang, jika mereka menerobos kita dengan mudah lagi, moral
antar kelompok dalam organisasi akan menurun."
Lalu Shinya
tersenyum pahit, dan berbicara dengan bahasa penuh hormat.
“Oh ya ampun,
mereka para Hiiragi-sama yang luar
biasa, siapa sangka mereka akan khawatir tentang hal semacam ini."
Mendengar ini,
Kureto tersenyum pahit.
“Bukannya kau
juga seorang Hiiragi?”
"Aku
diadopsi loh. Terlebih lagi,
dengan keadaan tunanganku saat ini, pada dasarnya aku kehilangan seluruh
nilaiku, kan?"
"Maka
berdirilah di pihak ini, dan berpihaklah pada kami.”
Shinyaj
jatuh pada keheningan.
Dengan kata lain,
kondisi peperangan ini telah memburuk sedemikian rupa sehingga nilai manfaat
diberikan berdasarkan pencapaian.
Jika begitu, ia
bisa memainkan kartu ‘pengkhianatan’.
Jika ambisinya
adalah menghancurkan Keluarga Hiiragi, haruskah ia mengkhianati mereka sekarang
dan disini, itu bisa menjadi situasi yang cukup menarik.
Pikiran ini
melintas dalam benaknya.
Tetapi, itu
bukanlah ambisinya.
Menghancurkan
keluarga Hiiragi atau apapun, ia tidak peduli.
Lagipula, dunia
tidak akan berubah karena hal itu.
Jika keluarga Hiiragi runtuh, sama artinya membiarkan begitu saja kendali
seluruh dunia.
Dan kemudian
dunia akan terus menjadi gelap seperti biasanya.
Mahiru.......
tunangannya sudah, sepenuhnya diliputi oleh dunia yang gelap itu.
“……”
Membahas ini,
baginya, bahkan sekarang, ia yang bersiap-siap untuk menyelamatkan tunangannya...... ini adalah fakta
kecil yang mengejutkannya.
Itu tidak seperti
ia menyukai Mahiru, Ia tidak punya rasa pada Mahiru. Akan tetapi,
Mahiru memberinya alasan untuk hidup, dan hanya karena itu ia melakukan
hal ini.
Tetapi kemudian
Mahhiru meninggalkan keluarga Hiiragi, terbang ke dunia luar. Dan begitupun ia,
akan bersiap mengikuti Mahiru.
Bisa dikatakan
kalau ini keputusan yang sedikit egois.
Seperti tuan muda
yang hanya berjalan diatas jalan yang telah diatur oleh orangtuanya, ia tidak
menggunakan kekuatan yang ia punya untuk menemukan alasan hidupnya.
Terus kenapa? Bahkan
tunangan yang ia jadikan alasan hidup, sudah tidur bersama Guren. (ahaha,
this makes Guren sound like a playboy)
“Ah haha~”
Shinya tertawa
terbahak-bahak
Ia berhenti tepat
di tengah jalanan sibuk Shibuya, masih menggenggam telepon selulernya dengan
satu tangan, dan nampak seperti tertawa miris.
Kureto bertanya.
“........ adakah
sesuatu yang aneh?”
“Tidak, tidak
sama sekali...... Ah, tapi Kureto-nii. Apakah aku bisa
bertanya sesuatu?”
"Apa itu?”
"Untuk
alasan apa, nii-sama hidup?”
“....... Hah?”
“Apakah kau punya
satu tujuan?”
“....... Apa yang
kau bicarakan?”
"Ah...
Tidak, ah~ lupain aja.
Hanya bercanda.”
Shinya tertawa
dengan konyol.
Akan tetapi,
setelah sunyi sesaat, Kureto menjawab.
“Aku punya sebuah
tujuan. Untuk
membuat – ‘Mikado no Oni’ mendapatkan semua kekuatan dan keistimewaan, dan
memimpinnya, itulah misiku."
“Haha, itu kan
hanya misi yang ditugaskan padamu.
Nii-sama dibesarkan dengan
cara itu sedari kecil.”
"Ya.”
"Tapi itu
bukan cita-cita Kureto-nii sendiri.
Itu mah cuma jalan yang sudah ditetapkan. Bukan alasan
hidup yang dipilih
oleh diri sendiri.”
