BENCANA DI HARI SENJA
(Translator : Ridho.
H)
Bagian 1
“Besok
kita berenang, yuk!”
Setelah
sepuluh kali menang beruntun dalam pertandingan selekasi, Ikki menyampaikan itu
kepada Ayase. Ini bukan berarti dia ingin bermain-main. Selagi Ayase belum
menyadarinya, karena latihannya dengan Ikki setiap hari, tubuh ayase bisa
stres, terutama karena posturnya. Posturnya baru saja diperbaiki beberapa hari yang
lalu dan dia tampak masih belum terbiasa. Dengan kata lain, Ayase harus
berulang kali menggerakkan otot yang tidak digerakkan sebelumnya.
Itulah
kenapa hari ini akan menjadi hari libur. Dan untuk melakukan yang terbaik, Ikki
telah mempersiapkan menu latihan yang sempurna. Dia akan pergi ke kolom renang
untuk alasan tersebut.
Selain
Ikki yang menunggu Ayase pagi itu, Stella, yang mengenakan gaun one terusan
putih yang mengingatkan kita pada nuansa dingin di awal musim panas, juga ada
disana.
“Aku
ikutlah. Kalau gak kuawasi, kamu mungkin bakal ngelecehin Kak Ayase lagi.”
“Tapi
aku enggak ngelecehin dia.”
“Bohong.
Padahal kamu udah ngelakuin itu beberapa hari yang lalu. Cowok baik-baik gak
bakalan ngeraba-raba paha cewek seenaknya.”
“Aku
ngelakuin itu buat ngebaikin posturnya Kak Ayase doang. Itu hal penting yang
kalau aku salah sedikit aja… yah, aku gak punya waktu buat ngejelasin gimana
jadinya kalau aku sembrono.”
Suasana
hati Stella telah memburuk beberapa hari belakang. Tentu saja, Ikki tahu
alasannya. Itu karena dia hanya memperhatikan Ayase beberapa hari ini. Itu
mungkin yang Stella pikir. Yah, mau bagaimana lagi. Jika Stella, sebagai
kekasih Ikki, mendekati laki-laki lain, Itu tidak akan bagus untuknya. Itulah
kenapa dia mengerti perasaan Stella. Tapi tetap saja—
“Hey
Stella, aku gak pernah ngeliatin Kak Ayatsuji secara mesum sekalipun, percaya
aja. Aku cuman ngebantu dia dikit sebagai sesama pendekar pendang. Itu aja…
lagian gak ada orang yang gak butuh bantuan orang lain dari waktu ke waktu.”
Ikki
bahkan tidak pernah sekali saja dibantu seperti ini. Para orang dewasa yang seharusnya
membantunya malah memperlakukannya seperti musuh. Itulah kenapa, setiap dia
melihat seseorang yang butuh bantuan dalam memecahkan masalah mereka sendiri,
dia sangat berkeinginan untuk membantu mereka. Dia akan membantu mereka memanjat
tembok yang tidak bisa mereka panjat karena dia tahu seberapa sulitnya
melakukan itu seorang diri.
“Cuman
itu alasan aku ngebantu Kak Ayatsuji, dan itu bukan karena karena aku ada rasa
sama dia. Sumpah! Lagian yang kucinta… itu kamu doang, Stella.”
“…Ikki…”
Dengan
pipinya yang bersemu merah, Stella memandang Ikki. Ada suatu kegelisahan pada
mata merahnya, seperti yang diharapkan. Ya, Stella sudah mengetahui hal itu.
Ikki tidak memiliki perasaan khusus
kepada Ayase yang seharusnya membuat Stella khawatir. Pria yang
dicintainya adalah orang yang seperti itu. Namun tetap saja… Stella masih
merasa insecure. Itu karena
satu-satunya hal yang mengikat hubungan mereka hanyalah sebuah janji. Mereka
belum melakukan apapun untuk menunjukkan rasa cinta mereka selain itu.
Bibir
Stella manyun seperti mendambakan sesuatu. Bibir merah muda itu, kelihatannya
memanggil-manggil nama kekasihnya. Ah! Itu benar, jika saat ini dia bisa
membuktikan kata-katanya yang pada malam itu bukan hanya sekedar percakapan
biasa, dia akan lebih memercayai kekasihnya.
Aku…
Ikki
menggambarkan bibir Stella yang semakin dekat seperti lebah yang menginginkan
madu dari bunga.
“Maaf
karena udah ngebuat kalian nunggu! Aku gak bisa nemuin baju renangku, jadi
mesti kucari dulu.”
“”Uwaaaaaaaah!!!”
“Kenapa?
Kalian teriak kayak pasangan yang keciduk pas mau lagi mesra-mesraan.”
Uwah!
Tebakan yang beruntung!?
Keduanya berkeringat gila-gilaan di depan Ayase.
“Gak
apa apa-apa! ‘Kan, Ikki?”
“Iya!
Kita cuman kaget karna kamu tiba-tiba manggil.”
“…?”
Ayase
memiringkan kepalanya. Dia tidak tampak yakin. Itulah kenapa Ikki menarik kedua
gadis itu dan buru-buru beranjak.
Tadi
itu berbahaya. Karena menurut posisi Stella, hubungan mereka akan menjadi
skandal internasional. Ikki harus lebih berhati-hati ketika dia menciptakan suasana
romantis lain kali.
Namun
itu sangat disayangkan. Selain pada malam itu, ini adalah satu-satunya waktu
dimana sebuah suasana yang seperti itu muncul secara natural. Jika saja Ayase
sedikit terlambat, mereka mungkin telah berlanjut ke tahap berikutnya. Ikki
menyadari dia baru saja kehilangan sebuah kesempatan langka, dan menghela
nafas.
Bagian 2
Di
dalam kampus Akademi Hagun, terdapat sebuah kolam renang. Lebih rinci lagi, ada
dua kolam renang yang masing-masingnya sepanjang 100-meter. Namun hari itu,
kolam renang pertama sedang dalam pembersihan rutin dan yang kedua digunakan
oleh Shinguuji Kurono, si mantan peringkat ketiga dalam jajaran kesatria dunia
dan direktur baru Akademi Hagun, untuk latihan spesialnya. Itulah kenapa mereka
bertiga pergi ke gimnasium olahraga yang terletak di dekat Akademi. Mereka akan
menggunakan kolam renang indoor.
Anak
laki-laki hanya memakan sedikit waktu untuk berganti pakaian, dibandingkan para
gadis. Itulah kenapa, setelah berganti ke celana pendek standar merah hitam,
Ikki menunggu para gadis di luar. Setelah beberapa menit, dia melihat Stella
dan Ayase keluar sambil mengenakan pakaian renang masing-masing.
