PEMILIHAN KETUA DAN SI RATU
Part 2
(Translater : Fulcrum)
Satu minggu
sudah berlalu sejak mulainya semester baru.
Akhirnya ini saatnya mengumumkan secara resmi kandidat Ketua OSIS, bahkan
di antara murid-murid yang tidak terlalu berhubungan (terutama murid-murid
Golongan 2 Kelas E sampai H). Pertanyaan seperti “Siapa kandidatnya?”, “Siapa
yang kemungkinan menang?”, dan semacamnya dapat terdegar. Saat teman-teman
sekelasnya menyapanya, Tatsuya, yang jalan menuju mejanya, mendengar suara
Mikihiko yang baru datang berkata “Pagi, Tatsuya.”
“Pagi. Mikihiko, kau selalu datang pagi.”
“Ha ha, kau benar. Akhir-akhir ini aku lebih berkesempatan melakukan Asa no Gongyou, sebenarnya aku tidak
ingin, tapi……. sudah tradisi.”
Kata, Gongyou, sebenarnya
berarti ibadah Buddhisme. Tapi, mungkin karena pengaruh asimilasi
Shintoisme-Buddhisme, bahkan orang seperti Mikihiko, yang berlatarbelakang
Shintoisme, menggunakan kata ‘Gonyou’.
Sederhananya, ‘Asa no Gongyou’ adalah
ibadah pagi hari. Maksudnya ‘lebih berkesempatan’ adalah ‘dia bisa ikut lagi’,
Tatsuya menangkap informasi-informasi itu saat berbicara berdua dengan Mikihiko
dan Erika.
Temannya bukan hanya mendapatkan kembali kekuatannya perlahan, tapi
kekuatannya juga meningkat. Dia sangat senang akan itu, tapi dia juga iri.
Sebelumnya, Mari melontarkan candaan kalau Tatsuya dipindah ke Golongan 1, tapi
Tatsuya berpikir kalau Mikihiko mungkin akan jadi murid Golongan 2 pertama yang
dipindah ke Golongan 1.
“Omong-omong Tatsuya, aku ingin bertanya sesuatu yang aneh denganmu,
tapi…..”
“Sesuatu yang aneh?”
Pertanyaan itu terdengar tidak enak, tapi mereka berdua tahu kalau mereka
terlalu sopan dan menahan diri, maka pembicaraan ini tidak akan bisa berjalan.
Mereka berusaha memahami satu sama lain
“Menurutku sih tidak aneh, tapi Tatsuya, apa benar kau akan menjadi
kandidat Ketua OSIS?”
“….Apa katamu?”
Tidak mungkin Tatsuya tidak mendengar apa yang Mikihiko katakan. Tatsuya
merespon seperti itu karena keterkejutannya sangat besar.
“Tidak, emm, aku bertanya karena ada rumor yang beredar kalau ‘Tatsuya
adalah kandidat Ketua OSIS’.”
“Rumor…….?”
“Bukan aku yang menyebar!”
Tatsuya tidak merasa kalau dirinya pintar membaca orang, tapi Mikihiko
sudah menunjukkan ketidaktahuannya tentang masalah ini dengan berlebihan.
“Kemarin, sepulang sekolah di ruang latihan, Tsuzura-sensei bertanya
padaku. ‘Apa benar Shiba Tatsuya jadi kandidat Ketua OSIS?’ katanya.”
Instruktur Tsuzura merupakan ahli dalam geometri sihir, dan dia juga cukup
ahli di bidang teknik sihir; sekarang dia mengajar anak kelas 2. Pekerjaan
utamanya adalah sebagai profesor di universitas.
Di dunia akademik, dia terkenal sebagai peneliti muda yang cemerlang.
Bahkan katanya dia juga akan menerima jabatan Ketua Asosiasi Profesor. Namun,
bukan hanya cara berpikirnya saja, tapi juga cara bicara dan berlakunya agak
terlalu sembarangan dan independen. Untuk alasan disiplin, dia dipindah ke
Asosiasi SMA oleh universitasnya. Tetapi…… dia sendiri berkata kalau dia tidak
memermasalahkannya; “Aku bisa melakukan riset sendiri”, bela si orang merepotkan
itu.
Mungkin karena dia temperamen, dia menjadi satu-satunya guru yang paling
niat mengajar murid Golongan 2. Dia tidak membatasi dirinya untuk mengajar
kelas yang diberikan kepadanya saja. Tatsuya juga sudah pernah dipanggil untuk
berbicara dengannya beberapa kali.
“Gosip itu disebarkan mereka….?”
