HARI HARI
YANG BAHAGIA
Majalah yang ditunjukkan Kanna
itu sudah dipasarkan pada esoknya.
Hari itu, Sorata mencoba
mencari di internet, tapi sepertinya tidak ada topik tentang ini. Hari ke dua
juga, hari ketiga juga, tidak ada hal yang menarik.
Yang mulai terasa itu adalah
hari minggunya setelah majalah itu dipasarkan. Sorata sadar situs yang menjual
komik Mashiro sudah terjual habis. Beberapa situs lain juga begitu.
Lalu hari senin setelah hari minggunya, disaat Sorata bertugas belanja ia pergi
ke depan stasiun dan mengecek, dilemari buku tidak terlihat komik Mashiro,
mungkin sudah terjual habis.
Karena tidak membawa dampak pada kehidupannya, jadi
tidak terasa.
Sampai dihari rabu, akhirnya
terjadi sesuatu. Ayano yang merupakan editor komiknya menelepon Mashiro.
“Apa yang Ayano-san katakan?”
Dalam perjalanan pulang
sekolah, Sorata bertanya.
“Sepertinya akan dicetak lagi.”
“Hanya begitu?”
“Katanya akan cetak banyak.”
“Begitukah.”
“Katanya itu merupakan sesuatu yang luar biasa.”
Sambil makan kue bolu yang ia
beli dari mini market, Mashiro tidak terlihat senang, ia tetap seperti biasanya.
Kembali ke Sakurasou, Mashiro
melanjutkan kesehariannya yang setiap hari terus
menggambar komik sampai ia tertidur. Kalau ingin bilang ada yang berbeda, itu
adalah terkadang ia akan datang ke kamar Sorata, dan mendekat ke Sorata.
“Mashiro, kenapa?”
“Sedang menyerap energi.”
“Menakutkan sekali! Kenapa tidak bilang ‘sedang isi
baterai’ saja!”
“Kalau begitu, sedang mengisi baterai.”
Menempel semakin dekat, benar-benar imut.
Mashiro sendiri juga tidak
terganggu. Ia tetap fokus pada komiknya, dan menghargai waktunya saat bersama
Sorata. Minggu ini mereka pergi berbelanja, dan minggu depan juga mereka ada
janji mau nonton film.
Berkat ini, Sorata dengan tenang
menikmati kesehariannya. Dan bisa fokus pada pengerjaan game.
Dengan begitu, satu minggu berlalu. Kalender menunjukkan bahwa sudah bulan november.
Hari pertama bulan november.
Sekolah menjadi ramai karena festival budaya yang akan
diadakan besok lusa. Hanya disaat seperti
ini, siswa kelas-3 bisa melepaskan beban dan
ujiannya untuk bersantai sejenak. Semuanya memutuskan untuk membuka kafe dengan
menu cemilan manis, semuanya sangat bersemangat, jadi mau
tidak mau Sorata harus mengikutinya.
Juga ada orang yang berharap
dengan apa yang akan dilakukan Sakurasou tahun ini. ‘Kucing galaksi Nyaboron’
pada tahun lalu berhasil membekas diingatan mereka. Tapi, bagaimanapun tahun
ini mereka tidak punya waktu untuk menyiapkan sesuatu seperti itu lagi. Waktu mereka
habis untuk pengerjaan game.
Hari ini juga, setelah selesai
membantu dikelas, Sorata pun segera kembali ke Sakurasou untuk mengerjakan
gamenya. Selain makan dan pergi ke toilet, kegiatannya terus mengerjakan game.
Biarpun begitu mereka tetap lambat, mereka terlambat tiga hari dari tanggal yang direncanakan.
Jadi, saat mandi juga Sorata
terus memikirkan tentang desain tingkatannya. Kalau ia tidak memikrikan sesuatu yang baru, proyek gamenya
akan berantakan.
