BEARDCUTTER PERGI KE LAUT SELATAN
(Translator : Zerard)
“Hrkpf...?!”
Cipratan air menyembur dan
membasahi Priestess di tempat sia berdiri di atas kapal. Cipratan itu mengenai
matanya, dan yang hanya dapat dia lakukan hanyalah berpegangan pagar, berusaha
untuk tidak terhanyut. Air itu bahkan membuat pagar menjadi licin, dan ketika
dia menyadari ini, tangannya sudah terpeleset.
Kakinya tergelincir, dan dia
melayang di udara dalam sekejap. Dan kemudian, dia terjatuh.
“Kamu nggak apa-apa?”
“Oh iya...!”
Sebuah tangan menjulur
kepadanya dengan santai dan meremas lengan kecil Priestess dengan cukup keras
hingga terasa sakit.
“Kamu memakai baju besimu?”
Pria itu mmenggunakan helm baja
murahan; armor kulit yang kotor; sebuah perisai bundar kecil terikat di lengan
dan sebuah pedang dengan panjang yang aneh di pinggulnya. Dia berdiri dengan
tegap di atas kapal dengan sepatu boot miliknya yang secara khusus dia pilih
untuk keadaan ini.
“Kamu bisa tenggelam kalau
sampai terjatuh keluar. Hati-hati dalam berjalan.”
“...Baik.” Priestess
mengangguk beberapa kali memahami ucapan Goblin Slayer. Priestess membiarkan
pria itu menarik dirinya hingga berdiri, dan kemudian, sekali lagi dia
menggenggam tali yang terikat di pinggir kapal.
Mereka sedang berada di
tengah badai.
Halilintar menyambar; hujan
menghampsr wajah mereka layaknya badai batu; anggin berderu, lautan mengamuk,
dan ombak yang menggelombang mematikan.
Di tengah badai ini, sebuah
bayangan yang menggeliat mengarahkan tatapannya kepada Priestess.
“MMUUUUUANNDAAAA!!”
Makhluk dengan tubuhnya yang melilit, memamerkan
taringnya dengan sisik hitam keemasan yang melapisi tubuhnya, adalah seekor Sea
Serpent. Seekor pengikut Kekacauan, bersumpah akan memporak-porandakan
ketertiban samudra. Seekor Makhluk-Tak-Berdoa!
“Tunggu dulu, Orcbolg! “Kamu
mau ngapain?!”
Bagi High Elf Archer, geladak
kapal yang terombang-ambing ini layaknya sebuah pohon yang berayun dalam
hembusan angin. Dengan kelincahan dan keringanan yang jauh melampaui manusia,
High Elf Archer melompat dari satu tempat ke tempat lain seraya menembakkan
panah. Panah bermata kuncup terbang mengarah ular laut secepat sihir.
Masing-masing dari panah,
menyelip masuk di antara lendir yang menyelimuti sisik makhluk itu, dan
terpantul. High Elf Archer mengeratkan giginya, menyadari bahwa dia sama sekali
tidak melukai makhluk itu.
“Tembakan tadi jelek
banget...! Apa menurutmu kalian aku harus menyiapkan panah bermata besi?”
“Bagaimana dengan harga
dirimu sebagai elf?! Tembak saja terus dan alihkan perhatiannya!”
“Kamu nggak perlu suruh aku!
Kamu juga cepatan lakukan sesuatu buat ngebantu!”
“Bacot! Aku lagi berusaha
memikirkan sesuatu!”
Tidak jauh dari sang elf,
yang berteriak dan mengayunkan telinganya, Dwarf Shaman menggenggam erat bagian
pinggir kapal. Dia adalah seorang pembaca mantra dan seorang dwarfk oleh karena
itu dia cukup keras kepala, dan bahkan dia-pun sangat merasa cukup bingung
dalam situasi seperti ini. Dia meragukan efek akan Stone Blast atau Fear pada
ular raksasa ini...
Semua itu tidak ada gunanya,
ksrena yang hanya dia dapat lakukan hanyalah memegang tas berisikan katalisnya.
“Hrm.” Goblin Slayer
menendang sebuah seruit di dekat kakinya mengarah kepada Lizard Priest dan
kemudian dia mengambil satu untuk dirinya sendiri.
Proyektil itu terbang
melintasi udara, sebuah lemparan kuat, dan menancap di kulit makhluk itu.
Lendir yang melapisi monster itu cukuplah kuat untuk menghalau panah, namun itu
bukanlah pertahanan yang kuat.
Sebuah cairan kuning
menjijikkan tertumpah masuk ke laut; Goblin Slayer memperhatikannya dari dalam
helmnya.
Seekor sea serpent tetaplah sea
serpent. Luka itu sama sekali tidak fatal.
“MUUUUUUUNND!!”
Makhluk itu meraung lantang dan
membenamkan taringnya pada haluan kapal para petualang. Kayu terhambur dengan
suara patah yang keras seraya kapal mereka mulai terseret masuk ke dalam laut
tepat di depan mata mereka.
Jika mereka tertarik ke
dalam air yang di amuk badai, maka mereka tidak akan pernah sampai ke daratan
lagi. Mereka hanya akan menambahkan
jumlah kematian.
“Oh, e-eek...!” Priestess
hilang keseimbangan di karenakan hantaman ombak dan berusaha berpikir keras
tentang apa yang dapat dia lakukan.
Setidaknya selalu ada satu
hal yang dapat dia lakukan. Dia dapat berdoa.
Oleh karena itu, Priestess
menggigit bibirnya, berdiri setegak mungkim di atas kapal yang
terombang-ambing. Namun dia mengheningkan hatinya dan meremas tongkatnya
memohon.
“O
Ibunda Bumi yang maha pengasih, dengan kekuatanmu, berikanlah perlindungan
kepada kami yang lemah!”
Adalah sebuah keajaiban.
Sebuah medan kekuatan suci
muncul tanpa suara, memisahkan ular laut dari kapal. Tangan suci Ibunda Bumi
yang maha pengasih telah menjangkau mereka bahkan di tengan lautan luas ini.
“Se-sekarang!”
“Benar sekali!
Penghuni-Sungai, Mosasaurus, saksikanlah aksi hamba!” Lizard Priest dengan
cepat menunjukkan kekuatannya. Menahan tubuhnya sendiri dengan ekornya, dia
melesat ke depan dengan cakar dari kakinya yang menjukur kedepan, otot
pundaknya dapat terlihat jelas ketika dia melempar seruit yang di genggamnya.