“Oh, jadi itu cuma gosip? Aku merasa aneh karena kau sendiri bilang tidak
tertarik untuk jadi kandidat beberapa hari lalu.”
Tatsuya yang kehabisan kata-kata mengangguk pada kesimpulan Mikihiko.
“Aku tidak yakin bisa mendapat suara kalau aku jadi kandidat, dan seperti
yang sudah kubilang sebelumnya aku tidak berniat untuk mengajukan diri.
Bagaimana bisa rumor ini tersebar di kalangan guru?”
“Tidak tahu…….”
Mikihiko tidak mungkin bisa tahu apa yang dibicarakan di ruang staf.
Seperti yang diduga, semua yang bisa dilakukannya hanya memiringkan kepalanya.
Meski Tatsuya tidak mengharapkan jawaban apapun darinya; dia masih saja
menanyakannya.
“Bukan hanya guru saja.”
Namun, berbeda dari dugaannya, pembicaraan mereka yang berubah tidak enak
juga didengar oleh orang di sekitar mereka.
“Selagi aktivitas klub, aku dengar senpai-senpai menggosipkan hal itu.
Anehnya, semua orang sepertinya percaya dengan itu.”
Setelah Leo, yang duduk di depannya, bilang begitu, Erika, yang setengah
duduk, setengah condong ke meja Mizuki, juga mengatakan hal yang sama.
“Oh ya, setelah diingat-ingat lagi, aku juga mendengar orang mengatakan
itu kemarin. Itu tentang anak kelas 1 yang anggota Komite Moral Publik akan
ikut dalam pemilihan Ketua OSIS. Sekarang jika dipikir lagi, itu pasti tentang
Tatsuya-kun, ‘kan?”
Tatsuya tidak mau mengangguk mengiyakan pertanyaan itu, tapi setelah
mendengar laporan Mikihiko dan Leo dan Erika, tidak ada kesimpulan lain yang
bisa ditarik.
“Aku, juga…..”
Oh tidak, bahkan Mizuki juga. Tatsuya rasanya ingin bersembunyi dibalik
mejanya.
“Aku juga ingat pernah mendengar itu waktu aku di ruang konseling,
kemarin.”
Namun, setelah mendengar identitas orang yang mengatakan rumor itu kepada
Mizuki, perasaan seperti “Kemungkinan itu jalan keluarnya” muncul di hati
Tatsuya.
Sebenarnya, itu adalah perasaan kalau dia akan menginterogasi Haruka. Rasanya
hal seperti itu tidak bisa dikatakan ‘jalan keluar’.
◊ ◊ ◊
Orang yang akan protes tentang ‘jalan keluar’ Tatsuya mungkin Haruka.
“Ini masih di tengah jam pelajaran pertama!”
Sebagai seorang konselor, Haruka menegur Tatsuya, yang datang ke ruang
konseling.
Sepertinya, kemampuannya saat mencari informasi No Head Dragon membuatnya
dimanfaatkan Tatsuya. Kalau kau melihatnya dari sudut pandang Tatsuya, tidak
ada kontrak atau apapun semacamnya yang memaksanya untuk bisa memeras informasi
darinya.
“Tugas untuk jam pelajaran pertama sudah selesai.”
Tatsuya tidak masalah kalau dirinya dibenci Haruka. Mereka sudah bertukar rahasia,
tapi tidak banyak, karena apa yang dimiliki Tatsuya lebih besar.
“……Kau memang hebat ya.”
“Aku biasa saja. Aku hampir terkena nilai merah di ujian praktikku.”
“…..Entah bagaimana, saat kau bilang seperti itu, aku tidak bisa
menganggapnya bukan sarkasme.”
Mereka berdua, berbagi kedekatan yang akrab sampai tidak perlu bersikap
sopan.
“Itu karena memang itu kenyataannya. Bagaimanapun, yang lebih penting, ada
sesuatu yang menggangguku. Aku ingin mengkonsultasikannya.”
Saat Tatsuya mengatakan hal yang mengejutkan itu, mata Haruka terbelalak
dan dia membetulkan postusnya secara otomatis.
“Konsultasikan saja apapun yang mengganggumu.”
Dia benar-benar sadar akan tugasnya, tapi perubahannya yang cepat membuat
Tatsuya merasa agak tidak tenang tentang ide bolos pelajaran ini. Ini sudah
hampir waktunya dia mendengar masalah yang menghantui muridnya yang diluar
kemampuannya sebagai konselor.
“Masalahnya, bisa dibilang, pemilihan Ketua OSIS akhir bulan ini.”
“Mereka memang membuat keributan tentang perekrutan kandidat. Jadi itu?
