SEBUAH WAHYU UNTUK DIRINYA
(Translator : Zerard)
“Aku
rasa ini sudah saatnya untuk menikah,” High Elf Archer berkata, seolah hal itu
bukanlah masalah besar untuknya.
Surya
mentari membanjiri masuk melewati jendela, membawa panas terik siang hari.
Adalah
musim panas.lustr
Ini
bukanlah cuaca yang tepat untuk berpetualang bagi siapapun. Jika tidak ada
kebutuhan mendesak untuk mendapatkan uang agar dapat makan, tidak seorangpun
yang akan ingin pergi keluar dalam cuaca yang panas menyengat ini.
Akan
tetapi, berada di dalam rumah makan tidaklah jauh lebih baik. Beberapa lusin
orang masih menggunakan perlengkapan mereka, sesuatu yang mereka rasa wajib di
gunakan untuk menunjukkan status mereka sebagai petualang. Kumpulan panas tubuh
yang mengepul, terasa cukup panas untuk menandingi panas cahaya matahari.
Hawa
udara membuat minuman-minuman menjadi hangat; orang-orang menyeruput sedikit
demi sedikit agar minuman mereka dapat bertahan lama. Tidak seorangpun yang
berakal sehat yang mempunyai niatan untuk bergerak.
Itulah
di mana ketika satu petualang datang, keringat mengucur dari dahinya dan sebuah
tas di gendongnya.
“Halo
semuanya! Kiriman paket!”
Ini
bukanlah hal yang tidak biasa. Pengiriman surat darurat adalah hal lumrah bagi
para petualang. Dari tempatnya di meja resepsionis, Gadis Guild memberikan
sinyal kepada beberapa penghuni rumah makan, yang di mana mereka segera datang
ketika melihatnya.
Masing-masing
surat memiliki isi berita yang berbeda.
“Ugh!
Mereka sudah mau tutup… yang benar saja!”
“Itu
karena kamu berhutang cuma untuk membeli perlengkapanmu, bodoh.”
“Hah!
Adik perempuanku punya anak! Aku harus menemui dia setelah satu petualangan
lagi”
“Whoa,
tarik ucapanmu lagi! Kamu tahu kan konon katanya ucapan seperti itu penanda
kematian kan?”
“Huh,
panggilan pribadi dari ibukota. Mantap. Ini pertanda bagus.”
“Jadi,
kencan…lainnya. Sebuah, perjalanan. Sudah…lama, sekali.”
Surat
penagihan pembayaran, surat dari rumah, quest darurat, dan sebaginya. Mungkin
hawa panas ini-lah yang membuat mereka semua tidak memperhatikan ucapan High
Elf Archer di tengah semua percakapan dan pertukaran informasi ini.
Secarik
kertas terkadang di sebut sebagai daun, namun surat yang terima High Elf Archer
secara harfiah tertulis di atas daun. Daun itu tertulis dengan bahasa elf yang
sangatlah indah; High Elf Archer membacanya dan mengangguk kepada dirinya
sendiri.
“Aku
rasa ini sudah saatnya untuk menikah,” High Elf Archer berkata, seolah itu
bukanlah masalah besar untuknya. Telinga panjangnya berkedut seraya dia
berbicara.
“…..”
Terdapat
momen keheningan di mana semua penghuni ruangan ini melihat kepada orang lain,
mencoba untuk memahami apa yang baru saja mereka dengar.
Percakapan
di dalam Guild Petualang meledak layaknya sebuah bom.
Dwarf
Shaman mencipratkan anggurnya; Lizard Priest menjulurkan lidah panjangnya dan
mendesis, “Oh-ho!”
“Apa
tadi?” Gadis Guild bertanya, sementara di sampingnya, mata Inspektur berkilau.
“Waktunya
untuk apa?!” Knight Wanita bertanya,
berdiri dari kursinya. “Hei,” Heavy Warrior berkata, ekspresi lelah tampak di
wajahnya seraya dia menarik lengan baju wanita itu.
Rookie
Warrior dan Apprentice Cleric berpura-pura tidak memperhatikan, namun tampak
jelas bahwa mereka berusaha mendengarkan.
Di
tengah semua keramaian ini, tiga kata dapat terdenagr.
“Begitu?”
Goblin
Slayer berbicara dengan ucapannya yang seperti biasa.
“Sama
siapa?”
“Sepupu
laki yang lebih tua.” High Elf Archer merespon, masih tetap tenang. Dia
melambaikan tangannya dan tersenyum. “Bikin kaget saja. Aku nggak pernah
membayangkan kalau aku akan bersama seseorang yang kaku seperti dia!”
“Hmm,”
Goblin Slayer berkata, mengangguk. “Jadi—“
“Selamat
ya!” Priestess, suaranya masih penuh dengan emosi dan wajahnya tersenyum begitu
mekar, mencodongkan tubuhnya mengarah High Elf Archer. Dia menggenggam tangan
sang elf, berbicara dari dalam lubuk hatinya. “Um, apa para elf mempunyai akad
nikah seperti yang kami lakukan? Kalau kamu nggak keberatan—“
“Tentu
saja! Dan acara ini untuk anggota keluara kepala suku, jadi ini bakalan besar
banget. Jangan sungkan, datang saja!”
Shessh,”
Dwarf Shaman berkata, melirik dari samping melihat para gadis yang berbicara.
Dia telah selesai membersihkan anggur yang dia cipratkan, memberlai jenggotnya dan
menuangkan gelas baru. “Dan di sini aku pikir akhir masa lajang para elf itu
tiba dengan cepat, terlebih ternyata dia anak kepala suku.”
“Ha!
Ha! Ha! Ha! Ha!” Lizard Priest menepuk ekornya dengan riang di atas lantai.
“Tetua memang selalu memikirkan mereka yang masih muda.”
“Bah!
Aku yakin kalau aku ini lebih muda dari gadis itu.”
Jadi…apakah
menikah pada umur dua ribu tahun termasuk terlalu awal atau telah bagi para
elf?
Menghiraukan
ekpresi dwarf yang bingung, Liizard Priest menggigit besar kejunya. “Saya rasa
ini menandakan sebuah perpisahan kepada nona ranger kita. Ah, hari-hari yang
sepi menanti kita…”
“? Apa
maksudmu perpisahan?”
“Mm.
Apakah anda tidak akan sibuk di ke kedapannya?”
“Nggak
bakalan ada anak yang muncul, paling tidak sampai dua atau tiga ratus tahun ke
depan.”
Siapa yang mau hamil di beberapa dekade
awal menikah? High Elf Archer terlihat sedikit cemberut.
“Puji
Tuhan, penilaian waktu para elf sungguh berbeda sekali ya?” Lizard Priest
bergumam ketika dia mendengar jangka waktu umur yang di luar nalarnya.
“Yah,
bisa di bilang kami ini abadi. Kenapa, bukannya lizardmen juga begitu?”
“Para
pengeran, sesungguhnya hanya di ijinkan untuk mempunyai satu telur, sedangkan
untuk kami polanya adalah terlahir, berkembang biak, hidupm bunuh, dan kemudian
mati.”
“Putaran
kehidupannya sangat penting ya?” putar,
putar. High Elf Archer menggambar sebuah lingkara di udara dengan jari
kurusnya. Dalam hal ini, para elf dan para lizard, yang sama-sama terikat oleh
aturan alam mereka, memiliki sebuah persamaan.satu mungkin mencintai
pertarungan sedangkannya satunya tidak, dan satu mungkinlah abadi namun satunya
fana, tetapi kehidupan dan kematian tetaplah menjemput mereka.
“Huh…”
Priestess mengeluarkan suara, tampaknya dia masih sedikit bingung. Roh melayang
ke surga, tempat di mana para dewa bersemayam, dan tempat di mana mereka
mendapatkan kedamaian. Terkadang, roh-roh itu akan kembali ke atas papan, namun
hal ini terdengar seperti berada di luar perputaran kehidupan alam.
“Tapi,”
Priestess bertanya, memiringkan kepalanya, “Apa biasanya suami elf membiarkan
istri mereka berkeliaran dan melakukan hal yang berbahaya setelah mereka
menikah?”
“Uh-uh!
Mustahil sepupuku akan mengijinkan itu.” High Elf Archer tertawa dan
melambaikan tangannya. “Aku yakin, dia jatuh cinta pada pandangan pertama.
Walaupun dia keras kepala dan terlalu serius… Tapi kalau di pikir lagi, mungkin
memang gara-gara sifatnya seperti itu.”
“Er…Apa?”
Priestess meletakkan jari di bibirnya. “Hmm.” Sesuatu tentang percakapan ini
terasa tidak masuk akal.
Rasanya sedikit…aneh. Kayak percakapan
kami nggak nyambung.
“Jadi,”
Goblin Slayer berkata, masuk kembali ke dalam diskusi dengan tiba-tiba hingga
menyebabkan High Elf Archer berkedip. “Siapa yang nikah?”
“Oh,
kakak perempuanku.”
“Coba
bilang daritadi dasar dada papan!” Dwarf Shaman memberikan tepukan marah pada
punggung elf itu.
“Ap?!”
Ekspresi High Elf Archer berubah dari terkejut menjadi marah, telinganya tegak
lurus kebelakang. Air mata berlinang di matanya. “Apa sih yang kamu lakukan?!”
“Apaan
ini? Baru kali ini aku dengar si dada papan nggak tahan pukulan!”
“Kamu
ini jahat banget!” Pada momen ini, sang elf telah benar-benar menanggalkan
martabatnya sebagai High Elf Archer. “Inilah kenapa aku benci kalian para
dwarf! Dasar… Dasar gentung!”
“Bukannya
aku sudah bilang kamu—ini bentuk tubuh ideal kami, dan kami menyukainya!”
Dan
mereka-pun berlanjut. Priestess sudah terbiasa akan ledakan emosi perdebatan
mereka ini sekarang.Priestess menggenggam gelas dengan kedua tangan, menyeruput
sedikit demi sedikit air lemonnya, yang sekarang telah menjadi hangat.
“Kalau
kita akan bertamu…kami harus memberikannya kado atau semacamnya.”
“Benarkah?”
Goblin Slayer mengangguk. Dia melipat tangannya dan terdiam beberapa saat,
kemudian dia mendengus dan akhirnya, dengan sedikit kesulitan, berkata, “Aku
rasa aku—“
“Nggak,” Priestess berkata, walaupun dia
tersenyum. Dia mengacungkan satu jarunya kepada Goblin Slayer, yang menelan
kembali apa yang hendak dia ucapkan. “Kita sudah di undang secara khusus ke
sebuah perayaan besar. Kamu nggak boleh nggak pergi.”
