TERPENUHI, KEMUDIAN TERLEWATKAN
(Part 1)
(Part 1)
(Translater : Blade)
Bagian 1
Bulan November tanggal tiga, festival budaya berlangsung.
Festival budaya yang akan berlangsung seminggu mulai hari
ini mencatat rekor tertinggi ramainya pengunjung.
Tahun lalu, satu minggu tidak terasa, tapi
mungkin tahun ini aku bisa menikmatinya. Karena Sorata mendapat tugas sebagai penanggungjawab keuangan kelasnya, jadi
Sorata perlu datang ke sekolah setiap hari. Saat ada waktu akan berkeliling
bersama Mashiro, juga Sorata terkadang perlu menangani adiknya yang merepotkan
itu.
Berbeda sekali dengan festival budaya tahun lalu, yang disibukkan dengan ‘Kucing Galaksi Nyaboron’.
Tapi, Sorata malah merasa waktu yang dihabiskannya untuk
festival budaya tahun lalu lebih berharga. Dibanding dengan sekarang yang bisa
bersantai dan bermain di festival budaya, Sorata lebih memilih suasana saat
bekerja sama untuk membuat ‘Kucing Galaksi Nyaboron’. Sejujurnya, karena ada pengalaman yang begitu, Sorata berani menantang
‘Kamp Game’, dan mempunyai impian untuk membangun sebuah perusahaan game
bersama rekannya suatu saat.
Tentang ‘Kamp Game’, di saat berlangsungnya festival budaya, Sorata mempunyai
rapat untuk melaporkan sudah seberapa jauh pengerjaan gamenya. Ia perlu
berbicara dengan penanggungjawabnya Totsuka-san dan Hayakawa-san, lalu membuat janji untuk mengumpulkan versi, BETA-nya akhir bulan Desember.
“Akasaka, tidak akan ada masalah kan kalau bekerja dengan
tempo seperti sekarang?”
“Yah, harusnya tidak. Sebagian besar peraturannya sudah aku coding.”
Setelah pulang, juga mendapat jawaban OK dari Ryuunosuke,
dan sekali lagi Sorata merasa bersemangat bersama dengan Iori dan Rita.
Festival budaya yang berlangsung seminggu itu akan berakhir. Setelah
berakhir, sekolah menjadi kosong, sebagian besar siswa merasa sangat lelah, dan
tidak punya tenaga.
Selain itu, juga ada sebagian siswa yang menunjukkan
suasananya musim semi, dan itu adalah mereka yang jadian saat festival budaya.
Dapat dilihat di koridor
manapun ketika jam istirahat.
Setelah festival budaya yang membawa berbagai pengaruh
berakhir, hari terakhir magang sudah tiba. Tapi Ryuunosuke belum meminta
persetujuan.........
Pagi ini, sebelum berangkat sekolah Sorata datang ke
kamar Ryuunosuke.
“Hoi, Akasaka, apa tidak ada masalah?”
Melihat ke wajah Ryuunosuke yang tertidur di
atas kasur.
“Menurutmu, bagaimana?”
Wajah Ryuunosuke sangat merah. Handuk basah yang berada
di atas keningnya
membuat khawatir. Matanya terlihat sangat lelah, ekspresinya tidak kuat seperti
biasanya.
“Bagaimanapun, tidak.”
“Menurutku, aku juga berpikir begitu.”
Tubuhnya sudah merasa tidak nyaman mulai dari kemarin malam. Ryuunosuke pingsan di kamar Sorata ketika sedang rapat game.
“Panasnya?”
“38,5 derajat.”
Kalau seperti itu ia tidak bisa datang ke sekolah.
Biarpun begitu, Ryuunosuke tetap mencoba membangunkan
dirinya.
Kalau biasanya, tidak akan apa-apa kalau ia absen, tapi hanya hari ini tidak bisa
begitu.
Ini hari terakhirnya Yuriko magang, tapi Ryunosuke sampai
sekarang belum datang untuk meminta izin persetujuannya.
“Walaupun tidak ingin, tapi aku harus......”
“Sudah, istirahat saja hari ini.”