Tekniknya tidak sepiawai
Goblin slayer, namun dia melemparnya dengan kekuatan yang dashyat—dengan
segenap kekuatan seorang lizardman, keturunan para naga yang menyeramkan.
Seruit itu mengenai sasaran,
terbenam lebih dalam dari sebelumnya.
“MUANNDDAAADA?!?!” sang ular
laut meraung, menggeliat tidak karuan. Tepat sebelum gelombang pertama mereda,
monster itu menghantamkan ekornya ke dalam laut, melontarkan satunombak besar
lagi mengarah para petualang.
“Aww!” High Elf Archer
menggerutu, menggelengkan kepalanya seperti seekor anjing. Kemudian, walaupun
ini tidak memberikam mereka ruang tambahan untuk bernapas, mereka mendapati
diri mereka sebuah momen istirahat sejenak. Mereka tidak dapat membiarkan ini
begitu saja.
Air laut mengombang-ambing
tanpa ampun masuk ke dalam haluan kapal. Kapal mereka semakin miring; jika
mereka tidak dapat menangani makhluk ini, maka tidak akan lama lagi harapan mereka
akan sirna.
“Kamu nggak apa-apa?” Goblin
Slayer bertanya kepada Priestess dan Dwarf Shaman, yang masih menggenggam erat
pinggir kapal.
“Aku masih... bisa
bertahan...!”
“Nggak akan lama lagi bagi
kita untuk tenggelam ke dasar laut!”
Goblin slayer mendengus,
menghiraukan “Kalau aku bagaimana?!” dari High Elf Archer, yang tidak di tanya
tentang keselamatannya.
“Bagaimana menurutmu?”
“Ha-ha-ha, kita memang tidak
mempunyai banyak waktu,” Lizard Priest menjawab dengan tenang. Bahkan, dia
memutar matanya seolah menikmati keadaan ini. “Mereka mengatakan bahwa semut
sekalipun dapat membunuh jika menggigit berulang-ulang kali. Saya rasa serangan
terakhir tadi cukup parah.”
“Itu—apa sebutannya...?”
“Saya percaya bahwa makhluk
itu adalah Sea Serpent.”
“Ya,” Goblin Slayer berkata,
mengangguk. “Apa itu ikan? Ular?”
“Sekarang, saya akan sangat
tidak menyukai jika ada yang berpikit bahwa saudara saya menimbulkan masalah
seperti ini, tetapi...” Lizard Priest membelitkan ekornya di sebuah tiang kapal
sebagai tumpuan kemudian menjulurkan lehernya keluar haluan untuk mengintip.
Taring makhluk itu begitu beringas dan air membanjiri masuk dengan derasnya.
“...Tetapi gigitan itu sama
sekali tidak meninggalkan bekas racun yang dapat saya lihat. Sayanrasa
kemiripan ini hanyalah sebuah kebetulan. Makhluknitu pastilah ikan.”
“Apa yang nggak bisa kita
tangani dengan senjata, maka tangani dengan mantra.” Goblin Slayer melakukan
perhitungan mental cepat dan kemudian dengan segera melangkah maju menuju
haluan yang miring itu. Dia menggunakan satu tangannya untuk menggenggam pagar
agar tidak terpeleset padaa lantai yang licin dan mendekati Priestess dan Dwarf
Shaman.
Goblin Slayer menggenggam
tali dengan bantuan dari Dwarf Shaman, dan Priestess dengan cepat menutupi
bagian roknya agar tidak ada yang dapat terlihat.
“Apa saya mantra dan
keajaiban kalian yang tersisa.”
“Aku masih belum beraksi
sama sekali. Mantraku masih penuh.”
“Aku... Satu atau dua lagi,
mungkin.”
“Baiklah,” Goblin Slayer
berkata dengan anggukan. “Ketika makhluk itu muncul lagi, kita akan
menghajarnya.”
Kemudian dengan cepat dia
menjelaskan sebuah strategi; Priestess tidak keberatan. “Serahkan padaku!”
Dwarf Shaman menyeringai
melihat gadis itu menunjukkan keberaniannya walaupun dengan tubuh yang basah
kuyup.
“Kamu dengar gadis itu. Aku
bakal keliatan jelek sekali kalau aku nggak bisa menyeimbangi gadis itu.”
“Kami berharap pada kalian.”
Goblin Slayer berkata.
Itulah ketika High Elf
Archer, merasa terasingkan, dan berteriak, “Kalau aku bagaimana—?!”
“Tembak beberapa panah
siulan. Pancing dia keluar.”
Instruksi acuh itu membuat
High Elf Archer bergumam, “Ihhh,” namun dia menuruti. Sang elf berlari bersama Lizard
Priest, dengan mudah melewati tiang kapal, memegang tali untuk menjaga
keseimbangannya. Dia menarik panah dari tempatnya, memasukkannya ke dalam mulut
dan menggigit ujung kuncup itu. Panahnitu terbang dari busur bersutra
laba-laba, dan suara melengking dapat terdengar bahkan di tengah badai.
“Ketika dia muncul lagi,
gunakan seruit.”
Lizard Priest yang
mendengarkan siulan panah itu, mengangguk dengan girang pada perintah Goblin
Slayer. “Baiklah, baiklah. Saya rasa belum pernah ada seseorang yang mencoba
hal seperti itu dalam pertarungan.”
Sea serpent itu terumpan.
Makhluk itu berenang ke atas sebagai sebuah bayangan gelap tepat di bawah kapal
mereka, mungkin berharap untuk menghancurkan bagian bawah kapal itu, seraya
muncul ke permukaan.
“Hrr, Kamu...ini...!”
Priestess menahan topinya dan berjalan perlahan di atas haluan di saat dia
hampir terlontar dari kapal. Satu tangan, selalu menggenggam tongkatnya. Dia
melotot kepada ular emas dan berteriak, “O
Ibunda Bumi yang maha pengasih, berikanlah cahaya sucimu kepada kami yang
tersesat di kegelapan!”
Keajaiban keduanya.
Dari tongkat Priestess yang
di junjung tinggi di tengah badai ini, munculah raungan sinar ini, sesuatu yang
tidak pernah di lihat sebelumnya di kedalaman laut.
“Eeeeyah! Ternyata tidak
lebih dari sekedar sepupu belut...!” Lizard Priest tertawa.
Terdengar desisan keras dan
darah yang menciprat dari samping sea serpent setelah terkena serangan Lizard
Priest.
“Sekarang!”
“Siap!”
Suara Goblin Slayer menembus
udara, dan di sambut jawaban oleh Dwarf Shaman.