“Itu…”
Goblin Slayer berkata beberapa saat. “…Mungkin, tapi—“
“Kita
bisa minta tolong sama resepsionis agar quest membasmi goblin di tangani orang
lain.”
“Hrk…”
Adalah
seperti menggunakan Protection, sebuah keajaiban yang merupakan ciri khas diri
gadis itu. Senyumnya memantulkan segala macam serangan.
Goblin
Slayer tidak bersuara kembali; Lizard Priest menggulung mata di kepalanya.
Tampaknya nono resepsionis dan gadis kebun
itu telah mengajari pria ini dengan baik.
“Heh-heh-heh.
Yah, mungkin saya dan master pembaca natra akan datang dengan kado yang
sesuai.” Dia membuat sebuah gerakan yang tampak serius dan kemudian
menggabungkan kedua tangannya bersama dengan cara yang aneh. “Namun nona
cleric,” dia menambahkan, “Tampaknya anda telah menjadi cukup tegas!”
“Pastinya!”
Priestess membusungkan dada kecilnya dengan begitu kuat. “Itu karena aku
belajar dari Goblin Slayer!”
*****
Sekarang.
Anggota
dari pegawa Guild sering di perintahkan untuk selalu tenang di dalam segala
situasi.
Itu
karena pria dan wanita petugas Guild lah yang pertama memberikan informasi
kepada para petualang itu. Ketika pemberi quest datang membawa masalahnya,
mereka adalah wajah pertama yang orang itu temui.
Sangatlah
tidak pantas bagi pegawai staff untuk tampak terburu-buru dan panic. Dan, baju
mereka-pun tidak boleh kusut sama sekali, begitu pula rias wajah mereka.
Merebahkan
kepala dan menguap, tentu saja, juga sangat di larang. Ketika seseorang menjadi
pelayan sipil. Seseorang tersebut harus mempertanggungjawabkan citra negaranya.
“…Tapi,
Kalau memang panas, ya panas.”
Ah-ha-ha-ha.
Dengan
tawaan, Gadis Guild menuangkan the hitam dingin kepada Goblin Slayer. Terdapat
satu, dua, tiga, empat gelas di atas bagian meja resepsionisnya. High Elf
Archer dan Priestess telah menyeret Goblin Slayer kemari. Dan terakhir, Gadis
Guild meletakkan gelasnya sendiri di atas meja, menyentuh pipi dengan tangannya
dan menghela.
“Pernikahan
ya…indah sekali.”
“Yeah,
aku nggak sabaran.” High Elf Archer berkata, mengangguk dengan tatapan serius.
“Syukurlah kakakku nggak terlalu tua untuk pernikahan.”
“Berapa
umurnya?”
“Hmm…”
Sang archer menghitung dengan jarinya, menggelengkan kepalanya singkat.
“Kayaknya sekitar delapan ribu tahun.
Gadis
Guild, berpikir bahwa “kayaknya” mungkin menandakan adanya tambahan tiga nol di
belakangnya, dia tersenyum kaku. “Mendengarkan kalian para elf membuat kita
terlihat konyol untuk mengkhawatirkan umur kalian.”
Helaan
lainnya.
Priestess
memberikan beberapa “Ahem.” Dan “Um.” Sang gadis barus saja berumur enam belas
tahun dan tampaknya tidak mengetahui bagaimana cara berbicara kepada wanita
yang lebih tua, walaupun dirinya sendiri adalah seorang cleric. Apapun itu,
Priestess berpikir bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan tentang umur Gadis
Guild jika di lihat dari penampilannya.
“Tapi
secantik kamu… Apa kamu benar-benar perlu cemas soal itu?”
“Hee-hee.
Terima kasih banyak.” Gadis Guild tersenyum ramah mendengar pertanyaan yang di
tanyakan Priestess.
High
Elf Archer melambaikan tangannya dan menghabiskan isi gelas dengan satu
tegukan. “Benar. Kalau soal umut, kamu nggak bisa membandingkan naga dengan
gajah, atau gajah dengan tikus. Nggak bakalan bisa.”
“Gajah.”
Tak di sangka, helm Goblin Slayer sedikit miring kebingungan. “Apa itu?”
“…Kamu
nggak tahu soal gajah?” Telinga High Elf Archer mengepak, terlihat senang
karena mempunyai kesempatan untuk mengajari warrior tersebut. Dia melebarkan
lengannya seraya dia menjelaskan makhluk misterius itu. “Kakinya seperti tiang,
ekornya seperti tali, telinganya seperti kipas, tubuhnya seperti dinding,
gadingnya seperti tombak, punggungnya seperti singgasana, dan hidungnya seperti
akar. Di tambah lagi gajah itu besar banget.”
“…Binatang
liar?”
“Oh,
dan warnanya abu-abu.”
“Aku
nggak mengerti sama sekali.” Goblin Slayer berkata dengan dengusan dan kemudian
meneguk habis tehnya.
Gadis
Guild memperhatikan mereka dengan gembira dan kemudian mengeluarkan tawa kecil.
“Mungkin saya bisa menunjukkan daftar gajah yang tertera pada monster manual
suatu saat. Sekarang…” Tatapannya melirik di sekitar mejanya, dan membalikkan
beberapa kertas. “Kamu ingin saya untuk memberikan quest goblin tersebut,
benar?”
“Uh-huh.
Kami ingin membawa teman kami Goblin Slayer.” Priestess berkata dengan tenang.
Senyumnya seperti bunga yang mekar, tidak pernah bergeming.
“Sebenarnya,
aku nggak ingin melewatkan quest itu.” Goblin Slayer meletakkan gelas kosongnya
di atas meja dengan bunyi klak. “Aku
cuma nggak ingin membiarkan para goblin itu begitu saja.”
“Benar,
benar. Tentu saja.” Gadis Guild berkata dengan senyum lembut. Pria itu terlihat
acuh dan tegas seperti biasanya. Beberapa orang menganggap dirinya terlalu
terobsesi, sedangkan orang lainnya melihat dia sebagai seseorang yang dapat di
percaya dan dapat di andalkan. Gadis Guild, tidak perlu di katakan, merupakan
katagori orang kedua tersebut.
“Awal
musim semi sampai memasukin musim panas, adalah puncak kekuatan mereka. Mungkin
itu di karenakan mereka sedang marah.”
“Memangnya
ada musim di mana para goblin nggak menyeramkan?” High Elf Archer bertanya.
“Hrm…”
Goblin Slayer melipat tangannya dan mendengus.
Gadis
Guild mendengarkan mereka berdua dengan senang hati. “Semua sama saja,” dia
berkata pelan, “Tidak ada terlalu banyak quest membasmi goblin di musim panas,
kan?”
“Apa
itu benar?” Priestess bertanya dengan sedikit terkejut.
“Ya.”
Gadis Guild berkata. Paling tidak, tidak
terlalu banyak questnya. Kemudian, alih-alih menjelaskan lebih lanjut,
Gadis Guild merapikan kertasnya tanpa alasan apapun. akan sangatlah tidak sopan
untuk membicarakan hal mengenaskan ketika seseorang baru saja menerima undangan
pernikahan.
Musim
panas bagi para goblin, adalah yang paling mereka benci, karena bukan musim
gugur. Tanaman di lading masih sangat muda, dan tentu saja masa panen masih
sangatlah jauh. Tidak peduli seberapa-pun para goblin menginginkan makanan,
tidak banyak yang mereka bisa dapatkan dari menyerang sebuah desa. Oleh karena
itu, mereka mengarahkan fokus mereka kepada para pengelana, dan pengembala dan
healer yang berkelena di waktu terpanas setiap tahunnya.
Apakah
arti musim panas bagi para goblin? Musim semi sangatlah indah, namun pada musim
panas, hujan menjadi semakin lebat, dan terik matahari semakin menyengat. Hidup
di dalam sebuah lubang menjadi sangat tidak nyaman. Benar, sesungguhnya para
goblin tidak terlalu mempermasalahkan kondisi tempat tinggal mereka, namun
mereka selalu marah akan sesuatu. Dan hal ini semakin menguatkan alasan mereka
untuk lebih melampiaskan amarah mereka menjadi kejahatan.
Duka
di berikan kepada pengelana yang bertemu dengan goblin di jalan pada musim
panas. Goblin tidak memiliki kecerdasaan untuk menyimpan makanan mereka,
walaupun mereka memilikinya, makanan mereka akan dengan cepat menjadi basi.
Setelah mereka puas bersenang-senang dengan korban mereka, mereka akan memakan
appun yang tersisa dari jiwa yang kurang beruntung tersebut, tidak memikirkan
apapun untuk masa depan.
Pria
atau wanita, pada akhirnya tidak satu tulangpun yang akan tersisa.
Sayangnya, ini sudah cerita yang biasa.
Pengelana
kehilangan nyawa mereka di jalan, tentu saja, merupakan sebuah fenomena biasa
yang akan terjadi di musim panas. Goblin dan Makhluk-tak-berdoa bukanlah
satu-satunya yang kelaparan. Bandit, penjahat, dan tentara bayaran yang beralih
menyerang orang dan desa—semua berada di luar sana.
Intinya
adalah, setiap sudut dunia ini penuh dengan mara bahaya. Beberapa orang
mengambil kesempatan ini untuk mengkritik raja atau admistrasi Negara, namun
orang-orang seperti itu tidaklah mengerti sejarah mereka. Dari jaman dahulu
hingga sekarang, tidak ada satupun jaman tanpa adanya mara bahaya.
Dan
juga, persedian mereka selalu terbatas pada musim ini. Sejauh Gadis Guild
mengetahui, raja saat ini telah melakukan pekerjaannya dengan baik… Atau paling
tidak, itulah yang dia pikir. Raja tersebut tidak memulai perang yang tidak di
perlukan, dan dia telah berhadapan dengan para pengikut Dark God untuk menjaga
negaranya tetap aman.
Kita punya masa damai sekarang, entah
sampai kapan.
Bahkan
secara definisi kedamaian tidaklah lebih dari sekedar perang yang tertunda.
Persedian
terbatas dan bahaya selalu mengancam. Guild tidak akan sekedar menerima quest
hanya karena seorang pengelana telah menghilang. Karena, jika tak seorangpun
yang mengetahui bahwa orang itu telah menghilang, maka tidak ada yang dapat di
lakukan. Adalah sebuah situasi yang menyedihkan, dan sebuah kelemahan dari
Guild Petualang. Para petualang akan mulai bergerak pada masalah seperti ini
hanya jika keluarga pengelana tersebut mengajukan sebuah quest…
…Atau ketika petualang itu mempunyai hati
yang baik.