Sebagai jawaban
untuk ini, Kureto menjawabnya dengan datar.
“Tidak, itulah
cita-citaku. Aku hidup
untuknya. Pada
dasarnya, manusia itu bukan apa-apa. Mereka kosong. Kotak kosong. Seseorang dibentuk berdasar lingkungannya. Di tengah sedang
memenuhi misi yang ditugaskan lah orang-orang itu diciptakan.”
“……”
“Itulah sebabnya
Shinya, jangan berpikir tidak penting sekarang. Biarkan aku
memberimu tujuan.
Jika kau mengikutiku, kau mungkin menemukan tujuanmu. Jadi kau hanya
perlu tunduk padaku.”
Kureto berkata
demikian.
Shinya tertawa
pahit dan berkata.
"........
Aku selalu merasa seperti akan dicuci otak, Nii-san."“
Kureto tertawa.
“Hahaha, tentu
saja. Memang
kita ini apa?”
“Organisasi
keagamaan yang buas.”
“Tepat sekali. Semakin kau
mengikuti, semakin banyak yang kau dapat.”
“Seramnya.”
"Aku akan
memberimu keuntungan yang akan membuat orang lain ngeri, Maka matilah
untukku.”
“Ehe-”
Kureto mengakhiri
percakapan.
"Okay, cukup
basa-basinya. Pergilah
ke sekolah. Pertama,
selamatkan regumu."
"Anak
keluarga Jujo dan lainnya?
Mereka masih hidup?
Mereka tidak mengangkat teleponku.”
"Entahlah? Pasukan sedang
menuju kesana. Aku membawanya ke
sekolah."
"Okay. Dimengerti. Apa yang akan
Kureto-nii lakukan?”
"Aku punya
hal lain untuk diurus.”
“Seperti?”
Tetapi,
panggilannya diakhiri.
Bisa dibilang, tidak perlu baginya untuk tahu.
Dengan mata
menyipit, Shinya melihat ponselnya sebelum mengangkat kepalanya untuk menatap
langit.
Langit mengintip
dari balik deretan gedung pencakar dan sinar bulan menetes riang. Akan tetapi,
karena jalanan Shibuya yang terlalu benderang, tak satupun bintang terlihat di
balik langit cerah.
Dibelakangnya
hanya ada jeritan kesedihan, jeritan, jeritan. Di depannya ada
bunyi dari pertempuran.
Orang-orang dari 'Mikado no Oni' ada disana.
Shinya
mempertimbangkan.
Apa yang harus ia lakukan.
Apa yang ingin ia lakukan.
Ngomong-ngomong,
barusan Guren menelepon.
Bajingan itu
berkata kalau ia tidur dengan Mahiru.
Kemudaian ia
berkata bahwa ini adalah situasi teburuk. Situasi saat ini,
Mungkin dimainkan oleh Mahiru.
Ia melakukannya.
Ia yang telah direnggut oleh Iblis, tidak lagi bisa diprediksi oleh orang
normal.
Maka, Guren tidak
punya pilihan, dan ternyata memilih untuk maju.
Menerima senjata dan menjadi iblis.
Tentu itu adalah
pilihan yang salah.
Hal-hal yang
begitu berharga sehingga orang mengorbankan kemanusiannya demi
itu, di dunia ini tidaklah ada.
Tetapi orang itu
terus maju.
Karen ia punya
ambisi.
Punya harapan.
Mempunyai tujuan.
"Tidak
sepertiku....”
Lagi, Shinya
tertawa depresi.
"Itulah
mengapa Mahiru memilih bajingan itu. Yah, masuk akal sih. Ia benar-benar punya karisma, sih."
Melalui telepon,
Guren mengatakan sesuatu yang bodoh. Shinya mengingat kata-katanya.
"Saat ini di
sekolah, Sayuri, Shigure, Mito dan Goshi sedang diserang oleh Gereja Hyakuya. Aku akan
menyelamatkan mereka.”
Untuk ini,
bajingan itu berkata ia akan menyerahkan kemanusiaannya.
Untuk
menyelamatkan rekannya.
Demi
menyelamatkan Mahiru.
Benar-benar
seperti pahlawan Justice League.
Mereka yang
disukai orang Amerika itu.