Ayase,
yang bersikap terlalu serius dan terlalu malu, mengenakan pakaian olahraga
khusus yang dapat bertahan dalam gerakan-gerakan kebugaran ringan. Namun karena
dia memiliki figur yang menggairahkan karena hasil latihan sejak masa kanak-kanak,
baju renang itu tampak menawan pada caranya sendiri, meskipun warnanya polos.
Namun…
yang lebih mencolok adalah Stella. Dia mengenakan baju renang yang jauh berbeda
dari yang ditunjukkannya di kamar mandi Ikki, sebuah bikini hitam-kelam.
Dibandingkan dengan milik Ayase, bikinya jelas memamerkan kulitnya lebih
banyak, dan saat dia berjalan, dadanya yang besar dan bahenol, putih, seperti
persik memantul-mantul.
Dan
itu bukan hanya dadanya saja; pinggulnya mampu membuat laki-laki manapun
terkesima. Sebuah pinggul yang mempesona dan juga menggoda, sesuatu yang kau
tidak akan lihat pada orang-orang Jepang kebanyakan. Dari sana, garis kaki yang
indah memanjang akan membuat kau sulit memalingkan mata. Meskipun kekuatan
fisiknya luar biasa, bagaimana bisa dia memiliki tubuh yang lembut dan seksi?
Meskipun dengan visi Ikki yang dinamis, ini merupakan misteri untuknya. Dan
lebih dekat lagi. Ikki tidak bisa menemukan apapun selain kegelapan saat
menganalisisnya.
Dan
akhirnya, fitur paling mempesona darinya adalah… caranya berjalan. Mungkin
karena dia dilatih sebagai putri kerajaan, sikap Stella saat berjalan sangat
cantik, seperti seorang model-model yang tampil di paris.
Yeah…
Stella sangat cantik. Tanpa disadari, Ikki terkesima. Tidak hanya dia, setiap
pengunjung yang sedang beristirahat di pinggir kolam juga sama, dan bahkan
seorang perenang di lintasan, juga memandangnya selagi dia melompat ke dalam
air.
Stella
menunjukkan wajahnya ke media dari waktu ke waktu, jadi mungkin beberapa dari
pengunjung tersebut mengenalinya. Jadi selagi menaruh pandangan mereka padanya,
Stella—
“Maaf,
ya. Cowok kalo ganti baju, itu cepet banget ‘kan, ya.”
Stella
bicara kepada Ikki. Langsung saja, Ikki merasakan gelora ombak yang dipenuhi
niat membunuh, yang sensasinya lebih mengerikan dibanding ketika dia dihujani
anak-anak panah tak kasat mata.
“Huh!
Oi, oi, oi, apaan tuh!? Dua cewek itu bareng sama tuh cowok!?”
“Gak
mungkin… Cewek kayak mereka mau bareng sama seseorang yang kelihatan lembek
kayak dia…!?”
“OI,
oi! Sangkamu negeri ini ngebolehin kamu punya pasangan yang gak selevel sama
kamu?”
“Awas
aja kamu bangsat!”
Aku
mungkin akan mati tenggelam hari ini.
Selagi
Ikki berkeringat dingin, Stella mengamati seluruh area kolam renang dengan
ekspresi penasaran. Sejak mereka tinggal bersama, dia mungkin hampir lupa,
kalau dirinya adalah seorang putri. Ini mungkin pertama kalinya dia datang ke
kolam renang umum.
Kolam
renang itu sepanjang 50 meter, lebih kecil daripada yang ada di kampus. Kolam
renang itu terbagi menjadi dua bagian, yang satu untuk lintasan dan yang
satunya lagi untuk publik. Karena ini masih bulan Juni, pengunjungnya tidak
begitu banyak.
“Lumayan
gede juga, ya.”
“Vermilion-san
seorang putri ‘kan? Berarti di rumahmu ada kolam renangnya juga ‘kan?”
“Gak
ada. Tapi bak mandi kami kira-kira segede ini lah.”
“Wow!
Gila! Kayak artis-artis.”
“Yah
sebenarnya yang itu buat pelayan sih. Yang untuk anggota kerajaan itu agak
lebih kecil. Jadi kalau orangnya dikit, kolam renangnya bakal serasa luas.”
Sekarang
Ikki baru ingat, gaya hidup Stella tidak begitu berbeda dibandingkan orang
biasa. Yah, terkecuali ketika dia terkejut dengan adanya kopi instan. Kerajaan
Vermillion tidak begitu besar untuk ukuran suatu negara. Mungkin keluarga
kerajaan disana menjalani hidup sederhana.
“Tapi
tetap aja, aku lega. Aku khawatir karena rumornya orang-orang Jepang itu pada
mesum, tapi karena ada banyak orang aku jadi gak takut lagi.”
“Yah,
kolam renang pada dasarnya memang kayak gitu.”
“Jadi
kita bisa bersenang-senang sepuasnya ‘kan?”
Sambil
mengatakan itu, Stella mengeluarkan sebuah bola pantai.
“Enggak. Kita kesini gak buat main-main tau.”
“Eeh!
Terus ngapain kamu ikut kesini?”
“Ngapain
Stella ikut?”
“U-ooh!
Padahal aku sudah susah payah ngebawanya…”
“…’Oke.
Kita main habis latihan. Tapi bolanya disimpan dulu.”
“Kayaknya
aku gak punya pilihan… Tapi pokoknya nanti kamu harus main sama aku!”
Stella
mengoper bola itu kepada Ikki. Kelihatannya dia benar-benar datang untuk
bermain hari ini. Aneh. Ikki telah memberitahu Stella jika mereka datang kesini
untuk latihan hari ini.
“Btw
Kurogane-kun, hari ini kita latihan kayak gimana? Berenang?”
Terhadap
pertanyaan Ayase, Ikki menggelengkan kepalanya.
“Enggak,
yah, kita ‘kan sudah latihan begini dan begitu, jadi hari ini kita stop dulu
semua latihanya. Lagian kamu capek juga latihan terus ‘kan?”
“Terus kita mau ngapain?”
“Jujur
aja, kita gak bakal ngapa-ngapain.”
“Eh?”
“Kamu
ngapung dan meluncur aja kayak ubur-ubur.”
“Memang
itu ada gunanya?”
“Ada.”
Ikki
berani menjaminnya.
“Mulanya,
itu bakal ningkatin kapasitas paru-parumu. Dalam pertarungan tiba-tiba, ini
penting banget. Jadi ini kayak latihan anaerobic. Kenapa penting? Soalnya orang
yang kapasitas paru-parunya lebih dikit bakalan ngeluarin suara pertama kali
dan langsung kalah. Bagi kita pendekar pedang, ini sesuatu yang penting kayak
latihan fisik.”
Sebenarnya
ada makna yang lebih dalam terkait latihan ini.
“Kurasa
kamu bakal ngerti kalau udah nyobain sekali, soalnya pas kamu di bawah air,
kamu bakal ngerasa lebih dekat dengan dirimu sendiri.”