“Tapi
masih tetap akan ada goblin di luar
sana.” Goblin Slayer berkata, tanpa mengetahui apa yang sedang di pikirkan
Gadis Guild. “Hal itu nggak ada berubah.”
“Tapi,”
kata Priestess, mencoba untuk bertanya seraya dia memotong ucapan Goblin
Slayer, “Kamu nggak bisa mengalahkan mereka semua sendiri kan? Dan kamu juga
tidak wajib melakukannya kan?”
“…”
Goblin
Slayer terdiam. Setelah beberapa tahun bersamanya, Gadis Guild mengetahui bahwa
ini adalah bagaimana pria itu bersikap ketika dia terpojok.
Paling tidak, dia mudah untuk di mengerti.
Tawaan
kecil yang terlepas dari bibirnya dan helm Goblin Slayer berputar mengarah
kepadanya. Gadis Guild melambaikan tangannya seolah mengatakan. Tidak apa-apa, tidak apa-apa.
“Sejujurnya,”
Gadis Guild berkata, “Sangat tidak baik bagi kami untuk selalu merepotkan anda
dengan quest membasmi goblin yang selalu ada, Pak Goblin Slayer.”
“Tuh,
dengar kan,” Priestess berkata dengan manis, dan mengarahkan batuknya kepada
seseorang, “Apa kamu akan menangani ini untuk kami?”
“Oh,
tentu saja. Saya tahu bahwa pria ini tidak akan pernah mengambil libur jika
kita membiarkannya begitu saja.”
“Kedengarannya
kayak kamu sekali.”
Seseorang
memberikan tepukan pada kepala Gadis Guild, memprovokasi sebuah jeritan kecil ow! Adalah rekan kerja dan koleganya,
Inspektur, berdiri di belakangnya dengan tumpukkan kertas di tangan.
Inspektur
menghela seolah menandakan bahwa ini sudah sepantasnya di terima Gadis Guild,
dan dia menambahkan dengan tepukan lembut dengan kertasnya pada pundak gadis
itu. “Coba ingatkan aku, sudah berapa lama sejak terakhir kamu ambil hari
libur?”
Gadis
Guild memegang kepalanya dan memprotes lemah, “Aku—aku ambil…”
Inspektur
kembali menghela. “Jadi kamu akan ikut ke acara pernikahan ini kan? Itulah
kenapa mereka semua ada di sini kan? Untuk mengundangmu?”
Sebelum
Gadis Guild mempunyai kesempatan untuk membalas, High Elf Archer mencondongkan
tubuhnya di atas meja. “Iya dong!” dia berkata, mengangguk dengan kuat. Tanpa
adanya kepura-puraan dia menambahkan, “Kita kan teman!”
Melihat
kejujuran murni ini, Gadis Guild merespon dengan ekspresi ambigu dan garukan
pada pipinya. Kemudian jarinya memainkan rambutnya, memutar kepangnya. Benar,
dia menyadari bahwa hal ini bukan tindakan yang cukup sopan.
“Er…
Yah, Saya menghargai niat anda, tapi…”
Tidak, hentikan. Kalau aku menolak
undangan ini…
Bagaimana
cara dia dapat menjelaskan dirinya kepada High Elf Archer, terlebih kepada
Priestess ataupun Goblin Slayer? Dia melirik cepat mengarah helm baja itu,
walaupun, seperti biasanya, helm itu selalu menyembunyikan ekspresinya.
“Ambil
saja sudah beberapa hari libur!”
“yipe!”
Satu pukulan lagi dari kertas itu.
Seraya
Gadis Guild duduk di sana mengerang pelan, Inspektur mengenakan senyum
terbaiknya dan berkata, “Sekarang, Tuan, uh… Goblin Slayer.”
“Apa?”
Gadis
Guild meenjerit kecil, namun Inspektur menghiraukannya, menarik kertas dari
tangannya. Kertas itu, tentu saja, sebuah kumpulan dari quest membasmi goblin
yang terdekat.
“Akan
sangat baik sekali bagi kita berdua, jika kita dapat menyelesaikan beberapa
dari kertas ini,” Inspektur berkata, menggulung kertas itu layaknya sebuah
scroll dan menyerahkannya kepada Goblin Slayer. “Mungkin anda dapat membantu
teman saya agar dia dapat sedikit santai dengan menyelesaikan dua atau tiga
sarang goblin.”
“Tentu
saja.”
Tidak
terdapat perdebatan, tidak ada keraguan seraya Goblin Slayer mengambil kertas
quest tersebut dengan satu gerakan sigap. Tanpa suara, dia melepas gulungan itu
dan membaca isi yang terdapat di dalamnya. Dia tidak sedikitpun melirik pada
hadiah yang di tawarkan di kertas itu. Apa yang dia inginkan adalah informasi,
pengetahuan tentang para goblin. Kekuatan tempur.
Setelah
jeda panjang, dia bertanya pelan, “Apa nggak masalah?”
High
Elf Archer mengernyit sekeras yang dia bisa, telanga panjangnya menegang lurus
kebelakang, namun dia tetap menjawab, “Aku nggak tahu kalau si dwarf itu… tapi
aku, aku bilang tidak.”
“Kamu
yakin? Aku nggak terlalu keberatan apapun jawabanmu.”
“Maaf,
pak Goblin Slayer,” Priestess berkata, mengernyit alisnya. Dia mengacungkan
satu jari telunjuk dan sebuah nada yang menandakan bahwa mereka telah
membicarakan hal ini sebelumnya, berkata, “Kalau kita nggak punya pilihan dalam
percakapan, itu nggak bisa di anggap sebagai sebuah diskusi, ingat?”
*****
“hrr—gyaaaaaaahhhhh!”
Jeritan
wanita, seperti seekor anak yang yang di gantung lehernya, menggema di
seputaran kuil.
Akan
tetapi, tidak peduli seberapa kuatnya mereka mencoba untuk mendorong, terdapat
sebuah batasan fisik akan berapa banyak goblin yang dapat di tangani satu orang
secara bersamaan. Benar, goblin memanglah kecil, namun jika menghitung kedua
tangan, bibirnya, dan mungkin rambut wanita itu, terdapat ruang bagi lima atau
enam goblin sekaligus.
Terdapat
lebih dari satu lusin monster yang mengelilingi wanita yang terbekap di atas
altas. Keperawanannya yang telah di renggut secara paksa merupakan hal yang
mengenaskan, namun korban ini adalah subyek dari semua hasrat kejam monster ini
secara sekaligus, benar-benar posisi yang menyedihkan.
Jeritan
perih sang wanita yang terdengar di dalam ruang sembah ini, sekarang hanya
berpakaian tidak lebih dari sekedar kain dari apa yang sebelumnya dia kenakan
di saat berkelana. Tubuhnya yang dapat terlihat dari celah tumpukkan tubuh
goblin, tampak coklat dan cukup berotot.
Dia
adalah seorang pengelana yang tinggal di dalam biara ini, di dalam sebuah
perpustakaan kecil yang di dedikasikan untuk Dewa Pengetahuan.
Sekarang
mustahil untuk mengetahui kemana arah sebenarnya wanita ini ingin pergi atau
mengetahui mengapa dia tinggal di tempat ini.
Teks- teks, permata pengetahuan yang tersimpan di sini, sudah dalam
kondisi layak lagi untuk di baca. Semua pengetahuan yang telah di kumpulan
perawan ini—yang meninggalkan rumahnya dan mengurung diri di tempat ini dengan
berbagai macam alasan—telah di injak-injak. Para goblin telah mengambil semua
catatan itu, dan merobeknya, mengotorinya, dan bahkan membakarnya secara acak.
Yang
tersisa dari perpustakaan ini sekarang adalah para biarawati, semangat mereka
telah di patahkan oleh hasrat keji para monster. Sang pengelana menyaksikan apa
yang telah para monster ini perbuat terhadapa para biarawati, namun dia tetap
memilih untuk melawan.—bagus, mangsa kuat untuk para iblis kecil.
Apakah
dia bertarung untuk melindungi para biarawati, ataukah untuk membuka jalan agar
dirinya dapat melarikan diri? Para goblin berasumsi pilihan kedua. Namun sang
pengelana itu mengusung pedangnay dengan berani tanpa mempedulikan dirinay
sendiri.
Paling
tidak, hingga para goblin menjatuhkan wanita itu ke lantai dan menghajarnya
tanpa ampun, dan mematahkan tangannya.
Telah
beberapa hari berlalu semenjak itu, dan para goblin yang tersisa sedang sibuk
membalaskan dendam mereka yang mati kepada wanita itu. Mereka telah menyisakan
sang pengelana ini sebagai yang terakhir agar mereka dapat menikmati terror
wanita yang terkumpul seraya wanita itu menyaksikan takdir yang mereka telah
tentukan untuk para biarawati.
Tidak
sedikitpun mereka mengira bahwa wanita ini akan mencoba melarikan diri. Atau
setidaknya, mereka berasumsi bahwa mustahil wanita ini dapat melakukannya.
Goblin
selalu mendemonstrasikan kepercayaan diri ekstrim walaupun tanpa adanya bukti.
Mereka tidak pernah berpikir bahwa apapun yang mereka lakukan dapat gagal. Dan
andaipun hal itu benar terjadi—
“GOORRRIRRRROG!!”
“Urgh!
Aggh—gah—Ba—bajing—aaargghhh!”
--tentunya
itu di karenakan beberapa orang tolol seperti wanita ini yang menghalangi
mereka.
Para
goblin sangat mempercayai bahwa semua orang di dalam perpustakaan kecil ini
adalah orang yang benar-benar tolol dan bodoh. Mereka mengisi ruangan ini penuh
dengan tulisan yang tidak di mengerti dan membosankan, dan terdapat sedikit
sekali makanan. Manusia, para goblin tertawa, banyak sekali melakukan hal yang
tidak masuk di akal.
Para
goblin, tentunya, tidak akan pernah dapat mengerti arti dari buku yang
tersimpan di dalam perpustakaan ini. Perpustakaan ini terbangun di pinggir
jalan dengan keyakinan bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan yang terlahir dari
dunia, sangatlah penting untuk menjaganya agar tidak ternoda oleh dunia itu
sendiri.