Dwarf Shaman mengeluarkan
sebuah bubuk putih dari katalisnya dan menaburkannya mengarah sang monster. Di
saat bubuk itu menyentuh air, air mulai menggelembung—bubuk itu adalah sabun.
“Nymph
and sylph, berputar bersama, bumi dan lautan merupakan saudara, karena itu
berdansalah—dan jangan sampai terjatuh!”
Dalam sekejap, sesuatu
berubah. Sea serpent itu berusah untuk menyelam kembali masuk ke dalam air,
namun kepalanya terpantul di permukaan, seolah permukaan itu adalah tanah yang
keras.
Terlebih lagi, keseluruhan
tubuhnya, yang begitu panjang tersembunyi di balik ombak, terangkat dan
terpapar.
“MUAAANNADA?!” Monster itu
berulang kali membuka mulutnya seolah berusaha untuk bernapas dan menghantamkan
dirinya ke air lagi dan lagi.
Ketika mantra Water Walk di
rapalkan pada makhluk dengan insang itu, yang hanya makhluk itu dapat lakukan
hanyalah sesak napas.
“Yikes...” High Elf Archer
mendapati dirinya mendengak ke atas, namun Goblin Slayer terus memberikan
perintahnya.
“Nggak lama lagi makhluk itu
akan kehabisan napas. Kalau dia terlihat akan menuju kemari. Tembak. Tepat di
matanya.”
“Iya baiklah.” High Elf
Archer menghela melihat makhluk itu, yang terus menggeliat di atas air dan
menyiapkan busurnya.
Terasa begitu kejam untuk
membiarkan ular itu hidup lebih lama lagi dari ini. Bahkan para elf sekalipun
tidak berkenan mentertawakan penderitaan seekor makhluk.
Busur itu berdecit, dan
panah terbang menuju sasaran, menembus mata dan terus berlanjut menuju otak.
Itulah akhirnya. Makhluk
laut ini tumbang masuk ke air, efek dari mantra ini memudar seraya makhluk itu
tenggelam dengan cipratan gelembung putih besar.
Tidak ada seorangpun yang
dapat menghentikan tubuh ular itu tenggelam, dan tidak lama lagi gelombang akan
menyapu buih air terakhir yang tersisa.
“Bagaimana?” Goblin Slayer
bertanya setelah jeda cukup panjang—kemungkinan untuk memastikan makhluknitu
benar-benar mati. “Nggak ada api, atau air, atau ledakan.” (TL Note : LOL 😂)
“Ahh.. Hrm...” High Elf
Archer merenggut dan menggerutu.
Apakah ini petualangan yang
sepantasnya? Yah, memang tidak terdapat ledakan apapun, atau banjir, atau
menjelajah gua. Itu benar. Tetapi...
Telinga High Elf Archer
berkedut seraya dia mengeringkan rambutnya yang basah.
“E—“ dia berkata dengan
suara yang tertahan. “Enam dari sepuluh.”
“Begitu,” dia berkata,
mengangguk. “...Begitu.”
“...Apa, kamu nggak senang?”
“Bukan.” Goblin Slayer
menggeleng kepala perlahan dari samping ke samping. “Aku cuma berpikir, akan
bagus sekali kalau memburu goblin itu semudah ini.”
Priestess tertawa kecil
mendengar jawaban yang sangat khas sekali dari pria itu. Priestess sempat
khawatir beberapa saat waktu itu, namun tampaknya kemungkinan terburuk telah
berakhir. Dia menarik roknya ke atas, menunjukkan kakinya, dan memeras air.
Dia
ada benarnya... aku juga berpikir kalau ini lebih mudah dari goblin.
Apapun itu, merupakan hal
yang bagus jika petualangan berjalan dengan lancar. Ketika mereka semua selamat.
Terutama ketika mereka berhasil menyelesaikan questnya juga.
Priestess mengesampingkan
kebimbangan yang dia rasakan dan memberikan anggukkan menyetujui.
“Kita harus bergegas dan
memperbaiki kapal ini,” dia berkata. “Daratan sudah nggak jauh, tapi kita nggak
mau berenang sampai kesana kan?”
“Itulah kenapa kita membawa
seorang dwarf bersama kita.”
“kamu bisa bantu-bantu
sedikitlah. Papan itu nggak ngambang tahu...”
Telinga High Elf Archer
menegang ke belakang dan dia mengutarakan suara marah, yang di mana Dwarf
Shaman menghiraukannya seraya dia membuka layar. Dia menjilat jarinuntuk
memeriksa arah angin dan kemudian memegang salah satu sudut layar.
“Sylph,
angin perawan, berikanlah ciuman menawanmu pada pipiku, dan berikanlah kapal
layar sederhanaku, deru angin yang di cari!”
Mantra Tail Wind mengisi
layar, dan Priestess menahan rambutnya di hadapan angin.
Sebelum dia menyadarinya,
badai telah telewati; langit menjadi biru dan lautan menjadi tenang.
Musim baru saja berganti
musim gugur.
Priestess menghela lega. Ya,
beberapa jam sebelumnya, adalah dia yang menyarankan mereka untuk bertarung,
namun untuk beberapa menit, tampaknya itu hampir saja menjadi akhir dari
mereka...
*****
“Apa kamu goblin?”
“Bukan! Itu diskriminasi!” Seorang Innsmouth wanita, dengan ras yang
mirip dengan ikan, mengepakkan sirripnya dengan kesal. Ucapannya—yang bercampur
dengan napasnya, terdengar seperti arus gelembung—bergema di dinding gua berair
ini. “Dan aku benci kalian manusia yang selalu menyebut kami ‘orang ikan’!
Kayak kalian bingung : apa mereka ikan,
atau mereka orang?”
“Penampilan kami sudah
sempurna seperti ini!” salah satu dari wanita itu berteriak, dan pria yang
berhadapan dengan mereka mengangguk.
Pria itu menggunakan helm
baja murahan, armor kjlit yang kotor, dan sebuah pedang dengan kepanjangan yang
tidak biasa, bersama dengan sebuah perisai bundar kecil di lengan.
Goblin Slayer tidak
mengetahui mengapa para gillmen terkadang di sebut Innsmouth. Beberapa
mengatakan bahwa itu berhubungan dengan Deep
Ones, namun tidak ada yang mengetahuinya secara pasti.
Akqn tetapi, Goblin Slayer
sama sekali tidak tertarik mengenai hal ini. Orang-orang ini bukanlah goblin;
dan itu sudah cukup.
“...Aku datang karena aku
kendengar adanya wilayah perikanan yang di serang oleh goblin laut.”
“Itu diskriminasi!”