"Apa ia
punya hero complex?” (note:mungkin
rasa suka tidak normal sama pahlawan?)
Shinya bergumam,
kesal. Kemudian
ia sadar bahwa dirinya merasakan sebuah harapan dan rasa rindu kecil pada Guren
yang seperti itu.
(Note: Kata
sumber tidak merujuk jenis kerinduan seperti Gure-Shin.)
Bagi Shinya yang
membunuh bagi kelangsungan hidupnya sendiri, Guren yang hidup demi orang lain
tanpa pamrih, sangatlah mempesona samapai mungkin bisa membuatnya pingsan.
(Note: *gubrak *lol)
".......
Demi menyelamatkan, Mito-chan, Guren, Sayuri, Shigure........ Membuang
kemanusiaan demi menyelamatkan orang lain, huh. Haha. Bikin penasaran
apakah bajingan itu benar-benar berpikir jernih.”
Akan tetapi,
itulah Guren.
"Meskipun
bersiap-siap menyelamatkannya, aku juga tidak berpikir jernih sih.”
Shinya
menyebrangi persimpangan jalan yang ramai.
Sesaat ia
berjalan di trotoar, lalu memanjar pagar dan dengan malas mengulurkan tangan ke
arah sepeda motor yang mendekati sisi lajur kendaraan bermotor.
Pengendara motor
itu adalah seorang pria dengan wajah bodoh dan rambut panjang memakai celana
pendek. Untuk
beberapa alasan, ia memakai helm dengan miring ke satu sisi. Dari samping,
Shinya meraih helm yang miring itu.
"Uwah!”
Pria itu
mendengking. Motor itu
terguling dan tergelincir di jalan. Shinya melotot pada pria yang menatapnya dengan ekspresi
terkejut.
"Tuh kan,
itulah yang terjadi saat kau tidak memakai helm dengan benar, tidakkah mereka
mengajarimu di sekolah mengemudi?"
“Kau, kau, kau,
apa yang kau lakukan......”
"Aku pinjam
motor-mu sebentar.
Aku menyukainya, maaf banget soal
yang tadi.”
Shinya mengangkat
motor yang jatuh dan menghidupkan mesin dengan semangat.
“Lelucon macam
apa ini!”
Mengabaikan tangisan
dibelakangnya, Shinya melesat.
Ia tidak memakai helm.
Ia mungkin akan ditangkap.
Tapi Shibuya saat ini, tidak cukup bebas untuk mengejar bajingan yang tidak
pakai helm.
Dibelakangnya,
alarm polisi berbunyi.
Mobil-mobil juga berhenti.
Ada kemacetan yang parah.
Itu sebabnya, orang-orang berstelan hitam tidak akan bisa mengejarnya
disini.
Suara bentrok
pertempuran, bisa terdengar dimana-mana. Meskipun tak dapat dipastikan dimana itu terjadi, tidak
salah lagi ini adalah medan perang.
Orang-orang mati.
Orang-orang mati.
Lampu lalu lintas
berkedip beberapa kali.
Kemudian, mereka
mati.
Pasokan listrik
sudah dihentikan.
Jalanan menjadi
gelap.
Satu-satunya
sumber cahaya adalah lampu mobil.
Meskipun begitu, jalanan masih terang. Bintang-bintang
tidak terlihat.
Shibuya memang tempat seperti itu.
Tangisan
kesedihan.
Teriakan
kemarahan.
Tapi di Shibuya
yang padat penduduk ini,
"Orang-orang
perlahan akan mulai berpikir bahwa beberapa orang
mati bukanlah masalah besar."
Tempat ini, yang
barusan penuh oleh orang-orang, benar-benar sudah berubah. Setelah kau
melewati titik tertentu pusat perbelanjaan, kau akan segera memasuki jalanan
yang tenang dan nyaman dari daerah pemukiman.
Tapi disini,
jeritan masih dapat terdengar.
Beberapa tempat terbakar. Tapi pemadam
kebakaran tak kunjung datang.
Karena mereka tak
bisa datang kemari.
Seseorang telah memasang penghalang.
Dengan kata lain,
“Tentu saja
lah, pusat pertempurannya ada disini.
Shinya berkata.
Ia terus memacu
kecepatannya.