Walaupun
ini merupakan perpustakaan kecil, itu bukan berarti perpustakaan ini tidak
mempunyai pertahanan terhadap monster ataupun bandir. Perpustakaan ini memiliki
dinding batu, dan terkadang, petualang yang berkelana atau tentara bayaran akan
tinggal di sana. Namun terpapar secara terus menerus pada alam dapat membuat
sebagian dari dinding batu tersebut menjadi rusak. Dan juga terdapat waktu di
mana tidak adanya pengunjung bersenjata yang menginap di tempat mereka.
Apakah
itu alasan mengapa para goblin mengincar mereka? Mengapa mereka telah di serang
oleh para goblin?
Seseorang
mungkin dapat bertanya, namun kemungkinan besar bahwa Dewa Pengetahuan tidak
akan menjawabnya.
Goblin
seperti sebuah bencana alam; mereka dapat datang dari segala arah. Dan mereka telah
muncul di sini, pada momen ini.
“Hrrraaaaaghhhh!”
Perpustakaan
ini sekarang telah menjadi tempat maksiat. Dan di sebuah sudut ruangan dari
ruang sembah Dewa Perpustakaan ini, seekor goblin sedang menopang dagu dengan
tangannya, menikmati jeritan wanita itu yang terdengar di telinganya.
Di
saat mereka telah usai bersenang-senang dengan wanita itu, apakah mereka akan
membiarkan wanita itu hidup untuk mengandung anak mereka, atau mereka akan
segera membunuhnya dan memakannya?
Kemungkinan
besar, wanita itu akan di jadikan makanan, sang goblin berpikir. Goblin muda
lainnya perlu sesuatu untuk di makan, dan lagipula, akan sangat membosankan
jika tidak membunuhnya.
“Gyaaaaaahhhhh!”
Jeritan
tinggi. Beberapa goblin yang tidak sabaran pasti telah menghujamkan parang pada
tangan wanita itu yang patah atau sesuatu.
“GROB!
GOOROORB!!”
“GOORROB!”
Salah
satu goblin memprotes, sang pemegang para merespon, dan tawa hina mereka
mengisi seluruh ruangan ini.
Hal
ini tidak dapat di biarkan. Terdapat beberapa cara untuk menikmati seorang
wanita yang mati, namun sekarang adalah satu-satunya momen mereka untuk
menikmatinya selagi wanita itu masih hidup.
Seekor
goblin menjilat bibir mereka, otak kecilnya berputar. Mungkin dia dapat mencari
sebuah kesempatan bagus untuk menyalip antrian, mendapatkan kesempatan untuk
menikmati wanita itu selagi dia masih hidup. Hanya inilah satu-satunya
kekhwatirannya; dia sama sekali tidak mempedulikanpara goblin yang akan di
salipnya, terlebih lagi wanita itu.
Goblin
tidak memiliki rasa kebersamaan, ataupun menganggap satu sama lain sebagai
rekan. Namun kesetiaan utama mereka adalah dan selalu untuk diri mereka
sendiri. Bagaimana mereka dapat meraih, meraih kenikmatan, meraih posisi
terbaik, membunuh orang yang kejam—atau paling tidak orang yang mereka tidak
sukai?
Kematian
goblin lainnya menjadi alasan yang sempurna untuk menikmati korban mereka
hingga mereka membunuh makhluk yang tidak beruntung tersebut.
“GROOOROB!”
“GRO!
GOORB!!”
Snag
goblin mendorong goblin lainnya dan membentaknya.
Aku sudah berjaga selama ini! Kalian semua
harus bergantian berjaga juga! Nggak adil bagi para goblin yang belum pernah
berjaga sama sekali untuk bersenang-senang terus, dasar bajingan serakah.
Sang
goblin menyatakan isi hatinya (yang di mana dia hanya mengatakan apa yang
menguntungkan bagi dirinya) kemudian dia mendorong pundak makhluk itu.
“Er—ergaahh!
Ka— Ka-kamu…membunuh…ku…!”
“GROB!
GOOROBB!”
Ini
adalah monster yang tidak mempunyai kepedulian terhadap goblin lainnya ataupun
wanita menyedihkan ini yang berusaha melawan. Kekejian yang dia nikmati sendiri
tidak pantas untuk di ceritakan.
Ini
adalah point terpentingnya: terlarut dalam rasa riangnya, dia tidak pernah menyadarinya.
“GRRRRR…”
Dia
tidak meyadari sebuah lengan menggapainya dari dalam kegelapan dan menggenggam
seekor goblin yang menggerutu tentang ketidak-adilan dan segalanya. Sosok tak
bersuara itu melilitkan lengannya di sekitar leher goblin seperti seekor ular
yang menjerat keras mangsanya.
“…B—?!”
Sebelum
makhluk itu dapat menjerit, sebuah pisau menyayat lehernya.
Sebuah
tangan menutupi mulut makhluk itu seraya dia tersedak dengan darahnya sendiri,
terdiam beberapa saat di sana hingga akhirnya dia berhenti bernapas.
Mayat
goblin tersebut terjatuh di antara bangku kuil, dan pemilik lengan itu melambai
mengarah kegelapan.
Pemilik
lengan itu adalah seorang pria, menggunakan armor kulit kotor, helm yang
terlihat murahan, sebuah pedang dengan kepanjangan yang aneh, sebuah perisai
kecil terikat di lengannya.
Adalah
Goblin Slayer.
Dengan
isyaratnya, Lizard Priest datang ke depan, ekornya di lipat, High Elf Archer
mengikutinya, kemudian Priestess, dan kemudian Dwarf Shaman. Tidak satupun dari
mereka yang membuat suara seraya mereka bergerak: tidak suara langkah mereka,
tidak suara gesekan baju mereka.
Alasan
mengapa mereka dapat melakukan hal tersebut adalah berkat sang gadis yang
berdoa dengan mata terpejam, tangannya menggenggam tongkatnya.
“O Ibunda bumi yang maha pengasih, berikanlah
kami kedamaian dalam menerima segala hal.”
Mereka
terlindung oleh keheningan mutlak yang di berikan oleh keajaiban Silence
Priestess.
Pakaian
gadis itu berlumuran dengan noda hitam, bukti dari beberapa goblin yang telah
mereka tangani sebelumnya. Noda menggores itu tampaknya sama sekali tidak
menganggu Priestess, dia terus berlutut dan berdoa. Hatinya yang taat telah
membantunya menolong para petualang dengan gelembung keheningan ini.
Namu
High Elf Archer tampak berbanding terbalik dengan gadis itu; dia tampak akan
menangis di saat ini juga. “Ughhh…”
Dia
mungkin memang menggunakan sebuah kantung parfum, namun walaupun begitu, aroma
dari para goblin, dan jeroan tubuh mereka, menusuk tajam indranya. Dia tidak
dapat menjauhkan sesuatu yang menjijikan dari mantelnya, membuat pakaiannya
tercium sangat tidak menggenakkan.
Kenapa sih dewa nggak bisa memblokir bau
juga? High Elf Archer mendengak mengomel melihat patung pada
ruang sembah ini.
Adalah
sebuah gambaran dari seorang sage yang mencatat pergerakan bintang.
Tentu
saja, tidak terdapat jawaban dari pertanyaan geram High Elf Archer.
Aku di sini itu untuk menyelamatkan
pengikutmu karena kamu nggak bisa melakukannya sendiri. Aku akan menghargai
sedikit bantuan dan rasa terima kasihmu.
Oke,
mungkin itu sedikit berlebihan. Telinganya berkedut, dan dia memasang panah
pada busurnya.
Party
petualang ini telah berhasil masuk ke dalam kuil tanpa kesulitan. Dan sekarang
mereka sedang berhadapan dengan dua puluh atau lebih goblin yang sedang
terlarut dalam kegembiraan mereka. Mereka tidak akan melepaskan kesempatan ini.
Anggota
dari party Goblin Slayer saling mengangguk, di ikuti dengan beberapa sinyal
tangan cepat.
“…..”
“…..”
Adalah
Dwarf Shaman terlebih dahulu yang bertindak. Dia meminum fire wine dari
kendinya dan dengan segera mencipratkannya. Kabut deengan cepat menyebar di
sekitar ruangan seraya dia melantunkan mantra, “Minum tanpa henti, bernyanyi dengan lantang, biarkan para roh
menuntunmu! Bernyanyi dengan lantang, melangkah dengan cepat, dan pada saat
kamu tertidur mereka akan melihatmu. Semoga sebotol fire wine menyambutmu dalam
mimpi!”
Para
goblin, terpengaruh dengan Stupor, mulai terhuyung, yang di mana Goblin Slayer
melompat beraksi. Dia melompati sebuah bangku kuil, berlari di atas lantai batu
dan melemparkan pedangnya. Pedang itu terbang tanpa suara di udara hingga
akhirnya pedang itu keluar dari area efek Silence, dan mengeluarkan suara
siualan pelan.
Bahkan
goblin, sebodoh apapun mereka, akan menyadarinya.
“GOOROB!
GOROOB!!”
“GRRORB!!”
Beberapa
dari monster menunjuk dan berteriak, namun semua sudah terlambat. Para goblin
yang berdiri merasakan sesuatu memasuki belakang kepalanya dan menembus
mulutnya. Apakah makhluk itu mengerti apa yang sudah terjadi?
Darah
membusa di mulutnya, mata emas hinanya berputar di kepala.
“GOOROOROOOB?!”
“Satu.”
Goblin
Slayer menerjang ke depan menggunakan perisainya untuk menghajar salah satu
goblin yang berada di dekatnya. Dengan gerakan yang sama, dia mengambil sebuah
sabit dari pinggul monster korban pertamanya, menggunakannya untuk menyayat
tenggorokan goblin kedua.
“Dua.”
Menggunakan
perisainya untuk menghentikan darah menciprat dari tubuh mereka, dia menarik
pedangnya dan meletakkan mayat goblin itu hingga mayat itu menindih sang wanita
muda.
“Kamu
masih hidup?”
Dia
melirik ke bawah pada wanita yang kejang-kejang—tertindih di bawah sebuah
mayat.
Dia mengetahui
bagaimana cara kerja para goblin. Akan hanya sedikit merepotkan jika mereka
mencoba untuk menggunakan wanita ini sebagai perisai untuk menghadapi dirinya.
Gerakan
yang dia lihat, walaupun itu mungkin hanyalah gerakan kejut dari rasa sakitnya
dan darahnya yang telah hilang. Wanita itu masih hidup, namun dia tidak akan
bertahan lama. Seperti biasa, waktu sangatlah sempit.