“Begitu.”
Sang Innsmouth celingak-celinguk
di sekitar kolam ombak yang berada di dalam gua. Mata mereka yang besar tidak
menunjukkan emosi sama sekali; rahang mereka terbuka dan tertutup; mereka cukup
mengerikan. Goblin Slayer tidak mengetahui apa yang mereka pikirkan, namun
sebuah ujung trisula tampak mengintip dari dalam air...
Apa...apa
kita dalam bahaya...? Priestess bertanya pada
dirinya sendiri di tempat dia berdiri mendengarkan negosiasi di kejauhan. Dia
memegang erat tongkat dengan kedua tangannya.
Dan itu dapat di pahami.
Ketika mereka berpergian masuk ke dalam gua dengan pikiran bahwa ini adalah
quest membasmi goblin, mereka malah mendapati diri mereka di kelilingi oleh
para gillmen. Kemudian pada saat mereka mupai berbicara, party mereka telah di
tuduh melakukan diskriminasi dan lebih buruk lagi—Priestess merasa semua
kejadian ini sedikit sulit untuk di pahami.
Benar, dia telah mendengar
beberapa penguasa manusia yang begitu membenci ppara dwarf dan elf hingga
mereka membuat sebuah “pajak telinga runcing.” Apapun itu, ini tentunya merupakan
sesuatu di luar bidang pengalaman cleric biasa.
Tapi
kalau di pikir lagi, kurasa kebanyakan cleric juga nggak pernah membasmi goblin...
Jadi apa cara terbaik bagi
mereka untuk menghadapi ini? Ketiga anggota party mereka mengelilingi Priestess
untuk melindunginya.
“Tu-tunggu dulu, Orcbolg. Coba
untuk nggak memicu kemarahan mereka...!”
“Wahm lihat siapa yang jadi
penakut. Kurasa elf memang kurang dalam hal keberanian...persis seperti
kekurangan mereka pada bagian tertentu!”
“...! ....!!”
High Elf Archer marah dengan
begitu lucu seraya Dwarf Shaman menyikut dia dengan sikunya. Sang elf terlihat
seperti akan membalasnya, namun dengan keadaan yang seperti ini, dia tetap
menutup mulutnya. Tetapi, dengan telinganya yang berkedut, menunjukkan dengan
jelas perasaannya.
Apapun bentuk kemarahan
sekarang dapat menjadi akhir dari mereka. Lizard Priest menghela serius.
“Goblin laut? Nggak sopan
sekali! Paling nggak kamu bisa menyebut kami Homo piscine!”
“Ah, itu artinya ‘orang
ikan,’” Lizard Priest menggerakkan rahangnya tertarik pada psra gillmen. “Jika
begitu, maka anda dulunya adalah ikan, yang mendapatkan paru-paru dan tangan
dan kski untuk keluar dari air...?”
“Ugh, dasar preman.”
“Leluhur kami adalah Tuan Gurita
agung yang turun dari lautan bintang!”
“Gurita.”
“Yah, mungkin cumi-cumi.”
“Mungkin... mereka yang di
hadapan kita tentunya cukup pintar untuk tidak salah membedakan mayat cumi-cumi
kering sebagai kaum mereka...” Setelah bergumam pada dirinya sendiri, Lizard
Priest tampak sampai pada sebuah kesimpulan. “ Kita, kami datang kemari
berpikir bahwa suplai ikan menurun di karenakan kalian semua yang berada di
sini, jika anda dapat berkenan memaafkan saya berkata demikian. Apakah anda
mempunyai pendapat mengenai ini?”
“Oh, yang—! Bukan salah kami
kalau ikan di sini jadi lebih sedikit dari sebelumnya, arrrgh!”
Apa
juga yang kami inginkan dari wilayah perikanan bodoh kalian? Sirip
iti menghantam beberapa air kepada mereka.
Mengernyit terkena cipratan,
Priestess memiringkan kepalanya penuh tanya. “Kalau begitu, apa kalian tahu apa
yang menyebabkan jumlah ikan berkurang?”
“Iya, ya kami tahu. Astaga,
inilah kenapa nggak ada yang suka nelayan payah!”
Hmm.
Priestess menyentuh bibir dengan satu jari kurusnya
berpikir.
Mereka tidak dapat
menghiraukan ini. Terkecuali seseorang melakukan sesuatu, cepat atau lambat ini
akan memicu perang antra penduduk desa dan para gillmen. Bahkan, keadaan
sekarang sudah menjadincukup buruk. Kehadiran party mereka adalah bukti.
Itu
berarti...
“Selama kami mampu, aku rasa
kami akan mencoba membantu membersihkan nama kalian.”
“Hrmph... Akhirnya.
Seseorang yang sopan.” Salah satu gillmen wanita berkedip. “Aku bisa kasih tahu
kamu apa yang menyebabkan ini : sea serpent.”
“Sea serpent?” Dwarf Shaman
berkata. “Nggak nyangka ada yang begitu di sekitar sini.
“Yang benar?” High Elf
Archer bertanya, terkejut.
“Mm-hmm,” Dwarf Shaman
menjawab. “Aku rasa mereka seharusnya sedikit lebih jauh dari pesisir.
Terkadang kapal yang berlayar di samudra akan di serang oleh makhluk itu,
tenggelam, dan krunya di makan.”
Itu, dia menjelaskan, adalah
alasan mengapa hanya terdapat sedikit informasi mengenai monsternya. Sangat
jelas, bahwa mereka adalah musuhnyang tangguh, dan sang gillman bersandar cemas
pada sebuah batu. “Yeah, dia seperti di kirim ke sini dari suatu tempat. Gah,
sudah nggak ada lagi yang normal di planet ini.”
“Begitu,” Goblin Slayer
berkata, mengangguk. “Intinya adalah, itu bukan goblin.”
Baginya, itu mengartikan
satu hal.
“...Ini bukan quest membasmi
goblin...mau pulang?”
Keseluruhan partynya
menghela bersama. Priestess dan High Elf Archer masing-masing mengangkat alis
mereka dan bertukar pandang.
Argh,
ini orang.
“Kita nggak bisa membiarkan
mereka ketika mereka dengan jelas lagi dalam masalah,” Priestess berkata.
“Dengar, kami semua akan menangani ini, oke?”
“Yeah,” High Elf Archer
berkata. “Maksudku, biarpun ini akan sangat
berbahaya tanpa adanya seseorang di garis depan.”
“Hrk...” Goblin Slayer
melipat lengannya dan mendengus.