Apa adikmu diminta untuk jadi Ketua OSIS?”
“Oh ya, jelas aku khawatir akan itu. Namun, yang ingin kukonsultasikan
hari ini tentang rumor yang lain.”
“Rumor?”
“Ya, rumor tentang aku yang jadi kandidat menyebar di ruang staf; sensei
pasti tahu tentang itu bukan?”
Saat Tatsuya membawa masalah itu dia ada di hadapan Haruka dan memandang
langsung ke matanya, untuk sesaat dan benar-benar sesaat terlihat ekspresi “Oh
tidak” di wajah konselor itu.
“Kau bilang kepada Shibata-san tentang ini kemarin. Aku ingin mendengar
detailnya.”
Tidak peduli seberapa besar masalah ini, dia tidak akan membiarkan itu
begitu saja. Tidak mungkin Tatsuya akan melewatkan itu.
“Aku pikir tidak mungkin, tapi, apa mungkin Ono-sensei lah yang
menyebarkan rumor ini?”
Otot wajah Haruka melemas dan kembali menegang.
Sekarang, ekspresinya berubah jadi senyuman indah.
“Ya, itu memang ‘tidak mungkin’. Tidak mungkin aku melakukan sesuatu
seperti itu.”
Tidak ada tanda-tanda ketegangan di bibirnya.
Kempampuan kontrol wajahnya sepertinya berguna.
“……Lalu bagaimana bisa rumor seperti itu menyebar?”
“Apa…. Jadi itu cuma gosip. Bagaimanapun, ya begitulah…. Shiba-kun memang
bukan tipe yang suka jadi pusat perhatian; kau lebih senang bekerja di balik
layar.”
“Aku tidak membantahnya.”
Mata mereka bertemu, dan mereka berdua sama-sama tersenyum.
Mungkin ini pengaruh yang mereka dapat dari guru mereka.
Namun, mereka tidak sedekat itu.
“Kalau begitu sekarang, bagaimana mungkin gosip aku menjadi kandidat Ketua
OSIS mulai menyebar?”
“Maaf, aku tidak terlalu banyak tahu tentang itu.”
“Benarkah, apa yang sensei tahu sudah cukup.”
“…..”
Tatsuya terlihat benar-benar santai menunggu jawaban Haruka.
Tidak ada gunanya berpura-pura bodoh, Haruka menyadarinya.
Sejak awal tidak ada gunanya untuk merahasiakan apa yang didengarnya.
“…..Aku tidak tahu pasti siapa yang mengatakannya, tapi…… pada akhirnya
semua seperti permainan telepon: ‘Hattori tidak akan mencalonkan diri’,
‘Nakajou tidak akan mencalonkan juga’, ‘Sekarang OSIS sedang krisis calon
ketua’, ‘Hei, bukannya Shiba-san cukup cocok?’……. lalu berubah jadi ‘Sepertinya
Shiba-san akan mencalonkan diri’, ‘Shiba-kun akan maju’, ‘Eh, Shiba-kun?’, ‘Ya,
Komite Moral Publik’, ‘Oh, yang ikut di kompetisi divisi kelas 1?’, ‘Hmm,
bukannya itu menarik?’ dalam sekejap.”
Setelah mendengarkan Haruka, Tatsuya merasa sangat kelelahan sampai dia
seperti bisa jatuh dari kurisnya.
“…..Bagaimana bisa guru-guru percaya dengan rumor yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan seperti itu?”
Yah, rumor memang biasanya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Teman-teman
kelas 1 nya dan kakak kelas sepertinya sudah membicarakan hal ini, jadi bahkan
jika Tatsuya ingin melacak sumber rumor ini, mustahil untuk bisa sedetail itu.
Tapi, orang hebat seperti Tzusura, setidaknya yang hebat dari segi kecerdasan,
orang serius yang jadi profesor, seharusnya tidak mudah terbodohi dengan rumor
seperti itu.
Tatsuya masih belum bisa membiarkan rumor ini menyebar begitu saja.
“Para guru sepertinya memandang masalah itu lebih serius daripada
kebanyakan murid. Detail insiden yang terjadi di bulan April dirahasiakan dari
para murid, tapi karena para guru tahu semuanya…..”
“….Insiden Blanche?”
“Ya itu. Ada banyak guru yang menilai tinggi Shiba-kun karena menjadi
pusat penyelesaian masalah itu.”
Sayangnya, dia tidak menduga itu. Itulah yang menimbulkan semua ini…..
Tatsuya merasa kalau dirinya tidak sadar diri.