Para
Goblin membuat amarah mereka terhadap penyusup tampak jelas. Goblin Slayer
memperhatikan mereka dengan seksama.
“Cepat!”
“Kalau
begitu marah kita pergi.”
“Ba-baik!”
Lizard
Priest menganggkat Priestess di lengannya kemudian bergegas berlari, cakarnya
menembus lantai batu. Tubuhnya mencodong ke depan dengan sudut yang tidak
mungkin dapat manusia lakukan, namun ekor panjangnya membantunya untuk menjaga
keseimbangan tubuhnya.
“GOROOB!
GROB!”
“GGOOORB!!”
Para
goblin, tentunya, tidak akan membiarkan mereka lari begitu saja. Mereka mungkin
tidaklah cerdas, namun mereka tidak akan membiarkan wanita-wanita ini untuk
lepas dari genggaman mereka semuanya. Dan Lizard Priest secara harfiah
mempunyai Priestess dalam genggamannya…
“Krrraaaaahhhhhhaaaa!”
“GOOROB?!”
Tetapi,
selama dia mempunyai cakar dan taring dan ekor, siapa yang peduli dengan
tangannya? Para naga tentunya tidak
membutuhkan senjata.
“GROOB?!”
“GOBORB?!”
Sebuah
pepatah lama mengatakan untuk membiarkan naga yang tertidur, tetap tertidur.
Namun apakah para goblin mengetahui tentang pepatah?
Ekor
Lizard Priest dan cakar dari kakinya menyerang para goblin, menerbangkan
mereka. Luka yang mereka derita mungkin tidaklah fatal, namun saat ini yang
perlu dia lakukan adalah untuk mengantarkan Priestess ke atas altar.
“Apakah
saya harus tetap perlu di garis depan?” dia bertanya.
“Ya,
tolong.”
Di
tengah percakapan singkat itu, Goblin Slayer melepaskan sabitnya, yang di mana
saat ini sedang tertancap pada tengkorak goblin.
“GROBBB…?!”
Seraya
korbannya tumbang, dia mengambil sebuah pentungan dari tangan makhluk itu.
Senjata ini akan sangat cukup.
“Jika
begitu, nona Priestess. Saya menyerahkan ini kepada anda.”
“Baik.
Semoga beruntung!”
Lizard
Priest meletakkan Priestess dengan perlahan, mengginakan ekornya untuk menepis
para goblin, kemudian menggabungkan kedua tangannya dengan gerakan yang aneh.
“O sayap maha tajam velociraptor, robek dan cabik,
terbang dan berburu!”
Taring
di di telapak tangannya membesar menjadi sebuah Swordclaw di depan mata mereka,
dan Lizard Priest menyerang para musuh, meraung.
“Krrraaaaaaaaaahhaaaaahhhhhaaaa!”
“GOORBGG?!?!”
Benar,
Lizard Priest adalah cleric, namun cleric tipe petarung, sebuah pekerjaan yang
di sebut warrior-priest. Jika saja dia terlahir dengan ras yang berbeda, dia
mungkin akan menjadi ksatria yang hebat.
Berbanding
terbalik dengan Goblin Slayer , yang membuat serangan cepat dan tepat pada
titik vital para goblin, Lizard Priest layaknya sebuah angina kehancuran. Kuil
ini sudah berlumuran dengan darah para biarawati dan kotoran para goblin,
sekarang menjadi jauh lebih kotor dengan darah para goblin.
“Oke…!”
Priestess,
masih menggenggam tongkatnya. Mengangguk penuh semangat dan menghadapi medan
pertempurannya sendiri.
Napas
wanita itu tidak beraturan; Priestess berlutut di sampingnya, tidak
mempedulikan kotoran dan jeroan yang mengotori pakaiannya. Pemandangan di
depannya sangatlah mengenaskan, namun dia menelan rasa jijiknya, bersama dengan
apapun itu yang naik dari dalam perutnya dan hendak keluar dari mulutnya.
Nggak peduli berapa kali aku melihat hal
seperti ini, Aku nggak pernah terbiasa sama sekali. Tapi….
Dia
sama sekali tidak boleh terbiasa dengan hal ini, dia berpikir. Dan setiap kali
dia mengulangi hal ini, kepercayaannya semakin menguat.
“O Ibunda Bumi yang maha pengasih,
ulurkanlah tanganmu kepada luka anak ini.”
Dia
mengusung tongkatnya memohon, membuka hatinya kepada Ibunda Bumi di surge.
Kumohon, sembuhkanlah luka wanita ini.
Selamatkan nyawanya. Selamatkan dirinya.
Dengan
itu pada akhirnya, dia menggunakan Minor Heal kembali.
Dan
Ibunda Bumi merepon doa tulus akan pengikut setianya. Sebuah cahaya pucat
menyinari, masuk kedalam luka sang wanita muda, mulai menghentikan pendarahan
yang di deritanya.
Tentu
saja, keajaiban tidak akan dapat menghidupkan mereka yang telah mati. Bahkan
keajaiban agung tidak dapat dengan mudah memutar-balikkan luka tubuh dan
pikiran.
Namun
wanita itu tidak akan mati dengan segera.
“Pak
Goblin Slayer, kami baik-baik saja di sini….!”
“Bagus”
Tanpa henti, Goblin Slayer menggapai kantung peralatan di pinggulnya, menarik
kelaur sebuah telur dan melemparkannya mengarah pada para goblin.
“GOOROOROB?!”
“GOOOOROBOROOB?!?!”
Sebuah
asap yang tidak mengenakkan mengepul, mengundang beberapa jeritan. Beberapa
dari para goblin yang gemar menyiksa para wanita, sekarang merintih kesakitan,
air mata di mata kecil mereka. Telur itu adalah sebuah cangkang yang telah di
isi gas air mata racikan Goblin Slayer. Dia tidak dapat menggunakannya di awal
pertarungan di karenakan takut gas tersebut akan masuk ke dalam luka wanita
yang di sandra mereka, namun hal itu sudah tidak perlu di khawatirkan lagi.
“Delapan—Sembilan!”
Dia
melempar pentungannya pada salah satu goblin, kemudian menjatuhkan goblin
lainnya dengan sebuah pedang berkarat yang telah dia curi. Dia menebas
tenggorokan makhluk itu, tidak peduli jika senjatanya menjadi rusak. Terdengar
sebuah siulan dari batang tenggorokan monster yang tersayat, bersama dengan
cipratan darah, dan kemudian para goblinpun terjatuh saling bertumpukan.
“GBBB…!”
“GORBG!
GGOOBBG!”
Setengah
dari jumlah goblin yang ada telah di bunuh dalam waktu singkat, dan sekarang
para monster-pun merasa ketakutan. Akan tetapi, setakut-takutnya mereka, mereka
membenci untuk melepaskan mangsa yang telah mereka dapatkan dengan susah payah.
Terlebih pikiran jorok mereka untuk menambah koleksi mereka dengan wanita muda
baru dan gadis elf itu.
Akan
tetapi, sangatlah sulit untuk melewati warrior manusia itu dan lizard monk yang
berdiri di garis depan.
Jika
begitu…
“GROOB!”
“GORB!”
Dengan
cepat, beberapa dari oblin melepaskan senjata mereka dan menerjang secara
membabi-buta. Apakah mereka berusaha untuk menyerang, atau melarikan diri,
atau—? Tidak.
“Mereka
akan memakai perisai!” Goblin Slayer memahami situasi dalam sekejap dan
memberikan perintah.
Para
makhluk yang melarikan diri sedang menuju sebuah lubang yang terbuka di lantai.
Mereka akan menggunakan wanita yang telah mereka tangkap untuk mengandung anak
mereka. Mereka akan menggunakan para wanita itu sebagai perisai daging.
“Aku
benci sikap goblin yang seperti ini. Kalau mereka pikir aku akan membiarkannya
begitu saja— Hah!”
Makhluk-makhluk
itu tiba-tiba mendapati sebuah panah yang menancap dari pinggul mereka. Dari
dalam kegelapan di balik bangku kuil, High Elf Archer menembakkan banyak panah.
“GROB!
GROOOORB?!”
“GOOROB?!”
Tiga
tembakan tanpa henti. Tiga goblin tumbang, menjerit.
Sangatlah
mudah baginya untuk membidik kepala, namun akan selalu ada kemungkinan untuk
meleset. Pada saat ini, menghentikan pergerakan para monster adalah jauh lebih
penting; mereka dapat mengurus para monster setelah itu.
High
Elf Archer hanya membutuhkan waktu sesaat untuk membidik, dan kemudian
menanamkan panah bermata kuncupnya masuk ke dalam bola mata goblin.
“Orcbolg!
Aku bisa urus yang sebelah sini!”
“Kalau
begitu, apa aku urus tangganya?”
Pekerjaan
Dwarf Shaman sebagai pembaca mantra telah selesai, yang tersisa adalah
pekerjaan fisik. Dengan kelincahan yang di luar dugaan jika mengingat tubuhnya
yang gemuk, Dwarf Shaman pergi menuju tangga. Dia menarik kapak tangannya
secepat mata memandang dan mengambil posisi bertarung; terlihat jelas bahwa dia
bukanlah seorang amatiran.
“GOOROOB!”
“GRRRRORB!”
Inilah
di mana penyerangan goblin akan berhenti.
Para
monster sebelumnya telah berhasil melewati celah-celah dinding pertahanan para
petualang, namun sekarang merekalah yang mendapati dirinya terkepung. Seperti
banyakanya petualang baru, para goblin tidak pernah menyangka hal ini dapat
terjadi. Mereka percaya bahwa merekalah yang akan membunuh dan bukan di bunuh.
Ini adalah hal mutlak bagi mereka; akan tetapi, di sini mereka berada di dalam
situasi yang berbanding terbalik dengan kepercayaan mereka.
Goblin
Slayer sangat memahi hal tersebut dengan baik. Dirinya sendiri pernah berpikir
seperti itu.
“Empat
belas… Lima belas!”
“Krrraaahhhh!”
Goblin
Slayer menghancurkan salah satu kepala goblin dengan pentungan dan kemudian
mengambil sebuah tombak dan menusuk goblin lainnya di tenggorokan.
Lizard
Priest menyerang dengan cakar, taring, dan ekor, mengubah para goblin menjadi
kabut darah.
Mereka
adalah party dengan empat petualang tingkat Silver dan satu tingkat Steel.
Yang
lebih penting lagi, salah satu petualang itu ada Goblin Slayer.