“?”
Ayase
kemungkinan tidak mengerti apa yang Ikki katakan. Dia memiringkan kepalanya,
yang mana itu sedikit imut.
“Pas
kamu di bawah air, kamu gak boleh berdiri, sebaliknya kamu harus berkonsentrasi
buat ngerti apa yang kamu lihat. Jadi kamu mesti masuk ke alam bawah sadarmu,
dan coba dengerin gema suaramu sendiri.”
Ayase
tidak begitu mengerti kenapa Ikki membuatnya melakukan ini, tapi dia tidak
memiliki alasan untuk meragukannya. Mengikuti kata-katanya tanpa komplain, dia
menahan nafasnya dan merendam tubuhnya di bawah air. Jika itu seseorang yang
ahli seperti Ayase-san, maka dia seharusnya dapat mengerti maksudnya dalam
sekali percobaan. Ayase mungkin dapat bertahan tiga menit di bawah air.
“Kayaknya
nih bola mesti kubalikin ke loker. Soalnya nih bola bakalan ngeganggu aja kalau
ada disini.”
Dengan
demikian, Ikki menyimpan bola yang dibawa Stella.
Bagian 3
Setelah
Ikki pergi, situasi menjadi membosankan bagi Stella.
Itu
bukan karena dia merasa iri dengan Ayase. Itu lebih seperti dia tidak memahami
Ayase dan ilmu pedangnya. Karena itu, Stella tidak ingin menganggunya dengan
celotehan-celotetan tak berguna.
Mem~bosankan…
Karena
dia luang, dia juga sedang mencoba metode latihan yang Ikki sarankan. Dia
menahan nafasnya, dan merendam seluruh tubuhnya ke dalam air.
Itu
tidak menyakitkan. Kapasitas paru-paru Stella bahkan jauh melampaui Ikki. Kalau
dia mencobanya, dia bahkan bisa bertahan di bawah air selama 10 menit. Lagipula
dia telah berada di kategori superhuman.
Rasanya
seakan tidak ada siapapun disana. Padahal ada para pengunjung lain yang
berenang, dan suara-suara anak-anak kecil di sekitarnya. Tapi di bawah air,
seolah tidak ada apa-apa. Saat dia melihat ke atas, permukaan air terasa jauh…
seolah dunia sendiri berada di tempat yang sangat jauh.
Di
sisi lain… dia dapat mendengar suara denyut nadinya. Itu adalah suara yang
tidak bisa dia dengar di luar karena kebisingan. Selain itu, dia bahkan juga
bisa mendengar suara aliran darahnya, saluran sarafnya; dia dapat menangkap
keseluruhan suara tersebut lebih jelas.
“Pas kamu ada di bawah air,
kamu bakal ngerasa lebih dekat dengan diri kamu sendiri”
Inilah
yang Ikki maksud. Dan untuk kesatria sekuat Stella, dia bisa mengerti ini tanpa
harus diberitahu olehnya. Untuk bisa memahami sensasi ini, bisa merasakan alam
bawah sadar yang perlahan terlelap.
Sebagai
contoh, gerakan mengayunkan pedang. Itu adalah kombinasi antara mengayunkan
tangan yang memegang pedang, sinkronkan dengan genggaman jari-jemari, alirkan
sinyal saluran saraf, keluarkan kekuatan fisik, dan ayunkan pedang setelah
ketiga hal itu selesai dilakukan. Dengan kata lain, ini bisa menjadi perbedaan
besar. Jika dia tidak bisa mengontrol ketiganya dalam waktu tiga menit… tidak,
nano-detik maka tubuhnya tidak pantas masuk ke medan pertempuran.
Namun
Ayase bisa melakukannya. Kalau dia bisa, maka Stella harus memaksakan diri
untuk menggunakan wujud ilusinya dari awal. Itu jelas sekali. Sebelumnya,
alasan kenapa keadaannya semakin lama menjadi semakin baik karena Ikki
mengoreksi titik-titik kesalahannya. Meskipun demikian, kondisi tubuhnya
berubah setiap hari. Saat itu terjadi, satu-satunya hal yang dapat dilakukan
adalah terus berlatih tanpa lelah. Saat dia bisa melakukannya, barulah dia bisa
melampaui potensi kekuatannya.
Karena
itu, latihan ini sangat bagus bagi Ayase. Namun bagi Stella, itu tidak
benar-benar diperlukan, karena dia berada di tingkat dimana semua itu otomatis
bisa dikuasasinya tanpa dia sadari.
Itulah alasan kenapa semua ayunan pedangnya selalu mematikan, meskipun
dia mungkin secara tidak sengaja sedikit mengacau.
Namun…
aku terlalu naif.
Air
menggelegak di permukaan, Stella bergumam.
Sampai
saat ini, Stella telah menjalani latihan lebih keras daripada siapapun. Dia
mengira jika dia telah mendorong tubuhnya sampai batasnya. Namun itu tidak
benar. Ittou Shura milik Ikki, adalah batasan mutlak. Dia masih belum bisa
mengalahkan teknik itu. Mengerahkan segenap kekuatannya, dan menggunakannya
dalam waktu satu menit, mustahil bagi Stella melakukan itu. Dan itulah kenapa
dia sampai kalah dari Ikki. Stella memiliki kapasitas paru-paru lebih besar
daripada Ikki, tentu saja, juga dengan tenaganya, mana, kekuatan apinya,
semuanya jauh diatas Ikki. Tapi tetap saja Stella harus mengakui kemenangan
Ikki. Karena cara hidup mereka juga sangat berbeda. Meskipun Ikki saat ini
berdiri di atas bumi, dia berada di tempat yang jauh lebih dalam daripada air
yang didiami Stella, dan jauh lebih gelap dari lautan terdalam dimana cahaya
bahkan tidak bisa mencapainya.
Dan
seperti itulah dunia Ikki yang dulu… jika Stella bisa mencapai tempat itu, maka
dia mungkin bisa memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat daripada Ikki
sekalipun.
Stella
memejamkan matanya perlahan-lahan. Dia menyelam semakin dalam sampai semua
cahaya lenyap. Hanya menyisakan hasrat membaranya saja. Hanya dia yang ada
disana. Di tempat yang diselimuti kegelapan dan kesunyian. Namun, dia belum
mencapai dasar kolam, kedalamannya masih sangat jauh untuk kakinya
menjangkaunya. Lebih dalam… semakin dalam… dan
semakin dalam.
“Btw,
benar ya Vermillion-san jadian sama Kurogane-kun?”
“Guehghgh.”
Stella
tenggelam.
Bagian 4
“Aduh,
sakit, hidungku, rasanya sakit banget…”
Sambil
menekan hidungnya, Stella mengutuk ketidakmampuannya. Meskipun dia menyelam
begitu dalam, dia masih bisa mendengar suara-suara di sekitarnya. Itu saja
sudah menjadi bukti jika latihannya masih belum cukup baik.
