MIMPI DI MALAM TENGAH MUSIM PANAS
(Translator : Zerard)
“Sekarang,
Saya meminta kalian berdua untuk mengucapkan ijab Kabul,” Ucap seorang elf
dengan kepala yang menunduk di depan sebuah mimbar. Dia adalah tetua elf, telah
hidup bertahun-tahun lamanya namun masih terlihat begitu muda.
Kunang-kunang
atau semacam serangga yang bercahaya terbang di sekitaran, memberikan
pencahayaan pada aula besar yang penuh akan para elf dan petualang. Mereka
duduk bersila di atas lantai. Makanan dan minuman di sajikan di atas piring
daun, anggur di dalam cangkang kacang besar. Mimbar, para pengunjung bertempat
pada sebuah akar yang menjalar naik.
Di
atasnya berdiri pengantin pria dan wanita, berpakaian dengan gaun yang terbuat
dari sutra murni dan bunga, berkelip dengan kepakan saya kupu-kuou dan
kunang-kunang. Mereka bertuka panang malu dan kemudian dengan lembut saling
berpegangan tangan.
“Usamiakitowotoku
riinomochinneie inoyurunahowo chihionokahisatawa,” sang
elf dengan pelindung kepala berkilau berucap dengan bangga.
Pengantinnya
menjawab, menatap ke lantai dan tersipu, “UUsamiakitowotoku
oshiroyuinawoto isototowo chihonokahisatawa.”
Kalimat
mereka, yang hampir seperti sebuah lagu, mengalir ke ke pohon agung, yang di
mana pohon itu menggetarkan daun, cabangnya di malam ini sebagai respon.
Fssh, fssh. Hutan-pun
tertawa. Pepohonan-pun bernyanyi. Semoga
kehidupanmu di berkahi. Semoga sisa umurmu penuh akan kebahagiaan.
“Kalian
sudah mendengar sorak kegembiraan sang hutan?” sang pendeta bertanya, melangkah
ke depan dengan anggun. Sang pria dan wanita saling bertukar pandang dengan
bahagia dan mengangguk.
“Mm.”
“Ya,
kami mendengarnya.”
“Jika
begitu, berikanlah persembahan.” Sang pendeta memberikan mereka sebuah busur
besar dan sebuah panah. Busur itu terbuat dari kayu yew dan panah bermata
kuncup, di buat khusus untuk hari ini. Sang elf dengan pelindung kepala
berkilau mengambil busur, dan permaisuri dengan mahkota bunga mengambil panah.
(TL Note: Yew = https://en.wikipedia.org/wiki/Yew
)
Sang
pendeta menundukkan kepala hormat dan mengambil langkah mundur; kedua elf
saling berdekatan, hampir berpelukan, dan menyiapkan busur mereka.
Sang
istri memuat panah ke dalam busur yang di genggam sang suami, dan kemudian
bersama, mereka menarik talinya.
Mereka
membidik mengarah surge, di langit malam tempat di mana bulan dan bintang
berkelip.
Dedauanan
yang membentuk langit-langit di aula ini terbuka di satu titik, semua orang
melihat, sebuah lubang kecil. Di baliknya, langit malam bercahaya dan berkelip
bagaikan sekotak permata. Jika bintang-bintang adalah mata para dewa, maka
tidak ada lagi berkah yang lebih hebat dari ini di seluruh dunia.
Di
manapun panah itu mendarat, sebuah pohon akan timbul dan tumbuh, suatu hari
akan menjadi bagian dari hutan.
“Dengan
ini Ijab Kabul telah selesai!” sang pendeta mengumumkan.
Hutan,
dan semua warga hutan, dan para dewa telah bersama mengakui pernikahan ini dan
memberkahinya.
“Malam
ini akan lama di kenang sebagai malam berhias bulan pelangi!”
Keseluruhan
pengunjung elf berteriak merayakan dan bertepuk tangan.