Para gadis saling bertukar
pandang dan berkata bersama, “Benarkan?” tampak jelas mereka menikmati momen
ini.
“Biarkan saja mereka,
Beardcutter. Elf itu mungkin memang punya telinga besar, tapi dia nggak akan
mendengarkan ucapannyang kamu bilang.”
“Ha-ha, mereka memang sudah
sangat mengenal watak tuanku Goblin Slayer.”
Kedua pria lain dalam
partynya menambahkan, sama terlihat riangnya.
Sedangkan untuk hasil
keputusannya—yah, tentunya tidak perlu lagi di utarakan.
“Ahem, quest goblin laut,
bagaimana—?”
“Mereka bukan goblin.”
“Menurutku akan lebih mudah
untuk menyebut mereka seperti itu...”
“Mereka bukan goblin.”
“Jadi, questnya...”
“Mereka bukan goblin.”
“...Di batalkan. Saya
mengerti.”
“Karena mereka bukan
goblin.”
Guild petualang selalu ramai
dan riuh, seperti biasanya.
Gadis Guild mendapati
senyumannya selalu sedikit tertahan di hadapan helm baja kotor Goblin Slayer.
Tentunya dia tidak bermaksud untuk mendustainya, atau membohonginya, namun hal
seperti ini terkadang memang terjadi. Daerah atau ras yang berbeda mempunyai
caranya tersendiri dalam menamai
sesuatu yang sulit di jabarkan. Ini bukanlah salah siapapun.
Gadis Guild menoleh kepada
kolega di samping kursinya untuk bantuan, namun tidak ada tanda bantuan yang
akan datang. Sendiri dan tanpa bantuan, Gadis Guild kembali pada sesi standar
tanya dan jawab.
“Jadi isu mengenai goblin
laut—maaf, maksud saya para gillmen—terselesaikan?”
Di banding duduk di sana dan
mencari alasan, dia akan melakukan pekerjaannya. Dia akan melakukan yang
terbaik untuk mempertahankan nama baik dan mengembalikan kehormmatannya, seolah
harga dirinya sebagai calon pengantin sedang di pertaruhkan.
“Ya,” Goblin Slayer berkata
dengan anggukan, tetapi kemudian hampir dalam sekejap menggelengkan kepalanya.
“....Sebenarnya, kami pada akhirnga berburu seekor monster yang bernama
sesuatu.”
“Jika begitu, bisakah anda
menjabarkan monster itu kepada saya dengan lebih terperinci?”
“Dia panjang,” Goblin Slayer
berkata. Kemudiam setelah berpikir sejenak, dia menambahkan, “Dia ikan.”
Gadis Guild membuka salinan
buku manual monster dan membalikan halaman demi halaman, selalu seperti ini;
mencoba untuk mengikuti penjelasannya akan seekor monster adalah mustahil dan
sebagian menyenangkan.
Aku
rasa itu yang pernah dia bilang ke aku dulu, pikir
Priestess, duduk dan mengamati dari kejauhan di dalam ruangan ini. Dia
mengangkat lengan baju hingga ke hidungnya dan mengendusnya. “Sepertinya masih
bau air laut...”
“Itu bukan khayalanmu
saja—ini memang bau,” High Elf Archer
mengeluh, telinganya melemas. Hal seperti terasa lebih derita bagi sang elf
dengan indranya yang extra tajam.
“Kamu baik-baik saja?”
Priestess bertanya, seraya dia mengalihkan dirinya untuk mengendus rambutnya
sendiri. “Aku sudah mandi dan mengganti
bajuku..”
“Kurasa baunya nggak akan
hilang untuk beberapa waktu.” High Elf Archer berkata. “Dan ini sama sekali nggak ada gunanya.”
Dia melihat pada sebuah tas
besar yang duduk di tengah meja. Aroma laut yang di hasilkan tas itu terasa
begitu jelas. Dwarf Shaman, duduk di depannya, menyeringai lebar. “Para gillmen
itu baik sekali ya!”
Di dalam tas terdapat mutiara
hitam dan putih, koral merah api, cangkang kura-kura transparan, cangkang spiral
berwarna pelangi.
Bensr, itu bukanlah uang,
namun itu adalah hadiah rasa syukur dari para orang-ikan. Bahkan setelah mereka
memperbaiki kapal para petualang yang rusak, yang aslinya merupakan kapal
pinjaman dari desa pelaut. Bukanlah harta yang cukup berharga, namun ini cukup
banyak jika mereka ingin sedikit bersenang-senang sementara.
“Ugh, dan kamu penasaran
kenapa orang-orang bilang kalau para dwarf itu maruk...”
“Bah, ribut. Kamu nggak akan
tahu keindahan akan ini, Telinga Panjang! Kamu setuju kan, Scaly?”
“Ha-ha-ha-ha-ha. Yah, jika
mengumpulkan harta benda sudah cukup untuk para naga, Maka saya tidak akan perlu
repot-repot.” Lizard Priest mengangkat
ekornya untuk memanggil pelayan dan memesan keju dan anggur. Dia tampak begitu
riang, matanya berputar di dalam kepalanya, seraya dia mengeluarkan sesuatu
yang besar dari dalam tasnya. “Saya pribadi menganggap ini sebagai hadiah terbesar
kita.”
“Wow...” Mata Priestess
berkilau terpukau, dan siapa yang dapat menyalahkannya? Sebuah permata bergaris
terukir berbentuk sebuah tengkorak binatang menangkap perhatiannya. Dia
menyentuhnya dengan jari yang gemetar, namun itu adalah batu dan bukanlah
tulang.
“In batu permata...kan?”
“Benar sekali. Itu adalah
rahang dari naga mengerikan, yang menjadi batu akik dengan berjalannya waktu
dari tahun yang tak terkira.” Lizard Priest mengangkat tengkorak itu dengan
bangga seperti seorang bocah kecil yang menunjukkan hsrta karun; adalah sisi
lain dari Lizard Priest yang tak pernah di lihat Priestess sebelumnya.
“Hmph, kamu kayak anak kecil
saja...” High Elf Archer menggembungkan pipinya dan melepaskan sebuah helaan
kesal yang tampak jelas. Tetapi ini sama sekali tidak merusak atmosfir
bersahabat ini.
“Heh, heh-heh... Cowok,
memang, suka, dengan, hal, semacam, ini, ya?”
“Eh, mereka cukup beruntung
bisa menghasilkan uang. Aku nggak akan mengeluh.”
Di meja muncullah Witch dan
Spearman—atau lebih tepatnya, Heavy Warrior.
“Wah, tumben nih,” High Elf
Archer berkomentar.
