LIBUR MUSIM
PANAS
(Translater : Fulcrum)
“Mau pergi
ke laut?”
Orang yang tiba-tiba menawarkan hal itu adalah Shizuku.
“Laut?
Maksudmu pergi ke pantai?”
Saat ini
sistem videophone mampu melakukan percakapan sampai sepuluh arah bersamaan. Saat ini Miyuki sedang
menggunakannya untuk berbicara dengan Shizuku dan Honoka. Shizuku memberikan
jawaban ‘ya’ yang singkat. Jawabannya itu agak pendek, meski begitu sepertinya
temannya sejak SD, Honoka, dapat mengerti maksudnya.
“Ah, maksudmu…?”
“Ya, itu maksudku.”
Tapi bagi Miyuki, yang baru mengenal mereka sekitar empat bulan,
percakapan ini tidak bisa dimengertinya sama sekali.
“Jadi maksudmu…. Apa?”
Saat itu, berdua Honoka dan Shizuku baru sadar kalau Miyuki ketinggalan
dalam pembicaraan ini, meskipun mereka sudah terlambat. Mereka saling
bertatapan. Meski begitu, apa yang terlihat dari layar Miyuki seakan mereka
melihat ke samping. Lalu Honoka lah yang pertama mengembalikan pandangannya
kembali ke Miyuki.
“Jadi begini, keluarga Shizuku punya resort
di Ogasawara.”
“Eh? Shizuku, keluargamu punya pantai pribadi?”
“Ya….”
Menanggapi jawaban Miyuki, Shizuku kembali menjawabnya dengan singkat,
walaupun kali ini ada sedikit ekspresi malu yang mewarnai wajahnya.
Akhir-akhir ini, mempunyai vila di pulau kosong seperti Ogasawara menjadi
tren di kalangan orang kaya, meski hal ini menoreh banyak kritik yang
berpendapat bahwa hal itu adalah sebuah ‘kegiatan yang merusak alam’.
Pulau kosong, tempat resort itu
berada, dulunya berpenduduk, tapi ditinggalkan karena kondisi yang buruk. Karena
vila-vila ini nol emisi (sumber energinya dari sinar matahari, jadi kalau
dipikir-pikir lagi sebenarnya tidak sepenuhnya nol emisi tapi tetap saja),
mereka tidak merusak alam tapi hanya menghabiskan lahan saja. Tentu saja,
Miyuki tidak menyalahkan (Keluarga) Shizuku. Hanya saja bahkan diantara orang
kaya, hanya beberapa orang saja yang punya vila yang dilengkapi pantai pribadi.
Shizuku mungkin juga mengerti akan hal itu, tapi dalam menanggapi kritik-kritik
itu dia secara tidak sadar juga ikut merasa bersalah.
“Ayahku bilang ‘undang teman-temanmu’. Sepertinya ia ingin bertemu Miyuki
dan Tatsuya-san.”
Mendengar perkataan Shizuku untuk merubah suasana (lagi-lagi ini bukanlah
sesuatu yang dapat dimengerti mereka yang tidak benar-benar dekat dengan
Shizuku), Honoka menggumamkan sesuatu.
“Jadi ayahmu akan ada disana lagi tahun ini….”
Ekspresinya seakan-akan sedang mengingat sesuatu, sepertinya itu ingatan
liburan terakhirnya bersama ayah Shizuku. Mungkin di vila yang sedang mereka
bicarakan.
“Jangan khawatir. Dia hanya akan menemui kita sebentar saja. Sepertinya
kerjaannya lagi banyak, dan dia mungkin hanya punya waktu kosong beberapa jam
saja.”
Wajah gelisah Honoka entah bagaimana mulai berubah mendengar perkataan Shizuku.
Miyuki penasaran memangnya apa yang pernah terjadi, tapi dia tidak
menanyakannya.
“Aku mau saja, tapi….. kapan?”
“Masih belum pasti. Kita rasanya akan menyesuaikan dengan jadwal
Tatsuya-san.”
Menanggapi Miyuki yang seakan berkata “Aku tanya Onii-sama dulu”, Shizuku
memberikan jawaban yang tepat.
◊ ◊ ◊
“……….itu kata mereka.”
Tatsuya mendengarkan cerita tentang
apa yang mereka bicara pada sarapan keesokan paginya.
Awalnya Tatsuya ingin bertanya “Apa
kemarin kalian telepon sampai tengah malam?”, tapi tentu saja pada akhirnya itu
tidak keluar dari mulutnya.
“Sepertinya yang ikut hanya Shizuku,
Honoka, dan kita?”
“Shizuku bilang ia juga mau
mengundang Erika, Mizuki, Saijou-kun, dan Yoshida-kun.”
Miyuki terlihat sedikit ragu,
“Tapi Shizuku tidak dekat dengan
mereka seperti dengan kita, jadi aku tidak tahu apa kita bisa mengundang mereka
juga.”
Miyuki mungkin tidak ingin mengatakan
sesuatu yang dapat meresahkan kakaknya. Tentu saja, Miyuki tidak bermaksud
untuk merepotkan Tatsuya dan akan menghubungi mereka sendiri, tapi.
“Baiklah. Kalau begitu, aku yang
hubungi Leo dan Mikihiko. Untuk tanggalnya, kira-kira…..”
Sebaliknya, Tatsuya juga tidak ingin
merepotkan adiknya, berujung pada mereka yang saling mengajukan diri.
Menyeruput kopinya, Tatsuya mulai
mencari-cari jadwal di kepalanya.
“…..Aku kosong minggu depan mulai
Jumat sampai Minggu. Hari lainnya sibuk.”
Liburan musim panas anak SMA baru
akan selesai di akhir Agustus. (Untuk kebanyakan sekolah sains dan literatur,
liburan mereka akan selesai pada pertengahan Agustus, sementara itu untuk
sekolah olahraga dan seni berakhir di pertengahan September)
Liburan musim panas Tatsuya tahun
lalu dan sebelumnya sebagian besar dihabiskannya untuk latihan bersama Batalion
Sihir Independen.
(Selain itu tahun lalu dia juga
menghabiskannya untuk belajar, atau bisa dibilang mengajari Miyuki.)
Enam bulan pertama tahun ini sudah
dihabiskannya untuk Kompetisi Sembilan Sekolah, tahun ini benar-benar padat.
Pengembangan ‘perangkat sihir terbang’ yang akan dirilis bulan depan juga
sedang berjalan.
Tahun ini juga tidak ada ‘istirahat’
di liburan musim panasnya.
“Jadi Jumat sampai Minggu minggu
depan, tiga hari dua malam. Akan kuhubungi Shizuku.”
Yang mana mengapa Miyuki sangat
bersemangat mendengar hal ini dan tidak akan melewatkannya begitu saja. Baginya
sedikit mengecewakan tidak dapat menghabiskan liburan musim panasnya berdua
dengan kakaknya saja, tapi membiarkan kakaknya mendapat liburan menjadi
prioritas utamanya.
◊ ◊ ◊
Tampaknya Shizuku benar-benar
menyesuaikan liburannya dengan jadwal Tatsuya, saat ia mengangguk mendengar
kabar dari Miyuki. Honoka lalu dihubungi Shizuku, Erika dan Mizuki dihubungi
Miyuki, Leo dan Mikihiko dihubungi Tatsuya, dan apakah mereka kebetulan bisa
atau tidak dipandang Tatsuya sebagai suatu hal yang tidak penting.
Dan di hari liburan yang tidak
terlalu diantisipasinya. Dia dipaksa untuk menemani para gadis berbelanja,
mencari baju renang di department store;
Tatsuya lalu melupakan semua pemandangan itu ke ‘laci’ di pikirannya dan
‘menutupnya’, karena itu dia tidak mengingat sama sekali kejadian itu.
Untuk alasan tertentu, tempat pertemuan
mereka bukan di bandara tapi di marina Hayama.
“Wooow…. Itu kapal yang bagus.”
Kali ini (tidak seperti saat
Kompetisi Sembilan Sekolah) celana pendek Erika dikenakan di tempat dan waktu
yang pas, jadi dia menatap lambung putih kapal itu tanpa memerdulikan kaki
langsing putihnya yang terpampang, matanya berbinar-binar.
“Bukannya keluarganya Erika juga
punya kapal pesiar?”