Walaupun waktunya tidak banyak
lagi, tapi ia tetap ingin berusaha. Pemikirkan seperti ini bukan berasal dari
kewajiban, namun berasal dari perasaan asik saat membuat gamenya.
“Huh~”
Mencelupkan badannya ke dalam bak mandi, Sorata sedang menikmati waktunya mandi.
Sorata berpikir sambil menatap
ke langit-langit, lalu saat ini, pintu
kamar mandi tiba-tiba terbuka.
“Sorata.”
Tentu saja itu adalah Mashiro.
“Hn? Ada apa?”
Sorata membalas dengan tetap
bertahan di dalam bak mandi, ia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.
Memutar kepalanya menghadap ke
arah Mashiro, rasanya ekspresinya sedang tidak senang.
“Ada apa?”
Bertanya sekali lagi.
“Kencan hari minggu.”
“Janji untuk menonton film ya.”
“Hn............”
Suaranya terdengar kurang
jelas.
“Tidak bisa pergi.”
“Are?”
“Tadi Ayano telepon.”
Tangan Mashiro sedang
menggenggam ponselnya. Lampu LED nya masih bersinar. Jangan-jangan masih dalam mode panggilan.
“Katanya hari minggu nanti ada orang dari departemen
editorial akan datang untuk wawancara.”
“Begitukah? Sekarang komikmu sedang terkenal, ini adalah
kesempatan.”
“Jadi, kencan.........”
“Tahu. Kalau begitu, kita ubah ke minggu depan saja.”
“hn.”
Setelah percakapannya selesai,
Mashiro keluar dari kamar mandi. Dan
mengatakan sesuatu lewat ponselnya, sepertinya memang masih dalam mode
panggilan. Suara langkah kakinya semakin
jauh, tidak terdengar suara
Mashiro lagi.
Tinggal Sorata sendiri.
“............”
Setelah Mashiro pergi, dalam
dadanya terasa sebuah perasaan yang tidak nyaman. Rasanya tidak begitu senang, apa
karna pintu kamar mandinay tidak tertutup.
“Setidaknya tutuplah pintu.”
Sorata berdiri dan mengakhiri
mandinya.
Mengganti baju dan keluar dari
kamar mandi, bertemu dengan Iori.
“Iori, kamar mandi sedang
kosong loh.”
“ah, baik.”
Iori menjawab sambil meringankan
lengannya yang bertahan lewat tongkat.
“Bagaimana tangan kanannya?”
“Baik.”
“Syukurlah.”
“Kapanpun aku siap untuk meremas payudara loh!”
Iori menggerakkan kedua
tangannya seolah ia akan melakukannya sekarang.
“Tinggal cari dada yang bisa diremas saja.”
Mata Iori terlihat berbinar-binar.
“Semangatlah.”
“Siap!”
“Bagaimana dengan pianonya?”
“Tidak bisa.”
Menjawab dengan tersenyum.
“Jariku tidak bisa kugerakkan seperti dulu. Jadi aku
meminta guruku bersabar, dan aku akan melakukannya pelan-pelan!”
Kali ini juga ia jawab dengan
semangat, tapi pandangannya sepertinya sedang menatap ke tangga.
“Iori?”
Sorata bertanya sambil
mengelap kepalanya yang masih basah itu.
“Orang itu ya, hari ini juga pulang malam.”
“hn? ah, Kanna ya”
Sorata juga mengkhawatirkan
hal itu. Beberapa hari ini ia selalu pulang diatas jam-10, bahkan kemarin sudah mendekati jam-12 malam. Walaupun Kanna mungkin tidak ingin
mengeluarkan suara, tapi karena ini bangunan tua, jadi
sellau ketahuan kalau ia pulang malam dari suara
kaki yang ia buat di malam hari.
“Apa rapat mengenai novelnya sesering itu?”
“Siapa tahu.”
Setidaknya ini belum pernah
terjadi sebelumnya. Penanggung jawab dari penerbitnya juga tahu Kanna masih
SMA, seharusnya ia tidak akan memilih rapat pada jam malam.