Tidak
dapat di ragukan lagi apakah dia mampu untuk mengalahkan dua puluh lebih goblin
yang berkumpul di dalam bangunan gereja ini. Bagi dirinya, pertanyaanya adalah
bagaimana untuk melakukannya dengan cepat, atau bagaimana cara membunuh mereka
dengan presisi, dan bagaimana menyelamatkan sandra yang ada.
*****
“Dua
puluh tiga ya?”
Pertarungan
telah berakhir. Matahari terbenam, dan perpustakaan ini tenggelam dalam
kegelapan. Satu-satunya cahaya bersala dari lentera yang berkelip di sini dan
di sana.
Goblin
Slayer melakukan pekerjaannya dengan acuh di dalam remangnya cahaya: dia
berjalan menuju satu mayat goblin dan mayat berikutnya, menusuk masing-masing
mayat dengan senjata untuk memastikan bahwa mereka benar-benar telah mati,
kemudian menumpuk mayat mereka di sudut ruangan kapel.
Ruangan
sembah, kini telah bau dengan darah, bangkai, jeroan, dan noda merah kehitaman
yang mengerikan, sudah tidak menunjukkan adanya tanda kesucian dari sebelumnya.
Apakah ini tujuan dari goblin atau tidak, mereka telah berhasil menghacurkan
tempat ini.
Hanya
terdapat kurang lebih dua puluh biarawati yang bekerja di perpustakaan. Kurang
lebih setengah dari mereka masih hidup. Setengahnya lagi dari mereka menjadi
danging dan tulang di dalam panci rebus.
Lizard
Priest sedang dalam proses membawa masing-masing biarawati ke atas masuk ke
dalam kapel dari gudang bawah tanah.
“Tetaplah
tegar. Ketika subuh telah berakhir, kami dapat membawa anda ke suatu tempat
yang lebih nyaman.”
“Sungguh…
Terima kasih….”
“Jangan
di pikirkan. Kita mungkin menyembah dewa yang berbeda, tetapi monyet berawal
dari kadal. Karena itu, kita bisa di sebut sebagai sepupu.”
“Heh-heh…
Kalian para lizardmen…selalu berbicara…hal paling…aneh…”
Sang
wanita tertawa kecil. Mereka di lapisi dengan sebuah kain, walaupun tidak satu
benda-pun yang dapat menyembunyikan seberapa kotor dan kurusnya mereka. Satu
lirikan mengarah sebuah perban yang melilit di sekitar tumit mereka menunjukkan
dengan jelas bahwa mereka tidak akan bisa berjalan kemana-pun.
Priestess
menggigit bibirnya. Jika ada satu rasa sakit yang belum pernah di alaminya, itu
adalah sebuah pisau berkarat yang menyayat urat tumit Achilles-nya. (TL Note:
Achilles = Pahlawan Yunani yang sangat terkenal yang selalu memenangkan
peperangan di jaman dulu dan sangat di takuti oleh lawannya. Achilles meninggal
karena sebuah tembakan panah pada tumitnya. Oleh karena itu urat tumit di sebut
“urat Achilles” kalau mau lebih lengkapnya https://en.wikipedia.org/wiki/Achilles
)
“…Semua
akan baik-baik saja sekarang,” dia berkata. “Kami akan mengantar kalian ke kota
sebentar lagi.”
“Te…rima…ka…sih…”
“Jangan
memaksakan untuk berbicara. Sekarang, kalian perlu beristirahat.”
Priestess
bergerak di antara bangku kuil, memberikan P3K kepada para biarawati dan
pengelana.
Mereka
semua tidak akan bertanya tentang apa yang akan terjadi kepada para korban
sekarang.
Mereka cukup banyak, Goblin
Slayer bergumam. Begitu banyak dari mereka yang masih mempertahankan akal
sehatnya, dan tidak ada yang bunuh diri ataupun di bunuh seusai di pakai. Perpustakaan ini bisa di bilang cukup
beruntung.
Berkat
seorang pengelana, yang tidak di ragukan telah bersiap untuk bertarung hingga
mati, salah satu dari biarawati telah terhindar dari horror ini. Biarawati
tersebut telah di kirim menuju kuil lainnya dengan sebuah pesan dan ketika dia
telah kembali, dia telah menyadari apa yang terjadi. Biarawati itu pergil
kembali berjalan kembali untuk membuat berkas permohonan quest pada Guild
Petualang, namun membutuhkan beberapa hari bagi petualang untuk di
berangkatkan.
Adalah
berkat pengelana itu Goblin Slayer dan partynya berhasil sampai ke tempat ini.
Waktu yang telah di beli dengan darah wanita itu, telah memberikan mereka waktu
yang cukup untuk dapat tiba.
Jika
pengelana itu memutuskan untuk meninggalkan kuil, atau menyerah setelah
melakukan sedikit perlawanan, para biarawati mungkin tidak akan di temukan
hingga keadaan menjadi jauh lebih buruk.
“…Dua
puluh tiga.” Dia bergumam seolah dia tidak mempercayainya. Kemudian dia
membuang tombak berlumur darahnya. Tombak itu berguling dengan berisik di sudut
ruang kapel di mana terdiam sebuah panci yang berisikan makanan goblin. Sebagai
ganti tombak, Goblin Slayer mengambil sebuah pedang dari salah satu mayat goblin,
memasukkannya ke dalam sarung pedang di pinggul.
Hanyalah
setelah melakukan semua ini Goblin Slayer akhirnya duduk di salah satu bangku.
“Kalau
saja bukan karea buku-buku dan sandra, akan jauh lebih cepat untuk membakar
tempat ini.” Dia menghela dalam.
“…Hmph.
Tega betul kamu bilang begitu,” Priestess menegur, berlari kecil mengarahnya.
Goblin Slayer menatap gadis itu tanpa menggerakan helmnya.
Priestess
pasti telah selesai memberikan P3K. Pipinya yang berlumur darah melemas, dan
berubah menjadi senyuman. Priestess berusaha untuk tidak menunjukkan rasa
lelahnya setelah menggunakan dua keajaiban.
“Kamu
mau buat dia marah sama kamu lagi? Nggak
pake api! Dia bilang.” Priestess mengacungkan jari telunjuk ke depan
kepalanya dan mengayunkannya ke atas dan kebawah.
Dia
sedang berusaha untuk bercanda—mungkin terlalu memaksakan dirinya. Goblin
Slayer tidak mengetahui yang mana yang benar. Baying-bayang yang tercipta dari
cahaya remang lilin, bergabung dengan penutup helmnya, menyembunyikan wajahnya
yang berusaha memperhatikan ekspresi gadis itu.
Pada
akhirnya, dia hanya berkata, “Benar.” Dan kemudian memejamkan matanya.
Dia
tidak berniat untuk istirahat dalam jangka waktu panjang tentunya. Dia
menenangkan napasnya, menenangkan indranya untuk sesaat, dan kemudian berfokus
kembali.
Itu
karena, masih terdapat goblin di sekitarnya. Mungkin tidak di sini, namun di
suatu tempat. Tidak satu tempat-pun di mana dia bisa untuk bersantai.
“…Tapi
ini cukup merepotkan.”
“Yah,
itu…” Mata Priestess melirik ke sini dan
ke sana seolah mencoba untuk mencari ucapan yang tepat. “…Kurasa, kadang-kadang
memang selalu terjadi.”
“…Begitu.”
“Bahkan
para dewa-pun nggak maha kuat.”
Kemudian,
dengan bimbang, Priestess duduk di samping Goblin Slayer. Gadis itu duduk
dengan cukup dekat hingga dia dapat merasakan panas tubuh dari gadis itu, jika
Goblin Slayer tidak menggunakan armornya. Mata Goblin Slayer sedikit membesar
mendengar suara sama dari napas gadis itu yang terdengar dari dalam helmnya.
“Bagaimana
dengan gadis pengelana itu?” dia bertanya.
“Tertidur…
Dia akan baik-baik saja dalam jangka pendek. Tapi dia kekurangan darah.”
“Kalau
begitu, besok.”
Priestess
dengan cepat memahami apa yang Goblin Slayer maksud dengan respon pendeknya.
Mereka
akan mulai bergerak di hari esok. Dengan kata lain, mereka akan menghabiskan
malam mereka di sini. Mereka tentunya tidak dapat meminta wanita yang telah
terselamatkan untuk berjalan. Mereka akan membutuhkan sebuah kereta kuda atau
gerobak atau semacamnya. Terlebih lagi, bergerak dengan banyaknya orang di
malam hari akan berbahaya. Terutama tanpa adanya rencana.
“Pastikan
kamu sedikit istirahat sementara ini.”
“…Baik.”
Priestess mengangguk. Matanya terpejam. Dia terlihat tanda bahwa dia sedang
tertidur, dia hanya memejamkan matanya untuk sedikit bersantai. Goblin Slayer
sudah sedikit meringankan beban yang di emban Priestess.
“Tetapi…”
Priestess mendengar langkah kaki Lizard Priest yang mendekat perlahan. Lizard
Priest memperhatikan sekelilinya dan kemudian melanjutkan dengan suara pelan,
“Saya rasa para iblis kecil ini telah menjadi…sedikit lebih cerdas akhir-akhir
ini.”
“Menurutmu?”
“Hanya
perasaan saya saja, tetapi…” Dan kemudian dia melanjutkan dengan cepat, dengan
keceriaan spesial karena berhubungan dengan pertarungan. “Saya mulai
menyadarinya semenjak goblin paladin.”
“Aku
setuju.” Goblin Slayer berkata dengan anggukan. “Mungkin mereka menjadi lebih
pintar…?”
Walaupun
dia mennambahkan, dia telah berusaha untuk membunuh mereka dengan sangat teliti
agar mereka tida mempunyai kesempatan untuk belajar.
Atau mungkin musuhku sampai saat ini
hanyalah sebuah bidak?
Tidak. Dia menepis pikiran itu
dengan gelengan kepalanya. Terkadang seseorang harus memototng kepala untuk
menghacurkan tubuh, namun ini bukanlah hal sesederhana itu. Bukankah itu
pelajaran yang telah dia pelajari beberapa decade lalu?
“Kita
akan membutuhkan rencana baru untuk kita.”
“Pfah!
Monster kecil ini nggak akan tahu betapa berharganya permata walaupun benda itu
mengenai mata mereka.” Dwarf Shaman mendekat, membawa bermacam barang. Banyaknya
debu di sekitarnya menandakan bahwa dia telah berada di dalam gudang atau
semacamnya.