Sorata mencoba menghentikan Ryuunosuke yang ingin
meninggalkan kasurnya.
“Tapi...........”
“Kalau terlalu memaksakan
diri dan demammu semakin parah, nanti akan menggganggu pengerjaan gamenya.”
“Biarpun begitu harus kulakukan.”
Ryuunosuke mulai batuk.
“Persetujuannya akan kuminta. Kurasa Yuriko-sensei juga akan paham kalau kujelaskan.”
“Kalau nanti dia mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal, jangan salahkan aku, ya.”
“..........jadi memang tidak semudah itukah?”
Itu adalah Yuriko yang bahkan Ryuunosuke hormati. Sorata
merasakan itu.
“Dia adalah wanita yang akan memberi syarat ‘Aku akan datang kalau itu restoran Jerman bintang tiga’ pada lelaki yang mengajaknya makan.”
“Ternyata itu asli ya........”
“Yang lebih parah dari wanita itu adalah setelah si laki-laki memenuhi syaratnya, ia akan langsung pulang tanpa
mengatakan apapun.”
“...........menyeramkan sekali.”
Bertatap muka dengan Ryuunosuke yang tampak kelelahan.
“Kanda, kembalilah hidup-hidup.”
“Akan kuusahakan.”
Walau tidak ada cara lagi, tapi sepertinya dirinya
menerima suatu tugas yang mustahil. Tapi, akan jadi masalah bagi Sorata juga
kalau tidak mendapatkan persetujuannya. Pengerjaan gamenya bersama Ryuunosuke
tidak boleh menyerah di sini.
“Kalau begitu, aku berangkat ke sekolah.”
“Kanda.”
“Hn?”
“Beritahu si gadis penumpang jangan pikirkan. Mungkin ia akan menyalahkan dirinya, karena ia mempermainkanku, lalu aku jadi demam.”
Ryuunosuke kembali berbaring sambil mengatakannya. Sepertinya untuk bangun saja
sangat sulit baginya.
“Yang itu
tidak akan berarti kalau bukan Akasaka
yang mengatakannya sendiri.”
“.............”
Sorata menganggap diamnya Ryuunosuke itu setuju, dan
keluar dari kamar. Sampai dikoridor, ada seseorang dengan piyama sedang duduk
menyandar didinding. Itu Rita, ia menyembunyikan wajahnya di
anatara lutut, jelas jelas
terlihat ia sedang depresi.
“Karena latihannya, terlalu berat. Sedang merenungkan diri.”
Ia mengatakannya dengan suara yang kecil.
“Setiap hari pergi dan pulang sekolah bersama, makan siang bersama.......belanja
bersama ketika libur, dan kadang-kadang menyerang mendadak ketika malam, mengacaukan
hidupnya Ryuunosuke. Semua ini salahku.”
Rita berbicara sendiri dan tampak sangat menyesal.
Mungkin memang benar Ryuunosuke merasa lelah karena kegiatan yang tidak dia lakukan biasanya, tapi kalau
soal kondisi tubuhnya, Ryuunosuke harusnya bisa mengaturnya. Sorata merasa,
Ryuunosuke sekarang demam seperti ini karena masalah mentalnya.
Dengan kata lain, tubuhnya terkejut, dan sekarang mulai
demam.
“Itu bukan salahmu .........kau mendengar kata-kata Ryuunosuke tadi, kan?”
“.............”
“Ayo berangkat.”
Lalu membantu Rita berdiri.
Setelah ini, membantu Mashiro menyelesaikan persiapannya, Sorata
berangkat ke sekolah.
Ada suasana yang tidak tenang sejak rapat kelas tadi
pagi.
Semuanya tahu kalau hari ini hari terakhir Yuriko magang.
Setiap jam istirahat, Sorata terus mencari kesempatan
untuk berbicara, tapi kakak si Ryuunosuke selalu dikelilingi oleh siswa, jadi tidak ada kesempatan.
Di saat menunggu kesempatan, jam siang berakhir. Aku bergegas pergi ke kantor begitu istirahat siang, tapi dia sudah dibawa
pergi oleh
salah satu muridnya, sepertinya ia
diundang ke kantin oleh siswa perempuan.