Saat Shizuku bertanya kepadanya
dengan wajah sedikit malu (Tatsuya sudah mulai terbiasa membaca ekspresinya),
Erika menggelengkan kepalanya dengan senyuman kecut menghiasi wajahnya.
“Kita memang punya kapal, tapi
rasanya itu tidak bisa disebut ‘kapal pesiar’….. Aaaah, aku tidak mau
menyebutnya seperti itu. Mereka juga biasanya mematikan stabilizer[1]nya juga, jadi
benar-benar tidak enak naik kapal itu.”
“……jangan bilang, kapal itu
sebenarnya untuk latihan?”
“Yep.”
“Kalian benar-benar tidak setengah-setengah
ya………”
Disamping kekaguman Miyuki, Mizuki
kebingungan harus memasang wajah seperti apa, jadi dia hanya tersenyum tak tahu
harus berbuat apa.
Di samping itu,
“Kapal ini menggunakan sistem
propulsi Flemming ‘kan…… aku tidak melihat adanya saluran udara, jadi tidak
mungkin kapal ini digerakkan oleh turbin udara. Apa mungkin oleh tumbuhan
fotokalatik dan baterai?”
Terbawa oleh ketertarikannya terhadap
mesin, Tatsuya terus menjelaskan hasil pengamatannya selagi mengamati sistem
propulsi kapal itu secara detail.
“Ada juga tabung penyimpanan hidrogen
untuk jaga-jaga.”
Jawaban yang tak terduga itu muncul.
(Bukan berarti mereka tidak mengharapkan ada yang menjawab, tapi isi jawabannya
lah yang mengejutkan) Melihat ke atas, sang ‘kapten’ kapal berdiri.
Dengan topi Yunani yang dipakai
rendah di depan wajahnya dan mengenakan jaket dengan kancing hias, dia
menggigit hand pipe di mulutnya.
Dia terlihat agak buncit..
Penyakit gaya hidup seperti obesitas
sudah mulai hilang sejak 20 tahun yang lalu berkat penggunaan obat, tapi jika
kau sedang bercosplay sebagai seorang
kapten maka perut yang buncit adalah elemen yang penting.
Saat Tatsuya berpikir seperti itu
dengan wajah yang kebingungan, sang ‘kapten’ menjulurkan tangannya, mengajaknya
bersalaman.
Omong-omong, hand pipe yang digenggam di tangan kirinya adalah hand pipe klasik asli. Kalau
diperhatikan dari dekat, dalamnya terlihat kosong.
“Kau Shiba Tatsuya-kun, bukan? Aku
Kitayama Ushio, ayah Shizuku.”
Tatsuya tidak terlalu pandai
menghadapi orang yang seperti itu, tapi Tatsuya punya pengalaman yang lebih
banyak daripada kebanyakan anak SMA. Daripada terlihat malu, dia membalas
sapaan itu dengan baik.
“Senang juga bertemu Anda, saya Shiba
Tatsuya. Saya sudah banyak mendengar tentang Anda. Berdua saya dan adik saya
senang sekali bisa mengenal Anda.”
“Senang juga bertemu denganmu.”
Menyalami tangan ayah Shizuku,
Tatsuya bermaksud untuk sedikit saja meremasnya agar tidak terkesan kasar, tapi
Ushio menggenggam tangan Tatsuya dengan kuat.
Genggamannya cukup kuat. Tapi tetap
saja, dibanding Kazama dan Yanagi, tangannya masih lebih lemah. Yang
mengejutkan Tatsuya bukanlah seberapa kuat genggamannya tapi tatapannya yang
begitu tajam. Mata itu terus memandangimu tidak peduli seberapa tidak nyaman
dirimu, tatapan tajam, dipenuhi wibawa; mata seorang pemimpin.
“…….bukan hanya orang yang otaknya
pintar. Bukan cuma teknisi yang pintar. Pada akhirnya penampilan memang
penting.”
Gumamannya seharusnya tidak kedengaran.
Walaupun Tatsuya mencoba untuk mendengarnya, volume suaranya bisa dibilang
cukup kecil. Tapi kalau saja dia berbicara dengan volume yang normal, Tatsuya
tidak akan menganggap ucapannya tidak sopan. Kitayama Ushio punya wibawa untuk
menilai orang di hadapannya.
Tapi,
“Ya, sepertinya Shizuku tidak salah
lihat. Seperti aku, mata anakku memang tidak salah.”
Mendengar perkataan mengejutkan ini,
Tatsuya tetap memasang ekspresi netral selagi mendesah “Jadi ini ‘Kitayama
Ushio’ huh……” di dalam hati.
Saat dia berkata kalau ia sudah
mendengar banyak tentang Ushio, itu bukan cuma basa-basi.
Sudah hal biasa untuk seorang
pebisnis untuk menggunakan nama bisnisnya dan bukan nama aslinya untuk menjaga
privasi. Ayah Tatsuya sendiri tidak menggunakan nama aslinya, ‘Shiba Tatsurou’,
tapi menggunakan nama ‘Shiibara Tatsurou’ sebagai kepala FLT.
Dia hanya pernah mendengar dari
Shizuku kalau ayahnya pebisnis, tapi setelah tahu nama bisnisnya, dia terkejut
sekali mengetahuinya.
Ayah Shizuku telat menikah (menikahi
penyihir membutuhkan begitu banyak pengurusan dan walaupun semuanya sudah selesai,
prosesnya itu sendiri sudah memakan bertahun-tahun) jadi dia pasti sudah 50
tahun atau lebih tua, tapi karena sikap cerianya, dia terlihat seperti berusia
40 tahun.
“Miyuki!”
Melirik adiknya, Tatsuya memanggil
adiknya mendekat.
Miyuki sedikit berlari kecil
mendekati Tatsuya, segera menyesuaikan diri, dan menunduk dengan anggun kepada
ayah Shizuku.
“Senang bertemu dengan Anda, saya
Shiba Miyuki. Terima kasih banyak sudah mengundang kami.”
“Terima kasih kembali, nona. Aku
Kitayama Ushio. Suatu kehormatan besar bagiku dan kapal ini bisa disapa oleh
seorang gadis cantik.”
Dengan tangannya di dadanya dan
menunduk, Miyuki juga menunjukkan sebuah senyuman manis orang Barat.
Berada di depan Miyuki yang cantik,
bahkan Ushio sekalipun hanya bisa terdiam melihatnya.
“Ah, paman. Rasanya kau tidak pernah
bilang seperti itu saat bertemu denganku?”
“Ayah, itu tidak sopan jadi diamlah
saja.”
Namun, itu adalah hal yang tak bisa
diterima. Melihat Ushio yang terdiam, ia menerima serangan beruntun dari kedua
perempuan yang ada di tempat itu.
“Tidak tidak, aku tidak ternganga
atau semacamnya…..”
Kalau saja kedua orang itu adalah
anak kandungnya, dia mungkin masih bisa beralasan, tapi dengan Honoka yang
disayanginya seperti anaknya sendiri sejak SD, bahkan sang pebisnis ulung itu
pun kehabisan kata-kata. (Sebenarnya alasan kenapa Honoka agak gelisah saat
mengetahui kalau Ushio akan ada ialah karena ia memandangnya sebagai anaknya
sendiri, setiap kali ia bertemu dengannya ia selalu memberikan uang saku
kepadanya.)
Kelabakan, melihat Erika dan yang
lain yang segera mendekati mereka, ia segera mencoba untuk mengalihkan
pembicaraan.
“Ooh! Kalian pasti teman baru anakku
juga? Selamat datang. Silakan nikmati liburan ini. Sayangnya aku harus pergi
sekarang, tapi anggap saja ini rumah sendiri.”
Mungkin berhadapan dengan anaknya
bukanlah salah satu kemampuannya sebagai pebisnis. Kegelisahannya bisa dilihat
dari perkataannya.
Melihatnya yang berlari tergesa-gesa
menuju sebuah mobil besar dan sambil membawa topi Yunaninya, Tatsuya berkata dalam
hari “Aku rasa dia sebenarnya ingin berlibur dengan anaknya………”.
◊ ◊ ◊
Jarak kepulauan dimana vila itu
berada sekitar 900 km.
