FASE MENENGAH
(Translater : Zerard)
Gadis
Sapi berdiri di depan pintu ruangannya. Dia menarik napas dalam, kemudian
menghembuskannya, dadanya kembang-kempis.
Matahari
telah mengirim kilau cahayanya melewati jendela, dan dia dapat mendengar ayam
jantan berkokok dengan begitu riuhnya. Dia bangun lebih awal hari ini,
berpakaian dan siap untuk pergi. Semuanya telah siap. Yang hanya di butuhkannya
sekarang adalah tekadnya.
“O-oke…!”
Dia
mengepal tangannya untuk menunjukkan kebulatan tekadnya, kemudian memutar
gagang pintu dan membuka pintu.
“Se-selamat
pagi! Mataharinya sudah terbit! …Erk.”
Dia
memasuki ruangan seceria yang dia mampu—hanya untuk mendapati ruangan itu
kosong.
Sebuah
“ruangan rapi” terdengar seperti hal yang bagus, namun merupakan hal yang
sangat mudah di rapikan jika ruangan itu hanyalah berisi ranjang yang terbuat
dari jerami dan sebuah kursi.
Selimut
terlipat dengan rapi di atas ranjang; menunjukkan tanda tidak ada di gunakan
sama sekali.
Gadis
Sapi menggaruk pipinya malu. Tampaknya dia sudah terlambat menemuinya.
“Aku
rasa dia sudah pergi…”
Ataukah
dia belum kembali?
Gadis
Sapi duduk di atas ranjang jerami dan menghela napas. Pria itu datang dan pergi
dengan waktu yang tidak bisa di prediksi. Gadis Sapi benar-benar jarang
melihatnya.
“…Padahal,
banyak hal yang ingin aku bicarakan dengannya.”
Jika
di lihat dari keadaannya, seolah mereka hanya benar-benar menyewakan ruangan
untuk pria itu.
“Apa
petualang sesibuk itu?”
Gadis
Sapi tidak mengetahuinya.
Saat
ini dia hidup di jalan yang tidak jauh dari kota, yang merupakan tempat dari
cabang Guild Petualang, namun dia tidak mengetahui apapun tentang petualang.
Terdapat
banyak hal yang dia tidak ketahui. Mengapa? Dia telah berada, tinggal di kota
ini selama lima tahun.
Itu karena aku nggak pernah
keluar.
Gadis
Sapi menggigir bibirnya dan berdiri. Dengan cepat dia merapikan kembali seprei
ranjang yang dia duduki sebelumnya, kemudian dia membuka pintu dan pergi menuju
dapur.
Pamannya
baru saja memasukkan beberapa tembakau ke dalam pipanya, bersantai untuk beberapa
saat setelah sarapan. “Wah, kamu cepat bangun,” dia berkata, melihat kepadanya.
“Paman,
apa kamu punya pesanan untuk di antar ke kota hari ini?” Gadis Sapi bertanya,
merasa jika dirinya berkata hal lainnya, dia akan kehilangan keberaniannya.
“Hmm.
Yah, ya aku punya…” Paman tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan
keponakannya yang terkesan di paksa. Kursinya berbunyi seraya dia mengangguk.
“Kenapa kamu Tanya?”
“Aku
ikut!”
Kamu
harus memulai langkah pertama. Pamannya menatap pada Gadis Sapi yang mengepal
tangannya penuh tekad.
*****
“Uggggh…”
Pegawai
Guild gadis baru menghela lelah dan menekan dahinya pada meja. Di sekitarnya
bertumpuk dokumen pekerjaannya. Semua dokumen itu adalah permohonan untuk para
petualang di hari itu. Beberapa, Gadis Guild telah menulisnya sendiri,
sementara yang lain berasal dari pegawai lain.
Dia
menggengam sebuah halaman acak yang berada di dekat kepalanya dan melihat
sebuah kata yang mustahil di hindari: membasmi
goblin.
Sangatlah
cukup untuk membuat siapapun menghela.
“Hei,
ayolah, jangan malas-malasan!” rekan kerjanya berkata, memberikan ketukan pada
kepalanya.
“Tapi…”
Rekan
kerjanya merupakan seorang cleric, dan dia selalu tampak rajin. Gadis Guild
tidak dapat menahan rasa irinya. Gadis Guild memprediksi pada suatu hari rekan
kerjanya akan di berikan posisi inspektur secara resmi.
Sedangkan
dirinya sendiri, Gadis Guild merasa itu adalah hal yang tidak mungkin, bagi
dirinya untuk berdoa dengan begitu taat pada para dewa sehingga di berkahi
keajaiban.
“Banyak
sekali quest goblin di sini, kita nggak apa pernah bisa menyelesaikannya
semua.”
“Banyak
sekali? Aku rasa ini jumlah yang seperti biasanya.”
“Yah,
itu benar, tapi…” Gadis Guild mengigit bibirnya dan meluruskan sebuah tumpukan
kertas.
Pepatah
mengatakan bahwa setiap kali sebuah party petualang terbentuk, sebuah sarang
goblin akan muncul. Pembasmian goblin sudah begitu umum dan tidak ada habisnya
hingga dapat menciptakan pepatah terkenal seperti itu.
Terdapat
banyak quest yang berhadapan dengan bandit, troll, lamia, atau harpy. Namun
jika berdasarkan dengan tipe monster, bagi Gadis Guild quest goblin tampak yang
paling banyak.
“Biarkan
aja para pemula yang menangani mereka.” Rekanya berkata.
“Aku
bisa saja sih, tapi…” Gadis Sapi mengambil sebuah penah. “Kemungkinannya kecil
mereka akan berhasil.”
“Mereka
harus bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.”
Kali
ini, dia memberikan Gadis Guild sebuah tepukan lembut di pipinya, memprovokasi
sebuah jeritan kecil yeep!
“Oke,
Tapi bahaya itu bagian dari petualangan, kan?”
“Benar
sih…”
“Kita
hanya menerima quest, dan memberikannya pada para petualang, dan jika mereka
berhasil, kita akan memberikan mereka hadiahnya dan kepercayaan kita, kan?”
“Aku
rasa begitu.”
Yah, selama kamu mengerti. Rekan
kerjanya kembali pada meja kerjanya.
Guild
Petualang sudah ramai akan para petualang yang datang mencari pekerjaan. Tidak
ada waktu untuk duduk dan berbincang.
Gadis
Guild membali halaman kertas yang dia belum pasang pada papan bulletin dan
menghela kembali.
Hadiah ini hampir tidak
cukup… tapi desa seperti itu memang tidak bisa menawarkan harga yang mahal…
Terdapat
permohonan dari tempat yang miskin, desa petani, kota perbatasan. Mereka semua
menawarkan setiap koin yang apat mereka kais bersama, dan semua koin itupun
masih seperti uang receh bagi petualang berpengalaman.
Karena
itu, pekerjaan ini biasanya selalu di berikan kepada petualang pemula, mereka
dengan peringkat paling rendah. Porcelain, atau peringkat ke Sembilan,
Obsidian. Mereka mungkin akan gagal, namun para goblin tetap akan terbunuh. Party
kedua atau ketiga akan dapat menghancurkan sarang mereka.