Lalu saat rapat kelas sebelum pulang.
Yuriko yang berdiri di depan papan tulis mengatakan salam perpisahan.
“Walaupun waktunya sangat pendek, tapi rasanya menyenangkan bisa
belajar bersama kalian.”
Menurut rumor, saat Yuriko magang, termasuk guru, dan
siswa dengan total dua puluhan orang lebih yang mengajaknya makan ataupun
menyatakan perasaannya, semua ia tolak.
Di kelas Sorata ada beberapa juga yang ditolaknya.
Semuanya korban yang menyedihkan. Setelah ditanya,
ternyata semua salah paham dengan mengira Yuriko tertarik dengannya, lalu
begitu kecelakaan terjadi.
“Semua itu masih mending sepertinya.”
Begitu.
Sepertinya itu juga masih merupakan ajaran ibunya.
Setelah pulang sekolah, Yuriko dikelilingi oleh siswa yang ingin mengajaknya
foto maupun ingin meminta nomor teleponnya. Sorata tidak mempunyai kesempatan.
Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit. Sorata
akhirnya bisa berbicara dengan Yuriko yang sendirian.
“Yuriko-sensei.”
Di koridor menuju kantor. Di depan ruang komputer.
Yuriko yang membalikkan tubuhnya dan menghadap Sorata, menunjukkan
senyumnya.
“Oh.., aku juga ingin berbicara dengan Kanda-kun.”
Sorata merasa terkejut.
“Sini.”
Ditarik ke dalam kelas komputer.
“Tunggu, sensei!?”
Didalam ruangan kelas tampak gelap.
Tidak ada orang lain, hanya Sorata dan Yuriko. Karena sudah menunggu lama sejak jam pulang sekolah, sepertinya yang
bertugas piket juga sudah pulang.
“Didalam rungan kelas yang kosong setelah pulang sekolah, ada seorang guru
perempuan dan siswa laki laki sedang berduaan, ini sama seperti bagian yang ada
di ‘Film’.”
Sebuah kalimat yang mempunyai banyak arti.
“Cinta terlarang antara guru dan murid.”
“..............”
“Rasanya menegangkan bukan?”
Senyuman yang menggoda.
“Jadi ingin jadi guru, kah?”
Supaya tidak dipermainkan, Sorata bercanda.
“Ya.”
Yuriko tanpa ragu menjawabnya.
“..........yang kumaksud tadi itu hanya bercanda.”
“Tentu.”
Karena dia
yakin, Yuriko tertawa.
“Sensei hanya ingin mengatakan ini, ya?”
“Walaupun masih ada, tapi Kanda-kun duluan.”
“Terima kasih............”
“Ingin ini kan?”
Sebelum berbicara, Yuriko mengeluarkan persetujuan ‘Game
Camp’ dari daftar kehadiran.
“Akasaka lagi demam, jadi aku menggantikannya untuk
mengambil itu.”
“Ya,
sayang sekali. Padahal sudah latihan dengan anak yang berambut pirang.”
Sepertinya ketahuan.
“Tapi, aku sudah memberitahu
kalau yang harus mengambilnya adalah Ryunosuke, kan?”
“Ya, aku
sudah memberitahunya dan menggantikannya.”
“Ryuunosuke yang memintamu datang?”
“Yang menyarankannya itu aku. Dan Akasaka menyetujuinya.”
“Begitu ya..........baiklah. ini.”
Yuriko kemudian memberikan persetujuannya. Sorata
mengulurkan tangannya sambil berpikir ini adalah sebuah jebakan, tapi tangannya juga tidak diulur
kembali, persetujuannya sudah berada ditangan Sorata.
“Kau terkejut ya?. Sepertinya begitu..”
Yuriko dengan serius mengamati Sorata yang terkejut.
“Apa kau kira aku akan memintamu untuk mendapatkan permata yang ada ditubuh
naga sebagai gantinya untuk persetujuan ini?”
Mengambil contoh dari naga, hebatnya guru bahasa.