Arah yang ia
tuju, adalah menuju fasilitas pendidikan yang dipimpin oleh 'Mikado no Oni',
dimana para jenius dididik – SMA 1 Shibuya.
Di saat yang sama.
Jujo Mito, dengan
ekspresi seolah hendak menangis, dengan putus asa berusaha mempertahankan pintu
terkunci.
“....... Sial,
sial.“
Ia memasangkan
rantai dan menempelkan kertas mantra ke pintu untuk memasang
penghalang sihir.
Ketahanan pintu
dari serangan yang berasal dari luar sedikit-demi sedikit melemah – jika
mantranya melemah, pintunya akan segera hancur.
Jika pintunya
hancur, ia akan dibunuh.
Semua orang akan
dibunuh.
Saat ini ia
sedang berada di ruang audiovisual sekolah. Di ruangan ini,
juga ada beberapa teman sekelasnya.
Ketika ia datang
kesini, Goshi bersama para pelayan Guren Hanayori Sayuri; Yukimi Shigure telah
terpisah darinya.
Semuanya, demi
membiarkan Mito dan yang lain lari, mereka bertarung dengan musuh, sekarang
mereka entah berada dimana.
“....... Sial,
sial.“
Mito terus
menutup pintu dengan putus asa.
Kekuatannya
menurun dengan cepat, ia bisa merasakan penghalangnya melemah.
Disaat itu,
serpihan kayu terbang kearahnya dan bersarang di paha kanannya. Mito melihat
darah yang mengucur keluar dari roknya. Darahnya tidak berhenti menetes. Tapi tidak ada
waktu untuk memakai mantra penyembuhan.
Jika ikatan
eratnya tegelincir, pintunya akan dihancurkan seketika.
"Mito-sama!”
“Jujo-sama!”
Suara ketakutan
yang datang dari arah belakangnya.
Itu adalah
teman-teman sekelasnya.
Semua orang sudah
kehilangan semangat bertarung.
'Apa mereka benar-benar para jenius yang cerdas dari ‘Mikado no Onu’, yang dipilih
oleh keluarga Hiraagi yang terkenal?' Meskipun memikirkan hal ini, ia tidak punya hak untuk
mengkritik orang lain.
Lagipula, dirinya
sendiri sangat ketakutan sampai hampir menangis.
Sebelum ledakan
barusan, ia menelpon Guren, berkata betapa takutnya dia dan berkata bahwa ia
menyukai Guren.
Rasa takut akan
kematian, bergantung pada Guren, dan harapan untuk hidup.
Ia mengingat apa
yang Guren katakan.
“....... Ah,
haha, si bodoh Guren, ia terjebak.......”
Rasa takutnya
sedikit berkurang.
Tapi saat ini, memikirkan apa yang akan terjadi jika pintunya hancur,
membuat rasa takut itu kembali.
Ia dengan tangan
gemetar berusaha terus menahan pintu,
“......
Uwuwu...... Aku, A..... Aku, masih belum menemukan cinta, apakah aku akan mati
seperti ini....."
Ia berbisik.
Sangat
menyedihkan.
Selalu
mati-matian berusaha menjadi kuat.
Hanya untuk satu
tujuan agar keluarga Jujo diakui oleh keluarga Hiiragi, ia berjuang sekuat
tenaga, dan inilah bagaimana cara ia hidup sampai detik ini.
Tapi hasilnya
saat ini, tak peduli seberapa keras usaha.
Tak peduli
seberapa kuat ia.
Di hadapan
kematian, semua manusia sama.
Ia dipaksa menyadari
ini.
Jika begitu,
hidup dengan baik dan serius setiap hari sampai sekarang, apakah ada artinya?
Tepatnya apa yang
telah ia capai?
Ia meratapi ini.
Ia belum
menemukan cinta.
Belum
bersenang-senang.
Mengomeli
teman-teman sekelasnya yang malas-malasan.
Putus asa,
seperti orang bodoh, berusaha menjadi kuat, dan hasilnya, ia berada dalam
keadaan seperti ini.
“…… Ah, haha~“
Jika itu semua dengan mudah bisa
dihancurkan, maka mungkin, mengikuti keinginan-keinginanya akan lebih baik.
