TERPENUHI, KEMUDIAN TERLEWATKAN
(Part 3)
(Translater : Blade;
Editor : Gian)
Hari berikutnya sepulang sekolah, Sorata, Mashiro dan Rita melihat Iori bersembunyi di belakang rak sepatu.
Dia sedang melihat ke arah rak sepatu divisi reguler
kelas satu. Apa ada perempuan dengan dada yang besar disana?. Tidak, kalaupun ada Iori pasti akan melihatnya terang
terangan..........
“Iori, sedang apa?”
“Uwaa......Sorata-senpai,
cepat sembunyi!”
Ia menarik tangan Sorata dan sembunyi bersama-sama di belakang bayangan rak sepatu. Setelah melihat itu Mashiro
dan Rita juga ikut bersembunyi.
“Itu Kanna.”
Terlihatt Kanna sedang mengganti sepatunya di depan rak sepatu.
“Dia itu akhir-akhir ini sangat
mencurigakan, 'kan?”
“Sepertinya dia sering pulang larut malam.”
Seperti yang Rita bilang. Walaupun dibilang ‘Akan kuperhatikan’, tapi sepertinya tidak ada perbaikan.
Bahkan semakin sering terjadi.
“Bahkan dia pernah kutanya......”
“Jadi aku punya sebuah
cara.”
Mata Iori tampak bersinar. Itu tatapan seorang anak kecil
yang ingin berbuat nakal.
“Jangan-jangan kau akan buntuti dia.”
Terus menatap ke Iori.
“Jangan baca hatiku!”
Iori mengatakannya dengan tersipu. Seperti pikiran ada
didalam hati saja. Sama seperti Sorata, Ryuunosuke juga pasti akan bilang
didalam otak, tidak, sepertinya dia akan bilang tidak ada hal seperti itu.
Sorata berpikir begitu.
“Kanna sudah mau pergi.”
Mashiro mengejarnya duluan.
“Hoi, hoi, Mashiro, kau masih ada rapat dengan lida-san, kan.”
Lalu ia berhenti.
“Ya.”
Iori mulai membuntuti Kanna, rasanya bahaya jika dibiarkan.
“Rita, tolong antar Mashiro ke Sakurasou dulu.”
“Sorata juga ikut membuntuti?”
“Buntuti berdua!”
“Rasanya tidak begitu sopan loh mengikuti seorang gadis di belakangnya diam-diam?”
“Aku tahu, terserah baik itu Kanna ataupun Iori, aku tidak bisa biarkan
begitu......”
“Mah, betul juga.....”
Rita hanya bisa menghela napas.
“Baiklah, serahkan Mashiro padaku.”
“Sorata, cemungutz.”
“Harusnya hal
seperti ini tidak patut disemangati.......kalau
begitu aku duluan.”
Sorata dengan buru-buru mengejar Iori yang sudah jauh.
Akhirnya bertemu Iori di depan gerbang sekolah, walaupun berharap Kanna langsung
pulang ke Sakurasou, tapi sepertinya tidak semudah itu.
Kanna tidak berjalan ke arah Sakurasou dan dia berjalan
ke arah menuju stasiun.
Sepertinya ia ingin memutar.
Supaya tidak kehilangan Kanna, mereka menjaga jarak, tapi
tetap saja Sorata berpikir bahwa mereka terlihat mencurigakan.
Bukannya tidak ada rasa bersalah, hanya saja dengan ini mereka bisa tahu apa yang
Kanna lakukan hingga pulang larut tiap malam, jadi yang penting tidak melakukan
sesuatu yang bahaya.
Sorata dan Iori terus mengikuti Kanna.
“Oh, si
Kanda, permainan apa itu?”
Lalu tiba-tiba si paman penjual ikan tiba-tiba memanggil, mereka sangat terkejut.
“Ah,
tidak, ini.........”
Mereka tidak bisa menjelaskannya.
“Yah, hari ini tidak bersama Mashiron.”
Bahkan bibi penjual daging yang berada diseberang juga
ikut-ikutan tersenyum.
Senyuman itu terlalu menyilaukan bagi Sorata yang sedang
membuntuti seseorang.
“Ah, hari
ini ada urusan, ahaha...”
Sorata hanya bisa tertawa, ia tidak bisa bilang kalau dirinya sedang
membuntuti seorang gadis.
“Sini, Bibi kasih kroket. Iori kun juga dapat bagiannya.”
Dapat 2 kroket yang masih panas dari bibi.
“Sorata-senpai, dia sudah jauh.”
“Terima kasih, lain kali akan kukunjungi lagi.”