Sebagian
alasan yang membuat para petualang ahli dalam pekerjaan mereka adalah kemampuan
mereka untuk memilih quest yang setara dengan kekuatan, perlengkapan, dan
komposisi party yang mereka miliki. Keberhasilan ataupun kegagalan adalah
tanggung jawab mereka sendiri. Guild tidak mempunyai tenaga untuk memanjakan
setiap pemimpi yang muncul untuk mendaftar.
Itu salah satu untuk
memangkas mereka, aku rasa…
Namun
jika itu benar, maka akan menjadi sebuah pertanyaan apakah mereka dapat
membiarkan mereka yang tidak mengikuti hukum dan mereka yang kejam untuk terus
tersebar.
Walaupun
begitu, siapapun yang Gadis Guild pilih, dia tetap saja mengirim seseorang
untuk menghadapi kematiannya.
Mungkin aku salah memilih
pekerjaan.
Masih
tidak dapat mengendalikan emosinya, Gadis Guild memaksa wajahnya untuk
tersenyum, tepat di depannya terdapat petualang besar yang kemungkinan mencari
pekerjaan untuk hari ini. Pria itu mendekatkan wajahnya pada Gadis Guild.
“Yo.
Ada quest membasmi troll? Sepertinya, quest ini cara cepat untuk mendapatkan
uang.”
“Saya
mohon maaf, untuk hari ini tidak ada quest troll…” Gadis Guild mengernyit, dan
membalik kertasnya. Sebuah harapan samar melintas di pikirannya. “Mungkin anda
berminat dengan quest goblin…?”
“Goblin?”
Petualang besar itu tampak tidak tertarik. “Bayaran goblin kecil sekali, dan
mereka lemah. Biarkan saja yang Porcelain menghadapi mereka.”
Untuk
beberapa saat Gadis Guild menggigit bibirnya. Adalah sebuah reaksi yang sudah di
duganya. Dia tidak dapat—dan tidak boleh—memaksakan quest ini.
“Saya
minta maaf, pak…”
Gadis
Guild menundukkan kepala meminta maaf ketika sebuah suara menyelanya. “Goblin?”
Gadis
Guild tidak mengetahui seberapa lama pria itu berdiri di sana. Petualang itu
muncul dari belakang pria besar ini, suaranya rendah dan mekanikal. Dia
menggunakan armor kulit kotor dan helm baja dengan satu tanduk yang telah
patah, bersama dengan sebuah perisai bundar kecil yang terikat pada lengannya
dan sebuah pedang dengan kepanjangan yang aneh pada pinggulnya. Perlengkapannya
tampak begitu usang, menandakan dia telah pergi melewati beberapa petualangan.
Gadis
Guild telah berhadapan dengan pria ini beberapa kali dan telah mengenalnya.
Bagaimana mungkin dia tidak mengenalnya? Rasa terkejut yang dia rasakan ketika
pria ini kembali dari membasmi sarang goblin sendirian, tercetak pada
ingatannya.
Namun
dia tidak pernah menyangka bahwa pria ini akan memotong pembicaraan seperti
ini. Gadis Guild berkedip beberapa kali.
Pertanyaan
itu datang kembali: “Goblin?”
“Er,
ya.” Hanya itu yang dapat di katakana Gadis Guild seraya menagngguk.
“Begitu,”
pria itu berkata datar. “Kalau ada quest goblin, aku akan melakukannya.”
“Oh-ho,
boleh juga juga bocah kecil Porcelain ini,” petualang besar berkata, melirik
curiga pada bocah berarmor. “Bukannya kamu kemarin mengambil quest goblin
juga?”
“Ya.”
Dia mengangguk. “Benar.”
Petualang
besar menghela napas dan mengangguk tidak tertarik. Namun kemudian sebuah
senyum tampak di wajahnya. “Yah, bagus untukku. Aku ambil ini saja kalau
begitu.” Dia melirik pada kertas yang ada pada meja Gadis Guild dan mengambil
salah satunya. “Menyingkirkan penyihir di atas gunung berapi? Kedengarannya
bagus.”
“Er,
yam pak! Penyihir itu ada di dalam labirin bawah tanah, jadi mohon
berhati-hati.” Gadis Guild mengerjakan penerimaan quest itu dengan gerakan
cepat. Gadis Guild harus menjelaskan hadiah, konten dari quest, dan memastikan
bahwa sang petualang benar-benar ingin dan menerima quest ini. Kemudian
tugasnya akan selesai.
Akhir-akhir
ini, dia mulai merasa terbiasa dengan kegiatannya, dan kali ini Gadis Guild
dapat mengisi dokumennya tanpa kesalahan. Phew.
Sebuah hela lega.
“Goblin
atau tikus raksasa itu monster yang bagus untuk mengasah kemampuanmu,”
petualang besar berkata seraya dia pergi. “Semoga beruntung, bocah.”
Sang
petualang berhelm memperhatikannya pergi tanpa terlalu mempedulikannya,
kemudian memutar helmnya kembali pada meja resepsionis.
“Jadi,
goblinnya?”
Yikes…
Untuk
beberapa saat, Gadis Guild mendapati dirinya mengambil beberapa langkah mundur,
jauh di dalam helm baja tidak berekspresi itu, Gadis Guild dapat melihat
sepasang mata merah yang menyala.
Gadis
Guild menggeleng kepalanya untuk membuyarkan rasa takutnya. Dia harus
mengembalikan senyum pada wajahnya lagi.
“Apa
nggak ada goblin?”
“O-oh,
ada…” Gadis Guild sedikit tersenyum,
melihat reaksi pria itu. Gadis Guild membersihkan tenggorokannya, memaksa
dirinya untuk focus. “Kami mempunyai quest membasmi goblin. Bahkan ada cukup
banyak.”
“Begitu.
Jadi memang ada goblin.”
Orang ini kenapa sih?
Gadis
Guild tidak mengetahui jawabannya, namun seraya Gadis Guild melihat pria itu
dengan penuh rasa bingung, Gadis Guild mengeluarkan beberapa kertas dari
tumpukkan kertas quest.
Gadis
Guild telah bertemu dengan berbagai macam petualang selama masa latihannya di
Ibukota dan di kota perbatasan ini. Beberapa dari mereka cukup aneh, beberapa
memiliki obsesi yang khusus, beberapa penuh percaya diri. Berbagai macam
personalitas.
Tapi dia…kelihatannya
berbeda.
“Er,
jadi sebagai permulaannya. Goblin telah mengambil beberapa ternak desa dan
melukai pria muda yang sedang berjaga…”
“Aku
terima.”
Pria
itu mengangguk, jawabannya begitu sekejap. Pria itu tidak bertanya tentang
hadiah dan mengambil kertas quest dari tangan Gadis Guild, hampir seolah dia
ingin mencurinya.
“Dua
atau tiga?”
“Um…
Dapatkah saya menjelaskan tentang hadiahnya?”
“Ya.”
Pria itu tampak tidak begitu mempedulikannya.
“Hmm,”
Gadis Guild berkata, sedikit mengernyit. “Saya ingin anda mendengarkan saya,
atau saya bisa mendapatkan masalah.”
“Benarkah?”
“Iya,
beanr.” Gadis Guild mengangguk, memasang wajah serius. Gadis Guild sedang
berhadapan dengan seseorang yang memiliki sedikit pengalaman bertarung. Jika
terdapat keributan perihal hadiah yang di berikan, maka Gadis Guild lah yang
akan mendapat getahnya. Bahkan ketika di Ibukota, mereka di tekankan akan
betapa pentingnya untuk tidak tampil mengintimidasi.