“Apa kalian berdua membentuk
party sementara?” Priestess bertanya.
Heavy Warrior mengangkat
bahunya. “Nggak. Kamu Cuma sedang menunggu.”
Setelah dia mengatakannya,
Priestess melihat seorang Knight Wanita berada di papan, bergumam pada dirinya
sendiri seraya dia membandingkan quest: “Kita bisa mengambil minotaur, tapi
hydra ini bagus juga... Tunggu, ini ada manticore...”
Bocah Scout dan yang lain
bersama Knight Wanita; Priestess dapat mendengar bocah itu menggerutu, “Cepatan
buat keputusan.”
“Dan, dia, ada, di sana,”
kata Witch, menunjuk pada meja resepsionis dengan pipana.
Spearman, benar-benar menghiraukan
kesempatan bagus tidak adanya antrian petualang, dan berbaris di depan meja
Gadis Guild. Raut yang tidak senang tampak di wajahnya, mungkin di sebabkan
karena percakapan yang dia dengar sebelumnya, mengenai Goblin Slayer. Tetap
saja, ketika pegawai wanita lain atau petualang wanita lain memanggilnya,
Spearman akan menjawab mereka dengan senyuman.
“Dia kelihatan populer,”
Priestess berkata.
“Mengenai, itu...” Witch
yang mengeluarkan pipa yang entah dari mana, memberikan Priestess tatapan
mempesona.
Erk...
Priestess merasakan
jantungnya berdegup; dia memegang dada dengan satu tangan.
Apakah dirinya akan
mempunyai efek seperti ini kepada orang lain suatu hari? Tentunya masa itu akan
masih sangat jauh di depan...
“Beardcutter bisa belajar
satu atau dua hal dari pria itu. Supaya dirinya bisa sedikit di sukai.”
“Apa? Mustahil. Aku malah
nggak bisa membayangkan Orcbolg yang ceria dan tersenyum.” High Elf Archer menggerutu.
Dwarf Shaman, tampak puas dengan perhitungan harta karunnya, mengembalikan
semua masuk ke dalam tasnya.
Priestess mencoba
membayangkan Goblin Slayer dengan senyum riang di wajahnya dan mendapati
dirinya sendiri tertawa. “Memang agak sulit
di bayangkan.”
“Yeah, Orcbolg itu—“
“Kenapa denganku?”
“—Seharusnya terus menjadi
dirinya yang apa adanya.” High Elf Archer berkata, memberikan ayunan tangan nggak usah di pikirkan mengarah kepada
Goblin Slayer, yang muncul tiba-tiba. Tampaknya dia telah selesai berbicara
dengan Gadis Guild.
“Begitu,” dia berkata dengan
anggukam tanpa sedikitpun curiga. Kemudian helm baja itu berputar mengarah
Heavy Warrior dan Witch. Adalah mustahil untuk mengetahui ekspresi di balik
helm itu. “Apa keperluan kalian?”
Dan seperti itulah Goblin
Slayer.
Heavy Warrior tersenyum
lelah, sementara Witch menghembuskan asap beraroma manis dari bibirnya, tampak
tidak tertegun dengan ucapan pria itu. Seseorang tidak perlu mencoba membaca
maksud apapun dari suara mekanikal dan pelan yang di ucapkan pria itu. Tidak
ada kemampuan yang dapat membantu hal ini.
“Cuma habisin waktu dan
mengucapkan salam,” Heavy Warrior berkata.
“Saya, punya, kenca,
setelah, ini.”
“Begitu,” Goblin Slayer
mengangguk dan kemudian menambahkan dengan pelan. “Hati-hati.”
Heavy Warrior sedikit
tersenyum dan kemudian menepuk pundak Goblin Slayer dengan tangannya yang besar
sebelum berjalan menjauh. “Kalau cuma itu yang bisa kamu ucapkan, aku terima.”
“Sampai, jumpa...” Witch
mengangkat tubuhnya yang sensual dari kurai. Asap wangi mengikuti dirinya,
menarik perhatian Priestess mengarah wanita itu. Gadis itu menyimpan harapan
rahasia bahwa semoga dirinya dapat menjadi seperti Witch suatu hari
nanti—sebagai petualang dan sebagai wanita.
Goblin Slayer sedikit
memiringkan helmnya, menimang maksud sesungguhnya dari ucapan yang di utarakan
kepadanya. Dia tidak dapat mengambil kesimpulan apapun, dan mengacuhkan hal ini
dengan “Lupakan saja.” Dia memiliki banyak hal yang harus di lakukan.
“Ayo kita bagi hadiahnya,”
dia berkata, membawa tubuhnya duduk di kursi dan melihat partynya.
“Masing-masing dari kita akan mengambil apa yang kita inginkan, dan sisanya
akan kita tukar menjadi uang dan bagikan secara merata. Keberatan?”
“Saya merasa itu cukup
adil.” Lizard Priest berkata, mengangguk serius dan membuat gerakan dengan
telapak tangannya. “Konon mereka berkata bahwa bajak laut sekalipun tidak bertengkar
perihal apa yang di ambil. Jika begitu maka sudah seharusnya para petualang
bersikap seperti itu juga, bukan?”
“Aku yakin kamu pasti mau benda
tulang itu, kan?” High Elf Archer
berkata. “Kalau aku, aku ambil ini.” Dia menjulurkan tangan kurusnya dan
mengambil sebuah kristal emas transparan—cangkang kura-kura.
“Awas kamu elf—tangan kalian
itu sama cepatnya dengan panjang telinga kalian,” Dwarf Shaman mendapati jari
gemuknya terlalu lambat unthk menghentikan High Elf Archer, yang tertawa bangga
dan membusungkan dada kecilnya.
“Mengeluh, mengeluh terus.
Aku nggak bilang siapa cepat dia dapat, tapi memangnya yang lain ada yang mau
ini?”
“Yah...” tatapan Dwarf
Shaman mengarah partynya, “...Okelah. Tapi kamu mau apain benda itu!”
“Hmm? Mungkin aku akan
mengirimnya ke kakakku. Benda dari laut
itu benar-benar langka di tempatku.”
“Aku yakin dia pasti suka.”
Priestess berkata, mengundang sebuah “Terima kasih!” dan kepakkan telinga dari High Elf Archer.
Upacara pernikahan yang
mewah di dalam hutan hujan masih segar di dalam ingatan Priestess. Pada waktu
yang sama, dia merasakan gelombang rasa sesal. Dia menatap lantai untuk
beberapa saat kemudian menjulurkan tangannya.