Tentu
saja, tidak satupun dari mereka yang akan merendahkan martabat mereka dengan
mencuri dari biarawati. Tujuannya hanyalah untuk memastikan bahwa semua telah
aman.
Lizard
Priest memutar matanya dengan penuh rasa penasaran. “Apakah buku-bukunya aman?”
dia bertanya.
“Cuma
buku yang nggak mereka anggap sampah saja,” Dwarf Shaman menjawab. Terdapat
bunyi decitan seraya dia meletakkan beberapa tumpuk benda di atas bangku;
sebuah tablet batu—tidak, mungkin tanah liat, namun itu adalah bukti catatan
dari Jaman para Dewa yang tetua yang masih ada hingga saat ini. (TL Note:
Tablet batu = https://www.123rf.com/photo_1399231_stone-tablet-with-old-russian-inscription-on-the-white.html
bukan tablet obat ya. )
“Saya
ragu kalau mereka bisa membedakan ini dengan batu ubin,” Lizard Priest berkata,
membersihkan permukaan salah satu tablet dengan lembut agar tidak tergores
cakarnya.
Bentuk
kata yang tertulis tampak cukup tua; bahkan Lizard Priest tidak dapat
membacanya. Susunan karakter yang non geometris dapat membuat seseorang yang
berusaha membacanya menjadi pusing.
“Konon
katanya ketidak-pedulian adalah kebahagiaan, tampaknya kita tidak berbeda
dengan para goblin. Namun marilah kita bersuka-cita mengetahui bahwa masih ada
yang berhasil di selamatkan.”
“Yah
kita harus mengetahui apa yang tertulis di batu itu kalau kita ada kesempatan.
Tapi itu masih bisa menunggu.”
“Ya.”
Goblin Slayer mengangguk. “Bagaimana keadaan di luar?”
“Telinga
panjang lagi melihat-lihat. Dia punya pengelihatan malam yang bagus, dan
kelincahan ranger yang tinggi.”
Kalau masih ada dari mereka yang tersisa,
dia akan menemukannya. Sang dwarf mengeluarkan kendi anggurnya.
Goblin Slayer menerimanya dan meneguknya, meminum dengan rakus masuk ke dalam
helmnya. Anggur itu terasa panas di tubuhnya, mengingatkannya bahwa fokusnya
telah di tumpulkan oleh rasa lelahnya.
“…Kalian
berdua menggunakan mantra. Kalian perlu istirahat.”
“Dan
kamu juga… Tapi mungkin kita nggak bisa melakukan itu. Kita perlu memastikan
kalau barisan depan kita cukup. “Kemudian Dwarf Shaman meneguk anggurnya,
sebelum menyerahkan kendinya kepada Lizard Priest.
“Oh-ho,”
Sang lizard berkata, menyipitkan mata, dan meneguk besar anggur itu. Lidah
panjangnya menjulur keluar untuk menjilat tetesan anggur pada rahangnya, dan
terbatuk satu kali. “Anggur ini membuat saya ingin memakan keju.”
“Saat
kita kembali,” Dwarf Shaman berkata kepada rekannya, menepuk pundaknya. “Kita
nggak boleh lengah hanya karena kita mau pulang.”
“Benar.
Namun aku rasa kita akan baik-baik saja malam ini.” Suara bening tersbut datang
dari arah pintu, yang berdecit di saat terbuka. Sebuah sosok masuk menyelinap
ke dalam kuil, seperti kucing yang berjalan di malam hari. Wanita itu sedikit
menggeleng, telinga panjangnya berkedut—adalah High Elf Archer.
“Aku
sudah mengelilingi daerah ini, tapi aku nggak ada lihat jejak kaki dari para
goblin yang melarikan diri.”
“Kamu
yakin?” Goblin Slayer bertanya pelan, yang di mana gadis itu menjawab. “Aku
yakin.”
High
Elf Archer mengernyit dan menggaruk beberapa darah kering yang ada di pipinya.
“Jadi kalau untuk pulang, selama kita nggak menemukan goblin antara sini dan
sana, aku rasa mereka sudah berakhir.”
“Begitu.”
Goblin Slayer mengangguk pelan, melihat tumpukan mayat di sudut kapel.”
Dua
puluh lebih goblin. Dua puluh lebih goblin telah mereka tangani dan bunuh.
Kemudian
terdapat wanita terluka yang tertidur di atas bangku.
Apa ini akhirnya?”
“…Begitu.”
Dia mengangguk kembali. Kemudian dengan lembut menggoyangkan Priestess yang
bersandar kepadanya. “Bangun. Dia sudah kembali.”
“….Mm?
ah. Oh, Ba-baik.” Priestess duduk sebagai awalnya. Dia menggelengkan kepalanya
beberapa kali dan mnggosok matanya, memaksakan dirinya untuk fokus.
“Oke,
aku akan bersih-bersih kalau begitu. Kita semua…”
Kata sangat kotor tidak dapat keluar dari
bibirnya; dia menelan kata itu kembali. Dia menggenggam tongkatnya dan mulai
berjalan di antara wanita yang tertidur di abngku, High Elf Archer
mengikutinya. Priestess berdiri di tengah ruangan, dan di sana dia berlutut,
meremas tongkat dengan kedua tangan. Sebuah postur berdoa.
“O Ibunda Bumi yang maha pengasih, Ku
mohon dengan belaian tanganmu, bersihkanlah diri kami dari segala korupsi.”
Tergerak
oleh ketaatan pengikutnya yang berharga, sebuah tangan tak kasat mata turun
dari surge dan menyentuh kulit gadis itu. Terdapat sebuah perasaan yang nyaman
di ikuti oleh sensasi sentuhan lembut seperti sebuah bulu.
Dan
lihatlah: tepat di depan mata mereka, semua kotoran yang menempel di tubuh
gadis tersebut menghilang—semua debu, semua goresan darah, semua jeroan yang
menempel pada baju mereka. Entah bagaimana wajah mereka tampak begitu santai,
berubah menjadi ekspresi tenang.
“Mm.”
High Elf Archer berkata, menyipit layaknya kucing. Dia melebarkan kedua
tangannya. “Tadi itu benar-benar sesuatu sekali. Rasanya seperti di siram
dengan air. Apa itu keajaiban baru yang kamu dapat?”
High
Elf Archer perlu meminta maaf kepada dewa atas keluhan sebelumnya.
“Iya,”
Priestess menjawab dengan gembira. “Saat aku memberi tahu kepala kuil kalau aku
sudah di promosikan menjadi Steel, mereka memintaku untuk melakukan upacara.”
“Apa
menurutmu keajaibannya agak sedikit terbatas? Apa mereka nggak punya keajaiban
yang lebih hebat lagi?”
“…Aku
harus memilih dengan apa yang aku perlukan,” Priestess bergumam, mengalihkan
pandangannya.
“Ahh,”
High Elf Archer mengernyit memahami.
Umumnya
adalah dewa yang menentukan keajaiban apa yang akan di terima pemohonnya, namun
terkadang doa yang begitu tulus dapat memberikanmu satu keajaiban yang di
inginkan.
Ini
adalah keajaiban Purify. Keajaiban ini memohon dewa untuk melenyapkan
ketidak-murnian. Hanya itu kegunaan keajaiban ini. Dan untuk menggunakan
keajaiban yang sangat berharga pada sesuatu yang seperti itu…
Tetapi,
di saat yang sama, kemampuan untuk dapat membersihkan pakaian dan tubuh satu
kali sehari selagi berpetualang membuat hati sang gadis merasa senang. Terlebih
lagi, keajaiban itu dapat juga membersihkan air atau udara, karena itu tidak
ada salahnya untuk memiliki keajaiban ini.
Terdapat
juga sebuah masalah bahwa untuk menilai kegunaan sebuah keajaiban hanya
berdasarkan seberapa banyak kejaiban itu bermanfaat bagi sang pengguna, adalah
tipe penistaan terburuk.
“…..”
Priestess
meletakkan tangan pada dada kecilnya dan menarik napas dalam. Kelopak matanya
berkedip dan dia menggigit bibirnya.
Aku jadi terbiasa dengan ini ya?
Setelah
semua perbincangan perihal pernikahan, mereka telah datang kemari dan melihat
apa yang telah para goblin ini lakukan, betapa mengerikannya keadaan para
wanita muda ini. Dan walaupun hatinya terasa nyeri, dia masih mendapati dirinya
untuk bisa berbincang singkat. Walaupun itu hanyalah sebagian dari
kepura-puraannya.
Akan
tidak terbayangkan di tahun sebelumnya.
“Itu
keajaiban yang bagus.”
Sebuah
tangan yang berat menyentuh pundaknya. Dia terkejut dan melihat sebuah helm
kotor. Beberapa kata itu sudahlah cukup untuk membuat dadanya berdebar.
“Ada
gunanya.”
Dan
kemudian alis Priestess melemas, sebuah ekspresi ambivalen tampak di wajahnya.
(TL Note: ambivalen = https://kbbi.web.id/ambivalen
)
*****
Surya
cakrawala menyebar di setiap sudut plaza.
Adalah
swastamita di musim panas. Angin barat bertiup membawa hawa panas hari ini,
membuat riak pada lautan rerumputan di padang rumput.
“Oke,
semuanya, waktunya untuk pulang!”
Sapi-sapi,
yang tengah mengunyah rumput dengan lahap, mengangkat kepala mereka dengan
melenguh. Perlahan namun pasti, mereka mulai berjalan, membentuk sebuah barisan
yang memasuki kandang.
Sapi
biasanya selalu penurut seperti ini. Tidak perlu bagi Gadis Spai untuk terlalu
terlibat dengan mereka, namun itu bukan berarti dia tidak mempunyai pekerjaan
untuk di lakukan. Adalah penting untuk menghitung ternak mereka, memastikan
bahwa semua hewan telah kembali ke kandang dengan aman. Ya, Pria itu memeriksa pagar dengan rajin
setiap pagi, namun itu bukan berarti masalah tidak akan pernah muncul. Rubah
dan serigalah merupakan sebuah masalah, namun terdapat pula sebuah kemungkinan
untuk kehilangan hewan di tengah lahan ini.
Dan
ketika semua sapi telah masuk ke dalam kandang, maka dia harus memberi makan
mereka. Ternak seperti sapid an kuda merupakan asest berharga. Adalah mustahil
untuk tidak merawat mereka.
“…Bagus,
kalian semua sudah berada di sini.” Gadis Spai,melipat jarinya seraya ternak
berjalan melewati, menghitung hingga ternak terakhir dan kemudian mengangguk
energetik.