Cinta adalah takdir, takdir adalah kematian
Bahkan ksatria yang melayani seorang perawan suatu hari
akan binasa dalam cengkraman kematian
Bahkan sang pangeran yang berteman dengan penguasa langit
harus merelakan wanita yang ia cinta
Tentara bayaran yang mencintai seorang cleric, akan gugur
dalam pertempurannya mengejar mimpi
Dan raja yang mencintai perawan kuil tidak dapat lepas
dari perpisahan
Akhir kehidupan bukanlah akhir bab dari kisah kepahlawanan
Begitu pula petualangan yang bertajuk kehidupan akan terus berlanjut hingga akhir
Persahabatan dan cinta kehidupan dan kematian
Kita tidak dapat lari dari hal ini
Dengan demikian apa yang harus kita takuti
Cinta adalah takdir dan takdir kita adalah kematian
Kemudian
para elf mengeluarkan harpa dan drum, dan semua orang bernyanyi dengan riang.
Warga
hutan selalu mencintai musik dan berdansa, dan mereka selalu menikmati apapun
yang menyenangkan bagi mereka. Umur mereka terlalu panjang untuk di habiskan.
Mereka mungkin memiliki hati yang tua, sudut pandang mereka mungkin terlalu
jauh ke depan, namun banyak dari hari
perayaan dalam kehidupan sehari-hari kalender elf.
Sebuah
pernikahan adalah contoh yang sempurna: mereka merayakan penyatuan kedua elf
muda, dan kenyataan akan adanya satu hari lagi yang hilang tanpa ada sesuatu
yang terjadi.
Apakah
ada hari di dunia ini yang tidak spesial? Semua orang adalah spesial; mala mini
adalah spesial. Seratus tahun dari sekarang, akan tetaplah spesial dan terus
seperti itu hingga selamanya.
Bahkan
Dwarf Shaman di kelilingi oleh banyak elf muda. (walaupun mereka lebih tua
darinya)
“Jadi
apa yang akan kamu lakukan kalau kalian terjebak perangkap goblin?”
“Er,
ahem. Yah, aku dan Telinga Panjang—maksudku, permaisuri di sana, kami mengisi
lubang itu penuh dengan gas beracun.”
“Monster
bola mata yang sulit di jabarkan ini terdengar mengerikan sekali!”
“Yah,
ah, kamu tahulah. Itu sebenarnya lebih ke….yah, janggal. Dan monster itu mengeluarkan suara yang aneh juga.”
“Sepertinya
pemaisuri kami telah begitu merepotkan kamu. Saya sangat—“
“Oh—
Oh, nggak kok. Dengar, dia bisa di andalkan kok…”
Para
pemuda-pemuda ini sangatlah sadar akan permusuhan kuno antara rakyat mereka dan
para dwarf, namun, ini adalah pertama kalinya mereka melihat seorang dwarf dari
dekat. Apalagi seorang petualang!
Di
kelilingi oleh para elf dari setiap sisi, Kepala Dwarf Shaman terasa pusing
seraya dia di banjiri dengan begitu banyak permintaan akan sebuah kisah
petualang dan banyak lagi. Dan anggur yang telah di sajikan para elf terlalu
ringan untuknya; dia bahkan tidak dapat mabuk dengan benar setelah meminum ini.
Pada akhirnya, dia mengangkat lengan gemuknya dan berteriak, “Heyyyy, Scaly!
Bantu aku sedikit di sini!”
Apa
yang sedang di lakukan Lizard Priest sebelum Dwarf Shaman memanggilnya? Dia
sedang berada di sebuah pojok dari aula pesta ini, mengunyah dengan begitu
riang. Dia melahap rakus beberapa serangga kukus, meneguk satu gelas anggur,
dan ketika dia memegang sebuah jeruk di tangannya, jeruk itu langsung
menghilang secara keseluruhan di dalam mulutnya.
Sekumpulan
istri para elf berdiri menyaksikannya makan dengan terbengong.
“Ayolah,”
Lizard Priest berkata. “Saya bukanlah herbivore, tetapi saya senang untuk
memakan apapun—ah, ada masalah apa master pembaca mantra?”
“Aku
nggak bisa menangani mereka semua sendirian!”
“Baiklah
kalau begitu.” Lizard Priest berdiri dan merajut langkahnya di antara para elf
untuk membantu rekannya. Dia duduk dalam lingkaran dengan para elf dan dwarf,
dan dia mengumumkan, “Wahai teman hutan. Berkenankah kalian mendengar kisah
pahlawan seorang lizard, seorang makhluk dengan sisik hitam besar yang dapat
memanggil badai.”