Tatsuya tidak paham apa enaknya
berlayar daripada naik pesawat (saat ini sudah menjadi hal yang biasa untuk
mempunyai pesawat VTOL, dan faktanya itu akan lebih murah daripada mempunyai
kapal pesiar.), dan saat ia bertanya pada Leo dan Erika, mereka hanya menjawab
“Ini jalan-jalan yang paling mewah”. Dia tidak membalas dengan “Tujuan liburan
ini untuk berenang, bukan jalan-jalan”, tapi berkata “Kalian berdua memang
cocok” dalam hati.
Bisa dibilang, semuanya yang mereka
ajak bisa ikut, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang mabuk laut.
Mengingat lamanya perjalanan, mereka sudah berkumpul sejak jam 6 pagi. Agar
dapat segera berangkat, Tatsuya menaiki kapal itu.
Deknya bahkan lebih besar daripada yang
terlihat dari luar. Tidak ada kolam renang atau teater atau hal mewah lain
(lagipula ini ‘kapal pesiar’ bukan ‘kapal mewah’), tapi walaupun mereka
berdelapan duduk di dek dan memancing, masih akan ada banyak sekali ruang yang
tersisa.
Namun, karena seluruh dek itu
ditutupi sebuah kubah transparan, mereka tidak akan bisa memancing.
“Tapi, saat kita berlayar dengan
kecepatan rendah samping kubahnya bisa dibuka.”
Nakhoda lah yang menjelaskan hal itu,
orang yang sama yang membawa masuk barang-barang mereka, pelayan, Nona
Kurosawa.
Dari penampilannya….. daripada
seorang pelayan, rasanya ada kata yang lebih cocok untuk menggambarkannya. Dia
terlihat hanya berumur 20an.
Walau begitu ia tidak terlihat
seperti orang yang lembut juga, dia lebih seperti orang yang siap jalan kalau
disuruh; tapi tetap saja dibawah sinar matahari musim panas, tidak peduli
seberapa banyak sinar yang bisa dipantulkan kubah itu, Tatsuya tidak habis
pikir bagaimana dia tidak kepanasan pakai baju seperti itu. Atau mungkin hanya
dia saja yang kepanasan.
Dia mungkin bukanlah orang yang
paling pantas untuk berkata seperti itu, dia sendiri mengenakan jaket musim
panas lengan panjang.
Kapal itu memiliki ruang kemudi tepat
di haluan kapal, kabin kapal ada di bawahnya, dan kubah transparan yang memanjang
dari atas ruang kemudi sampai ke belakang kapal.
Setelah memastikan semuanya sudah
naik, Kurosawa langsung masuk ke ruang kemudi itu, dan kapal itu segera
meninggalkan marina.
◊ ◊ ◊
Cuaca selama perjalanan cukup baik,
dan walaupun ada sedikit gejolak, berkat adanya stabilizer dan sistem peredam getaran tidak ada seorang pun di
kapal yang mengalami mabuk laut. Akhirnya, kapal itu sampai di vila di Pulau
Nakodojima.
Atol di tempat itu sudah dihancurkan
oleh kambing-kambing liar sekitar setengah abad yang lalu. Setelah itu, usaha
pemugaran batu karang di tempat itu tidak berhasil. Oleh karena itu, vila-vila
dibangun di pulau itu, dan tanah liat merah yang telah ditarik ke bibir pantai
digunakan dengan dana pribadi untuk dijadikan pantai pasir. Inilah yang
dikatakan oleh para ‘cendekiawan’ tentang ‘kerusakan alam’.
Namun, saat pulau itu baru
ditinggali, tidak ada kerusakan sama sekali di sana dan para penghuni pulau
juga mengusir para kambing liar di pulau itu. Apa kerusakan alam di pulai itu
terjadi karena ada para penghuni, atau itu semua terjadi saat para penghuni itu
sudah meninggalkan pulau itu?
Dia sedang terbawa dalam renungannya,
tapi kembali ke realita bahwa dia ada di sebuah hamparan pasir luas, dia tidak
bisa mengkritik apapun.
Sepertinya yang dikatakannya, mereka
sudah berada di pantai.
Pasirnya putih dan matahari bersinar
terik.
Tapi pantai bahkan lebih bersinar
memantulkan matahari.
“Tatsuya-kun~, mau berenang?~”
“Onii-sama~, airnya dingin dan enak
sekali~.”
Mendengar panggilan Erika dan Miyuki,
Tatsuya, yang hanya duduk di bawah bayang-bayang parasol, melambaikan tangannya
dengan senyuman samar.
Terlalu silau.
Omong-omong, yang menyilaukan ialah
para gadis-gadis berbaju renang yang sedang bermain air di pantai.
Yang paling menarik perhatian mungkin
Miyuki dengan baju renang one piece
pola bunga miliknya. Pesonanya meningkat terus hari makin hari, dan pola bunga itu
makin menambah keindahannya.
Yang mengejutkan ialah Mizuki.
Walaupun pola polkadot baju renang two
piece nya tidak seterbuka bikini, belahan dadanya menunjukkan betapa besar
asetnya, dan saat ini mustahil untuk memandangnya sebagai Mizuki yang kalem
seperti sebelumnya. Mungkin karena bahu dan pinggul kecilnya, lengkungan
langsing pinggangnya membuatnya terlihat menarik mata.
Sama seperti milik Mizuki, Honoka
mengenakan pareo yang diikatkan miring dari bahunya memberi kesan dewasa
padanya. Kalau hanya menilai lengkung tubuh, dan bukan ukurannya, mungkin
inilah yang paling proporsional di antara mereka.
Di sisi lain, Shizuku mengenakan
sebuah baju renang ketat berenda. Tapi, meski begitu, dia terus memasang
ekspresi datarnya, keduanya memberikan pesona misterius mesum kepadanya.
Melihat pemandangan itu membuat
Tatsuya merasa agak tidak nyaman, dan dia mengalihkan pandangannya.
Di samping para gadis itu, ada
ombak-ombak kecil yang muncul.
Leo dan Mikihiko sedang bertanding
(berenang).
Seperti yang dilihat Tatsuya, Leo
terlihat ahli dalam hal ini, sementara Mikihiko sedang bersusah payah
mengejarnya. …Untuk alasan yang tidak jelas pemandangan itu membuat Tatsuya
teringat akan suatu hal.
Melihat lebih jauh lagi, di
cakrawala, Tatsuya perlahan membiarkan kesadarannya terbawa.
Untuk sesaat, dia menenggelamkan
dirinya dalam lamunannya.
Lalu tiba-tiba, dia merasakan
kehadiran seseorang.
Memandangi mereka yang di sekitarnya,
Tatsuya memuji dirinya yang dapat mengetahui itu tanpa perlu melihat.
Ada lima orang yang sedang melihati
wajahnya.
Ini situasi yang agak bermasalah,
lupakan masalah baju renang itu.
“Tatsuya-san, merenung?”
Tanya Shizuku saat dia menjorokkan
badannya pada Tatsuya, tangannya berada di pahanya. Dilihat dari posisinya,
tubuh Shizuku tidak terlihat kekanak-kanakan seperti yang dibayangkannya. Tentu
saja, dia tidak mengatakannya kepada orangnya langsung. Seperti biasa, dia juga
tidak memandangi tubuhnya.
“Onii-sama, kita sudah jauh-jauh
pergi ke pantai, apa Onii-sama tidak mau berenang?”
“Benar sekali. Rugi kalau hanya
berdiam dibawah parasol seperti ini.”
Dengan Miyuki di kiri dan Honoka di
kanannya, mengelilinginya dengan postur yang sama dengan Shizuku, matanya sudah
tidak bisa melarikan diri ke mana-mana lagi.
Di belakang Shizuku, Mizuki menunggu
jawabannya dengan lugu, dan di sampingnya ada Erika yang menunjukkan senyuman
licik di wajahnya. Akan jadi masalah kalau situasinya terus seperti itu.
Tatsuya merasa seperti itu tanpa alasan yang jelas.
“Baiklah, aku rasa aku akan
berenang.”
Menjejakkan kakinya dan menyapu pasir
dari celana renangnya, dia segera meninggalkan tatapan-tatapan kelima gadis
itu, dia melepas parka yachtnya.
Ketika parka itu di taruh di atas
pasir, suasana di tempat itu seketika berubah.
Oh sial, pikir Tatsuya, tapi itu
sudah terlambat.
“Tatsuya-kun, itu…….”