Ia tidak perlu
menahannya, akan lebih baik baginya untuk makan kue yang ia ingin.
Ia tidak perlu
menahannya, akan lebih baik jika ia bermain dengan teman-teman.
Ia tidak perlu
menahannya, akan lebih baik jika ia pergi berkencan.
”……“
Ia teringat
kemarin sepulang sekolah, ketika ia berkunjung ke rumah Guren. Ia lebih memilih
bermain daripada latihan.
Disana, ia makan
camilan yang seharusnya ia tidak boleh makan.
Bermain Shogi.
Tertawa dengan
semua orang.
Itu pertama
kalinya ia pergi ke rumah laki-laki.
Meskipun itu
adalah sesuatu yang jelas tidak boleh dilakukan, sesuatu yang ia pilih dengan
egois, untuk beberapa alasan, ia sangat bahagia sampai-sampai membuat ia
ingin menangis.
”……“
Mungkinkah ini
adalah hukuman karena terlibat dalam hal semacam itu?
Mungkin saja.
Tentu saja.
Karenanya, pasti,
ia tak bisa lagi kembali.
Ia tidak bisa kembali pada kehidupan murid teladannya.
Bahkan jika,
misalkan, ia selamat, sudah terlambat baginya untuk kembali ke
kehidupnnya yang sebelumnya.
Karena ia telah
jatuh cinta.
Karena ia telah
jatuh cinta pada Guren.
Tidak, Itu tidak
benar. Karena ia
tidak bisa menghadapi kenyataan mengerikan didepan matanya, dan menggunakan
cinta sebagai alasan untuk lari.
”……“
Menghadapi
kematian, menyadari keinginannya.
Mengetahui betapa lemah dan tak berarti dirinya.
Karena kematian
berada di hadapannya, ia mengerti bahwa tidak peduli apa posisinya di keluarga
Jujo atau 'Mikado no Oni', tak ada hubungannya dengan hidupnya.
Ia mempunyai noda hitam
dihatinya.
Jika ia selamat,
setelah itu, ia ingin bermain.
Jatuh cinta. Makan
camilan.......
"Mito-sama!”
"Apa yang
harus kita lakukan, Mito-sama?”
Dibelakangnya,
teman sekelasnya yang bahkan tak terlibat dalam pertempuran berkata
begitu. Ia
sendirian dengan putus asa sedang melindungi mereka. Benar-benar
melindungi mereka.
Jika ia sendirian mungkin ia punya kesempatan selamat, tapi ia dengan
bodohnya melindungi mereka.
"Mito-sama!”
“Jujo-sama, tolong pikirkan sebuah rencana!”
Mito merapatkan
alisnya. Ekspresinya
seolah hendak menangis.
Ia tidak bisa menahan pintunya sendirian. Darah tak kunjung
berhenti menetes.
Logikanya kabur.
Ia menarik nafas
dalam.
Ia ingin
melarikan diri.
Ia ingin lari
dari berusaha sekuat tenaga.
Tangannya
bergetar.
Ia dapat
merasakan kekuatan mempertahankan sihirnya melemah.
“....... Te,
tenang. Sekarang,
aku perlu memikirkan rencana untuk kabur.....”
Tapi disaat itu,
seseorang dengan dengan paksa mendobrak pintu dari luar.
"Ah!”
Sangatlah mudah
ketika pintu itu diterobos.
Hancur. Pintunya
terbuka. Beberapa
prajurit bersenjata bergegas masuk.
Mereka adalah
pasukan musuh. Segera
setelah masuk mereka memulai serangan.
“Yah--!?”.
Dari arah
belakang terdengar jeritan.
"Uwah!--!?”
Dari arah
belakang terdengar jeritan.
Tapi tak ada
jalan keluar.
Mito bersiap
bertarung dengan pria didepannya, tapi pergerakannya terlalu lambat. Ia dengan mudah
dihindari.
Pria bersenjata
itu berkata.
“Rambut merah
yang tak lazim.... Kau pasti putri dari keluarga Jujo. Kami diperintahkan
untuk menagkapmu.”
Kemudian
lengannya ditangkap.
Ia membelalakan
mata.
Ia akan dijadikan
sandera. Atau, ia
akan dijadikan sebagai bahan percobaan.