“Oh,
yeah, Aku tahu dia!” salah satu dari elf tua berkata, mengangkat tangannya.
“Aku pernah bertemu dengannya.”
Lizard
Priest memutar matanya. “Ha-ha-ha-ha-ha. Jika begitu anda akan menyukai untuk
mempelajari perbedaan antara sejarah dari seribu seratus tahun yang lau, dan
legenda tentang apa yang telah di kisahkan sejak saat itu.”
Ketika tetesan pertama
terjatuh pada daun pertama, untuk mengumandangkan datangnya musim hujan
Raja Jigage Urogilv, Raja
Awan Merah, dan Maaka Waata, Angin Manis, bergabung
Setelah mereka bertelur,
sang wanita penghibur Hehaka Saba, Rusa Hitam, bersama dengan sang anak
Anak takdir, yang akan di
tinggalkan, yang akan merayap keluar dari cangkang yang retak
Dengan sisik seperti
bayangan: suatu hari akan bernapas api biru; seorang anak takdir, yang akan di
sembah oleh saudara naganya
Sebuah nama yang suatu hari
akan membenamkan giginya pada tenggrokan Demon Lord adalah Ehena Ulno, sang
Stormbringer…
Para
elf ber-ohhh dan ber-ahhh mendengar cara unik sang lizardmen
bernyanti, dengan gemuruh suara yang datang dari dalam tenggorokannya, bahkan
pegantin baru-pun yang berada di atas mimbar menjadi terkesan, walaupun rasa
penyampaian terkesan mereka lebih terbatasi di banding yang lain. Sang
pengantin pria memegang tangan pengantin wanita, dan wanita itu menundukkkan
kepala mengarah lantai, menjadi merah hingga ke telinganya.
“Gila,
baru kali ini mbak benar-benar merasa
malu!” High Elf Archer tertawa dari tempatnya di samping sebuah ikatan yang
mendapatkan banyak hembusan angin malam. Kurus dan pucat, dia terlapisi dengan
gaun kain berkilau berwarna putih. Sutra, mungkin. Para elf sangatlah ahli
dalam hal menangani banyak serangga.
Tersenyum,
sebuah gelas anggur di tangan dan angin malam yang membelai rambutnya, dia
hampir tampak seperti melayang. Goblin Slayer pernah mendengar sebuah kata, pagar ayu, yang menurutnya sangatlah
cocok untuk sang archer.
“Apa
kamu nggak mau bergabung dengan mereka?” dia bertanya, mendekati High Elf
Archer.
“Hmm?”
Ini
adalah elf yang sama dengan elf yang meluapkan kemarahannya pada para tetua
ketika dia pulang seraya meminta penjelasan dari mereka mengapa dia tidak di
beritahu. Sekarang, terbasuh dengan alkohol di pipinya dan wajah tanda Tanya,
dia tampak seperti orang yang berbeda.
Goblin
Slayer teringat akan kisah peri yang pernah di dengarnya kala dia masih kecil
seraya dia melanjutkan, “….Ini rumahmu.”
High
Elf Archer tampak mulai memahami maksud pria itu. “Aww, nggak apa-apa kok,
beneran,” dia berkata dengan lambaian tangannya, kembali meneguk anggur di
tangan. “Bagi kami… Kalau dalam pemahaman manusia, ini seperti aku baru pergi
beberapa hari saja.”
“Begitu?”
“Lagipula,
mbakku berjanji untuk menuliskanku surat ketika semuanya sudah mulai tenang.” Nggak bakalan mau mengganggu pasangan muda
yang lagi berbahagia kan? High Elf Archer membusungkan dada kecilnya dengan
bangga.
Kalau di pikir lagi.
Sebuah
pemandangan dari kota air melintasi di pikiran sang elf. Dia mengingat bahwa
pria itu pernah menuliskan sebuah surat.
“Gimana
kalau kamu sendiri menulis surat?” dia berkata penuh pikiran. Pria ini tidak
pernah pergi ke tempat lain selain kebun dan Guild dan berbagai macam gua,
selalu bergumam tentang goblin. “Kamu nggak pernah pulang kan?”
“Aku
nggak bisa membayangkan ada orang yang akan membacanya.” Dia terdengar seperti
tertawa. Helm itu berputar perlahan ke kiri dan ke kanan. “….Aku bukanlah adik
yang baik.”