“Mereka tidak tahu detailnya karena Juumonji-kun menyembunyikannya, tapi
mereka tahu kalau kau memukul mundur para teroris dengan kekuatanmu sendiri,
dan itu membuatmu dinilai tinggi. Karena mereka ingin punya Ketua OSIS untuk
SMA Sihir yang sangat kuat, jadi cukup banyak guru yang merasa akan bagus juga
jika anak kelas 1 yang punya kekuatan seperti itu jadi Ketua OSIS.”
…….Ini semua benar-benar buruk, pikir Tatsuya.
Dengan perkataan Haruka yang terngiang-ngiang di kepalanya, Tatsuya
memikirkan cara untuk mengatasi masalah ini.
Sebelum meninggalkan ruang konseling, dia memastikan kalau dia tidak
mempertanyakan caranya mendapat informasi itu.
◊ ◊ ◊
Namun, tidak banyak cara untuk mengatasi rumor-rumor tak berdasar. Dan
juga semua cara itu tidak bisa dilakukannya.
Oleh karena itu dia perlu mengatasi sumber rumor itu menyebar; bisa
dibilang hasil pertemuannya dengan Haruka cukup efektif.
Berpikir seperti itu mungkin menghibur dirinya, tapi beban yang dipikulnya
tidak berkurang.
25 orang sekelas bukanlah jumlah yang banyak. Kau bisa tahu apa yang
mereka semua lakukan hanya dengan sekali pandang. Selain dirinya, hanya ada
empat orang lain yang juga tidak berbicara sebelum pelajaran dimulai, jadi
totalnya ada 20 orang. Dia tidak suka, tapi dia bisa tahu kalau tidak ada satu
pun dari mereka yang tidak membicarakan rumor itu.
Bagian-bagian pembicaraan mereka yang bisa ia dengar cuma ‘Seperti yang
kuduga’, ‘Ketua’, dan ‘Pemilihan’.
Itu rasanya sudah bukan tidak nyaman, itu sudah melebihinya.
“Tatsuya-kun. Bisa aku bicara sebentar denganmu?”
Mayumi masuk dengan gaya bangsawan (atau mungkin lebih cocok disebut gaya
orang kelas atas) ke ruang kelas 1, berhenti tepat di depan mejanya, dan dengan
apa yang hanya bisa disebut keimutan, menggenggam kedua tangannya dan
mengatakan perkataan itu.
Di belakangnya, Suzune melihat pemandangan itu dengan wajah jijik.
Tatsuya melirik sekilas jam digital yang ada di ujung mejanya. Lima menit
lagi sebelum istirahat antara jam pertama dan kedua selesai. Kalau mereka pergi
ke ruang kelas 3, maka waktu bicara mereka cuma tinggal satu menit.
“Kalau kita menggunakan alasan urusan OSIS, kita tidak akan kena masalah.”
Mayumi, dengan kedua tangannya yang masih tergenggam, menjawab pertanyaan
yang terpancar dari tatapan Tatsuya. Tapi tetap saja, meski tangan yang
tergenggam sudah agak diturunkan. Dia terlihat seperti seorang gadis yang
berdoa.
Kedua tangannya bersatu, dengan mata berkaca-kaca; kalau ada orang yang
bisa seperti ini, itu hanya Mayumi.
Jam pelajaran kedua hanya dilakukan via terminal komputer. Hampir dua
puluh sampai tiga puluh menit berjalan tanpa masalah bagi Tatsuya.
Tatsuya berdiri dari kursinya dan, di bawah tatapan teman-temannya, dan menunduk
kepada Mayumi.
Mayumi berdiri di depan mejanya, menggantikannya, dan menaruh kartu ID ke
pemindai, memberinya izin khusus dari OSIS.
◊ ◊ ◊
Dia ditemani masuk ke ruang OSIS.
Tatsuya paham kenapa mereka sampai repot-repot datang dan membawanya sekarang
meski nantinya dia akan makan siang di sana.
Saat diberi permintaan maaf oleh Suzune, Tatsuya menggelengkan kepalanya
dan berkata “Tidak, aku tidak masalah”.
Fiuh. Menghembus napas berlebihan, Mayumi segera masuk ke topik utama.
“Langsung saja, ini masalah pemilihan nanti…..”
Sesuai dugaannya.
Tatsuya sudah memutuskan jawabannya.
“Aku rasa itu terlalu cepat untuk Miyuki.”
“Miyuki-san…. Bagaimana kau tahu?”
Di hadapan Mayumi yang pasti berpikir “Tidak mungkin, dia bisa membaca
pikiran”, Tatsuya memberikan sebuah senyuman terpaksa dan menjelaskannya.