Walaupun kemarin Sorata sempat
bertanya,
“Maaf, aku akan berhati hati..........”
Hanya dijawab begitu.
“Tapi, ini juga bukan hal yang harus kukhawatirkan.”
Iori tertawa palsu.
“Tapi, kau memikirkannya kan?”
“Rasanya........tidak senang.”
“.............”
Yang membuat Sorata bingung
itu adalah, Iori sangat serius.
“ah, bukan!? Bukan berarti aku
mulai tertarik sama si teping itu! Aku tidak suka mendaki! Karena yang kuinginkan adalah gunung yang bernama oppai
itu! Po-pokoknya tidak seperti yang senpai pikirkan!”
“Lalu apa itu?”
“ah~karena aku tidak pahamlah aku merasa tidak senang.
Ah~menyebalkan~”
Setelah selesai berbicara
dengan Iori, Sorata kembali ke kamarnya, Ryuunosuke duduk didepan komputer.
“Meningkatkan kualitas mesin game.”
Sebelum bertanya Ryuunosuke
sudah mengatakan maksudnya ke sini. Jarinya dengan lancar sednag mengetik
dikeyboard.
Sorata duduk dikasur dan
melihatnya. Sepertinya masih perlu beberapa saat.
Sorata kemudian terbaring.
Melihat langit langit kamarnya.
“Akasaka.”
“Apa?”
“Apa latihanmu dengan Rita baik baik saja?”
“Hari minggu lalu aku memaninya pergi berbelanja. Kenapa baju
si gadis penumpang itu harus kupilihkan.”
“ah, begitukah...........”
Kalau tidak salah kemarin Rita
terlihat sangat senang.
Apa Rita benar benar bisa
menyembuhkan Ryuunosuke dari sikapnya yang benci dengan perempuan itu.
“Akan kubereskan persetujuannya sebelum magangnya
selesai nanti.”
“Akan kudoakan.”
“hah...........”
Ryuunosuke menghela napas.
Sepertinya ia benar benar tidak ingin bertemu dengan Yuriko.
Percakapannya terputus, Sorata
menatap ke langit langit kamar lagi.
Ia menyadari perasaan tidak
senang yang tadi ia rasakan di kamar mandi.
“Akasaka, menurutmu apakah
kebahagiaan itu?”
Sorata bertanya dengan ingin
menghilangkan perasaan tidak menyenangkan itu.
“Otakmu tidak sedang ada masalah kan?”
Sorata lanjut berbicara dengan
tersenyum pahit.
“Aku rasa itu adalah ketika kita menemukan sesuatu yang
ingin kita lakukan, dan sekarang sedang kulakukan itu...........juga diriku yang mendapatkan pacar yang cantik, itu adalah seseorang yang sangat bahagia.”
“Kalau mau curhat ke tempat lain saja.”
Pengerjaan Ryuunosuke tidak
berhenti. Suara ketikan dikeyboard itu terdengar nyaman.
Lalu sesaat, suara ketikan
dikeyboard berhenti.
“Kanda, sudah kutingkatkan
kemampuannya. Cepat bekerja jangan melamun lagi. Kita sudah terlambat 3 hari,
jangan lebih lambat lagi.”
“Aku tahu.........tapi setidaknya tidak akan ada
masalah.”
“Dengan apa kau berani berkata begitu?”
“Nanti minggu akanku selesaikan.”
“Percaya diri sekali.”
“Minggu nanti tidak ada janji dengan Mashiro. Sepertinya
ia harus berurusan dengan komiknya. Jadi seharian nanti akan kupakai untuk
berkerja.”
“..............”
Awalnya ia akan menerima
alasan itu, tapi Ryuunosuke dengan aneh menatap ke Sorata.
“Apa menurutmu alasan tadi tidak cukup?”
“Kanda, sepertinya kau sangat
senang.”
“Tidak baguskah?”