“Yang
benar?” High Elf Archer mengangkat alisnya kemudian membentuk lingkaran di
udara dengan jari putihnya. “Aku rasa kamu cukup berhasil tahu? Maksudku kamu
bisa mencapai Silver kan?”
“Benarkah?”
Goblin Slayer mengulangi dan mengangguk. “Begitu…?”
“Kamu
ini Benar-benar harus memperluas kosa
katamu, Orcbolg,” High Elf Archer tertawa kecil. Kemudian dia melangkah menjauh
dari jendela dengan gerakan seperti sebuah dansa.
“Kamu
mau pergi?”
“Para
gadis itu punya kegiatannya sendiri untuk bersenang-senang.”
“Aku…”
Goblin Slayer berbisik.
High
Elf Archer berhenti ketika dia mendengarnya. Dia menoleh ke belakang penuh
Tanya, namun Goblin Slayer berdiri terdiam.
Dia
memutuskan untuk menunggu, para elf memiliki semua waktu yang ada di dunia ini.
Setelah
beberapa saat, tampaknya Goblin Slayer telah berhasil menemukan kalimatnya.
“Aku turut senang kakakmu bisa menikah.”
Adalah
ucapan selamat paling datar, tidak istimewa dan tidak berkesan yang pernah di
dengan High Elf Archer. Akan tetapi mata High Elf Archer melebar dan telinganya
berkedut.
“…Terima
kasih.”
Dia
mendapati dirinya merasa malu dan bergegas menuju keramaian pesat. Dia tidak
pernah menyangka Orcbolg akan mengatakan hal semacam itu. Dia tidak menyangka
bahwa pria itu mampu akan mengatakannya.
Langkah
kakinya terasa lebih ringan dari udara, namun mata tajamnya tidak luput dari
buruan.
Dia
menjulurkan lengannya dengan kelincahan yang hanya di miliki seorang elf,
membelitkannya pada lengan kurus putih lainnya.
“Oh…”
Adalah
lengan Priestess, yang bersandar melamun di dinding. Para elf telah
menawarkannya sebuah gaun dan pakaian, namun gadis itu menolaknya, dengan
mengatakan bahwa seragamnya adalah seragam resminya.
“Ayolah,
kenapa? Kamu kelihatan nggak senang.”
“Nggak…”
Priestess berkata, melirik ke bawah, wajahnya muram. “Nggak…Nggak apa-apa.”
“Kamu
ini pembohong yang buruk.”
“Aww…”
Dalam
sekejap, jari High Elf Archer sudah berada beberapa centimeter dari hidung
Priestess. “Dengar, lebih baik kamu membicarakan semuanya daripada memendamnya
sendiri. Ini waktunya untuk merayakan.”
“Um…”
Priestess merasa air mata akan berlinang di ujung matanya seraya dia
memfokuskan jari yang berada di depan hidungnya. “Oke… Doa tadi itu…artinya
apa?”
“Oh,
itu?” High Elf Archer tertawa. “Bukan hal yang terlalu penting. Cuma sebuah
janji untuk selalu bersama.”
Saya menerima wanita ini
sebagai istri dan bersumpah untuk bersaman dengannya untuk selamanya.
Saya menerima pria ini
sebagai suami dan bersumpah untuk mendekap dirinya untuk selamanya.
“Tentunya
itu “kewajiban” dalam budaya elf.” High Elf Archer berkedip dan kemudian
menarik lengan baju Priestess. “Hei, bacakan doa.”
“Doa?
Aku?”
“Yeah.
Kepada Ibunda Bumi-mu. Kami para elf berhutang budi kepadanya juga loh.”
Permintaan
itu membuat Priestess merasakan nyeri di hatinya.
Aku…
Apakah
dia masih pantas untuk berdoa kepada sang dewi? Dia telah menawarkan doanya
sejak kala dia masih sangat kecil, dan bahkan dalam pertarunganya dengan para
goblin, dia telah berusaha untuk tidak melewati batasannya.
Namun
pada benteng itu, dia telah benar-benar melakukannya: dia telah menggunakan
keajaiban Ibunda Bumi untuk melukai makhluk lain secara langsung.