“Senpai tidak menunggu sampai makan siang dan memutuskan untuk datang ke
kelasku; karena itu senpai mungkin ingin berbicara saat tidak ada Miyuki. Dan
juga, mengingat waktu sekarang, aku tahu kalau senpai pasti mau membicarakan
tentang pencalonan Miyuki jadi kandidat Ketua OSIS.”
Tatsuya tidak menjelaskan semua itu untuk memamerkan kemampuan deduksinya.
Menghadapi Mayumi sendiri bukan masalah baginya; tapi, dengan Suzune yang
membantu Mayumi, dia khawatir kalau dia akan kalah omong kalau tidak segera
menjelaskannya.
Tindakan pencegahannya tepat sasaran.
Sebelum musuhnya, terlebih lagi Suzune, bisa merespon, Tatsuya sudah
memastikan kemenangannya.
“Tidak ada aturan yang melarang anak kelas 1 jadi Ketua OSIS. Tapi, ini
terlalu cepat untuk Miyuki. Dia masih belum bisa memimpin suatu organisasi.”
“….Saat dia masih SMP, dia tidak pernah jadi Ketua OSIS?”
“Aku melarangnya.”
Pertanyaan Suzune segera mendapat jawaban negatif.
“Saat aku melihatnya, dia kelihatan cocok sekali….”
“Miyuki masih kecil. Aku mungkin terlalu protektif, tapi dia masih belum
bisa sepenuhnya mengendalikan dirinya sendiri. Setidaknya, tunggu sampai dia
bisa mengendalikan sihirnya tidak lepas kendali.”
Dia memberikan jawaban yang dalam pada perkataan Mayumi.
Berdua ekspresi Mayumi dan Suzune menunjukkan kalau mereka punya banyak
hal yang ingin mereka katakan. Terutama, tentang ‘terlalu protektif’. Tapi
mereka tidak bisa membantah kalau kebiasaan untuk membiarkan sihir lepas
kendali akan jadi masalah untuk bekerja sebagai Ketua OSIS. Mereka tidak bisa
membantah itu.
“Tapi, kita tidak punya jalan lain. Besok, pengumuman akan dikeluarkan,
tapi kita tidak punya kandidat sama sekali.”
“Aku pikir tenggat waktu pengumuman kandidatnya minggu depan.”
Pada pertanyaan Tatsuya yang seolah bertanya “Bukannya kita punya waktu
seminggu untuk mencari kandidat?”, Mayumi menggelengkan kepalanya dengan wajah
suram.
“Menyeleksi pilihan ketua selanjutnya adalah tugas OSIS. Atau kalau tidak,
kita akan dibanjiri oleh kandidat-kandidat.”
“……Bukannya punya banyak kandidat akan dipandang lebih baik?”
“Walau nanti akan berakhir pertarungan sihir? Yang menang akan jadi orang
yang kuat untuk memimpin OSIS.”
Tentu saja, kalau itu terjadi, pergolakan yang terjadi akan lebih parah daripada
saat pekan perekrutan klub.
“…..Bukannya apapun yang terjadi…..itu cuma akan terbatas pada murid yang
mau jadi Ketua OSIS?”
Namun, kalau cuma mereka yang mau jadi Ketua OSIS, semua itu masih bisa
teratasi.
“Tatsuya-kun, kau terlalu naif.”
Mayumi menghancurkan teori Tatsuya dalam sekali serang.
“OSIS di sekolah ini punya banyak keuntungan, dan bahkan setelah lulus
masih akan dipandang sebagai orang elit. Sebenarnya, empat tahun yang lalu,
OSIS saat itu mengusulkan ‘Pemilihan Demokratis’. Dan saat itu, jumlah orang yang
terluka berat hingga mencapai dua digit. Program ‘Pemilihan Demokratis’
dihentikan, dan OSIS sangat merekomendasikan Wakil Ketua menjadi Ketua
selanjutnya jika situasi tidak bisa dikendalikan, menurut catatan kami.”
Keraguan Tatsuya hilang seketika mendengar cerita Suzune yang kelam.
“…Memangnya sekolah ini negara dunia ketiga?”
Sebuah erangan keluar dari mulut Tatsuya.
“Kekuatan yang besar bisa menghancurkan semua hubungan yang ada. Lagipula
anak SMA masih belum dewasa.”
Mayumi sekali lagi di depannya, mengancamnya dengan tangannya.
“Apa ini masih belum jelas? Tatsuya-kun mungkin hanya melihatnya sebagai
anak kecil, tapi Miyuki-san pasti bisa melakukannya. Seperti yang mereka
katakan, orang belajar dari posisi.”