“Kepercayaan
dan niat baik,” Gadis Guild berkata. “Ini adalah sebuah pekerjaan, dan kamu
membayar anda, jadi di mohon untuk menyelesaikannya sebaik yang anda mampu.”
Gadis Guild mengangkat jari telunjuknya seolah sedang memberikan pelajaran,
namun kenyataannya adalah, Gadis Guild sendiri tidak benar-benar memahami apa
yang dia katakan. “Dan cobalah anda pikir seperti ini: tanpa hadiah, anda tidak
akan bisa membayar uang sewa atau membeli makan atau perlengkapan, benarkan?”
Oleh
karena itu, Gadis Guild menambahkan rincian akan hadiahnya sebaik yang dia
bisa. Bukanlah sebuah wahyu; adalah hal yang seharusnya di ketahui semua orang.
Namun pria itu hanyut dalam
pikirannya, hingga akhirnya, sebuah dengusan halus keluar dari dalam helmnya.
“…Kalau
begitu, aku akan mendengarkannya.” Dia mengangguk. Gadis Guild meletakan tangan
pada dadanya, merasa lega.
Syukurlah dia mau
mendengarkanku.
Ini
bukanlah pertama kalinya Gadis Guild bekerja dengannya. Setiap saat, pria ini
selalu memilih membasmi goblin.
Mungkin
di karenakan pria ini masih seorang pemula. Gadis Guild masih sangat terkejut
melihat pria ini masih belum membentuk sebuah party, walaupun begitu, pria ini
sudah sangat membantu dirinya. Dan walaupun juga, Gadis Guild mengetahui suatu
hari nanti peringkat pria ini akan naik, dan dia akan pergi bertarung melawan
sesuatu yang lebih besar, monster yang lebih kuat.
Memang seperti itu jalannya
di sini.
“Terima
kasih atas bantuan anda yang terus berkelanjutan!”
Pria
itu akan berjalan keluar melewati pintu, dan ada kemungkinan, masuk ke dalam
mulut kematian. Ini mungkinlah satu-satunya kesempatan Gadis Guild untuk
menyampaikan rasa terima kasihnya.
Gadis
Guild memberi hormat, kepangnya berayun, namun pria itu hanya memiringkan
kepalanya. Seolah pria itu tidak dapat memahami mengapa gadis ini berterima
kasih kepadanya.
Dia kelihatannya…cukup
sopan.
Pikiran
yang melintas itu cukup tidak pantas, dan Gadis Guild membuyarkannya seraya dia
menjelaskan penjelesannya kepada petualang ini.
*****
“Hei,
dia lewat sana!”
“Yikes,
di-dia bakal melarikan diri!”
“Kepung
mereka, biar jadi mudah!”
“Tapi
jangan lengah, Goblin itu tetap aja monster!”
Party
dari empat petualang sedang melakukan pekerjaan mereka di pinggiran sebuah
desa.
“Jangan
pikir aku nggak tahu!”
Pemimpin
mereka barulah mendaftar menjadi petualang beberapa hari yang lalu. Dia
mengayunkan pedang dua tangannya dengan penuh tenaga, melompat ke dalam
pertarungan.
“GROORB?!
GOORBGBORG?!”
Seekor
goblinb dengan sayuran di tangannya, menjerit dan berlari, berteriak seraya
pedang itu menancap padanya. Sayurannya terjatuh di tanah, terburai, namun
begitu juga dengan goblin itu. Isi tubuhnya terciprat pada sayuran. Sang
pemimpin melihatnya dengan rasa jijik.
“Aku
rasa nggak aka nada yang mau makan itu sebagai makan malam…”
“Awas!
Di sana!” Ada satu lagi! Adalah suara
dari gadis ranger mereka. Telingannya cukup runcing: dia adalah half elf.
Gadis
itu menunjuk pada tempat di mana goblin sedang masuk ke dalam hutan, membawa
seekor domba.
“Gnome! Undine! Buatkan aku
bantalan terbaik yang pernah ada!”
Sang
half elf memiliki hubungan erat dengan keempat roh, walaupun dia bukanlah
seorang elf sepenuhnya. Gadis itu mengambil sebuah botol dari pinggulnya dan
melemparkan air yang ada di dalamnya: air itu berdansa dan tersebar di atas
tanah.
Terbimbing
oleh suaranya yang bagaikan sebuah lagu, air itu bergabung dengan roh tanah,
menciptakan lumpur dan menangkap kaki goblin.
“GROOORB?!”
Mantra
pengikat menghentikan makhluk itu. Domba di tangannya melawan dan berhasil
lepas dan melarikan diri.
“Hah,
kamu milikku sekarang…!” Warrior lainnya mendekat, mengangkat sebuah kapak.
Tubuhnya, kekar akan otot, terlihat seperti batu pegunungan. Dia adalah seorang
dwarf.
Mata
dari kapaknya menghantam masuk ke dalam tengkorak goblin, mengirim ceceran
otaknya ke segala arah. Monster itu kejang-kejang hebat dan kemudian mati.
Cipratan darah dari makluk itu masuk ke dalam jenggot sang dwarf, namun dia
hanya tertawa lantang seraya bertumpu pada mayat itu dan menarik senjatanya.
“Total
bunuh kita seimbang sekarang!”
“Tunggu
saja. Aku akan menang lain kali.” Sang pemimpin membalas. Dia mengayunkan
pedangnya untuk menyingkirkan darah yang menempel, kemudian memasukkannya
kembali ke dalam sarungnya. Dia meletakkan pedangnya pada pinggulnya, di
karenakan dia merasa jika pedangnya berada di punggungnya, dia tidak dapat
menariknya dengan cepat ketika dia memerlukannya.
“Kalian
seharusnya merasa senang bahwa tidak seorangpun dari kita yang terluka,” kata
monk mereka. Pria botak pengikut Dewa Pengetahuan meletakkan tangannya di dada,
merasa lega.
Party
mereka telah melakukan beberapa petualangan, namun saat ini mereka sedang melakukan investigasi
sebuah reruntuhan. Merupakan pengalaman pertarungan lapangan mereka. Membunuh
beberapa goblin bukanlah hal yang sulit, namun mereka tetap bersyukur tidak ada
satupun dari mereka yang terluka.
“Bagaimana
denganmu pak?” sang monk bertanya.
“Nggak
ada masalah,” dia membalas datar.
“Dia”
tidak di ragukan merupakan petualang yang terlihat menyedihkan. Dia mengunakan
helm baja dengan salah satu tanduknya yang hilang, armor kulit kotor, dan
sebuah perisai bundar yang terikat pada lengannya. Di tangannya sebuah pedang dengan
kepanjangan yang tidak biasa, saat ini pedang itu sedang terbenam di dalam otak
goblin.
“Satu,”
dia berkata, memberikan putaran kasar pada pedangnya dan mematahkan tulang
belakang dengan suara patah yang mengerikan.
“Kalian
bunuh dua. Tiga secara keseluruhan.”
“Iya.
Sayurannya sudah nggak bisa di pakai lagi, tapi setidaknya kita mendapatkan
kembali dombanya. Lumayan.”
“Iya
kan?” Sang pemimpin bertanya dengan sebuah senyuman, mendapatkan persetujuan
dan sebuah senyum balasan dari gadis half elf yang memeluk binatang kecil itu.