Erika tidak bisa menyembunyikan kekagetannya
ketika berbicara.
Tidak lama setelahnya. Bukan hanya Tatsuya,
tapi Mizuki, Honoka, dan Shizuku semuanya sadar apa yang membuat Erika
terkejut. Mata gadis-gadis itu tertuju pada ‘sesuatu’ di tubuh Tatsuya.
Parka itu menyembunyikan sebuah tubuh
kekar. Ketebalan otot itu benar-benar mengejutkan. Bahkan otot-otot orang
dewasa tidak setebal itu. Tapi walaupun masih remaja, otot dada dan perutnya
benar-benar kekar dan padat, hampir seperti patung-patung era Renaisans.
Tapi ada satu hal yang tidak dimiliki
patung-patung itu, luka-luka tak terhitung yang tersebar di seluruh kulitnya.
Kebanyakan luka itu adalah bekas
sayatan.
Banyak juga bekas luka tusukan.
Ada beberapa bekas luka bakar ringan
di beberapa tempat.
Meskipun tubuhnya seperti itu, tidak
ada tanda-tanda patah tulang sama sekali.
Latihan-latihan biasa tidak akan bisa
menghasilkan tubuh seperti ini.
Hanya tusukan, sayatan, dan api,
sampai berdarah seakan siksaan yang bisa membuat bekas seperti itu, atau
mungkin latihan itu sendiri adalah siksaan. Tepatnya karena Erika mengerti, dia
tidak berteriak keras-keras.
“Tatsuya-kun….. kau, apa…….”
“Maaf, aku menunjukkan sesuatu yang
tidak mengenakkan.”
Menjawab pertanyaan Erika yang belum
diselesaikannya, Tatsuya mengalihkan matanya dari Erika dan berusaha mengambil
lagi parka yang baru saja dilepasnya.
Tapi dia tidak bisa mengambilnya. Itu
karena sebelumnya dia menaruhnya di atas pasir, tapi sekarang parka itu sudah
didekap di dada Miyuki saat dia berlutut mengambilnya.
Walaupun Miyuki itu adiknya, tangannya
tetap tidak boleh ada di dekat dadanya, jadi tangan kirinya berakhir tidak
mengambil apa-apa. Untungnya, dia tidak perlu mengambilnya dengan paksa. Di
saat Tatsuya mulai bangkit berdiri, lengan kirinya sudah digenggam tangan kanan
Miyuki.
“Wah!”
Yang buka suara terkejut itu Mizuki.
Bisa dilihat, saat ini dada Miyuki yang hanya berlapiskan baju renang tipis
sedang menekan lengan Tatsuya. Melakukan itu, Miyuki terlihat sedikit malu.
“Onii-sama, itu tidak apa-apa.”
Wajah Miyuki terlihat agak merah,
tapi itu bukan karena dia yang menempelkan tubuhnya pada kakaknya yang setengah
telanjang.
“Aku tahu. Kalau semua luka itu
adalah bukti penderitaan yang Onii-sama jalani untuk menjadi lebih kuat
daripada siapapun.”
Tapi dia malu karena menatap mata
kakaknya di jarak yang begitu dekat.
“Jadi, aku rasa Onii-sama tidak perlu
malu akan itu.”
Mendengar perkataan Miyuki, ekspresi
Tatsuya terlihat sedikit melunak. Lalu, dia merasakan suatu barang empuk yang
menekan lengan kanannya.
Erika bersiul kecil. Dia bukan ingin
menggoda, sebaliknya itu pujian.
Tatsuya sudah cukup yakin apa itu,
tapi meski begitu dia tetap menolehkan kepadanya untuk memastikan barang apa
yang menekan lengan kanannya.
Seperti yang diharapkan, itu Honoka.
Hampir seolah bersaing dengan Miyuki, dia memeluk erat lengan kanan Tatsuya
dengan kedua tangannya. Tidak seperti Miyuki, dia menggunakan baju renang two piece, jadi lengan Tatsuya dapat
menyentuh kulit halusnya secara langsung. Apa mungkin karena itu, wajah Honoka
terlihat tiga kali lebih merah daripada Miyuki.
“Aku, aku juga tidak masalah!”
Meski bicaranya sedikir gagap
awalnya, dia mulai bisa bicara normal lagi setelahnya. Mungkin karena, apa yang
dilakukannya kepada lawan jenis yang biasa dilakukan sepasang kekasih dirasanya
terlalu berani. Semuanya akan jadi lebih aneh kalau dia tidak malu.
Meskipun itu sudah aneh, sikap Honoka
lebih aneh lagi.
Untuk seorang gadis remaja, bukan,
bahkan seorang wanita yang penuh pengalaman sekalipun, luka-luka di badan
Tatsuya seharusnya adalah sesuatu yang tidak mudah dilihatnya. Kalau hanya
beberapa luka kecil maka tidak ada masalah, tapi luka-luka itu biasanya
berhubungan dengan kekerasan.
Tatsuya hanya bisa berpikir kalau
melepas parkanya di depan gadis-gadis yang tidak tahu apa-apa adalah
kecerobohan yang fatal, mungkin itu karena panasnya matahari, pikirnya.
Reaksi Erika, walaupun langka, tidak
bisa dimengerti. Dan sejauh ini dia sudah menyerah untuk menjelaskan perkataan
dan sikap Miyuki. Tapi alasan kenapa sikap Honoka seperti itu adalah misteri
baginya. Itu seakan-akan…
“Itu seakan-akan….. ketahuan adik dan
pacarmu bukan?”
“Hei, shh! Kau tidak bisa bilang
seperti Mizuki. Semuanya sekarang sudah jadi menarik.”
Perkataan Mizuki bukan tanpa alasan,
tapi itu memang pikirannya saat itu. Tatsuya paham betul akan itu, tapi dia
dengan sepenuh hati setuju dengan perkataan Erika “Kau tidak bisa bilang
seperti itu”. Tapi dia benar-benar tidak setuju dengan lanjutan perkataannya.
Tapi antara paruh pertama dan kedua
perkataannya, nada bicara Erika berubah. Sikapnya berubah. Tapi nada bicara
Mizuki masih tetap sama.
Dengan senyuman licik itu Erika
sedikit mundur dari Tatsuya, yang sedang kewalahan menghadapi Honoka yang masih
mendekap lengan kanannya (dia sudah sejak awal menyerah kalau tentang Miyuki).
“Uh, maaf Tatsuya-kun. Sikapku aneh.”
“Tidak, aku tidak masalah. Jadi
Erika, tolong juga jangan dipikirkan.”
“Walaupun kau bilang seperti itu……..
ah, ya benar!”
Ekspresinya seakan berkata, aku ada
ide bagus, saat senyuman itu muncul kembali di wajahnya.
“Aku juga akan menunjukkan tubuhku
padamu.”
Selagi mengatakannya dia mencantelkan
ibu jari tangan kanannya di tali bahu baju renangnya dan mengedipkan matanya,
mengangkatnya setinggi jari.
Di samping Erika, Mizuki hanya diam.
Dengan Honoka yang terus berbicara
tanpa melepas kepalanya, dan Miyuki yang masih menatapnya dengan senyuman
memesona, Tatsuya menoleh ke dua gadis yang mendekap kedua lengannya.
“Ayo berenang.”
Dengan mereka berdua yang masih
melekat di kedua lengannya, Tatsuya mulai berjalan ke pantai dengan sedikit
canggung.
Erika menggembungkan pipinya,
sementara Mizuki hanya tersenyum sambil tenggelam di dunianya sendiri.
Berjalan melewati dua dan mengejar
Tatsuya, Shizuku mengangguk dan hanya berkata “Berhasil’ di belakang gadis yang
mendekap lengan kanan Tatsuya.
◊ ◊ ◊
Langit biru cerah membujur di atas kepala Tatsuya. Di
belakangnya terdapat laut yang tenang (hanya sedikit bagian wajahnya saja yang
ada di permukaan air), satu-satunya hal yang dirasakannya ialah sapuan kecil
ombak.
Perbincangan mereka sebelumnya sudah
berubah menjadi sebuah perang air, lalu berubah lebih ekstrim dimana mereka
menyebut serangan mereka ‘jet streams’ (tentunya, itu sihir, dengan Tatsuya
yang dijadikan target). Tapi tetap saja, menjadi satu-satunya laki-laki
diantara lima perempuan adalah fakta yang makin menyulitkan posisi Tatsuya.