Maka pilihan yang
tepat seharausnya adalah, bunuh diri. Ia harus mati. Karena
jika ia hidup, ia akan menjadi masalah bagi keluarga Hiiragi.
Akan tetapi,
“……”
Ia tidak boleh
mati.
Ia tidak mau
mati.
Ia takut mati.
"Wu, uwuwu, sial!”
Meskipun ia
menyerang lagi , gerakan pria itu lebih cepat. Wajahnya ditampar
dengan keras, Lutut
bersarang ditubuhnya.
“Gah, ah--“
Ia tak bisa
bernafas.
Tubuhnya tak bisa
digerakan.
Tubuhnya
direngkuh dengan lembut pria itu.
Lalu ia dapat
melihat pemandangan dibelakangnnya.
Mereka semua
telah dibantai.
Teman-teman
sekelas yang ia lindungi sekuat tenaga, telah mati.
Para pasukan musuh
pun tertawa.
“Apa, bahkan
keluarga Jujo yang terkenal hanya berada di level ini. Ternyata para
bajingan ‘Mikado no Oni’ tidak begitu
kuat huh!”
Tubuhnya
ditendang. Mereka
tertawa lagi.
Ia tak bisa
berbuat apa-apa.
Hanya, hanya
merasakan ketakutan.
Tolong aku. Seseorang, tolong
aku.
Tidak ada
siapapun yang akan datang menolong, siapa sebenarnya yang ia panggil?
“Tolong......”
Ia berkata,
suaranya bergetar.
".......
Tolong aku, Guren.”
Tapi kata-kata
itu, tertutup dan tenggelam dalam tawa mereka.
Disaat yang sama.
Bertempat di
toilet wanita di lantai tiga diatas ruang audiovisual.
Di salah satu
ruangan di toilet wanita.
"Hmm~”
Ghosi Norito,
duduk diatas toilet seraya berpikir keras.
Setelah ini, apa
yang harus ia lakukan?
Tindakan apa yang
paling tepat?
Meskipun ia dapat
bergantung pada mantra ilusinya, ia berhasil meloloskan Mito, Sayuri dan
Shigure dari serangan pertama tadi.
“....... Lalu,
bagaimana aku bisa lari?”
Ia bergumam.
Jendela di toilet
wanita ini terlalu kecil.
Ia tidak bisa keluar lewat jendela.
Ia membakar
sebuah kertas mantra di dalam toilet.
Menempatkan
kertas mantra di celah telapak tangannya, meskipun tujuan awalnya untuk
mengecoh musuh dengan ilusi, menggunakan asap tak berwarna dan berbau,
sekarang pintu masuk toilet tak terlihat
".......
Kayanya bakal segera ditemukan."
Bahkan mungkin ia
telah ditemukan.
Karena merekalah
musuhnya.
Mereka adalah
sebuah organisasi kuat yang mampu langsung menyerang ‘Mikado no Oni’.
Disana ada banya bajingan yang mampu melihat melalu mantra ilusi semacam
ini.
Namun, saat ini,
ketenangan ini.
“.......
Pertempuran lain pasti sangat sengit, jadi mungkin mereka membiarkanku? Kalau begitu,
jika aku membuat toilet ilusi aku bisa lolos?”
Untuk menciptakan
efek yang lebih kuat dari biasanya, ia mengehembuskan asap dari pipa kecil
dengan kuat.
Tindakan itu,
seperti berandalan yang menyelinap dan bersembunyi di toilet wanita untuk
merokok.
“...... Menjadi berandalan selain menjadi seorang playboy, luar biasa."
Goshi tertawa
konyol. Tentu ini
bukan saatnya untuk tertawa.
Ia telah melihat orang-orang terbunuh. Dirinya sendiri
terluka. Ia pun
tak tahu apakah Mito dan yang lainnya bisa melarikan diri.
"...... Sepertinya aku
hanya bisa menunggu sampai pasukan utama ‘Mikado
no Oni tiba, ataukah bahkan jika mereka datang apakah itu akan sia-sia?”
Kalau begitu, ia
harus menyerah.
Jika 'Mikado no
Oni’ kalah bertempur, tidak ada artinya ia berusaha sekuat tenaga disini.
Lagipula,
“Aku, pada
dasarnya, aku tidak seloyal itu."