Setelah berterima kasih, mereka langsung menyusul Kanna
ke stasiun. Mereka tidak boleh kehilangan Kanna.
Mereka melihatnya di depan stasiun, Kanna sedang melewati bagian pemeriksaan
tiket.
Tidak peduli panas mereka langsung memasukkan kroketnya kedalam
mulut.
“Ah,
panas!”
Iori berteriak dengan mulut yang dipenuhi kroket.
“Iori, tenang.”
“Tidak bisa!”
Sorata segera membeli air dingin dari mesin penjual
minuman otomatis yang ada disampingnya.
“Puh, ah~, kukira akan mati.”
“Ayo, kita mulai kejar.”
Mereka berhati-hati agar tidak ketahuan Kanna, Kemudian Sorata dan Iori juga melewati bagian pemeriksaan tiket.
Dan mereka melihat Kanna di lobi, dan mereka bersembunyi lagi di belakang pilar sampai kereta datang.
Karena Iori
menempel sangat dekat, mereka dilihat oleh paman-paman yang mengenakan jas dengan tatapan aneh.
“Sorata-senpai.”
Iori berbisik dengan suara yang kecil. Sorata membalasnya
dengan tatapan seperti ‘Kenapa?’
“Entah kenapa detak jantungku bertambah cepat.”
“Karena kita sedang melakukan kejahatan.”
Sorata malah merasa tidak tenang. Rasanya ada sesuatu
yang mengganjal.
“Jadi inikah cinta.”
“Tidak, bukan.”
Sorata menolaknya dengan jelas.
Di saat mereka berbisik seperti itu, kereta sudah datang.
Sekarang jam 4 sore,
banyak penumpang yang mengenakan jas.
Setelah Kanna masuk ke gerbong, Iori dan Sorata juga
menyusulnya tapi di gerbong yang berbeda.
Pintu tertutup, kereta mulai jalan. Kanna tidak duduk, ia
berdiri dekat pintu dan melihat ke pemandangan yang ada di luar.
Setelah melihat sesaat, pundak Kanna
gemetar seperti menyadari sesuatu. Mengulurkan tangannya ke dalam tas untuk
mengambil ponsel. Apa dia sedang mengecek e-mail yang masuk. Iori yang berada
di samping Sorata juga
sedang mengecek ponselnya, mengintip sesaat ternyata objeknya adalah ‘Landasan pesawat’, sepertinya Kanna sedang mengecek e-mail dari Iori.
“Nyalimu besar juga Iori.....”
Berani sekali dia mengirim e-mail disaat seperti ini.
“Soalnya bosan.”
Walaupun alasanya tak masuk akal, tapi isi pesannya lebih
tak masuk akal lagi.
--Dada.--
Bahkan anak kecil saja tidak akan berbuat seperti ini.
Dan balasannya.
--Mati sana.--
Begitu.........
“Kenapa mulutnya kasar sekali?”
Iori dengan bingung bertanya.
“Siapa tahu.”
Karena
Sorata bingung menjelaskannya, ia pura pura tidak tahu saja.
“Omong-omong, biasanya kau mengirim pesan seperti itu juga?”
“Ya.”
Tanpa ragu ia menjawabnya.
“Tapi dia selalu balas ‘Mati sana’, ‘Enyahlah’, dan
tidak balas? Dia membosankan.”
“........beri aku contoh, balasan seperti apa yang
menarik bagimu?”
“Misalnya Misaki-san ia
akan membalas ‘--Besar loh!--’.”
“Begitu ya......baguslah.”
Dengan membicarakan sesuatu yang tidak ada faedahnya,
kereta terhenti.
Melihat ke Kanna.
Sepertinya dia akan turun.
Sorata dan Iori pun menyusulnya. Yang turun sangat
banyak, jadi ini bagus untuk mereka yang menguntit, tapi sebaliknya, karena ramai, mereka mudah kehilangan Kanna.
Yang menunggu mereka di sana ada pusat pembelanjaan, ada mall, restoran, tempat karaoke, dan game center, sebuah distrik yang dipenuhi
anak muda.
Mereka terus mengikuti Kanna, lalu Kanna berjalan ke arah
lemari sewa yang ada di sekitar stasiun, mereka melihat Kanna mengeluarkan sebuah koper kecil.
Dengan membawa koper kecilnya ia berjalan ke arah mall.
Entah apakah sudah yakin dengan tujuannya, ia naik
eskalator ke toko serba ada yang ada di lantai 4.
Apa dia ingin membeli sesuatu?
Tapi Kanna sama sekali tidak melihat ke barang-barang yang ada, dia langsung berjalan ke arah toilet.