Domba itu menggeliat seolah ingin melarikan diri dari dekapan dada kecil gadis
itu, namun walaupun dengan lengan kurus gadis itu, sang binatang tidak dapat
melarikan diri sama sekali.
“Aduh.
Betapa irinya aku sama domba itu. Coba kamu lihat kenapa domba itu kelihatannya
marah? “
“Iri
kenapa?” sang gadis berkata, tidak memahami pada awalnya, namun kemudian dia
memahaminya dan berteriak, “Kamu ini!” dan menggembungkan pipinya.
“Maaf,
maaf.” Warrior pemimpin mereka berkata. Ekspresi half elf kembali melembut, dan
dia membelai kepala domba itu.
Sang
dwarf menggeleng kepalanya melihat pemandangan kecil manis ini. “Yah, goblin
memang seperti ini.” Kapak bersandar pada pundaknya, dia memberikan dengusan
tidak tertarik.
“Aku
mengerti,” dia berkata. Menginjak
mayat goblin dengan satu kaki dan menarik pedangnya, kemudian menggunakan ujung
pedangnya untuk membalik tubuh mayat itu. Makhluk itu sangatlah kurus, tulang
rusuknya dapat terlihat. Sebuah aroma menjijikkan timbul dari mayat hinanya.
“Tampaknya
makhluk ini nggak datang dari sebuah sarang.” Dia berkata.
Sang
monk mengelus kepala botaknya dengan tangan seraya dia melihat mayat itu.
Kemudian mulai menusuk lembut mayat itu dengan jarinya. (Mungkin dia jauh lebih
terbiasa dengan hal seperti di bandingkan yang lainnya?)
“Saya
setuju,” dia berkata. “Makhluk ini sudah sangat kurang gizi. Terlalu kurus.
Mungkin goblin pengembara, atau pengelana?”
“’Pengelana’?”
Dia membersihkan darah dari pedangnya
dan menyarungkannya, memutar helm bertanduk satu miliknya mengarah pada sang
monk.
“Seperti
beruang tanpa sarang, julukan itu tertuju kepada goblin yang tidak mempunyai
sarang.”
“Ada
lagi yang lainnya?”
“Er…”
Sang monk menyentuh kepalanya kembali, kemudian menggelengkannya. Terdapat
senyum di wajahnya. “Sayangnya saya tidak begitu banyak mengetahui perihal
goblin.”
“Begitu.”
Hanya itulah yang di ucapkannya sebelum helmnya kembali menatap tubuh goblin
itu.
Sang
pemimpin melihat pria itu dengan penasaran, kemudian menepuk bersahabat pundak
pria itu. “Kamu melakukan pembasmian goblin untuk mendapatkan uang buat
perlengkapanmu kan?”
Quest berikutnya akan
sedikit lebih sulit adalah saran pemimpin.
“Benarkah?”
adalah yang dia katakan. “Apa
goblin?”
“Nggaklah,”
sang pemimpin berkata, terlihat bingung. “Questnya menjelajahi sebuah tambang.”
“Yeah,
aku dengar mereka menghentikan penambangan emas dari tempat itu.” Gadis Half
Elf berkata.
“Ada
kemungkinan terdapat monster di bawah sana.” Dwarf Warrior menambahkan.
Elf
dan dwarf memiliki hubungan kontensius sejak dahulu kala, namun kemungkinan
hubungan itu tidak sepenuhnya benar bagi dwarf dan half elf.
Sang
dwarf menyipitkan matanya yang berada di balik alis tebalnya dan menatap
rekannya. “Aku akui, aku nggak pernah menyangka bisa bertemu petualang
lainnya.”
Merupakan
hal biasa: goblin yang saat ini membusuk terbakar matahari kemungkinan besar
telah menyerang desa terdekat tanpa pikir panjang. Oleh karena itu penduduk
desa memohon Guild untuk memusnahkan mereka, dan sebuah party menerimanya; desa
lainnya memohon Guild untuk menjaga mereka, dan seorang petualang menerimanya.
Bukanlah
suatu masalah, selama semua orang mendapatkan hadiah mereka.
“Ini
pastinya lebih dari sekedar kemungkinan,” sang pemimpin party berkata. “Soalnya
pria ini dan aku mendaftar pada hari yang sama!” Sang pemimpin menepuk kuat
pundak pria itu. “Hei, kamu selalu sendiri kan? Bagaimana kalau kamu ikut
dengan kami pada—“
“Nggak.”
Dia berkata acuh. “Goblin.”
Kemudian
dia menarik belatinya. Dia membedah perut salah satu monster itu seolah bukan
masalah besar, layaknya seorang pemburu yang menguliti buruannya.
Gadis
Half Elf tersedak melihatnya, sementara sang monk mengernyit dan berkata, “Pak,
apa yang kamu lakukan?”
“Investigasi,”
dia menjawab tenang, gerakannya tampak mekanikal seraya dia menarik beberapa
organ tubuh dan lainnya. “Aku nggak begitu banyak mengetahui tentang goblin
juga.”
Party
mereka saling bertukar pandang seolah mereka telah menemukan labirin yang belum
di ketahui. Tidak ada yang dapat menyalahkan mereka untuk menghiraukan pria
itu.
Dia menghabiskan semalaman di lapangan, untuk
memastikan tidak ada bala bantuan goblin yang akan datang, dan kemudian pergi
pulang.
*****
“Wh…
Whoa…” Gadis Sapi hampir merasa pusing melihat semua aktifitas ini.
Mereka
berada pada Guild Petualang—dan terdapat banyak sekali petualang di sana.
Adalah lewat tengah hari, dan kerumunan petualang sudah menipis, namun bagi
Gadis Sapi, kerumunan ini sungguh ramai di matanya.
Orang-orang
dari berbagai macam ras, kelas, dan umur, membawa berbagai macam senjata, berkeliaran
di sekitar lobi. Dia pernah melihat dwarf dan rhea yang lewat di pinggir jalan,
namun elf merupakan hal yang hanya pernah dia dengar pada dongeng. Gadis Sapi
berkedip terpesona akan kecantikan seorang gadis elf yang melewatinya.
Gadis
Sapi mengetahui bahwa tidak sopan untuk memandangi seseorang, namun dia tetap
melakukannya, mungkin karena dia merasa bahwa dia tidak akan mendapatkan
kesempatannya lagi untuk bisa melihat seorang elf secara langsung.
“Baiklah,
Aku akan pergi mengantarkan pesanan. Tunggu di sini.”
Suara
pamannya telah menyadarkannya kembali, dan dengan cepat Gadis Sapi mengangguk
dan berkata, “Oh, uh, ba-baik!”
Pamannya
pergi menuju meja resepsionis, meninggalkan Gadis Sapi berdiri di sana. Itulah
ketika Gadis Sapi menyadarinya.
Mereka semua melihatku.
Mungkin
Gadis Sapi terlihat canggung, atau karena dia terlihat mencolok, namun
petualang yang lewat terus mencuri pandang kepadanya. Gadis Sapi merasakan
darah mengalir ke pipinya; dia menutup erat matanya dan menundukkan kepalanya.
Seharusnya aku nggak datang
ke sini…
Gadis
Sapi menggerakkan tubuhnya tidak nyaman, mendapati dirinya merasa sangat malu.