“Bukan. Hanya, biasanya kalau kencan dibatalkan, bukankah
wajar kalau kau kecewa?”
“..............”
Setelah dikatai begitu, Sorata
baru menyadari perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan di kamar mandi tadi.
“............Kanda, ini adalah
sebuah kesempatan bagus. Jawablah pertanyaanku.”
“Apaan, kenapa ekspresimu menyeramkan.”
“Setelah ini, apa rencanamu terhadap Shiina?”
“Rencana.........maksudnya?”
Tidak mengerti dengan
pertanyaannya, Sorata membalas dengan suara yang datar.
“Sebelumnya Kanda sudah memberitahuku kan. Kalau kalian
akan tinggal bersama setelah lulus nanti.”
“Ah, aku ingat.”
“Walaupun seperti akhir-akhir ini sudah sedikit baikan
dari dulu, tapi Shiina tetap tidak bisa menjalani hidupnya sendirian.”
“Ya.”
“Setelah lulus dari Suiko, maksudnya setelah meninggalkan
Sakurasou, tentu saja harus ada seseorang untuk mengurus kesehariannya. Apa kau
sudah membicarakan ini dengan Shiina?”
“..........wajib ada
penanggungjawab Shiina ya.”
Sorata menjawab dengan ragu.
“Dari yang kuamati sekarang, tetap harus Kanda yang
lakukan.”
Ryuunosuke terus
melanjutkannya.
“Tak kusangka akan ada hari dimana dinasihati begitu
oleh Akasaka ya.”
“Kalau kau ingin tinggal bersama dengan Shiina, maka janjimu
denganku percuma saja.”
“Kenapa tiba-tiba membicarakan ini.”
“Bukan tiba-tiba, kau bayangkan saja. Kalau
komik Shiina semakin laris, dan tujuan Kanda terwujud, kalian akan semakin
banyak menghabiskan waktu untuk komik dan game. Sibuknya bisa sampai bahkan
batal kencan sekali saja tidak akan cukup."
“Jadi, yang ingin Akasaka katakan itu kalau berpisah
maka tidak akan ada waktu untuk bertemu kan, jadi harus tinggal bersama.”
“Yang kumaksudkan itu adalah kau harus
mempertimbangkannya.”
“Sempat kupikirkan. Ini sudah kupikirkan berkali kali.”
Benar. Kelak nanti apa yang
akan terjadi padanya dan Mashiro, yang pertama ia pikirkan adalah tinggal
bersama, karena mereka berpacaran, Mashiro
memerlukan penanggungjawab Mashiro. Jadi tinggal bersama merupakan sebuah
penyelesaikan yang baik.
“Tapi, biarpun sudah berpacaran, bagaimanapun tidak
boleh langsung tinggal bersama begitu lulus. Aku berbeda dengan Akasaka, biaya
sekolah dan biaya hidupku semua ditanggung keluargaku.”
“.............”
“Juga, kalau yang Mashiro perlu itu ‘penanggungjawab
Mashiro’, tidak boleh sembarangan memutuskan akan tinggal bersama.”
“Memang kau sudah kau pikirkan matang ya.”
“Walaupun di Sakurasou sudah bisa dibilang tinggal bersama,
jadi sebenarnya tidak masalah bagiku, tapi kami baru pacaran setengah tahun,
terlalu awal bagi kami untuk berpikir tinggal bersama.”
“Walaupun aku bisa merasa kau sangat serius dan hati-hati dalam mengurus ini, tapi kalau itu Shiina,
kurasa sia sia.”
“Biarpun begitu, salah juga kalau sesuai urutan, misalnya
tinggal bersama. ...........walaupun aku bingung, tapi kurasa tidak boleh
menjadikan merawat sebagai alasan. Padahal dari segi ekonomi saja aku tidak
mampu tinggal sendirian, dan tidak bisa menanggung apapun, tapi kujadikan
alasan sebagai ‘penanggung jawab Mashiro’ untuk tinggal bersama, rasanya
licik.”