Bagaimanapun mereka tidak mungkin ikut sampai ke dalam
toilet juga, jadi mereka tunggu di toko yang dekat dengan toilet.
Sudah lama tapi tidak keluar, wajar saja bagi perempuan,
tapi apakah memang lebih dari sepuluh menitan.
“Apa dia sedang buang air besar, ya?”
“Iori, kalau benar pun tidak perlu diungkapkan.”
Lalu, setelah sepuluh menit, tetap tidak keluar.
“Buang air besarnya lama sekali.”
“Makanya kubilang tidak perlu diungkapkan.”
“Orang itu memang kaku, tapi apa saat buang air besar dia juga kaku?”
Iori memikirkan alasannya sendirian, kalau didengar
Kanna, entah apa yang akan terjadi.
Di saat mereka khawatir, ada seorang gadis yang keluar dari
toilet. Seorang gadis yang terlihat ceria, riasan yang cocok dengan wajahnya,
dan atasan yang padu dengan rok pendeknya.
Itu adalah seorang gadis yang sangat berbeda dengan
Kanna.
Tapi Sorata merasa aneh dengannya.
Padahal itu pakaian untuk bersenang senang, tapi ia
membawa koper, apalagi itu tidak asing, di saat mereka hanya menatap punggungnya....
“Sorata-senpai, cepat! Nanti ketinggalan!”
Di saat itulah Iori menarik lengan Sorata untuk bergerak.
“Huh?”
“Ah!
Bentar lagi kita kehilangan dia!”
Iori menunjuk ke dia yang menghilang.
“Eh? Ah,
begitukah!”
Lalu Sorata akhirnya paham.
“Yang tadi itu adalah Kanna!.”
Gaya rambut dan riasannya, bahkan gaya pakaiannya sangat
berbeda dengan dirinya yang biasanya, jadi mereka benar-benar tidak menyadarinya, apalagi ia tidak mengenakan
kacamata.
Mereka dengan panik mengejarnya, dan akhirnya ketemu di
lantai 1.
Kanna yang keluar dari mall sekali lagi pergi ke arah
lemari sewa, dan menyimpan tas dan kopernya ke dalam, yang tersisa hanya tas
jalan yang sewarna dengan sepatunya.
Kanna berjalan ke arah distrik yang ramai.
Rasanya sulit untuk dipercaya.
“Ini perubahannya.......menakjubkan.”
“Mata Sorata-senpai agak minus, sepertinya.”
“Mataku tidak minus, tapi hebat sekali kau Iori bisa sadar.”
“Soalnya dia selalu mengeluarkan aura jahat.”
“......bisa merasakan auranya. Hebat juga kau Iori.”
Walaupun terlihat tidak masuk akal, tapi Iori serius. Dia
terus menatap ke arah Kanna.
Walaupun dia sendiri tidak sadar, tapi kalau Iori bisa
tahu kalau itu Kanna, berarti dia menaruh perhatian yang cukup banyak pada
Kanna.
“Ia mau ke
mana.”
Sebenarnya hari ini sangat ramai. Kalau tidak hati–hati mereka bisa menabrak orang, berkat ini mereka tidak
perlu sembunyi, hanya saja mereka mudah kehilangan Kanna.
Karena ini
jam pulang sekolah, jadi terlihat banyak siswa yang mengenakan seragam. Tidak
ada yang aneh, semua pada bersenang-senang dengan temannya.
“Sepertinya masuk ke toko.”
Iori bilang begitu, kesadaran Sorata kembali tertuju pada
Kanna. Di depan
toko karaoke.
Setelah melihat ke papan yang ada daftar harganya, Kanna
pun berjalan ke dalam.
“Sendiri?”
Toko karaoke nya bertingkat 6 lantai.
Setelah masuk ke dalam, Kanna mengambil mic yang
dibungkus plastik warna biru lalu mulai naik ke lantai atas.
Setelah melihat itu, Iori juga ikut masuk ke dalam.
“Hoi, hoi, Iori.”
Sepertinya dia tidak mendengar.
“Gadis yang tadi memesan kamar yang mana.”
Langsung bertanya begitu.
“Maaf?”
Tentu penjaga kasirnya kebingungan, lalu menjadi waspada
dan melihat ke Iori dan Sorata.
“Tidak, tidak, tidak ada apapun. Hoi, Iori, ayo pergi.”
Lalu membawa Iori keluar dengan menarik dasinya.
“Sorata-senpai, apa yang senpai lakukan.”
“Harusnya aku yang bertanya begitu........”
Sorata dengan kecewa melihat ke sekelilingnya, dia perlu
waktu untuk menenangkan diri, dan kebetulan di depan mereka ada cafe, lantai 2 nya bisa digunakan untuk
mengawasi orang yang dibawah dengan mudah.