Kalau Leo dan Mikihiko bersama kelompoknya, akan mudah baginya untuk keluar
dari permainan itu. Sayangnya, mereka berdua sekarang sedang lomba renang jarak
jauh, dan mereka sudah tidak kelihatan lagi. Saat Tatsuya berkata “Aku pergi
sebentar” dan meninggalkan mereka, wajah Miyuki terlihat frustasi, tapi seperti
yang diharapkan Miyuki bisa memahami ketidaknyamanan Tatsuya.
Sekarang para gadis sedang bermain di
atas perahu, lebih dekat dari pantai daripada tempat Tatsuya mengambang.
Menjaga jarak mereka dari Tatsuya sebatas pandangan mata dirasa cukup oleh
Miyuki, yang nantinya disetujui gadis-gadis itu.
Suara bahagia para gadis yang sedang
bermain terdengar sampai tempatnya mengambang. Kebanyakan bukanlah pembicaraan
tapi hanya tawa-tawa tidak jelas, tapi bahkan tanpa melihat dan hanya
menganalisa Pushion mereka, dia mampu mengerti apa yang mereka lakukan. Honoka
dan Shizuku ada di atas perahu, Miyuki dan Erika ada di air di sekitarnya, dan
Mizuki duduk di bawah parasol di pantai.
Selagi di terpa ombak-ombak kecil,
Tatsuya mengingat sesuatu. Honoka bilang kalau dia tidak pandai berenang. Walau
dia ada di atas perahu, perahu itu tidak terlalu besar ataupun stabil, dan dia
penasaran apa tidak apa-apa baginya ada di tempat sejauh ini.
Firasatnya itu ternyata menjadi
kenyataan. Tidak tahu karena perkataan atau memang kebetulan semata,
kepercayaan kalau kejadian buruk kalau dikatakan akan menjadi kenyataan.
Ternyata itu tidak cuma kalau dikatakan, tapi dipikirkan juga bisa.
Sebuah teriakan mendadak memecah
ketenangan angin musim panas. Tatsuya menerima kejadian itu sebagai infomasi
lebih cepat daripata mata semua orang, dan segera naik ke permukaan dan mulai
berlari secepat mungkin ke arah perahu itu. Itu adalah teknik yang biasa tidak
digunakannya kalau ada orang yang melihat, tapi itu jelas jauh lebih cepat
daripada berenang.
Berlari ke sebelah perahu itu,
Tatsuya setiap langkahnya selalu menggunakan Flash Cast untuk menciptakan
sebuah sihir tekanan permukaan untuk membuatnya bisa seperti ‘anggang-anggang’.
Tatsuya memasukkan kakinya ke air.
Mengikuti Miyuki yang sudah masuk ke air terlebih dulu, Tatsuya melingkarkan
tangannya di pinggang Honoka. Di situasi panik seperti itu, Honoka bergerak
tidak karuan, menendang-nendang saat Tatsuya mendorongnya ke atas.
Di atasnya, Erika baru mendorong
Shizuku ke atas perahu. Apa mungkin Erika dan Shizuku lah yang membuat kapal
itu terbalik? Tatsuya memikirkan bagaimana cara mereka melakukannya, dan
membawa Honoka ke perahu.
Setelah naik di atas air Honoka entah
bagaimana sudah agak lebih tenang, tapi dia tetap masih sedikit ketakutan.
Dibawa kembali ke kapal tanpa bisa melawan, Honoka hanya bisa memohon “Tolong
tunggu sebentar!” dan “Tolonglah!”. Namun, panasnya air pantai di musim panas
makin melemahkannya. Karena dirinya sudah lemah, dia perlu segera beristirahat.
Jadi Tatsuya dengan paksa memaksa membawanya meski Honoka terus menolaknya. Dia
sudah tidak bisa apa-apa lagi, dan Shizuku, yang sudah di atas perahu,
menangkapnya. Dengan Honoka yang sekarang menghadap Tatsuya, ia akhirnya paham
apa yang diributkannya sejak tadi.
Baju renang yang dikenakan Honoka
mungkin lebih mengutamakan fashion
daripada nilai gunanya saat berenang.
Atasan baju renangnya terangkat.
Tatsuya memejamkan mata, dan tanpa
banyak bicara langsung membiarkan gravitasi menariknya kembali ke dalam air.
Sebuah teriakan baru menghiasi musim
panas itu saat Honoka berjongkok dan menutup dadanya dengan kedua tangannya.
◊ ◊ ◊
“Hiks…hiks….hiks……”
“Uh, umm, ada apa…… Honoka-san, apa
kau baik-baik saja?”
Setelah sampai di pantai dia duduk
dan menangis sejadi-jadinya, membuat Mizuki yang tidak tahu apa yang sudah
terjadi kebingungan selagi mencoba untuk menghiburnya. Tiga orang yang lain,
Shizuku, Erika, dan Miyuki berdiri di sekitar mereka berdua dengan malu-malu.
“Hiks…. Makanya, hiks…… aku sudah
bilang, hiks….. tunggu.”
Tentu saja, yang paling merasa
canggung adalah Tatsuya. Sejujurnya, hal yang paling diinginkannya sekarang
adalah melarikan diri.
Namun, itu bukanlah sesuatu yang bisa
dibiarkan begitu saja.
“Itu, hmm….. Tatsuya-kun cuma mencoba
menolongmu…..”
Perkataan Erika tidak berefek sama
sekali. Miyuki juga tidak bisa menenangkannya, bahkan Tatsuya pun tidak.
“Honoka, aku uh….. aku minta maaf.”
Tatsuya sendiri tidak punya niat
jahat, dan faktanya, dia tidak perlu tanggung jawab akan hal ini. Tapi dia
tidak bisa membiarkannya, jadi dia menundukkan kepalanya dan meminta maaf. Di
saat yang sama, Shizuku berbisik pelan ke telinga Honoka.
“Honoka, kau tahu kalau ini bukan
salah Tatsuya ‘kan.”
Suaranya kecil dan hanya bisa
didengar Honoka.
“Kamu sendiri tadi masih punya waktu
untuk memerbaiki baju renangmu ‘kan.”
Meski suaranya kecil, dan banyak hal
yang bertentangan, perkataan Shizuku berhasil menenangkannya.
“Ini memang tidak sesuai rencana,
tapi…..”
Tapi, sepertinya ada hal misterius di
perkataannya itu.
“Ini kesempatan yang bagus.”
Perkataan itu benar-benar
konspiratif.
Shizuku membisikkan hal-hal lain
kepadanya, dan Honoka akhirnya beralih ke Tatsuya.
“Tatsuya-san…… apa Tatsuya-san
benar-benar menyesal?”
“Aku benar-benar tulus. Aku
benar-benar minta maaf.”
Saat Tatsuya menunduk sekali lagi,
Honoka bergumam “Kalau begitu….”
“…..Hanya untuk hari ini, dengarkan
semua yang kukatakan.”
“Apa?”
Mendengar hal tak terduga itu,
kebingungan memenuhi wajah Tatsuya. Honoka tidak terkesan seperti orang yang
bicara seperti itu. Bukan hanya Tatsuya, tapi Miyuki dan Erika pun juga
menunjukkan ekspresi yang sama.
“Kalau Tatsuya-san melakukannya, aku
akan memaafkan semua ini. Bagaimana….?”
Tatsuya dan Miyuki saling bertukar
pandang.
Senyum kecut Miyuki seakan berkata
“Tidak ada pilihan lain”.
“……Terserah kalau itu maumu.”
Walaupun Honoka tidak bilang “Apapun
yang kumau”, Tatsuya tahu kalau ia bukanlah gadis yang akan meminta hal-hal
nakal seperti ‘Ousama Game’[2] yang populer
beberapa dekade yang lalu. Saat Tatsuya mengangguk, Honoka dengan senang berteriak
“Janji ya!” dengan senyuman lebar.
◊ ◊ ◊
Ketika Leo kembali dari renang
panjangnya, itu sudah waktu minum teh di balkon.
Minuman dingin dan buah warna-warni
disusun di meja.