Ikki
malah bisa mematikan semua inderanya, baik yang penglihatan maupun
pendengarannya.
Sedangkan,
jika Stella bisa melakukan itu sampai ke tahap kemampuan Ikki, Ittou shura
hanya akan menjadi lelucon. Sekali lagi, Stella menyadari seberapa jauh tempat
yang harus dia raih.
“M-Maaf
Vermillion-san. Kamu gak pa-pa?”
“Y-Yeah.
Aku gak pa-pa…”
“Tapi
reaksimu tadi lebay banget… kayaknya benar…”
“E-Enggak!
Enggak benar sama sekali! Masa putri kekaisaran kedua dari kerajaan vermillion
pacaran sama orang biasa kayak dia! Gak mungkinlah!”
“Jadi
kalian beneran gak pacaran?”
“Ya
enggaklah!”
“Berarti
gak pa-pa dong kalau aku PDKT-in Kurogane-kun.”
“Bisa
diulang?”
Balasannya
otomatis berubah menjadi pertanyaan.
“T-T-Tunggu
bentar! Bukannya kamu bilang kalau kamu cuman diajarin ilmu pedang sama dia
doang? Berarti gak ada semacam perasaan khusus gitu ‘kan?”
“Awalnya
gak ada. Tapi hey, kamu tau ‘kan kalau Kurogane-kun itu kayak prajurit yang
keren. Dia bahkan mau dengerin permintaan stalker kayak aku ini.. dia memang
lebih muda, tapi sifatnya dewasa banget ‘kan? Dia juga orangnya baik banget pas
ngajar, oh, dan terutama pas ngajarin aku. Bagiku, dia itu cowok yang ideal.
Dan baru-baru ini, aku udah mulai terbiasa ngobrol sama dia. Kalau dia benar
gak ada yang punya, mungkin aku bilang aja ke dia kalau aku su—“
“E-Enggakkkkk!”
Stella
berteriak dengan lantang dan mengganggu pengakuan Ayase.
“Enggak!
Enggak! Enggak bolehhhhh!!! Ikki itu cowokku! Jadi enggakkkk!!!”
Stella
melambai-lambaikan tangannya di air seperti anak kecil yang bermain
ciprat-cipratan. Dia tidak mau seseorang mengatakan ‘mencintai’ Ikki selain
dirinya. Itulah kenapa, dengan mata lembap, dia menenggelamkan kata-kata Ayase
dengan protes dan tatapan tajam ke arahnya.
“Sudah
kuduga…”
Melihat
Ayase menyengir dengan ekspresi geli, Stella akhirnya menyadari kalau dia baru
saja ditipu.
A-Aku
mengacau.
“Aku
tadinya sempat ragu sama firasatku ini, tapi ternyata benar toh.”
“Ugh…
uuu… Kakak, makai metode licik. Kukira kamu itu orangnya bego.”
“Vermillion-san,
itu agak kasar.”
“Bisa-bisanya
kakak ngomong gitu habis ngerjain aku… pokoknya kakak harus ngejaga rahasia
ini! Kalau sampai bocor bakal ribet urusannya.”
“Aku tahu, soalnya ‘kan Vermillion-san
terkenal.”
“…Tapi, yang tadi kakak bilang itu… cuman
bercanda ‘kan?”
Ayase
menggangguk tanpa ragu.
“Aku beneran nganggap dia cowok yang kuat,
tapi aku benar-benar gak mandang dia kayak gitu. Itu rasanya bakalan ngianatin
kerja keras Kurogane-kun yang ngajarin
aku tanpa pamrih. Aku lebih kayak kagum sama dia… Ahh! Aku iri! Aku juga mau
ngerasain jatuh cinta~”
Ayase
menyentuh pipinya yang merona dan dengan mata berkilau, seolah dia seperti
gadis yang bermimpi indah. Stella merasa sedikit tak terduga melihatnya seperti itu.
“Kukira
kakak benci laki-laki.”
“Itu
salah paham yang parah. Aku suka laki-laki kok.”
“Kak.
Kakak harusnya gak ngomong kayak gitu di tempat kayak gini. Barusan aja, ada
enam orang yang langsung masang ekspresi cerah.”
“Yang
jelas, aku gak benci laki-laki. Sebaliknya, aku cuman bingung gimana ngadapin
mereka. Makanya aku jadi malu. Teman sekamarku bilang aku kelihatan suram.”
Ini
adalah pertama kalinya aku melihat ada orang yang mengatakan itu tanpa
keraguan.
“Ahh~
Tapi sayang banget. Aku mau jatuh cinta juga.”
“Terus
kenapa enggak nyoba?”
“Mustahil!
Benar-benar mustahil! Kalau seorang pemula kayak aku kencan sama cowok… ahh!
Baru kupikirin aja itu rasanya bikin malu. Jadi aku muasin diri dengan manga
dan novel ringan.”
“Alasannya
jelek banget.”
“Btw,
apa kalian ngelakuin sesuatu yang nakal pas lagi berdua-duaan aja?”
“Koghku!”
Stella
tersedak terhadap pernyataan tiba-tiba itu.
“Aku
beneran mau tau rasanya pacaran loh.”
Stella
tidak bisa membayangkan Ayase dengan mata berkilaunya berfoto dengan salah
seorang gadis media itu. Bayangan Stella terhadap Ayase sebagai gadis kendo
kaku seketika hancur berantakan. Gadis di hadapannya tidak berbeda dari
gadis-gadis lain, seorang monster dengan ketertarikan sensual dan hubungan
percintaan.
“Kita
belum ngelakuin hal yang kakak pikirin. Bahkan, aku juga belum ngenalin dia
ke keluargaku jadi kayak begitu itu
terlalu cepat.”
“Beneran?
Di manga, cewek suka ngelakuin hal-hal nakal sepanjang waktu dan mereka gak
daftar ke KUA dulu atau formalitas semacamnya, jadi kukira….”
“Yeah,
benar ‘kan? Ngomongin begituan, kita perlu nikah dulu sebelum boleh
ngelakuinnya ‘kan?”
Pernyataan
Stella itu dapat dibenarkan.
“Tapi
dari caramu ngomong, kamu beneran mau ngelakuin ini dan itu dengan Kurogane-kun
‘kan?”
D-Dia
benar-benar orang yang blak-blakan. Namun, saat ini setelah Stella melalui
semua itu, tidak ada gunanya lagi menyembunyikannya. Dia mungkin akhirnya
memiliki kesempatan mencurahkan kegelisahannya. Itulah kenapa, meskipun sedang
berada berendam di air, Stella mengungkapkan hasrat terdalamnya.