Ketika dia mengintip dari bali poni rambutnya, dia melihat beberapa bangku,
tampaknya sebuah ruang tunggu.
Merupakan
tempat yang bagus, pikir Gadis Sapi. Dia akan segera mengetahui jika pamannya
telah kembali.
Dia
berjalan menuju kursi, mencoba untuk tidak terlihat mencurigakan sama sekali
dan juga berusaha untuk terbiasa dengan semua ini. Rasa gugupnya membuat tangan
dan kakinya bergerak dengan sendirinya; dia tidak mengetahui harus berbuat apa
dengan rasa malu ini. Entah bagaimana, dia telah berhasil mencapai bangku,
duduk, dan menghela napas lega.
Syukurlah nggak ada yang
berbicara denganku.
Meletakkan
tangannya bersyukur pada dada ranumnya,
Gadis Sapi akhirnya dapat melihat sekitaran area Guild. Secara tidak
sadar, Gadis Sapi berusaha mencari dia namun
tidak menemukan kehadiran helm dan armor itu.
Tapi….coba lihat semua orang
yang ada di sini.
“Buset,
tadi kacau sekali.”
“Itu
semua karena kamu memaksakan menggunakan benda besar itu di tempat yang kecil
seperti itu. Kamu seharusnya mencontohku.”
“Lupakan
saja. Apa quest kita selanjutnya?”
“Kamu
harus belajar dari pengalamanmu sendiri. Soal quest, um, aku rasa
menginvestigasi sebuah tambang. Quest satu grup besar.”
“Aku
dengar ada slime atau semacamnya yang muncul di sana.”
Gadis
Sapi memperhatikan diskusi party tersebut tanpa di sadarinya. Warrior yang
membawa pedang besar—benar-benar pedang besar—pada punggungnya tampak seperti
pemimpin mereka.
Apakah
dia akan mendapatkan rekan seperti
itu suatu hari? Ataukah mungkin dia sudah mendapatkan sebuah party untuk pergi
berpetualang bersamanya.
Dan kalau memang dia sudah
dapat…
Maka,
Gadis Sapi harus mengakui, bahwa dia merasa telah di tinggalkan. Hanya sedikit.
“Ada
masalah?”
“Eeyikes!”
Pertanyaan
tak di duga tersebut membuat Gadis Sapi melompat. Dia mendengak, mencoba untuk
menenangkan hatinya yang berdebar, dan melihat pegawai Guild yang melihatnya dengan
khawatir.
Wanita
muda itu tampak sedikit lebih tua dari Gadis Sapi. Rambutnya yang di kepang
memberikannya kesan sebagai wanita dewasa.
“Maafkan
saya,” gadis itu berkata, “Saya tidak bermaksud mengejutkan anda…” Alisnya yang
lentik mengenryit.
“Oh,
nggak, aku minta maaf juga. Aku nggak bermaksud untuk kaget juga!” Gadis Sapi
melambaikan tangannya. “Er, uh, pamanku—“ Sekarang dia merasa malu kembali.
“Um, Itu, anu…” Gadis Sapi menatap ke bawah, wajahnya merah padam.
Lidahnya
terbelit. Apakah rasa gugup atau panik?
Gadis
Sapi menarik napas dalam. Pegawai Guild menunggunya dengan sabar. Kemudian
Gadis Sapi berhasil mengatakan, “Aku dari kebun itu…”
“Oh!”
Wajah pegawai menjadi cerah. “Terima kasih karena selalu membawakan kami bahan
produksi anda!”
“Uh,
dan—dan juga…”
Kenapa aku nggak pernah
berbicara sama orang lain?
Sudah
terlambat untuk menyesalinya. Gadis Sapi harus melakukannya dengan apa yang
sekarang dia punya.
Jika
dia tidak berbicara sekarang, dia merasa dia tidak akan pernah bisa berbicara
lagi. Dia tidak akan pernah dapat melakukan apapun.
Ayolah, lidahku, gerak!
“Aku
akan—akan mulai bekerja membantu pamanku, jad, uh…!”
Gadis
Sapi memaksakan suaranya sekuat yang dia mampu, namun mendapati dirinya hanya
bisa mengeleuarkan beberapa kata. Dia mengetahui apa yang ingin di katakana
namun tidak mengetahui bagaimana mengetakannya.
Namun
seraya Gadis Sapi kesulitan untuk berbicara, sang pegawai tersenyum begitu
lebar. “Tentu saja. Kami menantikan untuk dapat bekerja bersama anda!”
Ucapan
tersebut merupakan sebuah berkah. “A-aku juga…!” Kemudian sang pegawai pergi,
lekukan pinggulnya dan bokongnya yang bergoyang seraya dia berjalan, membuat
Gadis Sapi menghela napas lega.
Dia benar-benar wanita
dewasa…
Apakah
pria lebih memilih wanita seperti…seperti itu?
Setelah
waktu berjalan cukup lama, Gadis Sapi mengepal tangannya perlahan dan berbisik,
“Aku harus melakukan yang terbaik.”
*****
Ketika
dia berjalan melewati pintu Guild,
Keriuhanpun menjadi senyap.
Dia
memasuki bangunan dengan langkah sigap, sepatu botnya berlumur dengan noda
hitam. Para petualang yang berdiri di sekitarnya dapat mencium aroma busuk yang
mengalir dari tubuh pria itu, dan dengan setiap langkah yang dia ambil, mereka
saling bertukar pandang dan berbisik.
“Wow,
jadi dia orangnya…”
“Mereka
bilang dia membedah seekor goblin. Mungkin dia mau menjual ati-nya di suatu
tempat.”
“Membasmi
goblin sendirian? Berani sekali….”
“Ini
sudah yang kedua atau ketiga, kan? Bukannya ini sudah waktunya bagi dia untuk
beranjak dari goblin?”
Tampaknya,
petualang lain, yang telah lebih dulu kembali, telah menyebarkan sebuah gossip/
Hasil
dari sebuah petualangan adalah berita yang menyebar dengan cepat. Namun
walaupun begitu, dia sangat terlalu mencolok. Bagian pekerjaan dari seorang
petualang ada untuk tampil mencolok.
“Jika
dia mempunyai kemampuan scout atau ranger, atau bahkan fighter, aku bisa saja
mengundangnya bersama kita.”
“Ugh,
Aku nggak mau melihat orang membedah monster apapun di depanku.”
“Apa
dia benar manusia? Dia kelihatan terlalu tinggi untuk seorang rhea…”
“Apa
dia benar laki-laki? Apa kamu yakin
dia bukan perempuan?”
“Nggak
aku nggak yakin kalau dia laki-laki… mau bertaruh?”
“Ayo.”
Setiap
petualang melihat dirinya dengan emosi yang berbeda: penasaran, kecurigaan,
ketertarikan. Namun mereka semua hanya berbisik.
Akan
tetapi, dia, tidak menunjukkan tanda akan memperlambat langkahnya menuju meja
resepsionis.
“Sekarang,
aku harus membuat laporanku resepsionis tersayangku dan—Yeek!” Petualang
pemegang tombak mendapati suasana hatinya tiba-tiba menjadi kacau. Dia melotot
pada pria berarmor itu dan melompat menghindarinya.
Pria
dengan armor itu sama sekali tidak melirik kepada Spearman namun terus
melanjutkan langkahnya ke depan. Apakah dia telah mengganggu sesuatu? Tidak,
dia tidak mengganggu apapun.