Pelayan Kurosawa tidak memakai kostum
pelayannya dibalik celemeknya, sebaliknya ia mengenakan sebuah gaun one piece mini. Bahunya terbuka, dan
tubuh langsingnya bisa terlihat dari belakang celemek yang lebih besar daripada
gaunnya. Pemandangan wanita seperti ini pasti menarik mata para remaja
laki-laki, tapi hari ini ada empat gadis cantik berbaju renang yang bersamanya.
Selangkah dibelakang Kurosawa, muncul
dua gadis cantik dan dua gadis yang lebih cantik dari ‘cantik’. Namun, bagi
Leo, yang lebih mencintai makanan daripada wanita, tidak ada dari mereka
berempat atau bahkan Kurosawa sekali pun yang punya ‘pesona wanita dewasa’ yang
mampu menggodanya.
Tapi bukan berarti dia tidak
sensitif. Melihat mereka berempat memakai baju renang, Leo hanya berkata “Oh?”
selagi memandangi mereka.
“Dimana….. Tatsuya dan Mitsui?”
“Mereka di perahu disana.”
Jawaban itu bukan berasal dari orang
di meja di situ, tapi dari belakang tempatnya berdiri.
Kelelahan dan masih basah, Mikihiko
sambil terengah-engah menjawab pertanyaan Leo.
Tatsuya dan Honoka menuju ke laut
menaiki sebuah perahu dayung.
“….Apa yang terjadi?”
“Banyak. Ya, banyak sekali.”
Erika menjawab dengan agak enggan.
Daripada dibilang ketus, dia hanya
merajuk, dan saat dia memalingkan wajahnya, Leo, bukannya tersinggung, rasa
penasarannya makin memuncak.
Melihat Mikihiko yang menonton
pemandangan itu dengan tertarik, ia pun segera melihat ke laut.
Memakai topeng jerami, ekspresi
Tatsuya tersembunyi dibalik bayangannya dan tak bisa dilihat.
Honoka memegang sebuah parasol dan
memunggungi mereka, jadi ekspresinya juga tidak kelihatan.
Meski perahu itu sudah jauh dari
pantai, Mikihiko bisa merasakan aura yang menenangkan dari mereka.
“….Mereka begitu cocok ya?”
“Hei, kalian berdua.”
Dia tidak melanjutkan kalimatnya
dengan “Dasar bodoh”.
Bahkan saat Erika memeringati mereka,
sebuah tiupan angin dingin memenuhi tempat itu dari meja belakang mereka.
Kres….kres….kres… Suara itu didengar
Mikihiko datang dari belakangnya, mengingatkannya dengan suara musim dingin.
“Mikihiko-kun, apa kau mau mencoba
jeruk beku ini?”
Berbicara dengan ramah, Miyuki
tertawa sambil menyodorkan semangkuk jeruk beku kepada Mikihiko.
Dengan waktu yang tepat, Kurosawa
memberinya sendok.
Mikihiko mengambil sendok itu secara
refleks.
Miyuki masih punya satu buah lain di
tangannya. Sekali lagi, kres….kres….kres… terdengar datang darinya, dan
seketika dia sudah memebang sebuah mangga mentah beku. Memalingkan tatapan
dinginnya dari buah itu, dia menyodorkannya ke orang di depannya dengan
senyuman indah.
“Saijou-kun, apa kau mau satu juga?”
“Ah….. terima kasih…..”
Leo memutuskan kalau itu jawaban
terbaik.
Miyuki menaruh kembali tatapannya ke
gunungan buah didepannya, tapi mungkin karena sudah tidak tertarik lagi, dia
segera berpaling.
“Shizuku, maaf, aku agak lelah. Apa
bisa aku istirahat di suatu tempat?”
“Tentu, jangan khawatir.
Kurosawa-san?”
“Tentu saja. Miyuki-ojousama, silakan
lewat sini.”
Mengikuti Kurosawa, Miyuki berjalan
menuju vila.
Dibanding Mizuki yang ngeri, wajah
datar Shizuku tetap tak berubah.
◊ ◊ ◊
Makan malam hari itu adalah barbecue.
Delapan orang bergabung dengan
harmonis di sekitar panggangan, dengan Miyuki yang mungkin sudah agak tenang
setelah kesana kemari dari meja makan ke panggangan.
Sebelum mendatangi Tatsuya tanpa
henti, Honoka dengan gembira berbicara dengan Erika dan Shizuku.
Mungkin karena traumanya selama waktu
minum teh, Mizuki duduk jauh dari Miyuki dan yang lain, berbicara dengan
Mikihiko.
Leo sedang memandangi makanan mereka
dengan penuh semangat. Kurosawa hampir hanya melayaninya saja.
Tentu saja tidak dari mereka yang
tertinggal sendirian, dengan Honoka yang sesekali mendatangi Miyuki, dan
Tatsuya yang terlibat rebutan makanan dengan Leo.
Tapi entah mengapa, dibanding
biasanya, ada kecanggungan di antara mereka.
◊ ◊ ◊
Seperti kata pepatah, tenang sebelum
badai.
Mustahil bagi mereka untuk tahu apa
yang akan terjadi nantinya, tapi pasti akan terjadi sesuatu, orang yang
memulainya tidak seperti dugaan.
Segera setelah permainan kartu kelima
gadis itu selesai dengan kekalahan Mizuki, Shizuku bertanya pada Miyuki “Bisa
kau ikut aku sebentar?”
“…..Tentu.”
Kebingungannya hilang dalam sekejap.
“….Um, apa kalian mau jalan-jalan?
Kalau begitu aku juga ikut.”
“Kau tidak boleh Mizuki. Kau masih
harus melakukan hukumannya.”
Saat Mizuki berdiri mengikuti Miyuki,
Erika dengan sigap menahan bajunya dan menariknya duduk kembali.
“Ehhh!? Aku tidak tahu kalau seperti
ini!”
“Yang kalah jelas harus kena hukuman.
Tapi omong-omong, kalian berdua hati-hati.”
Tidak tahu apa Erika paham situasi
ini atau tidak, tapi ia tetap menahan Mizuki, dan pura-pura lupa dengan
ketegangan di antara mereka saat ia melambaikan kepada Miyuki dan Shizuku.
Ketegangan itu tidak hanya dirasakan
para perempuan. Setelah selesai makan malam, Leo mengambil pudding dan segera
pergi, mungkin menyadari situasi. Mikihiko, sibuk bermain shogi, sedikit curi-curi dengar apa yang para gadis bicarakan.
“Skak. Aku akan menang sepuluh
langkah lagi.”
“Apa? Aku sudah mau kalah!?”
Dia berteriak kepada Tatsuya.
◊ ◊ ◊
Meninggalkan vila, mereka berjalan
menuju pantai.
Shizuku diam seribu bahasa, dan
Miyuki juga mengikutinya.
Mereka terus berjalan sampai
terangnya vila sudah tidak terlihat lagi, lalu Shizuku berbalik badan.
Ekspresi datarnya terlihat tegang.
Miyuki hanya tersenyum, tapi itu
adalah senyuman kosong, yang tidak beremosi sama sekali.
“Maaf membuatmu menemaniku.”
“Tidak apa-apa. Apa ada yang ingin
kau bicarakan?”
Namun, meski begitu, Miyuki tidak
tahan untuk tidak segera memulai semuanya.
Setelah menghitung sampai 10 deburan
ombak, Shizuku buka mulut.
“Aku ingin tahu.”
“Tentang apa?”
“Apa perasaan Miyuki terhadap
Tatsuya-san?”
Dengan pertanyaan Shizuku yang
blak-blakan, tanpa basa-basi sama sekali,
“Aku mencintainya.”
Jawaban Miyuki disampaikannya dengan
santai.
“…Apa perasaan itu seperti untuk
lawan jenis?”
Sebaliknya, Shizuku terlihat agak
ragu. Tetapi dia tetap tenang dan tidak gelisah, mungkin itu karena sifatnya
yang biasanya.
“Bukan.”
Jawaban Miyuki kembali datang tanpa
keraguan.
Ekspresinya santai.
“Aku mencintai dan menghormati
Onii-sama lebih dari siapapun. Tapi, bukan sebagai perempuan. Perasaanku kepada
kakakku bukan perasaan cinta romantis. Aku tidak pernah merasa seperti itu
dengan Onii-sama.”
Menemui pandangan Shizuku,
“Aku penasaran, kenapa kau bertanya
seperti itu padaku?”