Tentunya
makhluk itu adalah goblin. Salah satu dari iblis kecil. Dia sangat mengetahui
secara penuh apa yang akan terjadi pada dirinya jika makhluk itu tidak di
kalahkan.
Dia
pernah mencabut nyawa secara tidak langsung sebelumnya. Mengapa dia harus
menyesali membunuhnya sekarang?
Tapi itu…itu nggak benar…
Oleh
karena itulah mengapa Ibunda Bumi menjadi marah dan menegus Priestess.
“…Oke.”
Priestess menggigit bibirnya dengan begitu keras hingga mengeluarkan darah,
namun dia meremas tongkatnya dan berlutut.
Walaupun aku sudah tidak
pantas untuk mendapatkan cinta…
Walaupun
begitu, dia sangat mengharapkan doa kebahagiaan untuk temannya yang berada di
sini, kebahagiaan kakak temannya, dan suami kakak itu, akan dapat terdengar.
Sebuah harapan egois, dia memahaminya. Tapi tetap saja…
Dia
menutup kedua mata dan mulai berdoa. “O
Ibunda Bumi yang maha pengasih, dengan belaian tanganmu yang agung, berikanlah
jalan yang baik kepada mereka semua…”
Kemudian
dia menghela pelan “Oh” terkejut. Jiwanya, yang terhubung langsung dengan para
dewa di surga, terasa begitu hangat, yang begitu menenangkan.
Sensasi
ini hanya berlangsug sesaat, tidak selama dia berdoa untuk keajaiban, namun
tentunya itu bukanlah imajinasinya. Untuk sesaat, Priestess terlihat bingung
dan heran, namun dengan cepat wajahnya berubah menjadi senyuman.
“Doaku
sudah mencapai sang dewi…”
“Baguslah!
Jadi kakakku sudah terlindungi.”
“Pastinya,”
Priestess menjawab, kemudian dia menggosok kedua mata dengan lengan bajunya.
“Oke
kalau begitu, ayo!”
“Huh?
Ah— Ap…?!” Priestess mendapati High Elf Archer menggenggam lengan bajunya
sekali lagi, namun kali ini dia menarik Priestess pergi ke suatu tempat.
“A-ada-apa?”
“Kamu
bakal tahu kalau kamu melihatnya… Oh, itu mereka. Hei, kalian berdua, sini!”
Meminta
maaf dan menundukkan kepalanya dengan cepat seraya dia melintasi berbagai macam
makanan, Priestess mengikuti di belakang High Elf Archer.
Priestess
tidak mengetahui bagaimana dia dapat melakukannya di tengah semua keramaian dan
keriuhan pesta ini, namun dia telah berhasil mencari Gadis Guild dan Gadis
Sapi, yang berpakaian begitu anggun. Masing-masing dari mereka menggunakan gaun
tipis yang telah di siapkan para elf, dan (mungkin di karenakan anggur) mereka
tampak begitu bersemangat.
Mereka
menggunakan gaun yang hampir sama dengan High Elf Archer, namun itu hanya
menunjukkan betapa indahnya tubuh mereka di banding sang archer. Hal itu
membuat wajah sang archer menjadi kesal, namun tidak lama baginya untuk
tersenyum kembali. Beri satu atau dua abad, dan tentunya dia akan menjadi
seperti kakak perempuannya—mungkin. Dia berharap.
“Aduh,
semua ini membuatku gugup. Aku belum pernah ke pesta seperti ini sebelumnya…”
Gadis Sapi menggaruk pipinya, merasa malu.
“Pura-pura
saja sampai selesai,” Gadis Guild dengan tenang menasehatinya. Dia mengusung
gelasnya kea rah wanita lain seolah ingin mengatakan bahwa tidak ada hal yang
perlu di risaukan dengan tubuh seperti itu.
“Wah,
ternyata kamu pandai bergaul ya,” High Elf Archer berkata dengan terkesan,
mengundang tawa dari Gadis Guild.
“Saya
belajar sopan santun di rumah,” dia berkata. “Dan seorang pegawai sipil harus
bekerja dengan dengan santun seperti ini juga terkadang.”
“Huh,”
High Elf Archer berkata kemudian menarik tangan Gadis Sapid an Gadis Guild.
“Yah, terserahlah. Ayo ke depan yuk!”