“Iori, saatnya kita bersembunyi.”
“Woh, siap! Aku beli susu dan roti dulu!”
“Tidak perlu, ikut aku.”
Sekali lagi Sorata menarik dasi Iori dan membawanya masuk
ke dalam cafe.
“Tidak keluar ya.”
Di lantai 2 warung kopi. Iori terus menempel ke kaca dan
menatap ke arah toko karaoke yang ada dibawah mereka.
“Dia baru masuk sekitar 5 menit.”
Mungkin dia baru selesai nyanyi 1 lagu.
“Juga, Iori, jangan terlalu tampakkan diri, bisa saja ketahuan nanti, juga
sikapmu itu membuat orang disekitar curiga.”
Sebenarnya pelanggan yang lain sudah terus melihat ke
sini dari tadi.
Iori kemudian duduk kembali.
Entah apa sudah tenang kembali, dia terus melihat ke arah
toko karaoke.
“Tenang saja, mungkin kita akan tunggu sekitar sejam.”
Menaruh secanggir kopi dingin ke depan Iori.
Iori minum semua itu sekaligus dengan sedotan, apa tidak
pahit ya.
“Sorata-senpai.”
“Hn?”
“Pahit sekali.”
“Betul.”
“Inikah namanya kepahitan saat masa muda.”
“Tidak mungkin.”
Saat ini, mata Iori tetap terus melihat ke arah toko
karaoke, mungkin dia benar-benar khawatir dengan Kanna.
Di saat berpikir
begitu,
“Apa Sorata-senpai pernah mandi
bersama perempuan yang mengenakan pakaian renang?”
Iori melontarkan pertanyaan yang aneh.
“Tidak pernah.”
Aneh sekali, pokoknya jawab dulu.
“Bukannya musim panas sempat ke vila dekat pantai?”
“Hn? Ah, benar.”
Itu hari kedua setelah Rita resmi pindah ke Sakurasou.
“Sorata-senpai tiba-tiba
pulang........”
Karena
Mashiro tiba-tiba ada remedial,
hanya Sorata dan Mashiro yang pulang duluan.
“Malam itu aku
bingung bagaimana harus mandi, karena perban.”
“Ah,
maaf.”
Benar, sempat beberapa saat Sorata yang memandikan Iori. Sorata mulai kangen saat-saat seperti itu.
“Lalu dia
menganggap dirinya
sebagai penanggungjawabku, jadi datang sendiri......dengan wajah yang memerah
masuk ke kamar mandi menggunakan pakaian renang.”
Setelah mendengar itu, Sorata tidak bingung lagi.
“Jadi, dengan kata lain, Iori menyukai Kanna yang berusaha keras begitu?”
“Tidak, bukan.”
Langsung menolak. Sepertinya Sorata salah.
“Rasanya mesum juga ya masuk ke kamar mandi menggunakan pakaian renang!”
Iori mengepalkan tangannya dengan keras, seperti ingin
dipahami.
“.......hn, begitu ya. Tapi, maaf Iori, aku tidak begitu paham karena tidak pernah mengalaminya.”
Agak sulit untuk memahaminya.
Biarpun begitu, Sorata akhirnya paham beberapa hal dari
percakapan yang aneh seperti ini. Iori tidak sesaatpun memindahkan pandangannya
dari toko karaoke. Ia sangat mengkhawatirkan Kanna.
Setelah itu Sorata menghabiskan waktu mendengar Iori
berbicara.
Mulai ada perubahan setelah 1 jam berlalu.
Pintu otomatis toko karaoke terbuka, Kanna berjalan
keluar.
“Senpai, target sedang bergerak.”
Sorata dengan buru-buru menghabiskan kopi dinginnya.
Lalu turun dan keluar dari kedai kopi, mencari Kanna.
Bayangan punggungnya yang kecil itu tampak berada didepan.
Sudah mau pukul 5.30, tidak ada tanda-tanda dia akan pulang.
Apa yang dia lakukan setelah karaoke.
Setelah beberapa saat, Kanna masuk ke pusat permainan
arkade yang bertingkat 3 lantai.
Lantai 1 ada banyak mesin capit boneka dan mesin foto otomatis, terlihat banyak
pasangan yang berkeliaran.
Kanna berjalan semakin ke dalam. Sepertinya ada sesuatu
yang menarik perhatiannya, dia berhenti.
Mereka mengintip dari mesin capit boneka yang ada disamping.
Kanna dengan serius melihat ke dalam
kotak berkaca itu. Sepertinya dia sedang menyusun
strategi, setelah 1 menit, ia mengeluarkan koin dari dompetnya.