Miyuki menunjukkan senyuman nakal.
“Aku tidak apa-apa. Aku tidak
bermaksud menghalangi Honoka atau semacamnya. ….Hanya saja, aku akan sedikit
cemburu. Jadi tenang saja, walaupun aku rasa itu sedikit sulit.”
Ketika Miyuki tertawa kecil, Shizuku
terlihat seakan hampir menangis.
“….Kenapa.”
“Kenapa apanya?”
“Kenapa kau bisa seperti itu?
Maksudku, sudah jelas kalau kau sangat mencintai Tatsuya-san.”
Miyuki melangkah mendekati Shizuku.
Shizuku terlihat diam membeku, tapi,
dia tidak gentar.
Miyuki berjalan melewatinya, sampai
mereka berpunggung-punggungan.
“….Sulit untuk menjelaskan hubungan
kami berdua kepada orang lain. Ada terlalu banyak spekulasi yang ada. Tapi
perasaanku terhadap Onii-sama tidak sesederhana itu.”
“……Apa kalian benar-benar saudara?”
Saat Shizuku berbalik,
“Kau menanyakan suatu pertanyaan
bagus.”
Miyuki menjawabnya dengan posisinya
yang masih sama.
“……Maafkan aku.”
“Tidak, aku tidak menyalahkanmu atau
semacamnya.”
Menggelengkan kepalanya, senyum
Miyuki terlihat tulus.
“Pasti senang rasanya….. bisa punya
teman yang mau berkorban sampai sepert ini.”
“Aku...... juga menganggapmu sebagai
temanku, Miyuki.”
“Aku tahu. Itulah kenapa sekarang kau
sedang kebingungan bukan? Kau sedang mencoba untuk tidak menyakiti perasan kita.”
Shizuku dengan malu-malu memalingkan
wajahnya, pada tatapan lembut Miyuki.
“Seperti yang kukatakan…. Onii-sama
dan aku saudara kandung. Atau setidaknya itulah yang tertulis di surat-surat,
dan tes DNA juga sudah memastikan hal itu.”
“Tapi………”
“Aku tahu apa yang ingin kau
katakan.”
Saat Shizuku menyelanya, Miyuki hanya
mengangguk.
“Perasaanku untuk Onii-sama, bahkan
menurutku melebihi hubungan adik-kakak.”
Shizuku terdiam malu.
“Kau tahu….. sebenarnya, aku mati
tiga tahun yang lalu.”
“Huh?”
Mendengar pengakuan ini, bahkan
seorang Shizuku tidak dapat menekan suaranya.
“Atau mungkin lebih tepatnya ‘aku
seharusnya mati’? Tapi saat itu, aku benar-benar bisa merasakan dengan jelas
nyawaku meninggalkan tubuhku, jadi jika dibilang ‘aku benar-benar mati’ rasanya
juga tidak tepat.”
Saat Miyuki berbicara senyumannya
sekejap menghilang, dan kalimat ‘aku benar-benar mati’ dikatakannya dengan
tegas sampai membuat Shizuku merinding.
“Karena Onii-sama lah aku bisa ada
disini. Bisa menangis, tertawa, berbicara denganmu saat ini di sini, semuanya
berkat Onii-sama. Aku berhutang nyawaku padanya, dan semua milikku dan aku
hanya milik Onii-sama seorang.”
“Itu……”
Pertanyaan yang mau dikatakan Shizuku
sebenarnya “Apa maksudnya itu?”, tapi karena ia tidak menanyakannya jadi ia tidak
mendapat jawabannya.
“Perasaanku untuk Onii-sama bukan
cinta yang romantis.”
Jawaban yang diberikannya merujuk
pada pertanyaan Shizuku, “seperti untuk lawan jenis?”, dan ketegasan suaranya
juga sama seperti sebelumnya.
“Cinta yang romantis, berarti kau
menginginkan sesuatu dari orang itu bukan?”
Meski Shizuku bisa bertanya “Bukannya
kalau cinta berarti kau ingin orang itu untuk jadi milikmu?”, Shizuku tidak
menanyakannya. Dia merasa kalau itu tidak sopan, dan selain itu,
“Tapi, tidak ada yang kuinginkan dari
Onii-sama. Karena aku sendiri berasal dari Onii-sama.”
Dia paham kalau Miyuki sedang tidak
mencoba untuk menjawab pertanyaannya.
“Aku tidak menginginkan apa-apa
darinya. Aku bahkan tidak akan meminta Onii-sama untuk menerima perasaanku.
Pada akhirnya…… aku rasa, ‘cinta’ lah kata paling cocok untuk
mendeskripsikannya.”
“…..Aku mengerti.”
Shizuku hanya bisa mengibarkan
bendera putih, setelah mendengar pengakuan Miyuki.
“Miyuki, kau memang unik.”
“Aku sudah sering mendengarnya.”
Saat Shizuku menggeleng, Miyuki
menutup satu matanya dan memberikan sebuah senyuman nakal.
◊ ◊ ◊
Segera setelah Shizuku dan Miyuki
berangkat, Honoka pergi menceknya penampilannya di cermin. Saat dia
meninggalkan ruangan itu, dia bilang dia ingin mengambil bunga.
Selagi mengamati penampilannya, dia
teringat perkataan Shizuku. “Akan kubawa Miyuki jalan, selagi itu kau bawa
Tatsuya ke suatu tempat.”
Dia segera tahu apa yang harus
dilakukannya. Shizuku paham betul perasaan Honoka dengan sempurna tanpa perlu
Honoka katakan. Sebenarnya, insiden tadi siang juga sudah ‘direncanakan’ oleh
Shizuku untuk mendekatkan Honoka dan Tatsuya. Shizuku sudah memberitahu Tatsuya
sebelumnya kalau Honoka bukanlah seorang perenang yang baik, dan rencananya
membuat Tatsuya menolong Honoka bertujuan agar Honoka punya alasan untuk
mendekatinya dan berterima kasih atas itu. Untuk jaga-jaga jika Tatsuya tidak
sampai tepat waktu, dia juga sudah ada rencana cadangan. Apa yang terjadi tadi
itu murni kecelakaan, tapi akibatnya Honoka bisa memonopoli Tatsuya sepanjang
hari, jadi walau Shizuku merasa bersalah di saat yang sama dia juga bahagia.
Sekarang, Shizuku sudah menyiapkan
panggung pengakuan cinta untuk Honoka. Dengan gugup, Honoka memakai rona pipi
warna pucat. Membetulkan rambutnya dan mencek pakaiannya, Honoka bergumam
“Siap!” saat dia melakukan semua itu. Menurut rencana dia akan membawa Tatsuya
pergi selama Miyuki tidak di sini, dan Honoka kembali ke ruang tamu.
Dia bahkan tidak sadar kalau dirinya
agak gemetaran.
◊ ◊ ◊
Berjalan beriringan dengan Tatsuya dan
mencuri-curi pandang ke wajahnya setiap saat, saking gugupnya sampai Honoka
tidak tahu kapan harus mulai bicara.
Sejauh ini semuanya berjalan sesuai
rencana. Saat Honoka mengajaknya “Tatsuya-san, maukah kau menemaniku jalan
sebentar?”, dia segera menjawab ‘ya’, yang entah mengapa membuatnya bingung.
Semua yang sudah berjalan terlalu
mulus ini sedikit menggoyahkan Honoka. Tatsuya hanya diam.
Di luar vila mereka berjalan ke
kanan, dan seakan ingin melindungi Honoka dari ombak, Tatsuya berjalan di sisi
dekat pantai.
Entah bagaimana, Honoka merasa kalau
Tatsuya sudah tahu apa rencananya dan mencoba untuk tidak menyentuh masalah
itu.
Sebuah krisis muncul di pikiran
Honoka. Kalau dia tidak segera ambil langkah, maka semuanya tidak akan selesai.
“Tatsuya-san.”
Setelah membuka dan menutup mulutnya
berulang-ulang Honoka akhirnya memberanikan diri untuk buka suara, Tatsuya
berhenti dan balik menghadapnya.
Saat itu terangnya vila sudah tidak
terlihat di kejauhan.
Dengan kata lain bahkan suara mereka
malam itu juga hilang ditelan suara deburan ombak dan tidak akan ada orang lain
yang bisa mendengarnya.