Spearman
membuka dan menutup mulutnya seolah ingin mengatakan sesuatu, namun Witch
dengan lembut menarik lengannya untuk menenangkannya.
Aku akui, dia memang
terlihat seperti undead saat kamu pertama kali melihatnya.
Gadis
Guild sudah memperhatikan semuanya.
Dia
mengambil napas dalam. Meletakkan satu tangan pada dadanya (yang secara rahasia
dia banggakan) dan mengambil napas dalam kembali. Dia memastikan dirinya
sendiri untuk tersenyum.
“Selamat
datang kembali! Bagaimana questnya berlangsung?”
“Goblin
muncul,” dia melaporkan, dan kemudian terdiam. Senyum Gadis Guild terus
menempel membeku.
“Erm…”
Sreekk, sreekk, Gadis Guild
mencelupkan pena ke dalam tinta dan membuat beberapa catatan pada secarik
kertas.
Ap-apa yang harus ku lakukan
sekarang?
Gadis
Guild berputar pada meja sebelahnya, mencari pertolongan, namun rekan kerjanya
tampak sedang di sibukkan dengan petualang lain. Bahkan, penampilan pria ini telah membuat antrian petualang lain
berpindah.
Po-pokoknya, aku hanya perlu
mengisi dokumen ini, itu saja…
“Ada
be-berapa banyak goblin di sana?”
“Tiga.
Mereka tidak mempunyai senjata.”
“Baik.
Tiga, tidak mempunyai perlengkapan. Saya mengerti.”
Laporannya
sesui dengan deskripsi quest, yang mengatakan bahwa tiga atau lebih telah
muncul.
Gadis
Guild berfokus untuk menulis serapi yang dia bisa, pena berdansa di atas kertas
laporan.
“…..”
Di
keseluruhan waktu, helm baja itu manatap mati mengarah Gadis Guild, dengan
tidak menunjukkan tanda akan bergerak.
Di-dia ini sulit sekali di
ajak bekerja…!
Gadis
Guild tidaklah merasa canggung atau malu, namun dia merasa kesulitan untuk
menahan keadaan ini.
Lagipula,
laporan dari quest yang telah selesai adalah, “Membunuh tiga goblin” tentunya
perlu di tambahkan deskripsi lain.
Gadis
Guild memperkuat tekadnya seolah dia sedang menghadapi seekor naga, kemudian
kembali menatap petualang aneh ini.
“Bagaimana
an-anda mengalahkan mereka?”
“Party
lain sudah mengambil questnya. Mereka membunuh dua dari goblin, dan aku satu.”
Dia menjawab tanpa ada yang di lebih-lebihkan. Gadis Guild berkedip, ritme
pekerjaannya telah kacau.
Oke, kalau begitu… Gadis
Guild bertanya pertanyaan berikutnya dengan keraguan dalam suaranya:
“Apa
ada yang lain…?”
“Yang
lain?”
“Uh,
apapun yang anda lihat, atau apapun yang anda lakukan?”
Pria
itu terdiam beberapa saat, kemudian berkata perlaha, “Aku berjaga semalamam.
Tapi aku nggak melihat tanda adanya bala bantuan dari goblin.” Helm baja itu
miring dan berpikir.
Gadis
Guild memberikannya tatapan tanda Tanya, yang di mana Pria itu manmbahkan lagi
dengan perlaha, “Monk anggota party mereka memperkirakan goblin itu adalah
Pengelana. Goblin yang telah kehilangan sarangnya.”
“Begitu,
begitu…”
Huh. Seraya
Gadis Guild terus menggerakan penanya di atas ketas, ekspresinya mulai
melembut. Pria ini sangat pendiam dan sedikit aneh.
Pria yang aneh sekali. Tapi
hei, kalau kamu bertanya padanya, dia tetap menjawab.
Pria
itu melakukan pekerjaan yang di serahkan kepadanya. Dan dia kembali setelah
menyelesaikannya.
Gadis
Guild memberikan pertanyaan demi pertanyaan, mengangguk dan menulis seraya pria
itu menjawab.
“Saya
pastikan lagi ya pak. Anda menerima quest dan tiba sampai lokasi, di mana anda
berhadapan dengan tiga goblin.”
“Benar.”
Helm baja mengangguk. Yang membuat Gadis Guild mengira helm itu tampak seperti
boneka kepala goyang, dan Gadis Guild-pun tersenyum. (TL Note: Boneka kepala
goyang = https://www.google.com/search?q=bobblehead+doll&safe=strict&hl=en&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=2ahUKEwizv9_Pv_3fAhXbXisKHSNnAWYQsAR6BAgEEAE&biw=1670&bih=801
)
“Anda
bergabung dengan party lain yang sudah berada di sana dalam quest lainnya.
Bersama dengan mereka, anda membasmi semua tiga goblin. Anda tidak mendeteksi
adanya tanda bala bantuan dari goblin.”
“Benar.”
“Jika
begitu, quest anda telah selesai. Kerja bagus pak!”
Senyum
yang di berikan Gadis Guild padanya bukanlah senyum tempel miliknya. Melainkan
senyum alami dari wajahnya.
Memperhatikan
catatannya, Gadis Guild membuka brangkas dengan gerakan terlatih dan
mengeluarkan kantung hadiah: hadiah dari membasmi goblin. Uang yang telah di
kumpulkan penduduk desa.
Kantung
itu mungkin akan berkurang beratnya ketika Gadis Guild mengkonversinya menjadi
koin, namun itu tidak menghilangkan emosi dan perasaan yang tertanam dalam uang
itu.
Gadis
Guild meletakkannya di atas nampan dan menaruhnya di atas meja. Pria itu
menatapnya beberapa saat, kemudian dengan acuh mengambil uangnya.
“Seperti
yang saya katakan sebelumnya, kan? Anda menerima sebuah pekerjaan, anda
menyelesaikannya, kemudian anda mendapatkan hadiahnya.”
Hmph! Gadis
Guild membuat hembusan napas bangga dan membusungkan daadanya (yang secara
rahasia dia banggakan), mengangkat jari telunjuknya seolah sedang memberikan
pelajaran.
“Itu
adalah tanggung jawab seorang petualang—kepercayaan dan niat baiknya.”
Rekannya
memberikan Gadis Guild tatapan lelah seolah ingin bertanya apa yang sedang
Gadis Guild ocehkan, namun Gadis Guild tidak mempedulikannya. Gadis Guild
merasa senang bahwa pria yang berada di depannya telah berhasil membasmi
goblin, dan dia telah memberikan hadiah kepadanya, dan urusan mereka telah
selesai.
Di
dalam mata Gadis Guild, dia masih dapat melihat petani yang khawatir berdiri di
depan meja resepsionis. Akan betapa menjadi berita yang sungguh melegakan bagi
penduduk desa.
Betapa
menyenangkannya bagi dirinya karena telah menjadi bagian kecil dari semua ini.
Dan karena Gadis Guild telah mengirim pria ini untuk—
“Jadi.
Kamu masih punya quest goblin?”
“…Maaf—?”
Gadis
Guild sedang meluruskan beberapa kertas di mejanya dan dia mengira bahwa
dirinya telah salah mendengar.
“Goblin.”
Helm baja menatap kepadanya.
Dari
meja di sebelahnya, Spearman melihat mereka tidak mempercayai.
Ada yang salah kah dengan
orang ini?