Tujuannya sepertinya adalah boneka beruang.
Kanna mulai mengontrol capitnya, dia berhasil menangkap bonekannya, tapi ketika
ditarik tak lama lagi bonekanya jatuh dan tidak mencapai tujuannya.
Kanna dengan kesal mengulurkan tangannya ke dalam dompet,
seperti ingin mencoba lagi, tapi pada akhirnya ia tdak mencoba lagi dan dengan
membawa ekspresi yang kesal ia berjalan ke arah mesin foto otomatis.
Mesin foto otomatis populer dikalangan anak-anak perempuan.
Kalau bagi Sorata mereka yang laki-laki, agak aneh bila ada mereka disana, jadi mereka
bersembunyi.
“Are?, Apa dia akan foto sendirian.”
Sorata berbicara ke Iori, tapi Iori tidak balas.
Dan dia malah bermain mesin capit boneka yang tadi Kanna mainkan, dan berhasil
mendapatkan boneka beruangnya.
“Yes, Mum!”
Lalu ia berteriak kesenangan.
Setelah menyadari pandangan Sorata, Iori berlari ke arah
Sorata dengan ekspresi yang puas.
“Kau berencana memberikan itu ke Kanna?”
Kalau begitu kita pasti akan ketahuan.
“Tidak akan.”
“Lalu kenapa kau main?”
“Karena rasanya aku bisa mendapatkannya.”
Kanna juga pasti merasa bisa mendapatkannya dengan sekali
coba.
“Dibanding itu, dia di mana?”
“Di dalam mesin foto otomatis.”
Sepertinya ada fitur yang bisa memperbesar mata.
Sinar flash fotonya beberapa kali tampak sampai keluar.
“Omong -omong, apa foto sendirian itu seru?.”
“Kurang tahu juga.......mungkin saja itu caranya untuk bersantai.”
Sorata berpikir seperti itu karena semua yang terjadi
hari ini seperti yang ada didalam alur cerita ‘Cinderela Saat Hari Minggu’ yang ditulis Kanna.
Kanna keluar dari mesin foto otomatis dengan membawa
foto.
Mungkin karena puas, ekspresinya tampak menyenangkan.
Dia menyelipkan fotonya ke dalam buku catatannya, dan
keluar dari pusat permainan arkade.
“Sorata-senpai, apa kita perlu foto sama-sama juga?”
Iori melihat ke panduan yang ada di mesin foto otomatis. Dan berbisik-bisik sendiri seperti ‘Aku belum pernah main yang seperti ini’.
“Nanti kita kehilangan Kanna, cepat.”
Dan keluar dengan menarik tangan Iori.
Keluar, hari sudah gelap, sinar lampu yang ada dijalanan
menyinari sekitarnya, anginnya juga terasa dingin, sudah mendekati akhir
november.
Tetap tidak ada tanda Kanna akan pulang, setelah berjalan
beberapa saat, Kanna berhenti di depan toko pizza.
“Aku tidak tahu dia suka makan pizza juga.”
Iori terkejut.
“Tentu, pizza itu enak.”
Kenapa itu aneh bagi Iori?
“Bukannya lebih cocok kalau dia makan Taiyaki.”
Iori melihat ke mobil yang menjual Taiyaki.
Iori memberanikan diri untuk membeli 2 porsi.
“Ini untuk Sorata-senpai.”
Ia memberi Sorata satu.
“Sebenarnya Iori itu hebat juga ya........”
Atau sebenarnya dia itu murni orang
bodoh.......membingungkan.
Karena
perutnya sudah kosong, Sorata makan Taiyaki dari kepalanya hingga habis. Kanna
juga menikmati pizzanya.
“Semoga setelah ini dia balik ke Sakurasou.”
Rasanya menyedihkan melihat Kanna yang berkeliaran di
luar sendirian. Tapi, begitupun juga dengan harapan
Sorata.
Kanna lanjut berkeliaran lagi setelah memakan habis pizzanya.
Setelah itu......Kanna sekali lagi masuk ke toko karaoke
hingga 2 jam, lalu kembali lagi ke pusat permainan arkade. Dilihat dari mana pun ia sangat menginginkan boneka beruangnya.
Setelah sampai di depan
mesin capit boneka, ekspresinya tampak kecewa. Sepertinya ia sadar
boneka beruangnya sudah diambil orang lain. Entah apakah tidak bisa menerima
ini, ia melamun di depan mesin capit
boneka beberapa saat.
Boneka beruang yang diinginkan Kanna ada di
tangan Iori.