Di bawah langit malam penuh bintang,
ditemani suara ombak, Honoka berdiri melihat wajah Tatsuya secara langsung.
Namun, dia tidak bisa melanjutkannya.
Bahkan saat mata Tatsuya menyemangatinya, Honoka hanya bisa mengalihkan
wajahnya dan mulai berbicara dengan gagap.
“Aku…..”
Saat dia kembali mendongak, menemui
wajah Tatsuya seolah mencoba mengatakan sesuatu, lalu dengan ekspresi tegang;
hal ini berulang beberapa kali.
“Ya, ada apa?”
Tatsuya menyemangatinya dengan nada
bicaranya yang lebih lembut daripada biasanya, dengan perkataan yang lebih
lembut daripada biasanya.
Mungkin nada bicaranya lebih
menyemangati Honoka daripada perkataannya.
“Aku…. umm, aku…. aku menyukaimu!”
Honoka akhirnya berhasil
mengatakannya, setelah berjibaku dengan keraguannya, mungkin suaranya bisa
terdengar sampai ke tempat lain.
Tapi Honoka tidak memikirkan itu sama
sekali.
Saat ini, baginya, hanya mereka
berdua lah yang terpenting.
“Jadi bagaimana perasaan Tatsuya-san
tentangku?”
Tidak dapat kembali melihat mata
Tatsuya, Honoka memejamkan matanya sekuat mungkin, tapi jawaban itu tidak
datang-datang.
“….Apa aku merepotkan?”
Perlahan membuka matanya, Honoka
bertanya dengan suara seakan menangis, tapi Tatsuya hanya menggelengkan
kepalanya dengan tersenyum.
“Tidak sama sekali. Aku sudah menduga
kalau kau akan mengatakan itu. Walaupun aku baru menyadarinya siang tadi.”
Saat mereka bertatapan, Honoka
kembali merasakan kesedihan luar biasa di mata Tatsuya.
Memersiapkan dirinya untuk kesedihan
yang akan datang, Honoka mengepalkan tangannya erat-erat. Tapi jawaban Tatsuya
adalah sesuatu yang tak ia duga.
“……Kau tahu Honoka, aku sebenarnya
kehilangan sebagian jiwaku.”
“…..eh?”
“Saat aku masih kecil, aku terlibat dalam
semacam kecelakaan sihir… beberapa fungsi mentalku terhapus.”
Wajah Honoka terlihat pucat. Wajah
pucatnya bahkan terlihat jelas di kegelapan malam.
Matanya terbelalak, dan hanya kalimat
“Tidak mungkin…..” yang terdengar keluar dari mulutnya yang sedang ditutupi
tangannya.
“Saat itu, aku rasa, aku kehilangan
apa yang kau sebut perasaan cinta. Mereka tidak terkunci, jadi tidak bisa
dibebaskan. Mereka tidak rusak, jadi tidak bisa diperbaiki. Mereka hilang, dan
tidak bisa dikembalikan.”
Tatsuya menceritakannya seolah itu
bukan tentang dirinya.
“Aku tidak bisa merasakan cinta. Aku
bisa menyukai seseorang, tapi tidak akan pernah bisa jatuh cintah kepadanya.
Bisa dibilang, aku hanya bisa bilang saja tanpa merasakan. Jika dicari-cari
lagi, aku bisa tahu kalau ada yang hilang dariku.”
Saat Honoka menutup mulutnya, dia
tidak berkata seperti “Itu bohong” atau “Aku tidak percaya”. Dia benar-benar
terkejut sampai kehabisan kata-kata. Pikirannya saat ini hanya berisi pengakuan
Tatsuya.
“Mungkin ini terdengar agak tidak
enak, tapi, aku menyukaimu. Namun, itu hanya sebatas teman. Tidak peduli
bagaimana kau mencoba, aku tidak akan pernah bisa memandangnya sebagai seorang
yang spesial. Itu pasti menyakitkan.”
Berkata seperti itu, sebuah senyuman
lemah terlintas di wajah Tatsuya.
“Itulah kenapa aku tidak bisa
membalas perasaanmu.”
Tatsuya terdiam.
Honoka juga sama.
Hanya suara ombak yang menghiasa
gelapnya malam.
Saat ombak itu perlahan mendekati
pantai,
Dan sampai di tempat kaki mereka
berdiri,
Honoka mengangkat kepalanya.
“Tolong jangan marah….. kau tahu, aku
sempat berpikir, Tatsuya-san menyukai Miyuki. Bukan sebagai adik, tapi sebagai
perempuan.”
“……Itu salam paham.”
“Ya, sepertinya begitu. Tatsuya-san
orang yang pintar, jadi…… kalau berbohong, kau pasti bisa lebih baik dari ini.
Aku tidak pernah mendengar ada sihir yang bisa menghapus fungsi mental
seseorang, tapi walau begitu, aku percaya padamu. Tapi tetap saja, itu berarti
Tatsuya-san tidak akan pernah bisa mencintai perempuan lain ‘kan?”
Bingung mendengar penjelasan itu,
Tatsuya menjawab “Umm, ya…” dengan anggukan.
“….Kalau begitu tidak apa-apa.”
“Mulai sekarang, Tatsuya-san tidak
akan punya pacar ‘kan? Jadi, kalau aku menyukaimu, berarti tidak akan menjadi
sebuah cinta terlarang ‘kan?”
“Itu……. Benar, aku rasa.”
“Kalau begitu tidak apa-apa. Mulai
dari sekarang, aku akan terus menyukaimu! Um, sampai aku menyukai orang lain!”
Deklarasinya benar-benar membara.
“……Aku tidak masalah.”
Tatsuya mengangguk dengan senyum
kecut.
Dia tidak bodoh sampai tidak mengerti
mengapa Honoka sengaja bilang “sampai aku menyukai orang lain”.
◊ ◊ ◊
Keesokan harinya matahari masih
bersinar cerah.
Suhunya sampai melebihi 30 derajat
celcius sejak pagi.
Di cuaca panas seperti itu, di pantai
berpasir.
Sebuah pertarungan sengit terjadi.
“Onii-sama, punggungku. Apa bisa
Onii-sama bantu mengoleskan tabir surya?”
“Tatsuya-san, mau minum jus?”
Atau,
“Shizuku meminjamkan kita jetski. Mau ikut?”
“Kelihatannya ada spot menyelam yang
bagus di sana, mau ke sana?”
Dan seterusnya, selagi orang lain di
sekitarnya merasakan teriknya matahari.
“Miyuki, kau benar-benar menahan diri
kemarin, huh….”
“Honoka-san, kau terlihat lega
sekali, huh………”
Saat Erika dan Mizuki kagum melihat
mereka,
“……”
Wajah Shizuku terlihat bermasalah,
“Yah, sepertinya dia juga kesulitan
kemarin.”
Wajah Leo penuh dengan kekaguman,
“……Yoshida-kun, ada apa?”
“Eh, tidak, tidak apa-apa.”
Dan Mikihiko, demi kehormatannya dia
menahan diri tidak mengatakannya.
Omong-omong saat teman-temannya punya
pemikiran sendiri saat mereka memandang Tatsuya yang dihadapkan dengan Miyuki
dan Honoka, mereka hanya bisa mendesah setiap kali melakukannya.
Saat bermain jetski, Tatsuya menaikinya dengan Miyuki yang diboncengnya (setelah
itu digantikan Honoka).
Sebenarnya, Honoka adalah perenang
yang cukup baik, kemarin dia panik untuk alasan yang lain. Saat ini Tatsuya bersamanya
menuju ke spot menyelam sambil naik perahu motor (Miyuki ikut bersama mereka).
Setelah memakaikan tabir surya,
Tatsuya menyantap makanan yang dimasukkan ke mulutnya satu per satu terus
menerus, seperti angsa yang diberi makan foie gras (diikuti dengan “Aahhn…” dan
yang lain).
Terjebak dengan panas (cinta?) di Ogasawara,
Tatsuya yang terus menerus dipanggang di panas seterik itu…
Lebih dari kemarin, lebih dari
sebelumnya, terlihat lebih ingin bersantai.
[1] Peralatan untuk menjaga keseimbangan kapal
yang dipasang di lambung kanan-kiri kapal.
[2] Permainan dimana sang pemenang, ‘raja’, bisa
memberi perintah apapun kepada pemain yang lain.
0 Comments
Posting Komentar