Terlahir di
keluarga Goshi yang terhormat adalah penyebab ia dipaksa berjuang keras,
meskipun masuk ke sekolah yang penuh dengan orang jenius adalah hal yang bagus.
“...... Aku belum
benar-benar berjuang keras.”
Ia menghela
nafas.
Disisi lain, ia
benci berusaha keras.
Lagipula, tak ada
yang benar-benar berharap padanya.
Kerabatnya, dipimpin oleh orangtuanya, semuanya menyematkan harapan pada
adiknya yang berbakat dalam hal akademis maupun fisik.
Urusan keluarga
juga pasti bakal diurus olehnya.
Lalu, mengapa ia
harus berusaha sekuat tenaga?
Karena ia putra
tertua keluarga Goshi?
Karena ia anak
laki-laki dari keluarga Goshi, karena itu ia harus kuat?
Satu-satunya yang
bisa ia pikirkan adalah itu, kata-kata tak berguna mereka seperti ‘ putra
tertua putra tertua’ yang mereka katakan pada bajingan
yang tak seorang pun tak menyematkan
harapan dan tidak bisa menjadi penerus keluarga, adalah hal yang menyebalkan
baginya.
Jadi ia tak mau
berusaha keras.
Ia tak mau
tanggung jawab.
Pada bajingan
macam ini, meminta tanggung jawab dan loyalitas dan apapun..
"Itu
mustahil.”
Goshi tertawa
ringan.
Tapi belakangan
ini.
Sesuai kehendak
Hiiragi Kureto, ia, bersama dengan Ichinose Guren, Hiiragi Shinya dan juga Jujo
Mito telah dipilih untuk membentuk satuan tugas khusus.
Sejak saat itu
pandangan kerabatnya telah berubah. Tiba-tiba ia dihormati. Sedikit.
Tapi bahkan
kemudian.
"...... Aku
masih benci berusaha keras."
Goshi memandang
langit-langit toilet perempuan.
Ada
dentuman-dentuman yang sarang keras sehingga mengguncang seluruh gedung
SMA Satu Shibuya.
Suara ledakan.
Suara rapalan
mantra.
Ledakan.
Selama serangan
pertama, Goshi dengan segera merapal mantra ilusi untuk meloloskan
rekan-rekannya. Akan
tetapi,
“……. Mito dan
yang lain, apakah mereka berhasil melarikan diri keluar sekolah, ya?"
Jujur saja, ia
merasa tindakannya adalah sebuah kegagalan. Mengorbankan
diri, membiarkan rekan-rekannya lari atau apalah itu, hal semacam itu.
"....... Aku
bahkan bukan tipe orang seperti itu."
Ledakan itu
mendekari lokasinya.
Perlahan
mendekat.
Mungkin toilet
ini akan segera ditemukan.
Tidak ada jalan
keluar. Karena ia tidak
berusaha keras seperti adiknya, ia bahkan tidak punya kekuatan bertarung.
"Hah……
Mengapa aku harus bersikap keren tadi?"
Jeritan.
Suara tembakan.
"Itu semua
pasti karena, Mito, Sayuri dan Shigure sangat manis. Aku memiliki rasa
kesetian yang kuat pada orang-orang yang manis~"
Goshi tertawa.
Diluar toiler,
ada suara pria
“Hey! Ada sihir ilusi
disini, lihatlah!”
Ah begitu
rupanya, ia ketahuan.
Sebelah mata
terpejam, Goshi melihat kearah suara dan berkata.
“Ini kan~
Toilet wanita, jadi pria tidak boleh masuk loh~”
Tapi kata kata
ini percuma, pintaunya didobrak.
"Bunuh
bajingan itu.!"
“Bunuh!”
“Habisi 'Mikado no Oni'"
Ada kata-kata
semacam itu.
Sambil berpikir
perkataan tadi itu sangat menakutkan, ia menyembunyikan senjatanya. Ia menghentikan
ilusi yang sudah dihancurkan.
Bangun dari tempat ia duduk, dan berkata.
"Tunggu
sebentar~ Yah, semuanya tenang.
Aku sudah mengkhianati ‘Mikado no
Oni’, jadi jika memungkinkan jangan bertindak kasar…."
Saat ini pintu toilet
itu sudah hancur.