“...Aku ambil mutiara ini
kalau begitu. Aku ingin mempersembahkannya kepada Ibunda Bumi.”
Priestess tidak mengetahui
cara menebus perbuatannya—dan walaupun dia telah di maafkan, dia masih harus
tetap melakukan sesuatu.
Dwarf Shaman menyadari
ekspresi Priestess, memberikan dengusan untuk menunjukkan rasa tidak senangnya.
“Aku rasa kamu seharusnya bisa sedikit egois... Yah, bukan urusanku sih.”
Kemudian dia mengambil sebuah spiral dengan tangan berlulangnya, mengangkatnya
dengan hati-hati. “Ini bakal bagus untuk menjadi katalis. Spiral itu punyaku.
Beardcutter, kamu bagaimana?”
“...Aku?”
Dia tampak begitu terkejut.
Helm itu tidak bergerak namun tetap terpaku mengarah kantung harta itu.
Priestess memperhatikannya dengan senyuman.
Untuk pergi berpetualang,
mengalahkan monster, menerima hadiah, dan membaginya. Semua orang memiliki cara
berbeda untuk membagikan hasil jarahan mereka, dan Priestess mendengar bahwa
beberapa orang mengubah semua harta yang di dapat itu menjadi uang dan membagikan apapun yang mereka terima,
tetapi...
Hanya ada satu alasan
mengapa hatinya berdansa seperti sebelumnya.
Ini
pasti petualangan normal yang dia inginkan.
*****
Adalah siang di kebun, dan
para babi mengorok kesal seraya mereka dengan rakus memakan biji pohon ek.
Mungkin mereka tidak senang di karenakan mereka mengetahui bahwa mereka akan
berubah menjadi daging ketika mereka cukup besar—atau mungkin mereka ingin
lebih banyak makan.
“Iya, iya, ayo makan.”
Pemilik kebun yakin bahwa
itu adalah yang kedua, karena pria itu memberikan mereka makan lebih banyak
lagi. Lagipula, tidak lama lagi festival panen akan tiba lagi, dan kemudian
musim dingin akan menyambut mereka. Untukngnya, mereka mempunyai babi dan ayam,
susu sapi sangatlah bagus, dan tidak adalah permasalahan mengenai tanaman
mereka juga. Tampaknya mereka akan melalui tahun ini dengan aman.
“...Ya Tuhan.” Dia mengelap
wajah dengan handuk yang menggantung di pundaknya dan menghela. Sekuju tubuhnya
terasa nyeri.
Entah bagaimana dia dan
keponakannya telah berhasil merawat kebun ini bersama selama sepuluh tahun,
namun dia mulai merasakan efek dari usianya yang mulai menua. Dan jika benar-benar
sesulit ini untuk mereka berdua,
bagaimana sulitnya jika ketika hanya keponakannya sendiri?
Mungkin ini sudah saatnya
untuk mencari bala bantuan untuk kebunnya...
“Ah, tapi...”
Semua calon bantuan yang ada
di perbatasan ini hanyalah preman tak bernama, dan tidak mungkin dia akan
membiarkan mereka mendekati keponakannya. Dia harus secepatnya menyewa
petualang ti gkat tinggi dari Guild; paling tidak mereka akan mempunyai bukti
bahwa seseorang mempercayai petualang
itu...
“Haaa...” Sang pemilik menghela panjang kembali. Yang paling membuat
kepalanya pusing baru saja tiba. “...Kamu kembali.”
“Ya pak. Aku baru saja
kembali.”
Pria itu, dengan helm baja
yang terlihat murahan dan armor kulit yang kotor, berhenti tepat di dekat jalan
dan menundukkan kepalanya memberi salam.
Goblin Slayer. Adalah
sebutan orang-orang kepadanya—namun sang pemilik kebun masih belum mengetahui
pasti wajah pria itu.
“Goblin lagi?”
“Ya pak... Yah, nggak juga.
Walaupun seharusnya quest itu melibatkan pembasmian goblin.”
Jadi
monster lain.
Sang pemilik dengan cepat
mencoba untuk mendapatkan informasi lebih dari pria muda itu.
Keponakannya mungkin adalah
satu-satunya orang yang melihat wajah di balik helm itu.
“Um, apa dia—?”
“Ada di dalam rumah
sepertinya.” Sang pemilik menekan emosi di dalam hatinya. “...Jangan buat dia
menunggu lama.”
“Baik pak... Sepertinya aku
bisa membantumu di sini besok.”
“...Benarkah?” sang pemilik menoleh kembali mengarah para babi
dan mengangguk.
Seraya dia mendengar langkah
kaki yang menjauh di belakangnya, dia menghela napas ketiga.
Nggak
ada pengaruhnya bagiku kalaupun aku melihat wajahnya, dia sama sekali nggak
masuk akal bagiku.
*****
“Oh, selamat pulaaaang!”
Sebuah suara riang menyambut
Goblin Slayer seraya dia membuka pintu rumah. Sesaat kemudian, dia mendeteksi
aroma manis susu mendidih yang tersebar.
Goblin Slayer memasuki dapur
dengan langkah kaki cepat. Dia melihat meja sudah tertata, tinggal menunggu
makanan siap. Dan di sana terdapat teman lamanya, berdiri dengan apron,
menyambutnya pulang.
“Aku dengar kamu pergi ke
selatan, tapi kali ini kamu pulang lebih cepat. Kamu sudah makan siang?”
“Belum.” Goblin Slayer
memberikan satu gelengan kepala menjawab pertanyaan Gadis Sapi. Dia menarik
kursi dan duduk; kursi itu berdecit—apakah karena berat beban armornya?
“Oke, aku sudah selesai
memasak ini. Sekarang yang kita perlu roti dan...mungkin keju?”
“Ya.”
Keju cukup laris akhir-akhir
ini, Gadis Sapi memberitahunya dengan gembira kemudian berputar mengarah panci
rebus.
Goblin Slayer memutar
helmnya untuk melihat gadis itu, berdiri membelakangi Goblin Slayer. Penjualan
yang laris sebagian besar di karenakan kenalan lizardman pria itu yang telah
membeli begitu banyak hasil produksi mereka.
Panci rebus bergelembung
seraya isinya mendidih. Dia memperhatikan gadis itu mengaduknya. Tiba-tiba,
gadis itu melirik mengarah pria itu dari balik pundaknya.
“Kamu tahu.., aku nggak
keberatan kalau kamu sekali-sekali makan dengan temanmu loh?”
“...” Goblin Slayer terdiam
beberapa saat dan kemudian mendengus pelan.
“Terlalu merepotkan?”