Tidak ada yang bisa dilakukan Kanna, Kanna dengan kesal
keluar dari pusat permainan arkade.
Sudah sekitar jam 9 malam.
Siswa SMA yang mengenakan seragam semakin sedikit. Kalau
begitu, Sorata dan Iori yang menggunakan seragam Suiko akan terlihat mencolok.
Kebetulan juga mereka ditegur polisi yang mereka temui.
“Sebaiknya cepat pulang.”
“Iya, kami
sudah mau pulang.”
Kalau diamati hari ini, tidak ada tindakan yang
berbahaya. Walaupun ada beberapa hal yang mengganggu pikiran
mereka..........laki-laki sih tidak masalah, tapi seharusnya ini bukan jamnya Kanna
berkeliaran bebas seperti ini.
Biarpun begitu, mereka merasa lega karena tidak ada hal yang mencurigakan.
Hanya sesaat mereka tenang, Kanna mengeluarkan ponselnya.
Beberapa detik kemudian, ponsel Sorata berbunyi.
Ada notifikasi surel.
Karena
sedang berada disituasi seperti ini, Sorata langsung tahu siapa.
---Pulang
sedikit telat.---
Pesan yang begitu pendek. Hanya berisi ini.
Entah apakah sedang menunggu Sorata balas, Kanna tidak
bergerak. Ia memainkan gantungan ponsel yang ada di jarinya. Itu adalah hadiah dari Sorata untuk Kanna yang
ikut retreat juga.
Jari Sorata yang hendak mengetik untuk membalas itu
terhenti.
Ada 2 pria yang mendekati Kanna.
Sepertinya mereka sedang menggoda Kanna, anak kuliahan.
Melihat Kanna yang menganggukkan kepala.
Mereka bertiga kemudian jalan bersama-sama.
Sorata merasa kesal, dan akhirnya hal yang mereka
khawatirkan terjadi juga.
“.............”
Iori bahkan lupa untuk bersembunyi, hanya berdiri diam.
“Saatnya mengejar.”
Dengan kuat menarik tangan kanannya.
“Eh, ah,
iya.”
Dua orang
itu mengejar Kanna dibelakangnya.
Kanna bersama dua orang tadi sampai didepan toko karaoke.
“Apa dia itu belum puas nyanyi.”
Iori dengan kesal bertanya.
Setelah Sorata dan Iori sampai ke dalam toko karaoke,
sudah tidak ada Kanna lagi.
“Permisi, ada ruangan yang untuk 2 orang?”
Sorata berusaha senyum supaya terlihat alami, dan
berbisik-bisik ke Iori ‘Perhatikan liftnya berhenti dilantai berapa’.
Iori menganggukkan kepalanya.
“Satu jam saja.”
Setelah memberitahu penjaga kasirnya, mereka pun segera
menuju ke arah lift.
“Lantai berapa?”
“Lantai 6.”
Liftnya masih di atas.
Rasanya untuk sementara tidak akan turun.
Melihat ke tangga yang ada di samping, mereka memutuskan untuk menggunakan itu.
Iori berusaha mengikuti Sorata.
Sampai dilantai 6, mereka keringatan.
Rasanya lelah sekali, napas mereka tidak beraturan.
Sesaat mereka ingin beristirahat sebentar, melihat ke
kiri dan ke kanan,
lantai ini ada sekitar 15 ruangan.
Dari mengecek dari ruangan yang paling dekat, tapi
dipintu terpasang kaca buram, jadi sebenarnya tidak tampak, mereka hanya bisa
tahu apakah ada orang atau tidak.
Mengeluarkan ponsel dan menelepon Kanna.
---Nomor yang
anda tuju tidak ada dalam jangkauan........---
Dapat pemberitahuan seperti ini, dan terputus.
Sinyal ponsel Sorata juga tidak begitu bagus.
Mereka mulai panik, ini tidak menyenangkan, terutama
Iori, ia sangat panik, ia terus mengacaukan rambutnya yang sudah berantakan
itu.
Kalau begitu buka pintunya satu satu saja.
Baru berpikir begitu, terdengar suara Kanna dari kamar
yang baru dilewatinya.
Menatap ke Iori untuk memastikan tidak salah dengar,
mereka yakin itu suara Kanna.
“Tidak mau! Lepaskan aku!”
Kali ini mereka dengar dengan jelas.
Langsung kembali ke kamar yang terdengar suara Kanna itu
dan membuka pintunya.
Pria yang memegang mic itu nyanyi dengan santai, ia
menaruh tangannya di pundak Kanna, walau Kanna ingin melepaskan tangannya, tapi ia tidak bisa.