Tidak ada pilihan lain, pikir Tatsuya.
Aku masih bisa memberikan alasan-alasan kenapa anak kelas 1 tidak
seharusnya jadi Ketua OSIS.
Jadi,
“Bagaimana kalau kita melupakan Miyuki dulu untuk sesaat, dan memikirkan
tentang penolakan Nakajou-senpai? Bukannya secara aturan dan kemampuan
Nakajou-senpai adalah orang yang paling cocok untuk menjadi Ketua OSIS baru?”
Saat Tatsuya mengatakan itu, wajah Mayumi berubah suram dan dia hanya
terdiam.
“….Itu memang benar, tapi….”
Suzune, juga, tidak bisa berkata-kata.
Ya, sudah jelas kenapa mereka hanya bisa diam seribu bahasa.
Kalau Azusa tidak seegois itu, Tatsuya tidak akan perlu berdebat tentang
ini; itu sudah jelas tanpa perlu dijelaskan lagi.
Namun, komentar Tatsuya selanjutnya tidak terduga baik oleh Mayumi maupun
Suzune.
“Kalau senpai mau, aku bisa coba membujuk Nakajou-senpai?”
“Eh?......Tatsuya-kun mau mencoba membujuk A-chan untuk kami?”
“Ya.”
Untuk Mayumi, ini semua sangat di luar dugaan sampai-sampai dia bingung
harus merespon seperti apa, tapi setelah makna perkataan Tatsuya masuk
kepalanya, Mayumi secara tidak sadar menggenggam erat tangan Tatsuya.
“Kau benar-benar akan melakukannya? Kau tidak boleh gagal! Kau harus bisa!
Tentu saja, aku mengharapkanmu, Tatsuya-kun!”
Tangan Tatsuya yang digenggam seolah akan meledak, sangat antusias sampai Mayumi
mengguncangnya naik-turun. Saling bertatapan, Suzune dan Tatsuya menunjukkan
senyuman kecut.
◊ ◊ ◊
Di waktu makan siang hari itu, mungkin karena dia punya insting hewan
untuk merasakan bahaya, Azusa tidak datang ke ruang OSIS. Kalau begini, dia
mungkin juga akan mencari cara untuk menghindar sepulang sekolah, pikir
Tatsuya, jadi setelah jam pelajaran kelima, dia pergi menuju kelas Azusa. (SMA
Sihir selesai jam 3 sore; jam pelajaran kelima selesai jam 2 siang.)
Dia mengamati keadaan kelas itu dari depan pintu. Azusa tergesa-gesa
bersiap-siap untuk pergi. Dia mungkin mencoba untuk melarikan diri sebelum dia
tertangkap, tapi dia gagal karena dirinya sendiri yang merupakan murid teladan
yang tidak akan meninggalkan terminalnya sebelum instruksinya selesai.
Tidak seperti Tatsuya, yang tidak terkekang peraturan, mungkin tidak akan
segan untuk mengotori tangannya melakukan kejahatan serius, bersama adiknya,
dia menapakkan kaki ke ruang Kelas 2 A.
Dia mendapat tatapan “Memangnya dia kira siapa dia”, terutama dari
murid-murid laki-laki, tapi seperti yang diduga, tidak ada dari mereka yang
cukup bodoh untuk menyerang adik kelas yang berani masuk ke kelas mereka.
Tatapan murid-murid perempuan berbeda, mereka menilainya seperti menilai sebuah
barang. Tekanan tatapan mereka benar-benar kuat, tapi tidak ada dari mereka
yang sampai mendekatinya, sepertinya begitu. Tatsuya tanpa malu mengabaikan
semua tatapan itu dan berjalan langsung ke meja Azusa.
Azusa sadar kalau ia mendekatinya. Namun, selang waktu yang digunakannya
untuk berpikir “Bagaimana aku bisa melarikan diri tanpa terlihat aneh” membuat
Tatsuya sudah sampai di depan matanya.
Dengan senyuman terpakasa, Azusa berdiri.
Dia memegang tas sekolahnya dengan erat, tapi kakinya tidak mau bergerak.
Ada 30 cm perbedaan tinggi Tatsuya dan Azusa.
Biasanya hal seperti itu tidak menguntungkan dalam suatu konfrontasi;
duduk atau berdiri, tidak ada bedanya, tapi entah bagaimana dia berhasil
membuat dirinya melihat dari atas.
Di hadapan senyuman yang terlalu cemerlang itu, mata Tatsuya bertemu
dengan mata Azusa dan tidak membiarkannya pergi
“Nakajou-senpai.”