“I-Itu,
aku belum siap sampai sejauh itu… aku mau kita lebih ngelakuin hal yang
biasanya dilakuin orang pacaran, dan semacamnya…”
“Terus
kenapa kamu gak bilang gitu aja ke dia?”
“…
Kalau aku bisa, aku gak akan ngerasa sesakit ini.”
“Kenapa?”
“Maksudku…,
kalo cewek nyaranin cowoknya kayak gitu, itu gak pantes ‘kan.”
“Yang
benar? Tapi bukannya mesra-mesraan dan ngelakuin hal-hal nakal sama cowokmu itu
normal. Malahan, justru aneh kalau kamu enggak ‘kan?”
...Huh?
Setelah
Ayase mengatakannya, Stella mengira jika dia benar. Adalah hal yang normal
untuk mengekspresikan perasaannya kepada pasangannya dan mempererat hubungan
mereka. Dan itu berlaku baik bagi yang
perempuan maupun laki-laki.
“Tapi
tetap aja, kurasa kita perlu pelan-pelan… dan kalau aku terlalu maksa, dia
mungkin ngira aku ini cewek murahan, dan jadi benci sama aku.”
“Yah
anggap aja ada kemajuan biarpun pelan, dan Vermillion-san nyoba ngancurin itu
karena terlalu maksa, tapi Kurogane-kun gak mungkin ‘kan hatinya jadi sedingin
itu begitu aja?”
“D-Dia
gak bakal!”
“Terus apa masalahnya?”
“I-Itu…
huh?”
Seperti
yang Ayase katakan. Tidak ada alasan untuk menunda-nuda. Kenapa dia tidak menyadari
ini lebih cepat? Stella memiringkan kepalanya sambil memandang Ayase. Apakah
ini? Hal yang dimaksud ‘cinta itu buta’ itu?
“Kurasa
itu lebih gak pantas kamu ngebuang-buang waktu yang kamu punya dan enggak
dihabiskan dengan orang yang kamu cintai. Kita manusia adalah bagian dari ‘kehidupan’,
jadi bakal ada waktunya kita berpisah.”
Ayase,
menasehati, dengan tatapan seperti orang dewasa, berbicara.
“…
Barusan aja… Kakak bersikap kayak senior buat pertama kalinya.”
“Btw,
dan ini Cuma tebakanku, tapi kupikir Kurogane-kun juga mau ngelakuin hal-hal
nakal dengan Vermillion-san.”
“Kenapa
begitu?”
“Vermillion-san
ngeliatin kolam renang pas dia masuk jadi dia mungkin gak sadar, tapi pas kamu
datang pakai bikini itu, Kurogane-kun mulai ngeliatin Stella-san dengan tatapan
super mesun. Tatapannya nafsu banget.”
Astaga…
Itu adalah kesalahan yang akan Stella sesali seumur hidupnya. Dia seharusnya
menyadari itu. Dia merasa bodoh karena sampai tidak menyadari fakta tersebut.
Selagi
Stella dilanda perasaan kecewa itu—
“Huh?
Ayase-san sudah capek?”
Ikki,
yang tadi pergi mengembalikan bola, telah kembali.
“Enggak.
Aku cuman ngobrol-ngobrol dikit sama Vermillion-san.”
“Yang
benar? Oh, jadi gimana? Perasaan yang
kamu dapat dari nekan kesadaranmu?”
“Yeah,
aku ngerti maksud latihan ini. Jadi mau kuulang sekali lagi. Gak pa-pa aku
nyobanya di sebelah sana? Aku perlu ruang buat diri sendiri.”
“Aku gak keberatan.”
“Juga,
kayaknya Stella-san punya sesuatu yang penting yang mau diomongin sama
Kurogane-kun.”
“Ap—!?“
Stella
memekik keras sampai-sampai tampak dia berteriak terhadap pengumuman tiba-tiba
itu. Namun Ayase, dia berkedip sambil mengatakan ‘aku minta maaf karena udah
minjam pacar Vermillion-san beberapa hari ini.’, dan dia buru-buru memisahkan
jarak dari pasangan itu.
“Aku
gak butuh permintaan maaf semacam itu!!!”
Bagian 5
Setelah
Ayase pergi, Ikki dan Stella duduk di bangku yang ada di pinggir kolam.
“Jadi,
hal penting apa yang mau kamu omongin?”
“…Erm…”
Stella
tidak bisa segera menanggapi itu. Yah, dia tidak bisa apa-apa. Meskipun dia
mendapat saran dari Ayase beberapa menit yang lalu, saat itu menyangkut masalah
seperti ini dia menjadi ragu.
Kenapa
dia mengira kalau dia mengatakan ‘Aku mau lebih banyak ngelakuin hal-hal yang
orang pacaran biasa lakuin sama kamu’, Ikki akan membencinya? Kenapa dia tidak
menyadari jika Ikki tidak akan membencinya karena sesuatu seperti itu? Stella
segera menyadari alasan dia kurang berinisiatif setelah melihat wajah Ikki.
Pada
dasarnya, dia merasa malu.
Itulah
kenapa dia pura-pura tidak menyadarinya, membuat alasan dan mengutamakan
gengsinya. Atau mungkin, dia pikir, mungkin Ikki akan menjadi orang yang
pertama bergerak? Sesuatu yang egosentris seperti itu. Meskipun demikian,
baginya untuk menjadi yang pertama bergerak dan mengatakan ‘cium aku’ kepada
Ikki seperti itu…
Tidak
mungkin aku bisa melakukan yang memalukan seperti itu!
“…Stella?”
“Ah,
M-Maaf! Pembicaraan penting, ya? Erm…”
Namun
selama rute melarikan dirinya di blok oleh Ayase, dia harus mengatakan sesuatu…
“A-Ah,
B-Baju renangku! Bikini yang kupakai hari ini, gimana…!?”
“Bagus
kok. Itu juga cocok denganmu. Kamu punya selera fesyen yang bagus, dan bikini
kayak gitu cocok banget denganmu.”
Ikki
dengan lancar menjawab pertanyaan Stella yang dibuat-buat dengan ekspresi
ramahnya seperti biasa.
Namun
untuk beberapa alasan, itu menganggu Stella. Ayase telah mengatakan saat dia
mengenakan bikininya sebelumnya, Ikki membuat ekspresi mesum. Jadi kenapa dia
bisa menjawab dengan begitu tenang sekarang? Untuk beberapa alasan, tatapannya terlihat
biasa saja.
“…Sebenarnya,
aku juga punya satu hal penting yang mau kuomongin.”
“Ikki
juga?”
Ini
tidak terduga. Apa sebenarnya hal penting itu?
Mungkin
dia juga mau meminta pendapat terhadap baju renangnya. Lantas, bagaimana Stella
menjawabnya? Bagi Stella, Ikki selalu keren dengan apapun yang dikenakannya,
tapi merangkai kesan itu dalam kata-kata bukanlah sesuatu yang bisa dia lakukan
dengan mudah-
“Kita…
erm… hubungan kita… Apa gak pa-pa kayak gini?”