Wajah kedua pria itu terlihat merah, sepertinya mereka
baru selesai minum, jadi saat Sorata membuka pintunya, mereka tidak terkejut
dan malah mengira Sorata datang mengantar minuman.
“Sorata-senpai!?”
Terdengar suara Kanna yang terkejut itu dari mic.
Sorata langsung melangkah masuk dan menarik Kanna keluar
dari tangan pria yang sedang nyanyi itu, ia menarik tangan Kanna. Mengambil tas
Kanna dan keluar, kemudian menyerahkan Kanna pada Iori.
“Ayo keluar.”
“Are?”
“Cepat!”
“Ah, ya.”
Iori membawa Kanna pergi. Biarpun begitu, kedua pria yang
berada didalam kamar tampak kebingungan dan hanya melamun saja.
“Maaf mengganggu.”
Sorata pun langsung keluar dan menyusul Iori dan Kanna.
“Sorata-senpai, cepat, cepat!”
Iori melambaikan tangannya di depan lift.
“Tunggu sebentar, apa yang kalian lakukan?”
Sepertinya baru sadar. Kedua pria itu keluar dari kamar
dan mengejar.
Seetelah Sorata masuk ke dalam lift, ia pun langsung
menutup tombol tutup.
Di saat pria itu ingin mengulurkan tangannya ke dalam lift.
Bahaya sekali, Iori langsung melempar boneka yang ia
dapatkan tadi ke muka pria itu.
“Uwo!”
Ia terkejut dan menarik kembali tangan yang ia ulurkan.
Dan akhirnya pintu lift tertutup.
“Ini tidak baik untuk jantungku........”
Ini untuk menenangkan dirinya. Padahal belum boleh
tenang.
“Aku akan membayar, Iori dan Kanna duluan saja.”
“Ya, ya.”
“..........”
Sepertinya Kanna terkejut, dan ia tidak mengatakan
apapun.
Hanya memeluk dirinya sendiri, sepertinya ia ketakutan.
Lalu terdengar teriakan pria itu dari arah tangga. Entah
apa yang ia katakan, tapi dari suaranya itu ia sangat marah.
Pokoknya biar Kanna dan Iori keluar dulu, Sorata kembalikan mic dan remot ke kasir,
menunjukkan tiketnya.
“Are?”
Terhadap Sorata yang tiba-tiba balik, penjaga kasir tidak dapat menahan wajahnya
yang terkejut itu.
“Apa ada pelayanan yang kurang?”
“Tidak, tiba-tiba ada urusan.”
Tidak bohong.
Walaupun tidak nyanyi sama sekali, tapi tetap perlu
bayar. Di saat
baru mengeluarkan dompet, kedua pria itu muncul dari tangga.
“Celaka!”
Tidak ada waktu bayar dengan uang kecil, Sorata langsung
mengeluarkan lima ribu yen, satu satunya yang dia punya.
“Tidak perlu kembalian!”
Sorata yang tidak punya waktu lagi mengatakan ini dengan
keren, ia belajar dari Misaki senpai. Lalu dengan buru buru keluar.
“Huh? Tunggu, are..?”
Dari belakang terdengar suara yang bingung, dan suara
langkah kaki mereka semakin jelas.
Sorata yang sudah keluar itu melihat ke kiri dan kanan,
terlihat Iori dan Kanna yang sedang berlari ke arah stasiun, jadi Sorata lari
ke arah yang terbalik dengan mereka, entah apakah karena mabuk, kedua pria itu mengejar Sorata.
Kedua pria itu mengejar, tapi akhirnya mereka terjatuh,
dan muntah di jalanan,
sepertinya mereka terlalu banyak minum.
Tidak sampai 5 menit dikejar, walaupun begitu, Sorata
sangat lelah.
Setelah mengatur napasnya, ia menghubungi Iori, katanya
lagi di depan
stasiun.
Setelah sesaat Sorata pun berkumpul dengan mereka.
Sorata mengambil kunci dari Kanna yang masih terkejut,
dan mengambil barang bawaan Kanna dari lemari sewa.
“Huft........”
Setelah naik kereta, rasanya lega.
Karena di kereta banyak orang, jadi mereka tidak berbicara apapun.
Tanpa mereka sadari, mereka sampai stasiun Universitas Seni.
Setelah keluar dari stasiun, Sorata akhirnya merasa
tenang.
Sudah jam sebelas.
Di perjalanan balik ke Sakurasou, tidak ada siapapun. Suara
Sorata yang mebawa koper itu sangat ribut lalu bercampur dengan suara langkah
kaki mereka.