Tidak ada yang menarik dari wajah dan tubuh Tatsuya, dia juga tidak punya
suara indah yang enak didengar, tapi mungkin karena efek latihan tempur di
tenggorokan dan paru-parunya, suaranya terdengar cukup rendah saat berbicara.
Seorang gadis kecil mungkin akan menganggap suaranya ‘kasar’ atau ‘dewasa’.
“Aku ingin bicara sebentar dengan senpai.”
Jadi seorang gadis kecil menganggap suaranya memberi tekanan pada dirinya.
“Emm, aku, hari ini rasanya agak…..”
“Ini tidak akan makan waktu lama.”
Dengan begitu ia memotong jalan keluar Azusa, yang masih mencoba mencari
cara untuk pergi. Dengan sedikit memerkuat nada bicaranya, Tatsuya menekan
perkataannya.
Benar atau salah, mata Asuza tertahan oleh sebuah kekuatan yang tak
terbayangkan. Di sisi lain, kalau saja ada teman sekelas Azusa yang melihat
mereka berdua (terutama murid perempuan), mereka akan melihat pemandangan dua
orang saling bertatapan dan berbisik.
Bagian-bagian pembicaraan mereka yang terdengar, seperti ‘Memaksa sekali’,
‘Kuat sekali’, dan ‘Itu mungkin bagus’ diiringi dengan tatapan yang menyerang
mereka.
Saat tatapan-tatapan yang tertuju ke kakaknya berubah jadi agak menggoda,
suasana hati Miyuki dengan cepat memburuk.
Dan karena itu dari belakang Tatsuya, sederhananya dari Miyuki, muncul
‘aura wanita marah’ dan semakin menambah tekanan pada Azusa.
“Lima menit cukup.”
“…..Baiklah, kalau memang hanya lima menit.”
Azusa berjalan di belakang Tatsuya berkat taktik memberi tekanan yang biasa
dilakukan pelayan toko.
Tangannya tidak diikat tali atau borgol, tapi entah bagaimana, tidak
peduli dilihat dari mana, dia seakan-akan seperti ‘pelaku yang dibawa polisi’.
◊ ◊ ◊
“Biar cepat.”
Mengambil duduk di meja ujung di kantin, Tatsuya duduk dan mulai
berbicara.
“Nakajou-senpai. Tolong jadilah kandidat Ketua OSIS.”
“Seperti yang kuduga, masalah ini… apa kaichou memintamu untuk
membujukku?”
“Ya.”
Sebenarnya itu ‘pembujukan Azusa’ ini hanya untuk menggantikan Miyuki dari
menjadi kandidat, tapi Tatsuya tidak memerdulikan itu.
“…..Tidak mungkin aku bisa melakukannya. Pekerjaan sepenting itu, aku
tidak akan pernah bisa menjalankan tugas Ketua OSIS.”
Sikap Azusa lebih keras kepala daripada dugaannya. Dan sekarang, dia
terlihat seperti akan menangis. Kalau dia memojokkannya lagi, dia mungkin akan
benar-benar menangis. Tidak, sudah bukan ‘mungkin’ lagi, kemungkinannya tinggi.
Namun, kalau dia menyerah begitu saja, dia tidak akan mengajukan diri
untuk membujuknya.
“Hattori-senpai akan jadi Ketua Komite Manajemen Klub musim depan, jadi
Hattori-senpai tidak bisa jadi kandidat Ketua OSIS. Kalau Nakajou-senpai tidak
jadi kandidat, pemilihan ini tidak akan berada di bawah kendali OSIS.”
“Bukannya itu tidak apa-apa? Ada banyak orang yang lebih cocok jadi Ketua
OSIS ketimbang aku.”
Saat dia mendapat jawaban agresif Azusa, Tatsuya hanya bisa menghela napas
panjang.
“…”
“…”
Keheningan ini tidak bertahan sampai sepuluh detik sebelum Azusa mulai
menujukkan tanda-tanda ketidaknyamanan dengan menunjukkan kegelisahannya. Dia
sekilas melirik ke arah Tatsuya, yang tidak merespon sama sekali. Selanjutnya
dia melirik ke arah Miyuki. Miyuki menunjukkan senyuman kosong yang sulit
dibaca (seperti senyuman patung-patung Yunani kuno) dan melihat Azusa sambil
diam. Senyuman itu memberi ilusi yang memperangkap orang yang memandangnya.
Azusa dengan sekuat tenaga memalingkan wajahnya.
Menghadap Tatsuya.
Dan begitu, tatapan mereka membentuk garis lurus.