Diluar ada orang-orang bersenjata. Salah satunya bermaksud menyerang Goshi.
“Sial."
Ia menahan
pukulan itu. Menghancurkan
lengan pria itu.
“Yahhhhhh!”
Mengabaikan pria
yang jatuk kesakitan, ia berjalan keluar.
“Sudah kubilang,
aku menyerah……"
Akan tetapi, yang
lainnya juga bersiap menyerang.
Lawannya lebih cepat.
Wajahnya dipukul.
"Uwah!”
Ia pun tumbang.
Disaat yang sama,
tangan dan kakinya ditahan.
Satu orang
berkata.
“Hey, orang ini
dari keluarga Goshi.”
“Huh? Jadi haruskah
kita tangkap?"
Tetapi, pria itu
menggeleng.
“Tidak, kita
telah mendapat laporan kalau seseorang dari keluarga Goshi telah menyerah. Jadi orang ini
tidak dibutuhkan.”
“Bunuh saja dia.”
Sebagai gantinya.
Seseorang dari
keluarga Goshi—mungkin mengacu pada adiknya.
Adik yang luar
biasa yang memperlakukan kakaknya seperti orang bodoh dan yang memikul ambisi
keluarga, nampaknya telah tertangkap.
Adiknya telah
tertangkap, meskipun ia berada di sekolah menengah yang berafiliasi dengan
'Mikado no Oni', ini berarti Kichioji juga telah diserang. Atau, keluarga Goshi sendiri yang diserang.
Bagaiamanpun,
pertempuran ini berada dalam skala yang tak bisa ia bayangkan. Mereka
benar-benar datang untuk memusnahkan ‘Mikado no Oni’.
Orang tak berguna
sepertinya, tidak memiliki bagian dalam perang seperti ini.
Seorang pria
menghunus pedangnya.
Dengan letih,
Goshi memandangnya dengan sebelah mata tertutup.
Tapi saat utu
pedangnya terhenti dan pria itu bicara.
“Ah ah, tapi
barusan kau bilang menyerah.
Jadi jika kau beritahu kamu tentang rekan-rekanmu—mereka dari keluarga
elit, kami hanya akan menawanmu loh.
Sebuah tawaran
diberikan.
Itu adalah
tawaran yang menarik.
Tapi
menanggapinya, Goshi memasang ekspresi lelah dan bertanya.
“Ah~ Tapi, adikku, sudah
tertangkap, kan?”
Pria itu menjawab.
“Benar”
“Tapi adikku jauh
lebih baik dariku, lo.
Ia memikul seluruh harapan keluarga.”
"Terus
kenapa?"
"Ah~ Jika
adiku berkhianat dan menyerah, dan disini, bahkan sang kakak juga berkhianat,
rasanya seperti keluarga Goshi tidak ada gunanya, sih. Itu tidak adil. Itu seperti
menkhianati keluarga.
Jadi, aku……”
Sambil berkata
begitu, ia memutar pergelangan tangannya yang sedang ditaham. Selagi ia
menyerah pria didepannya.
"Biarkan aku
berusaha untuk tidak mengkhianati rekanku!”
Goshi berteriak
marah.
Akan tetapi,
inilah akhirnya. Tangannya ditangkap dengan mudah. Musuhnya lebih kuat darinya. Kemungkinan
besar, bahkan jika adiknya yang hebat berada disini, ia juga tidak akan
berdaya. Itulah mengapa adiknya menyerah. Tidak disangkan bajingan itu cerdas
juga. Lar
biasa. Itulah
sebabnya mereka menaruh harapan padanya. Dibandingkan denganku,
"Bodoh
sekali.”
Pria
itu berkata pada Goshi.
Padanya, Goshi
tertawa konyol.
“Meskipun ini
menurutku sendiri, tapi bahkan kakak tidak berguna ini memiliki sesuatu yang
disebut harga diri.”
“Mati”
"Aku tidak
ma—"
"Berakhir
sudah.”
“Ah~ Tidak
tidak-"
Pedang itu berkelip
turun.
Melihatnya,
Goshi.
“Aku belum
siap-siap, bagaimana bisa aku
berjuang sekuat tenaga?”
Ia berbisik.
0 Comments
Posting Komentar