“Eh…”
“Aku
sudah mikirin ini beberapa kali, tapi kita belum ngelakuin hal yang biasanya
dilakuin orang pacaran selama sebulan ini ya, dan itu bikin aku gak nyaman.”
Stella
merasakan temperatur tubuhnya di area sekitar dadanya menurun lima kali lipat
terhadap kata-kata yang keluar dari mulut Ikki.
[Kita
belum ngelakuin hal yang biasanya dilakuin orang pacaran selama sebulan ini.]
Itu
adalah kata-kata yang Stella takuti. Kalimat yang terlalu dia takuti untuk
dipikirkan. Namun saat ini, kekasihnya baru saja mengatakannya. Di waktu yang
sama, rasa dingin datang menyelimutinya dan memberinya sebuah penjelasan.
Seperti
dugaanku… Ikki tidak puas dengan hubungan kami saat ini.
Namun
dia masih mau bertahan. Selama sebulan.
Dia
hilang ketertarikan… padaku.
Memikirkannya
sekarang, itu sangat jelas. Ikki memiliki Shizuku. Dia juga memiliki seorang
murid cantik yang setahun lebih tua darinya. Ada juga gadis-gadis manis lain
seperti Kusakabe di kelas mereka. Di sekitar Ikki, ada banyak gadis yang
menghargainya. Seharusnya tidak ada alasan untuknya peduli kepada seorang gadis
egois sepertinya, yang bahkan tidak mengizinkannya menyentuhnya dalam waktu
yang lama.
“…Jadi,
aku mau ngomongin soal kita.”
Tidak!
Dia
mengerti apa yang akan Ikki katakan—akan jadi lebih baik kalau mereka kembali
ke hubungan mereka sebelumnya.
Dia
tidak mau mendengar itu. Dia tidak memiliki keinginan lagi untuk bicara dengan
Ikki. Dia tidak akan bisa menanggungnya juga dia melanjutkannya.
Jadi
Stella—
“A-Aku
tahu ‘kan! Sebenarnya aku juga mau ngomongin soal itu bukan soal baju
renangku!”
Memutar
punggungnya menghadap Ikki, suaranya terus bocor.
“I-Itu
jelas ‘kan, ini mustahil buat kita memulainya dari awal! Anggota kerajaan dan
seorang orang biasa gak pantas bersama! Statusnya jauh banget! Bahkan Ikki,
kamu suka cewek kayak Kak Ayatsuji yang ngebiarin kamu nyentuh paha dan tubuh
bagian bawahnya, ‘kan! Dibandingkan cewek kayak aku, yang gak ngebiarin kamu
ngelakuin itu.”
“H-Huh?
T-Tunggu bentar Stella! Kamu ngomong apa sih sebenarnya?”
“A-Apa
yang kamu maksud apa! Putus, ini soal putus ‘kan? Kamu gak butuh cewek yang gak
ngebiarin kamu ngelakuin itu sebagai pacar ‘kan?”
“A-Ap—!?“
Ikki
membelalakkan matanya lebar terhadap pernyataan Stella. Baginya, dia
benar-benar tidak mengerti omong kosong yang Stella katakan.
“B-Bukan
gitu Stella! Tenang dulu dan kita bicarain baik-baik.”
Ikki
menjelaskan dengan wajah pucat, dan menyentuh bahu Stella. Dia melakukan itu
untuk menenangkan Stella. Namun—
“Jangan
sentuh aku!”
Stella
menampik tangan Ikki dengan maksud penolakan penuh. Pada momen itu, dia melihat
sesuatu yang berkilauan di rambutnya yang nerah membara.
Apa
Stella menangis?
Untuk
saat ini, Ikki harus mengetahui alasan Stella ingin putus. Kalau dia juga
emosi, maka semuanya akan berakhir—itulah yang memaksanya untuk mendengarkan.
Namun—
“Kalau
aku ngelakuin sesuatu yang ngebuat Stella benci sama aku tolong kasih tau aku
apa itu dan aku bakal minta maaf. Kumohon.”
“…Ikki-lah
yang ngebenci aku.”
“Itu
gak benar! Kenapa kamu mikir gitu? Aku gak pernah bilang sesuatu kayak gitu.”
“Aku
tahu itu biarpun kamu gak ada bilang-bilang!”
“Enggak,
kamu sama sekali gak ngerti! Tolong tenang dulu!”
“Aku
tenang! *Hic*”
“Jelas-jelas kamu gak tenang! Kenapa kamu
bilang aku ngebenci kamu? Bukannya kalau kamu yang ngomong gitu, yang ngebenci
aku itu justru kamu sendiri?”
Ikki
sangat dibingungkan karena situasi aneh ini. Stella yang dia cintai tiba-tiba
ingin putus dengannya, jadi wajar dia tidak tahu apa alasannya. Dia mencintai
Stella, dan itulah kenapa dia tidak bisa tetap tenang. Dan meninggikan
suaranya, sehingga hampir seperti dia berteriak.
“I-Itu
gak benar! Aku masih cinta sama Ikki!”
“Enggak,
aku yang cinta kamu.”
“Bohong!
Aku yang sangat sangat mencintai Ikkki! Pas kutanyain pendapatmu soal baju
renangku, kamu Cuma ngomongin soal penampilan luarku! Kamu gak peduli aku sama
sekali ‘kan? Karena aku bahkan gak ngerbiarin kamu nyentuh aku! Mata mesum yang
Kak Ayase bilang, itu karena kamu lagi ngeliatin baju renangnya dia!”
“Apa!
Sembarangan! Kalau kamu gak berhenti, aku bakal marah juga loh!”
“Bukannya
kamu sudah marah, dasar tolol!”
“Soalnya
Stella ngebuat tuduhan palsu! Lagian pas cewekku kelihatan menarik dan memikat,
gimana caranya aku justru terpikat sama cewek lain?”
“Terus
kenapa kamu tenang dan acuh gak acuh pas kutanyain soal bikiniku!”
“Memang,
aku acuh gak acuh pas kamu nanyain itu. Tapi… tapi… gak mungkin aku bisa
langsung terus terang! Aku tadi itu terangsang dan jantungku juga berdebar gak
karuan, sampai-sampai aku gak bisa ngalihin pandanganku darimu! Gimana kalau
kamu malah nganggap aku orang mesum, gimana kalau misalnya kamu jadi benci sama
aku! Dan kamu juga, walau kamu bilang
kamu cinta sama aku, kamu bahkan gak mau megang tanganku selama sebulan
ini!”
“Aku
sama kayak Ikki! Gak mungkin ada cewek yang bisa ngomongin keinginannya secara
blak-blakan! Gimana kalau kamu ngira aku cewek murahan dan ngecewain kamu!”