Azusa terdiam dengan ekspresi ‘Emm’ di wajahnya.
Tatsuya sekali lagi menghela napas.
“Apa benar-benar tidak apa-apa? Bahkan kalau tragedi empat tahun lalu
terulang kembali?”
Tragedi entah bagaimana terdengar sangat melodramatis, pikir Miyuki yang
mendengat di dekatnya; Tatsuya sendiri merasakan hal yang sama.
Namun, kalau melihat Azusa, bisa dilihat kalau wajah terkejutnya berubah
pucat.
“Saat itu, ada lebih dari sepuluh orang yang terluka. Aku kira
Nakajou-senpai lebih tahu tentang hal seperti ini ketimbang aku.”
Dengan menyedihkan, bibir Azusa hampir tidak bisa diam.
Namun, Tatsuya,
“Kita seharusnya punya data gambar kejadian saat itu? Luka-luka serius karena
sihir… Kalau memang ada aku lebih memilih untuk tidak melihat hal seperti itu.”
Dan dia melayangkan serangan akhirnya.
Tugas utama Sekretaris OSIS adalah untuk mengelola semua catatan OSIS. Ada
banyak catatan tentang insiden, dan untuk dapat mengelolanya dengan baik kau
pasti tidak hanya perlu untuk membukanya tapi juga memelajarinya.
Seperti dugaannya, bukan hanya bibirnya tapi seluruh tubuhnya gemetaran.
“Apa sejarah harus terulang kembali…..”
“A-……apa yang harus kulakukan….”
Kepada Azusa yang terlihat terpojokkan, Miyuki, yang hanya diam sejak
mereka sampai di kantin, menjawab dengan senyuman lembut.
“Kalau Nakajou-senpai mau menjadi kandidat Ketua OSIS, maka masalah
seperti itu bisa terhindari. Semuanya baik-baik saja. Senpai pasti bisa
melakukannya dengan baik.”
Tatapan Azusa terhuyung-huyung tak terkendali.
Si kakak mengancam, dan si adik memberikan pertolongan. Benar-benar kerja
sama yang hebat.
“Oh, aku baru ingat…..”
Keseriusan yang dipertahankan Tatsuya masih belum hilang. Memang benar,
wajahnya berkata “Aku baru ingat” dan Tatsuya memberikan ‘umpan’ selanjutnya.
“Aku kebetulan punya perangkat terbang FLT yang akan rilis minggu depan…”
Mendengar hal itu, mata Azusa berbinar-binar.
Wajah pucatnya bersinar kembali dan dia mencondohkan badannya ke depan.
“…..Dengan itu, apa mungkin maksudmu CAD khusus terbang Model Silver?
Mereka baru saja mengumumkan perangkat terbang itu bulan Juli. Untuk bisa
menggunakannya dengan baik jelas perlu adanya perangkat terbaru Model Silver!?”
Saat Tatsuya mengangguk, Azusa menatapnya seolah ia ingin melahapnya.
Matanya berkata “Aku mau, aku mau, aku mau, aku mau, aku mau, aku mau……”
“Hmm tapi, itu semua hanya untuk pencobaan, jadi itu tidak dijual, dan
tidak punya nomor seri.”
Tenggorokan Azusa bergrak saat ia menelan ludahnya.
“Tapi, dari performanya itu tidak ada bedanya dengan model siap jual
nantinya. Aku pikir itu akan jadi hadiah yang cocok untuk merayakan kemenangan
senpai jadi Ketua OSIS.”
“Benarkah!?”
Azusa menaikkan suaranya dan memberikan teriakan bahagia.
Kursinya jatuh dengan suara keras, tapi Azusa sudah jelas tidak
memerdulikan semua tatapan yang tertuju padanya. Lebih sepertinya pikirannya
sudah tidak bisa memproses hal lain.
“Ya, Nakajou-senpai sudah menjaga Miyuki dengan baik. Kalau senpai
diangkat jadi Ketua OSIS baru, aku berencana untuk memberikan itu sebagai
hadiah…….”
“Akan kulakukan! Aku tidak akan kalah dari siapapun! Aku pasti akan menang
di pemilihan!”
Memandang ilusi itu, Azusa mendeklarasikannya dengan keras.
Sejak awal, karena kekurangan kandidat, dia terpaksa harus jadi korban
bujukan hadiah. Di situasi seperti ini, tidak ada gunanya hanya dengan
meyakinkannya saja karena dia sudah pernah menolaknya sebelumnya, semuanya
sudah ditolak oleh kesadaran Azusa.
0 Comments
Posting Komentar