Gadis
Guild tidak dapat membuyarkan pikiran yang melintas di kepalanya tersebut, dan
tidak di ragukan lagi, dia bukanlah satu-satunya yang berpikir sepeti itu.
Petualang di sekitaran Guild telah mendengarkan percakapan mereka, dan kini
mereka semua hanya bisa menganga.
Gadis
Guild menelan liurnya. Suaranya bergetar seraya dia berkata, “G-goblin…?”
“Ya.”
Tidak ada keraguan di dalam jawabannya. Apakah pria ini dapat melihat setitik
keraguan di dalam ekspresi Gadis Guild? Helm itu berkata, “Aku akan menerima
hadiahnya.”
Apakah
itu cara dia untuk mengatakan bahwa dia telah mengerti cara kerja semuanya?
Ataukah dia berusaha untuk mengatakan bahwa apa yang akan dia lakukan adalah
urusannya?
Terdapat
banyak pemula yang pergi untuk membasmi goblin, dan orang-orang yang datang
setiap hari untuk meminta petualang membasmi goblin-goblin tersebut.
Terdapat
mereka yang tidak pernah kembali, dan mereka yang menolak quest tersebut.
Dan
kemudian terdapat satu orang yang mau menerima quest tersebut dan berhasil
kembali.
Gadis
Guild menggigit bibirnya dalam jangka waktu yang panjang, dan kemudian menghela
napasnya.
Inilah
yang akan selalu terjadi.
Jika
mereka meminta bantuannya, maka mereka akan membantu pria itu sebagai gantinya.
Gadis Guild mencelupkan kembali penanya ke dalam tinta.
Guild
bukanlah tempat beramal, namun tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak
menolong seorang petualang.
Paling tidak, seharusnya
begitu, kan?
“Goblin?”
“Ya,
kami mempunyai beberapa quest goblin.”
Walaupun
mungkin pria itu tidak menyadari akan perasaan yang di rasakan Gadis Guild,
Gadis Guild tidak perlu memaksakan senyum pada pria ini.
Begitulah. Sebuah
senyum natural akan cukup. Tidak, itu tidak akan cukup.
“Dapatkah
saya meminta anda untuk sedikit lebih proaktif dalam laporan anda berikutnya?”
“Erm…”
Gadis
Guild hanya bisa menunggu jawaban dari helm baja yang pikirannya tidak dapat di
baca oleh Gadis Guild. Jika begitu, maka Gadis Guild mempunyai satu atau dua
hal untuk di tanyakan kepadanya.
“Apakah
benar anda membedah goblin?”
“Benar…”
“Yah,
jika memungkinkan dapatkan anda menhindari perbuatan yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman bagi warga dan petualang lainnya.” Senyumnya tidak sirna seraya
dia berbicara.
“Erm,”
pria itu mendengus.
Apa dia sedang kebingungan?
Gadis
Guild ingin sedikit bersenang-senang dengannya. Dan sejujurnya, dia penasaran
akan pria ini.
“Kenapa
juga anda melakukan hal seperti itu?”
“Untuk
belajar.”
“Belajar
apa?”
“Tentang
goblin.”
Gadis
Guild tidak dapat memahami mengapa seseorang dapat benar-benar terpaku pada
goblin.
Goblin,
goblin, goblin. Gadis Guild memijat dahi dengan jarinya.
“Tolong
jangan lakukan lagi untuk di kedepannya. Paling tidak, jangan sampai buat
kesalahpahaman.”
Gadis
Guild menambahkan “Aku yakin kamu sudah paham akan hal itu” dengan senyuman di
bibirnya.
*****
Gadis
Sapi terkadang bangun ketika mendengar suara pada dini hari, di kala langit
masih berwarna biru tua.
“Hr…nn…”
Dia
menggeliat di atas ranjangnya, hingga kepalanya muncul dari balik selimutnya,
dan melihat keluar jendela.
Matahari
masih belum tampak cahayanya; adalah waktu di antara malam dan subuh. Bahkan
ayam jantan masih tidur.
Akan
tetapi, Gadis Sapi yakin dia telah mendengar sesuatu. Langkah kaki. Samar
namun…sigap, tidak peduli.
“Apa
dia…pulang?”
Berhati-hati
untuk tidak membuat suara apapun yang akan membangunkan pamannya, Gadis Sapi
menyelinap turun dari ranjangnya.
Sisa-sisa
malam masih terasa di udara, memeluk tubuh telanjangnya, membuatnya merinding.
Dia
menarik sebuah kaus sederhana dan menyalakan sebuah lilin. Dia berjinjit dengan
hati-hati masuk ke dalam lorong dan mulai berjalan penuh ragu di dalam
keheningan rumah.
Dia
sudah terlanjur berjalan ketika dia di selimuti rasa takut jika saja apa yang
di dengarnya bukanlah seperti apa yang di harapkannya; dia mengambil sebatang
kayu bakar dan menggenggamnya dengan satu tangan.
“Um,
uh…”
Pada
akhirnya, dia telah tiba di ruangannya. Pintunya tertutup rapat; Gadis Sapi
menelan liurnya. Bimbang, dia mengetuk perlahan pintu, kemudian dia membukanya
dan mengintip.
“Selamat…pulang…?”
Tidak
ada jawaban. Bahkan, tidak ada tanda seorangpun berada di dalamnya.
Ranjangnya
masih tidak menunjukkan tanda telah di gunakan. Selimut masih terlipat rapi.
Hampir tidak ada satupun barang di dalam ruangannya.
Gadis
Sapi melangkah dengan hati-hati masuk ke dalam ruangan, menerbangkan lapisan
debu tipis di sekitaran lantai.
“…Dia
nggak ada di sini?”
Namun
kemudian suara samar tersebut muncul kembali. Suara tersbut bisa saja hanyalah
imajinasinya sendiri, sebuah bayang-bayang harapan, namun Gadis Sapi yakin dia
mendengarnya.
Di
dalam rumah—tidak.
“Di
luar… Mungkin.”
Kalau nggak salah, bukannya
dia bilang dia akan menyewa gudang…?
Gudang
itu sudah sangat usang dan sudah lama tidak di gunakan. Mungkinkah suara
tersebut berasal dari tempat itu?
Gadis
Sapi membenarkan satu-satunya pakaian yang dia gunakan, kemudian melangkah
menuju pintu depan dan menuju kegelapan malam.
Dengan
sekejap, dia merasakan hembusan angin subuh yang terasa bagaikan sebuah pisau
di kulitnya. Seharusnya sekarang adalah musim semi, namun hembusan tersebut
terasa bagaikan angin musim dingin.
Lilin
berdansa; Gadis Sapi dengan terburu-buru melindunginya dengan tangan.
Mungkin nggak seharusnya
keluar dengan berpakaian seperti ini…
Dia
membuyarkan pikiran tersebut; tidak ada seorangpun juga yang akan melihatnya di
sini.
Bayang-bayang
gudang terpapar oleh langit biru kelam. Atap dan dinding penuh akan lubang, dan
dengan angin yang menghembus rerumputan di sekitar gudang tersebut, membuatnya
tampak seperti sebuah gubuk.
Aku rasa aku memang nggak
pernah ke sana…
Gadis
Sapi merasa gudang tersebut tidak berubah sama sekali semenjak dia telah datang
ke kebun ini lima tahun yang lalu. Apakah dia pernah masuk ke dalam gudang
ketika dia menjelajah pada hari pertamnya di sini?