“...............”
Ryuunosuke dengan diam
mendengar.
“Sampai saat ini, urutan ini berantakan.........jadi aku
ingin dengan melalui lulus, memulai semua dari awal dengan urutan yang benar, yah, setidaknya aku berpikir begitu.”
“..............”
“Tentang setelah lulus nanti, seperti yang Akasaka bilang,
memang perlu bicara dengan Mashiro.”
“Kalau itu adalah keputusanmu jika sudah dipikir matang-matang maka baguslah. Maaf mengganggu.”
“Aku sangat senang Akasaka memikirkan kami.”
“Ti-tidak! Hanya saja kalau kalian sampai depresi karena masalah ini aku akan kesulitan nanti.”
Ryuunosuke membalikkan
kepalanya.
“Aku tidak masalah, mau jadi seperti apapun nanti, perasaanku tidak akan berubah.”
“Benarkah?”
“Rasanya tidak seperti kau
yang biasanya, Akasaka.”
“Mananya yang tidak mirip?”
“Akasaka merasa tidak ada
apapun yang pasti kan?”
“.............”
Pikiran Ryuunosuke yang
berhasil ditebak itu terdiam.
“Tapi, kurasa perasaanku ini sudah sampai tahap dimana aku berani mengatakannya
dengan pasti. Hari itu, dengan tekad seperti inilah aku memilih Mashiro.”
Akhir bulan Mei. saat retret
perpisahan di Hokkaido. Sorata sudah memutuskan untuk tidak ragu lagi.......dia
sudah bersumpah dalam hatinya.
“Begitukah, baiklah. Tapi, tapi ada satu pertanyaan lagi, dan ini pasti akan jadi masalah
untuk kedepannya.”
“hn?”
“Kanda rasa tujuan Kanda dan
tujuan Mashiro.........mana yang lebih penting?”
“.............”
Sesaat tidak bisa menjawab.
“ ‘Pekerjaan dan pacar, lebih penting
mana?’...........walaupun ini mungkin sebuah kalimat yang membosankan, tapi ini
berhasil membuatku bimbang.”
“.................”
“Aku tidak merasa ‘Ini adalah sesuatu yang tidak
bisa dibandingkan’. Dalam hidup ini, pilihan semua berada dalam satu tingkatan. Lalu, dikondisi seperti Kanda, Kanda
harus menaruhnya diatas pertimbangan. Kalau pengerjaan gamemu nanti semakin
jauh, maka kau tidak akan punya waktu untuk memikirkan sesuatu selain game.
Contohnya pada saat kita membuat ‘Kucing Galaksi Nyaboron’."
“............”
Saat itu, Sorata menggunakan
seluruh waktunya hanya untuk membuat ‘Kucing Galaksi Nyaboron’. Tidak pernah
memikirkan hal lain. Tapi, kalau saat itu Sorata sudah mulai menjalin hubungan
dengan Mashiro, maka akan seperti yang dikatakan Ryuunosuke, Sorata akan
dipaksa untuk membuat pilihan.
“..............”
“Supaya tidak kacau untuk kedepannya, pikirkanlah dan
dapatkan jawabannya.”
Setelah meninggalkan kaliamt
ini, Ryuunosuke berjalan keluar dari kamar.
“..........ah.”
Setelah tinggal sendirian,
Sorata menghembuskan napasnya.
--- Kanda rasa tujuan Kanda
dan tujuan Mashiro.........mana yang lebih penting?
Sorata tidak dapat menjawabnya
bukan karena ia tidak tahu jawabannya.
Hanya ketika ditanya begitu, perasaannya membelok ke suatu arah. Jadi ia tidak
bisa mengatakannya.
“................”
Jam sudah menunjukkan pukul 12
malam.
Tidak peduli sedang susah
ataupun senang, hari yang baru akan terus tiba seperti ini.
1 Comments
hiya hiya hiya. perang batin
BalasHapusPosting Komentar