Dua
hari telah berlalu semenjak pria itu, teman lamanya, pergi berpetualang.
Adalah
sebuah hal yang wajar jika dia berpetualang suatu hari. Dia adalah petualang.
Terdapat
hari di mana dia tidak pulang ke rumah. Hari di mana Gadis Sapi hanya menunggu
dan menanti.
Pada akhirnya,
akan terdapat hari di mana penantian itu tidak akan pernah berakhir.
Pria
itu adalah petualang, dan itu adalah hal yang wajar.
Heh. Aku nggak boleh bersikap seperti itu
lagi, atau aku nggak akan bisa kembali lagi.
“Fokus
pekerjaan saja. Kerja!”
Terdapat
hembusan angin.
Angin
musim panas membawa banyak aroma; aroma rumput segar, aroma makan malam di kota
yang jauh, bahkan aroma para sapi.
“Hmmm…”
Dan
kemudian terdapat aroma seperti metal berkarat. Adalah aroma yang sangat di
kenalnya selama beberapa tahun ini.
Gadis
Spai berhenti berjalan mengikuti sapi masuk ke kandang, memutar tumitnya. Di
kejauhan, dia dapat melihat sebuah sosok yang datang dari arah kota, mendekat
dengan langkah sigapnya.
Berlapis
helm baja yang kotor dan armor kulit yang terlihat murahan dan pedang dengan
kepanjangan yang tidak biasa di pinggulnya, dan sebuah perisai bundar kecil
terikat di lengan.
Gadis
Sapi menyipitkan mata. Dan kemudian, seperti biasa, dia tersenyum. “Selamat
pulang. Kamu capek?”
“Ya,”
dia menjawab dengan anggukan. “Aku pulang.”
Gadis
Sapi mendekati pria itu dengan berlari. Dia menarik napas pendek dan menghela.
Pergerakan pria itu terlihat normal. Gadis Sapi merasa menjadi lebih tenang.
“Kamu
nggak terluka, syukurlah.”
“Ya.”
Dia mengangguk kemudian mulai berjalan kembali; Entah mengapa langkah kakinya
lebih lambat dari sebelumnya. Gadis Sapi berjalan di sampingnya.
“Hrm…”
Wajah gadis sapi sedikit mengernyit. Jika dia dapat mencium bau pria itu,
apakah pria itu dapat mencium bau keringatnya? Gadis Sapi sedikit mengendus
lengan bajunya, namun dia tidak dapat memastikannya.
Eh, aku rasa sudah sedikit terlambat buat
itu.
“Hei,
Apa sih yang petualang lakukan dengan kotoran atau semacamnya?”
“Kami
mengganti apa yang bisa di ganti. Lap tubuh kami. Beberapa bahkan menggunakan
mantra atau keajaiban.”
“Huh!”
“Terkadang
bau tubuh dapat membuat para goblin menyadari keberadaanmu. Sangatlah bodoh
untuk berada pada posisi berlawanan arah angin ketika berhadapan dengan
mereka.”
Kurasa itu masuk akal. Gadis
Sapi mengangguk kemudian bergeser dengan cepat ke arah sisi samping lain Goblin
Slayer.
“Kenapa?”
Goblin Slayer bertanya, namun Gadis Sapi hanya menepis pertanyaan itu dan
berkata, “Nggak usah di pikirin. Kamu mau makan malam nanti? Atau kamu sudah
makan?”
“Belum.”
“Oke
kalau begitu aku masak buatmu. Rebusan ya?”
“Ya.”
Kemudian helm itu mengangguk pelan ke atas dan ke bawah. Suara pelan itu-pun
terdengar lebih santai dari biasanya. Hal itu sudah cukup untuk membuat Gadis
Sapi gembira dan dia telah sudah terlebih dahulu menyiapkan bahan untuk makanan
ini.
Tuh kan. Aku ini gampangan banget.
Yah,
dia tidak terlalu merasa galau memikirkan itu.
“Kamu
pasti capek huh?”
“…”
Tidak
ada jawaban. Pria itu masih mempunyai kebiasaaan jelek untuk menutup mulutnya
ketika dia tidak mempunyai jawaban bagus untuk di berikan.
Gadis
Sapi tertawa kecil dan mencondongkan tubuhnya ke depan, seolah dia dapat
melihat apa yang berada di balik helm itu. Dia tidak dapat melihat apa yang
tersembunyi di balik helm itu, namun dia merasa mengetahui ekpresi apa yang ada
di dalamnya.
“Lagi
susah?”
“…Nggak
ada pekerjaan yang mudah.”
“Iya
sih.”
Bayangan
mereka memanjang di tengah swastamita.
Para
sapi telah kembali ke dalam kandangnya. Yang harus mereka lakukan sekarang
hanyalah pulang kembali ke rumah.
Mereka
telah begitu sering berjalan pulang bersama semenjak mereka kecil. Sudah berapa
kali hingga saat ini?
Gadis
Sapi merasa tidak banyak yang berubah sejak masa itu, walaupun sekarang
bayangan pria ini sedikit lebih panjang dari dirinya.
“Ngomong-ngomong…”
“Hmm?”
Mata Gadis Sapi tetap menatap bayang-bayang seraya dia menjawab. Dia telah
mengubah sedikit langkahnya untuk membuat bayangan mereka saling
tumpang-tindih.
Bukan
karena sebuah alasan khusus. Hanyalah sesuatu yang tiba-tiba Gadis Sapi ingat
sering lakukan di saat masih kecil.
“Sepertinya
aka nada pernikahan.”
“Pernikahan…?”
Yah kalau gitu. Dia
mendapati dirinya tidak dapat menolak rasa ingin melirik kepada pria itu
sekarang. Pria itu berbicara sebuah kata yang asing bagi pria itu, seolah kata
itu berasal dari bahasa yang tidak di kenalnya,.
Pernikahan. Pernikahan. Untuk
hidup bersama dengan seseorang. Menghabiskan masa hidupmu bersama.
“Pernikahan
ya? Dan kamu di undang?” dia berkata pelan.
“Ya.”
Dia menjawab dengan singkat. “Dalam…” Dan kemudian dia memberi jeda beberapa
saat. “Dalam partyku ada seorang elf.”
“Oh,”
Gadis Sapi berkata, menyipitkan matanya.
Sang gadis riang nan ceria. “Dia.”
“Sepertinya
Kakak perempuan dan sepupunya.”
“Bagusnya.”
“Aku
di beritahu untuk mengajakmu juga.”
“…Kamu
yakin?”
“Bukan
aku yang memutuskannya.”
Hrm, Gadis Sapi mendengus.
Terdapat
sebuah kebun. Terdapat pekerjaan. Apakah dia benar dapat meninggalkan semua
itu?
Musim
panas ada waktu yang sangat sibuk. Begitu pula musim gugur. Dan juga musim semi
dan musim dingin. Satu tahun penuh, dia harus mengkhawatirkan tentang cuaca dan
tanaman dan para binatang.
Tetapi
kemudian… Oh ya, tetapi kemudian.
Pernikahan elf!
Kalimat
itu mengiang di dalam lubuk hati terdalamnya. Gadis Sapi telah memimpikan hal
seperti itu semenjak dia masih kecil, dan hingga saat ini dia belum pernah
melihat satu-pun pernikahan: para peri berdanca, pakian yang lebih elok dari
apapun yang pernah dia lihat sebelumnya, dan musik yang tak pernah dia dengar
sebelumnya dan pengantin yang indah.
Gadis
Sapi pernah mendengar cerita ini di saat dongeng tidurnya namun dia selalu
menyangka bahwa itu tidaklah lebih dari sekedar cerita.
Terlebih
lagi, dia tidak pernah jauh dari desanya (yang sekarang telah hilang), atau
kebun yang saat ini tengah dia tinggali. Tampaknya sudah lama sekali sejak
terakhir kali dia membayangkan untuk berpergian jauh.
“Aku
penasaran… Apa benar nggak apa-apa?” dia bergumam, seolah hal itu adalah hal
yang buruk.
“Aku
akan berbicara dengan pamanmu.”
“…Oke.”
Mungkin niat baik singkat yang terdengar di dalam nadanya adalah respon untuk
gumaman ragu Gadis Sapi.
Pasti seperti itu, Gadis
Sapi memutuskan. Aku yakin. Aku lebih
suka seperti itu.
Gadis
Sapi sedikit menggeser tubuhnya, agar bayangan mereka berhenti tumpang-tindih.
Supaya bayangan tangan mereka tampak seperti bersatu seraya bayangan mereka
memanjang di sekitar lahan.
“Pernikahan,
huh…?”
Mereka
telah hampir tiba di rumah.
Merupakan
jalan yang pendek untuk di jalani bersama. Cukup untuk mencurahkan apa yang
mereka pikirkan. Untuk berbagi beberapa kata…
“Apa
kamu pernah memikirkan hal seperti itu?”
“…”
Pria
itu terdiam beberapa saat. Sikapnya yang seperti biasa ketika dia tidak
mengetahui jawaban apa yang tepat.
“Sulit.”
“Mungkin,” Gadis Sapi bergumam, memutar
tumitnya. Gadis Sapi mulai berjalan mundur, tangannya menepuk di balik
punggungnya. “Kalau begitu,” dia melanjutkan, melihat pria itu, “Gimana
tentang…ketika kita masih kecil? Kamu berjanji untuk menikahiku saat kita
dewasa.”
“…”
Gadis
Sapi mendengar helaan halus dari dalam helmnya. “Aku nggak mengingat berjanji
seperti itu.”
“Ups…
Ketahuan ya?”
Gadis
Sapi tertawa terbahak-bahak, berputar kembali dan mulai berjalan.
Bayangan
mereka terpisah, tangan bayangan mereka sekarang tidak menyatu kembali.
Sekarang… Ya, sudah sangat terlambat sekarang.
Tapi harusnya kita membuat janji itu.
Entah
mengapa surya matahari memasuki matanya, dan Gadis Sapi berkedip berkali-kali.
7 Comments
terima kasih TL-nya
BalasHapusSama-sama mas :)
HapusWalaupun telat tapi makasih TL nya
BalasHapusSemangat terus, dan terima kasih #shirou
BalasHapusKasian gadis sapi, disuruh nunggu sampai semua goblin musnah dari bumi :')
BalasHapusTapi kenapa namanya gadis sapi, kenapa bukan gadis peternak aja ya
Karena nama inggrisnya "Cow Girl". makanya saya namakan Gadis Sapi.
HapusMakasih dan semangat min
BalasHapusPosting Komentar