“Terus
kenapa kita bertengkar kayak gini—“
“Aku
gak tahu, aku gak ngerti apa-apa—“
Keduanya
saling berteriak tanpa menyadari kalau ada banyak orang di sekitar mereka.
“”……Huh?””
Di
waktu yang bersamaan, mereka menyadari kalau perdebatan mereka menjadi sesuatu
yang bodoh.
“A-Ah,
permisi, mbak-mas. Ada tamu lain juga disini jadi kalau kalian gak keberatan,
bisa bawa pertengkaran kekasih… atau mesra-mesraan, aku gak yakin yang mana, ke
suatu tempat yang gak banyak orang?”
““——!!!“”
Mereka
menjadi tontonan para pengunjung, dan tersipu sampai telinga mereka memerah.
Saat mereka memandang sekitar, yang bisa mereka lihat hanyalah tatapan yang
terarah kepada mereka, seolah mereka sedang diawasi oleh hewan yang ingin tahu.
“M-Maaf!”
“Kami
permisi-!”
Mereka
melesat menuju kolam anak-anak sejauh 50 meter, seolah melarikan diri dari
paparazzi.
Tidak
ada siapa-siapa selain Ikki dan Stella disana. Bahkan juga tidak ada anak-anak
disana, karena ini belum musim renang. Mereka memasuki air mancur berbentuk
payung yang berada di jantung kolam. Air yang mengalir bertindak seperti tirai
jadi bagian interiornya tidak terlihat dari luar, dan juga dibantu dengan suara
air yang menenggelamkan suara mereka.
Hanya
mereka yang tahu apa yang terjadi disana. Itu tempat yang terisolasi, dan
itulah kenapa…
“Ikki,
tolong jangan liat kesini sekarang…”
“Okay.
Aku juga gak mau mukaku dilihat sekarang, jadi baiklah…”
Untuk
beberapa alasan, mereka merasa sangati tidak nyaman. Itu bagus mereka melarikan
diri bersama dan juga, sekarang mereka menyadari adu argumen mereka tadi itu benar-benar bodoh, yang membuat
mereka sulit menatap satu sama lain.
…Meskipun
demikian—
“Hey…
Stella.”
“...
What?”
“…
Kita berdua, haruskah ngungkapin hal yang paling diinginkan?”
“…’Kay.”
Sebelumnya,
itu adalah pertengkaran bodoh, tapi bukan berarti itu tidak berarti.
“”Aku
mau ciuman.””
Karena
mereka menyadari kalau orang yang mereka cintai juga sangat mencintai mereka.
Untuk sesaat, mereka berdua sedikit terkejut, tapi mereka memandang satu sama
lain. Itu tidak lagi memalukan, dan mereka tidak memalingkan mata.
*Pikun*
Dan
tubuh Stella menegang. Pipi lembutnya dan bulu mata panjangnya diwarnai sedikit
kegelisahan. Namun dia tidak melarikan diri. Dia mempercayakan dirinya kepada
Ikki. Dan itu membuatnya bahagia, dan merasa sangat dicintai…
Di
balik tirai dan suara air yang menciprat, bibir Ikki menekan bibir Stella.
Menekan… itu tidak cukup tepat, itu hanya berada pada tingkat dimana keduanya
saling bersentuhan.
Namun
rasanya lidah mereka seperti terbakar.
Tentu
saja. Karena sedikit kecupan pada bibir biasanya dilakukan oleh teman dan
keluarga, tapi tetap saja mereka tidak melakukan ciuman mulut ke mulut. Dengan
kata lain, hubungan mereka menjadi lebih solid dan jelas daripada sebelumnya.
Mereka membuktikan kalau kata-kata yang mereka katakan tidak hanya sekedar
kata-kata. Itu adalah bukti nyata pertama sebagai sepasang kekasih sejati.
“…Hey,
Ikki.”
“Apa?”
“…Ikki,
apa kamu gak suka cewek nakal yang minta dicium?”
“Gak
ada cowok yang gak suka cewek kayak gitu. Malahan, apa Stella ngebenci cowok
yang ngeliatin kamu dengan mata mesum?”
“Aku
benci mereka! Ikki doang yang boleh…”
Sekali
lagi mereka maju selangkah, tanpa ada keraguan lagi. Ciuman mereka yang kedua
lebih lama, dan lebih bergairah daripada yang pertama.
“Nn…”
Itu
berada pada tingkat yang bisa disebut ciuman orang dewasa, tapi dengan nafsu mereka
yang hanya diperuntukkan kepada orang mereka cintai.
…Dan
jadi, terlepas dari segala kebingungan, hari itu menjadi hari yang tak
terlupakan untuk mereka berdua.
Bagian 6
Ketika
mereka meninggalkan kolam, matahari telah terbenam. Ketiganya telah merasa
lapar, jadi mereka memutuskan untuk makan malam di kota sebelum kembali ke
asrama. Ikki bertanya kepada kedua gadis itu apakah mereka ingin makan sesuatu
yang spesial, tapi mereka tidak memiliki preferensi jadi dia membimbing mereka
ke restoran kelurga terdekat.
Disana,
ketiganya memesan yang mereka inginkan. Ikki memesan semangkok mie tepung
terigu, Ayase memesan seset makanan ringan, dan untuk Stella, dia memesan empat
macam lauk panggang dan tiga steak.
“V-Vermillion-san
punya nafsu makan yang luar biasa.”
“…Mau
diapain. Soalnya kalau aku gak makan sebanyak ini, tubuhku nantinya gak mau
gerak.”
“Meskipun
kamu makan sebanyak itu… kenapa kamu punya figur tubuh yang bagus? Untuk suatu
alasan, aku jadi ngerasa gak nyaman.”
Stella,
yang sadar kalau dia makan terlalu banyak, sedikit tersipu, merasa malu. Tapi
tangannya tidak berhenti.
Dia
mengunyah dan menelan makanan berkalori ekstra tingginya. Yah, untuk seseorang
dengan kekuatan sebanyak itu, Dia membutuhkan bahan bakar dalam kadar cukup.
Melihat itu, Ayase tersenyum.
“Untuk
beberapa alasan, Vermillion-san gak begitu kelihatan kayak tuan putri.”
“Huh?
Maksudmu apaan?” kata Stella sambil terus mengunyah.
“Aku
gak bermaksud nyinggung kamu tahu. Kayak barusan ini, kamu enak diajak ngobrol,
dan caramu makan gak beda jauh dari kita.”
“Yah,
aku sudah diajarin table manners, tapi ini bukan tempat untuk nerapinnya, kan?”