Kemudian
dia menyeret mereka, jauh dan semakin jauh ke depan, menuju mimbar. Ketiga
wanita di belakangnya berusaha mengikuti dengan keanggunan yang tersisa.
“Hei,
ada apa?” Gadis Sapi bertanya.
“ini
sesuatu yang nggak ada hubungannya dengan para pria… Yah, mungkin sedikit. Pokoknya,
tunggu aja dan lihat.”
Gadis
Sapi melirik sekitarannya dan mendapati semua wanita elf juga mulai mendekat ke
depan ruangan. Tentu saja, dia sama sekali tidak mengetahui seberapa tua
mereka, namun mereka semua tampak seumuran dengan High Elf Archer.
“Ahh,”
Gadis Guild berkata, semua mulai tampak jelas. “Hadiah perpisahan untuk
pengantin wanita?”
“Oh,
Aku tahu tradisi seperti itu,” Priestess berkata seraya dia berusaha
merluruskan pakaiannya, di saat dia di tarik ke depan. “Mereka bilang orang
yang menangkapnya akan dapat segera menikah… Kayaknya. Aku pernah membantu
dengan perayaan seperti itu.”
“Ada
beberapa budaya yang sama di tiap tempat,” High Elf Archer berkata dengan
tatapan sok mengetahui dan mengepak telinganya. “Kalau kamu punya kesempatan untuk
mendapatkannya, kenapa nggak?”
“Wow…”
Gadis Sapi menghela.
Pernikahan…
Ide
itu tampak begitu jauh darinya namun tidak begitu jauh juga.
Gadis
Sapi melihat sang penganti wanita yang bergembira di atas mimbar, menyipitkan
matanya seolah wanita itu mengeluarkan
sinar yang menyilaukan.
Semua
yang berada di sekitar Gadis Sapi terlihat bersemangat dan menunggu tidak
sabar.
Dan
kemudian, akhirnya, dia melihat menuju dinding yang berada jauh di pojok, di
mana seorang pria dengan armor anehnya berdiri.
Sebuah
tawa kecil terlepas dari bibirnya, dan dia menyadari jantungnya yang berdebar.
Matanya bertemu dengan Gadis Guild dan wanita lain yang menggunakan ekspresi
yang sama.
Gadis
Sapi pasrah. Lebih baik melakukannya dengan cara yang adil.
Di
sana, tepat di depannya, dia dapat melihat Priestess, yang tertarik namun tidak
dapat memberanikan diri untuk ikut. Gadis Sapi menjulurkan tangan dan menyentuh
punggun Priestess. Ketika gadis itu menoleh kepadanya, terkejut, Gadis Sapi
memberikannya lambaian bersahabat.
“Di
saat seperti ini, kamu harus ikut.” Dia berkata.
“Oh,
uh, ba-baik!”
Permaisuri
hutan bermahkota bunga—tidak, sekarang, dia adalah ratu, seorang wanita yang
telah menjadi istri—berdiri.
“Cinta
adalah takdir, dan takdir kita adalah kematian,” dia melantunkan, dan kemudian,
menggenggam tangan suaminya, dia menarik sebuah mahkota penuh warna dari
kepalanya. Dia memeluknya dan mengatakan, “Karena itu biarkanlah cinta dan
romansa berikutnya jatuh kepada perawan yang akan mati!”
Dengan
doa itu, dia melempar mahkotanya ke udara, dan angina malam-pun membawanya.
Mahkota
itu adalah jalinan antara cinta dan romansa. Warisan dari pengantin wanita yang
bergembira.
Mahkota
itu melambung di udara, dan turun di antara kumpulan wanita muda…
Terdengar
sorakan hebat.
*****
Tiga
hari dan tiga malam perayaan berikutnya, para petualang telah kembali ke kota
perbatasan.
Walaupun
waktu sudah berlalu cukup lama sejak saat itu, High Elf Archer masih belum
menerima surat.
Itu
artinya para elf masih merayakannya hingga hari ini…
5 Comments
semangat min untuk update selanjutnya
BalasHapusterima kasih terjemahannya. untung doanya pritess diterima lagi kalo nggak nanti gimana jadinya
BalasHapusSemangat terus min dan sehat selalu
BalasHapusSemangat min untuk updateannya ditunggu lanjutannya
BalasHapusThx terjemahannya
BalasHapusPosting Komentar