“Oof…”
Mungkin
dia benar-benar salah mendengar suara itu? Gadis Sapi mengambil langkah mundur.
Tidak
ada seorangpun di sana. Tidak mungkin ada. Gadis Sapi merasa gila telah datang
ke sini sendirian. Gudang itu tampak seperti tempat di mana seekor goblin akan
tinggal.
Goblin:
“Iblis kecil.”
Gadis
Sapi tidak pernah melihat monster tersebut, namun pikiran itu membuatnya
menggelengkan kepalanya, rambutnya mengibas dari samping ke samping.
Dia
memegang gagang pintu dengan perlahan, kemudian mendorongnya dengan suara
decitan pintu.
“Hei…
Apa kamu…di sini?” dia bergumam, namun tidak adak jawaban dari dalam ruangan
remang-remang ini.
Gadis
Sapi melihat sekitaran gudang, berkedip, kemudian membawa lilinnya masuk ke
dalam.
“…?!”
Dengan
segera Gadis Sapi terkesiap.
Di
sanalah dia, di sudut ruangan yang gelap.
Apakah
dia mati, atau mungkin, sebuah hantu? Cahaya lilin menunjukkan sebuah armor
yang hancur. Satu tanduk telah patah dari helm bajanya; armor kulitnya kotor,
dan penggunanya memakai sebuah perisai bundar yang terikat pada lengannya dan
sebuah pedang pada pinggulnya.
Pria
tersebut duduk di sebuah sudut bangunan tak terpakai. Jantung Gadis Sapi
berdebar. Gadis Sapi dapat merasakan aroma metalik dari baja yang bercampur
dengan aroma busuk yang samar. Gadis Sapi sudah terbiasa dengan bau seperti ini
dari bekerja di kebun : darah da nisi tubuh.
Ekspresi
Gadis Sapi menjadi kaku. Gadis Sapi menunduk dan mendekati pria itu, melihat
pada wajahnya.
“Hei—hei,
kamu nggak apa-apa?! Apa kamu terluka?!”
“…..”
Dia
tidak memberikan jawaban.
Helm
itu bergerak canggung, menatap pada Gadis Sapi. Dari dalam helmnya, Gadis Sapi
mengira dia dapat melihat sepasang mata merah.
“Nggak,”
dia berkata pelan dan secara perlahan berdiri. “Aku nggak terluka.”
Gadis
Sapi terkejut dan terjatuh ke belakang. Sekarang Gadis Sapi lah yang mendongak
melihat pria itu, dan dengan panic, dia berusaha menutupi bagian tubuh
depannya. Sudah sedikit terlambat untuk itu. Pipinya merah padam.
“Er,
ah, um…”
“Aku
cuma sedang istirahat.”
Suara
tersebut terdengar samar dan mekanikal. Apakah karena dia baru terbangun? Gadis
Sapi berpikir penasaran.
Pria
itu mengambul botol minum yang berada di sudut gudang dan meminumnya. Siapa
yang tahu sudah berapa lama botol itu berada di sana?
Gadis
Sapi, masih memegang baju bagian depan dengan tangannya, berdiri dengan goyah.
“Istirahat?
Maksudmu—?”
Di sini?
Tempat
ini begitu usang yang bahkan tidak dapat memberikan perlindungan dari alam.
Tidak ada ranjang; dia hanya berbarin di laintai.
Dan dia lagi berisitirahat?
“Aku
bisa tidur walaupun dengan sebelah mata terbuka.”
Itu
bukan sebuah jawaban. Paling tidak, bukanlah jawaban yang di inginkan Gadis
Sapi.
Seraya
Gadis Sapi menatapnya, melongo, Pria itu mengencangkan ikatan armornya yang
telah melonggar,
“Sekarang
aku sudah selesai beristirahat.”
“Kamu
sudah…apa…?”
Gadis
Sapi memperhatikan perlengkapannya secara sekilas: pedang, perisai, armor,
helm. Gadis Sapi tidak mengetahui banyak perihal petualangan, tentu saja,
bahkan bagi orang awam seperti dirinya, sangatlah jelas bahwa pria ini baru
saja kembali dari petualangan dan bahkan belum mengganti perlengkapannya.
Gadis
Sapi berusaha berbicara, namun tenggorakannya tersangkut. Gadis Sapi mengepal
tangannya di depan dada.
“Ke
mana…? Ke mana kamu mau pergi?”
“Goblin.”
Hanya itulah yang di ucapkannya. Benturan peralatan dan perlengkapannya
terdengar di dalam keheningan gudang.
Gadis
Sapi menyadari bahwa lilin di tangannya telah padam, namun dia merasa dia tidak
dapat menyalakannya kembali.
Jadi begitu.
Dengan
kembalinya pria itu, Gadis Sapi mengira bahwa berbagi macam hal mulai berubah.
Namun Gadis Sapi masihlah tidak berbeda dengan dirinya lima tahun yang lalu,
dan…
…dia juga sama. Bagi dia hari itu masih belum
berubah. (TL Note : yang di maksud gadis sapi “Hari itu” adalah hari di
mana desa goblin slayer di serang ketika dia masih kecil.)
Jika
begitu, apa yang harus dia lakukan? Gadis Sapi semakin mengepal kuat tangannya.
Perlengkapannya
pria itu telah di siapkannya. Semuanya berada di sana, ikatannya telah di kencangkan,
dan dia membawa tas peralatannya.
“Ah…”
Gadis Sapi membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, namun pria itu hanya
melewatinya dengan langkah sigap dan tanpa berkata apapun.
Gadis
Sapi berputar, namun pria itu sudah berada di depan pintu, yang berdecit seraya
dia membukanya.
Punggungnya
semakin tampak menjauh dan menjauh. Sekali lagi, dia akan pergi ke suatu
tempat, sendirian.
Gadis
Sapi tidak sanggup menahan rasa di hatinya. Semua otot di wajahnya menegang
seraya dia berteriak, “Aku akan menunggumu!”
Sebuah
kenangan datang kembali layaknya fajar yang menyingsing.
Sebuah
perkelahian anak kecil. Air mata mengalir di matanya, kemudian pada mata bocah
itu.
Pagi
hari. Mengendarai kereta kuda, orang tuanya mengantarkannya pergi. Melihat ke
belakang dari kursinya. Tanpa ada tanda kehadiran bocah itu.
Kalimat
yang ingin Gadis Sapi ucapkan kepada bocah itu ketika dirinya telah kembali.
Tempat yang tidak dapat dia kunjungi kembali.
Gadis
Sapi tidak dapat pulang. Dia tidak akan pergi pulang, dan dia tidak akan bisa.
Tidak,
itu tidak benar. Gadis Sapi merasa kesal karena terus berpikiran seperti itu.
“Aku
akan menunggu, jadi kali ini—kali ini—“
Aku ingin kamu pulang.
Gadis
Sapi tidak mengetahui apakah pria itu mendengarnya atau tidak.
Gadis
Sapi mengira bahwa dia melihat pria itu melirik ke belakang, namun tampaknya
itu hanyalah imajinasinya belaka.
Pastinya,
itu merupakan sebuah tipuan cahaya pagi yang membuat pengelihatannya buram,
membuatnya sulit untuk memastikannya.
0 Comments
Posting Komentar