“Hmm...”
Gadis Sapi kembali memutar
kepalanya mengarah masakannya, oleh karena itu Goblin Slayer tidak dapat
melihat wajah gadis itu lagi.
Gadis Sapi mulai mengerjakan
panci itu dengan lihai, seolah untuk mengalihkan perhatiannya dari sesuatu.
Setelah jeda panjang, Gadis
Sapi berbisik, “...Aku benar-benar...nggak keberatan kok?”
“...Begitu.” Goblin Slayer
menghela.
Beberapa menit kemudian,
Gadis Sapi mengumumkan, “Selesai,” dan menyajikan pria itu santapan rebusan.
“Aku bantu,” pria itu
berkata, mulai untuk berdiri, tetapi Gadis Sapi menahan pria itu dengan “Oh,
nggak usah repot-repot.” Tampaknya Gadis Sapi sedang bersemangat tinggi.
Dia dan sang gadis duduk
bersebrangan dan mulai berdoa kepada dewa dan berkata, “Selamat makan!”
Gadis Sapi tersenyum seraya
dia memperhatikan pria itu menyendok rebusan dengan sendok dan memakannya.
Seperti inilah yang selalu terjadi setiap kapanpun pria itu pulang untuk makan.
Pemandangan tidak asing ini membawa senyum di wajah sang gadis; terkadang dia
membuat makanan hanya untuk momen seperti ini.
“Aku membawakanmu kado.”
Tetapi itu...
...itu bukanlah bagaimana ini semua seharusnya berjalan, dan Gadis Sapi
mendapati dirinya sendiri terbengong.
“Kado? Serius? Bercanda ah!”
“Aku serius.” Goblin Slayer
berkata dan kemudian dengan santai menggapai tas barangnya. Cara dia merogoh
isi dalam tas itu terlihat kasar; bukan cara biasa seseorang untuk memberikan
sebuah kado. Bahkan keseluruhan niat memasukkan sebuah kado di dalam tas penuh
akan berbagai macam barang tampak mencurigakan bagi sang gadis.
Tapi
dia memang seperti itu sih.
Sang gadis tertawa kecil,
berusaha agar pria itu tidak menyadarinya.
“Ini dia.”
Pria itu tampak begitu lelah
hingga Gadis Sapi merasa lebih sulit menahan tawanya.
“Apa itu?”
“Cangkang.”
Dia menarik tangan keluar
dari tasnya, dan di atas telapak tangan, terdapat sebuah cangkanh dengan
lingkaran warna-warni di atasnya. Cangkang itu berkelip dalam cahaya matahari
yang menyinari ruangan seperti sebuah permata.
“Oh...!” Gadis Sapi
berteriak, dan sudah sewajarnya. “Tunggu, benar nggak apa-apa aku menerima ini?
Apa kamu pergi ke laut dalam pekerjaan kemarin?”
“Ya.” Jawaban pendeknya
menimbulkan pertanyaan baru.
Gadis Sapi mengambil
cangkang itu dari dia dengan hati-hati, seolah menangani sesuatu yang sangat
rapuh, dan menaruhnya di atas telapak tangannya. Gadis Sapi menyipitkan mata di
karenakan kilauan sinar yang memantul dari cangkang itu, dan dari setengah
matanya yang tertutup, dia dapat melihat pria itu duduk dengan diam.
“Di sana ada ikan,” pria itu
akhirnya berkata, dan setelah berpikir sejenak, dia menambahkan, “Yang sangat
panjang.”
Apakah Gadis Sapi harus
bertanya lebih spesifik, atau bagaimana? Argh,
nggak—dia ingin bertanya, tetapi ini harus di dahulukan.
“Terima kasih banyak! Aku
akan menjaganya!” Gadis Sapi berkata mendekap cangkang itu di dadanya yang
ranum dan tersenyum. Goblin Slayer mengangguk tanpa kata, dan sang gadis
berdiri, pergi menuju dapur.
Dia mengambil sebuah kotak
tua yang duduk pada rak teratas dan membukanya untuk menunjukkan sebuah koleksi
dari apa yang mungkin tidak lebih dari sekedar sampah. Namun dia meletakkan
cangkang itu di dalamnya seolah itu adalah harta ksrun berharga dan menutup tutupnya
kembali.
“Nah, aman sudah... Yeah,
kalau seperti ini aku nggak bakal kehilangan benda ini.”
“Begitu.”
Gadis Sapi berjinjit untuk
meletakkan kotak itu kembali dan kemudian mengelap keringat dari dahinya seolah
dia baru saja menyelesaikan pekerjaan yang sulit. Ketika dia bergegas kembali
ke ruang makan, dia membawa segelas anggur untuk pria itu. Biasanya, dia tidak
begitu suka untuk minum di siang hari, namun dia merasa bahwa hari itu tidak
apa-apa.
“Bagaimana besok?”
“Aku nggak ada pekerjaan.”
Gadis Sapi meletakkan gelas
di atas meja; pria itu mengambilnya dengan gerakan sangai dan meneguk habis isi
gelas itu.
Tidak lama kemudian santapan
rebus telah kosong juga; ketika Gadis Sapi bertanya, “Tambah?” pria itu hanya
menjawab, “Ya, tolong.”
Goblin Slayer mengikuti
gadis itu dengan matanya seraya gadis itu bergerak untuk mengambilkan makanan
lagi, dan kemudian Goblin Slayer berkata pelan, “Aku akan membantu pekerjaan
kebun.”
Seperti itulah niat Goblin
Slayer. Kemungkinan besar Gadis Sapi telah menduganya. Jika begitu, apa yang
akan pria itu lakukan? Apa yang harus di lakukan? Dia mengingat apa yzng di
katakan paman Gadis Sapi. Ini adalah jawabannya.
Percakapan mereka terus
berlanjut dengan santai, dan kemudian mataharipun terbenam, dan paman sang
gadis kembali, dan mereka makan malam, menghabiskan waktu bersama, dan kemudian
tidur.
Sebuah malam yang
benar-benar biasa. Malam yang selalu terjadi di saat dia pulang. Mereka-pun
menduga hari esok yang biasa mengikuti.
4 Comments
terimakasih terjemahannya 😇
BalasHapusTerima kasih karena selalu memberikan komentar. 😁
Hapuspak kalo bisa di daftar isi diperbaharui. biasanya saya liat update-an goblin slayer dari daftar isi 😇
BalasHapusmungkin yg lain juga sama. jadi belum pada tau kalo vol 8 ch3 udah update
Terima Kasih TL-Nya
BalasHapusPosting Komentar