“Ya, aku sempat berpikir begitu.”
Sorata menjawab dengan jujur.
“Jadi kau menyerah.”
“Bukankah percakapan ini sedikit aneh?”
Kali ini terasa aneh pada ia seorang guru bahasa.
“Tidak peduli aku memberi syarat seperti apapun, kau akan memenuhinya demi
Ryuunosuke, kan?”
“Kalau itu masih dalam batas kemampuanku.”
Tentu, Sorata tidak akan bisa mendapatkan permata yang berasal dari tubuh naga.
“Laki-laki yang mempunyai tekad
kuat menurutku
itu tidak menarik. Yang ingin kulihat itu adalah ekspresi laki-laki yang kebingungan karena mempertimbangkan harga dirinya dan perintah yang
berasal dariku.”
Ia mengatakan sesuatu yang mengejutkan dari wajahnya yang
cantik itu.
“Benar-benar hantu ya........”
“Biarpun begitu, sudah cukup jika ada lelaki yang tertarik dengan parasku, daripada lelaki yang berpura-pura baik didepanku.”
Inilah hebatnya Yuriko. dikatai begitu, Sorata merasakan
benarnya, dirinya sangat memahami itu.
“Tapi, kenapa sensei tahu kalau aku seperti itu?”
Harusnya Yuriko tidak begitu mengenal Sorata. Apalagi
dimasa magangnya yang begitu pendek.
“Penilaianku terhadap pria itu selalu tepat.”
“Hanya itu?”
“Tidak baik memberikan banyak pertanyaan kepada wanita, kau tahu?.”
“...............”
Tidak bisa berkata apa-apa, Yuriko tertawa karena merasa Sorata aneh.
“Aku sudah mendengar banyak tentangmu dari Chihiro-sensei dan Koharu-sensei.”
Apa yang dia dengar. Sorata merasa tidak tenang setelah mendengar nama kedua orang itu.
“Terima kasih.”
“Eh?”
Sorata menjadi bingung.
“Terima kasih telah menjadi teman Ryuunosuke.”
“............”
“Aku rasa kau juga tahu, Ryuunosuke sempat dekat dengan temannya saat SMP, tapi kemudian mereka bertengkar.”
“Ya, aku
tahu.”
“Alasan dia mau sekolah di Suiko juga karena mereka, tapi akhirnya hanya dirinya sendiri yang
berhasil...........”
Ini juga tahu. Sorata sudah pernah bertemu dengan Takumi
dan Maya.
“Waktu itu, kukira dia akan depresi........tapi dia sudah menyerah, dan seolah
menganggap semua ini wajar.”
“..............”
“Lalu akhirnya Ryuunosuke mulai bersemangat lagi, aku harus berterima masih padamu.”
“Berkat Ryuunosuke juga aku menemukan hal yang ingin aku lakukan.”
“Seperti yang kubilang, Kanda-kun.”
Yuriko tiba tiba mendekat.
“A-a-apa?”
Wajahnya sangat dekat. Sorata dapat merasakan napasnya, juga wangi
parfumnya itu.
“Jangan berani-berani mengkhianati
Ryuunosuke.”
Yuriko serius.
“Tidak akan, sensei.”
Setelah Sorata menjawab dengan serius, Yuriko tertawa.
“Tak asik.”
Dia mencubit hidung Sorata dengan ringan. Saat ini,
telepon Yuriko terbunyi.
“Sayang sekali. Aku masih ingin memberikanmu hadiah, tapi sudah saatnya rapat
guru. Kalau begitu, hati-hati
saat pulang nanti.”
“Baik, Yuriko-sensei juga.”
“Dipanggil ‘Yuriko-sensei’ oleh lelaki yang lebih muda rasanya tidak buruk juga ya.”
Yuriko keluar dengan tersenyum. Entah apakah ia benar-benar ingin menjadi seorang guru, tapi kalau dia menjadi
seorang guru, sepertinya para laki-laki yang ada
disekolahnya itu akan bernasib buruk.......
1 Comments
Lanjut..
BalasHapusPosting Komentar