Sorata berjalan paling depan, yang berada di
belakang itu adalah Kanna yang memeluk erat tasnya, lalu
di belakangnya lagi
ada Iori.
Setelah sampai di depan taman anak-anak, suara langkah kaki Iori hilang.
Sorata memutar kepalanya. Seperti yang ia duga, ia berhenti.
Sebelum Sorata mengatakan sesuatu, Iori berkata.
“Apa yang kau lakukan?”
Itu jelas-jelas bukan untuk Sorata.
Kanna yang ditanya itu berada di tengah tengah Iori dan Sorata. Ia tetap menghadap ke
depan, tidak membalik ke Iori.
“Pakaian itu sama sekali tidak cocok.”
“.........”
“Gaya rambutnya juga aneh.”
“...........”
Sorata dari tempatnya bisa melihat dengan jelas Kanna sedang mengigit bibirnya.
“Riasannya juga menjijikkan.”
“Berisik! Tidak ada hubungannya denganmu!”
“Menerima ajakan dari pria asing seperti itu, apa kau bodoh?”
“.......tidak ada hubungannya dengamu.”
Yang ada hanya penolakan.
“..........”
“Jangan pedulikan aku.......”
“Kalau kau merasa begitu, kau pikir apa yang akan terjadi padamu.”
Iori terus menggaruk kepalanya.
“Apapun terserah.”
Kanna dengan dingin melontarkan perasaannya yang marah
pada Iori.
“Apapun, apapun itu, pasti ada sesuatu, kan?”
Walaupun ia menjawab dengan serius, tapi balasannya Iori
membingungkan.
Kanna sesaat merasa ragu, tapi segera mengangkat
kepalanya dan memutar badannya, melirik ke Iori.
“Dilihat seperti sekarang ini, le-lebih baik a-aku dimainkan tadi.......”
Suaranya gemetar. Suasana di sekitar sangat tegang, susah untuk bernapas, tidak dapat
berkata apapaun. Yang
ada hanya penolakan Kanna yang sangat keras.
Iori menghadapi semua itu dengan wajarnya seperti
biasanya.
“Tidak begitu kan?”
Lalu mengatakannya dengan tenang.
“..........”
“Apa bahkan hal seperti ini kau tidak mengerti?”
Ekspresi Iori terlihat sedikit marah.
“Apaan........kau kira kau itu siapa!”
“.........”
“.......jangan pedulikan aku lagi!”
Suara Kanna bergetar, ia hampir menangis.
“Aku tidak paham, apa yang kau lakukan.”
“Tidak apa kalau kau tidak paham......”
Hati Kanna menjadi dingin.
“Apa-apaan itu! Kau membuat kami khawatir.”
“Aku tidak minta kalian khawatir! Jangan
merasa bangga!”
Ia terlihat sangat sedih.
“Kalau begitu, jangan membuat kami khawatir! Bukannya biasa selalu dengan santai panggil aku bodoh,
idiot, mati sana, apa itu saja
tidak bisa kau lakukan?”
“..........berisik.”
“Huh?”
“Benar, berisik.......jangan berhubungan denganku lagi!”
“Kalau bisa begitu pasti sudah kulakukan!”
“Lalu, apa-apaan ini?! Kaulah yang tidak paham apapun yang
kulakukan! Jadi apapun itu tidak ada hubungannya denganmu.”
“Ada.”
Iori tanpa ragu langsung menjawab.
“Mengapa!”
“Pasti karena aku menyukaimu!”
Suara Iori bergema di langit malam.
“.........”
Kanna sesaat merasa kebingungan.
Lalu terdiam, hanya ada suara napas mereka.
“Are?”
Yang pertama mengeluarkan suara itu Iori, ia merasa
terkejut terhadap yang barusan ia katakan.
“Huh? Begitu ya?”
Lalu bertanya ke Sorata, dan tentu, tidak dijawab.
“Aku ini, sangat membencimu.”
Kanna pun langsung kabur setelah mengatakan itu.
Di saat Kanna melewati Sorata, Sorata sempat melihat air
matanya terjatuh.
Sorata dan Iori berdiri diam sesaat.
“Sorata-senpai.”
“Apa?”
“Aku ditolak, kan?”
Ini pertanyaan yang sangat sulit. Jadi, dibanding
menjawabnya, Sorata memberinya saran.
“Pikirkan lagi perasaanmu ini.”
Bulan November tanggal 14. Hari Minggu.
Hari ini,di catatan pertemuan di Sakurasou tertulis :
----perjalanan cintaku sudah
berakhir bahkan aku belum sempat memulainya.......----
–Iori
2 Comments
min part 4 pleaseeee
BalasHapusmenarik...
BalasHapusPosting Komentar