Stella
mengamati keadaan di dalam restoran yang ramai. Suara berdenting dari peralatan
makan, suara para pelanggan dan pelayan yang keluar masuk, suara anak kecil
menangis, suara melengking tawa siswa-siswi SMA, semuanya bercampur menjadi
satu. Di tempat seperti itu, jika dia menjadi satu-satunya yang bersikap elegan
dengan tata krama meja, justru dia yang akan dianggap aneh.
“Kamu
harus tahu gimana harus bersikap
tergantung waktu dan tempat. Sama juga kayak ilmu pedang.”
“Ahaha,
itu nyucuk loh.”
Ayase
tersenyum ceria meskipun ketidakberpengalamannya yang disindir.
“Hari
ini… tidak hari ini terlalu produktif . Sejak aku berlatih dengan Kurogane-kun,
aku selalu nemu hal baru…. Tapi tetap aja pengalamanku masih belum cukup buat
belajar teknik rahasianya ayahku, tapi aku ngerasa semakin dekat dengannya
sekarang. Aku gak bisa ngungkapin betapa berterima kasihnya aku ke padamu.”
“Itu
semua karena kerja kerasnya Ayatsuji-san sendiri. Lagian, kupikir kamu bakal
nyelesaiin masalah itu segera, dan nguasain teknik rahasia itu. Semua yang
kulakuin itu cuman ngasih sedikit dorongan, jadi kakak jangan terlalu rendah
hati.”
“Enggak…
yang sudah kupelajarin, buat aku, itu ngebantu banget.”
“Apa
itu karena kakak juga tampil sebagai perwakilan Sekolah di pertandingan
seleksi?”
“Yeah.
Aku sudah kelas tiga. Ini kesempatan terakhirku di Sword-Art Festival. Makanya
aku harus menang, gimanapun caranya. Aku harus masuk ke Festivalnya, dan aku
harus ngerebut kembali hal yang penting buatku. Makanya aku butuh kekuatan.”
…Hmm?
Di
kedalaman mata Ayase, Ikki merasakan perasaan yang dalam. Itu adalah kemarahan…
dan tidak hanya kemarahan normal, malah mendekati niat membunuh, kebencian yang
kuat.
——Apa
yang begitu mendorongnya sampai-sampai dia…
“Hahaha,
lihat ini. Kupikir kamu kelihatan familiar jadi aku penasaran, ternyata bener
kalau kamu itu Ayase.”
Untuk
sesaat, Ayase terperanjat. Di arah dia melihat, berdiri seorang pria kira-kira
setinggi 180 cm dengan rambut urakan yang diwarnai dan mata sanpaku[1]
tersembunyi di belakang naungan. Meskipun ini adalah area tidak boleh merokok,
dia sedang menghisap rokok dan mengenakan mantel mencolok yang berlebihan. Dari
dada telanjangnya, dapat terlihat sebuah tato tengkorak tertawa, dan kedatangan
mereka mempengaruhi pelanggan sekitar.
Melihat
ciri-ciri ini, Ikki menyadari jika dia bukan orang baik-baik. Dia adalah
anggota preman-preman kasar yang Ikki lihat ketika dia memasuki toko.
“Belakangan
ini aku gak pernah ngeliat kamu jadi aku penasaran kamu kenapa, tapi aku gak
nyangka kita malah ketemu disini. Haha, kebetulan banget, kan.”
“Hey
Kuraudo, kamu ngomong apaan?”
“Ke
Arcade kuy.”
“Huh!
Hey, Ayase-chan. Lama gak ketemu—“
“Aku
khawatir karena kamu gak main ke tempatku akhir-akhir ini! Gyahaha.”
Sekitar
sepuluh pria tampak seperti penjahat datang dan berkumpul di meja Ikki di
belakang pria bertato tengkorak. Tampak seperti mereka berkenalan dengan Ayase,
tapi Ayase bahkan tidak mau melihat mereka… Dia hanya menggigit bibir bawahnya
sekeras mungkin seolah dia dirasuki sesuatu.
Melihatnya
seperti itu, Ikki memutuskan untuk bertindak.
“Maaf
tapi apa kalian bisa pergi? Temanku kayaknya ngerasa terganggu.”
“Huh!?
Memangnya kamu siapa!?”
“Ngomong
apa kamu bangsat? Kubunuh kamu!”
Meskipun
mereka menang jumlah, Ikki tidak peduli. Ikki tahu hanya ada satu pria yang
pantas dilawan. Dia melihat ke arah pria bertato tengkorak bernama Kuraudo.
Setelah
dia melakukan itu, Kuraudo menanyakan pertanyaan aneh kepadanya sambil
mengerling.
“…Kamu,
Kamu pendekar pedang?”
“Kamu
tahu?”
“Hah,
mungkin. Soalnya kamu punya semacam aura aneh.”
Sambil
mengatakan itu, dia mengangkat botol bir dan gelas kaca dari meja.
“Maaf
soal ini bro, nganggu kamu pas lagi makan. Aku cuman kesini buat nyapa karena
aku ngeliat orang yang kukenal.”
Dia
menuangkan bir dan menaruhnya di depan Ikki.
“Maafin
aku, jadi tolong terima, ya.”
“Ah,
okelah kalau gitu.”
Dia
ingin mengatakan jika itu bukan bir milik Kuraudo, tapi itu tidak akan bijak
bersikap agresif kepadanya. Ikki mengulurkan tangan untuk menerima bir yang
Kuraudo tawarkan.
“Ikki!”
“Kurogane-kun!”
Si
kepala-tengkorak menghantamkan bir itu ke bagian belakang kepala Ikki.
Bagian 7
Pelanggan
yang lain mendadak menjerit. Botol itu dihantamkan dan pecahan-pecahannya
berterbangan. Botol itu baru saja dihantamkan ke kepala Ikki dengan kekuatan
yang keras sampai-sampai mampu membengkokan dan membelah meja.
“HAHA!
Seorang pendekar pedang gak boleh lengah tolol!”
“AHAHA,
mantap!”
“Seperti
yang diharapkan dari Kuraudo-san, rasain tuh bangsat!”
“Jangan
bangun dan lihat aja!”
Terhadap
kekerasan yang dilakukan oleh pria bertato tengkorak, kroco-kroconya menyoraki
perbuatannya.
“Makasih,
makasih. Kamu lihat, aku suka ngancurin pendekar pedang bangsat kayak kamu
sampai berkeping-keping. Sekarang, ayo kita lakuin ini. Kamu juga punya ‘kan?
Device!”
Pria
itu mengeluarkan nodachi[2[ berwarna putih tulang berkilau yang berbentuk
seperti gergaji. Itu adalah Device-nya.
“Bajingan
ini! Kuharap kamu siap dibakar menjadi abu.”
Melihat
Ikki terluka, api yang berpijar segera menyala di rambut Stella yang membara
selagi dia meluapkan kemarahannya. Dia hendak mengeluarkan Leavateinn-nya.
Namun—
“Berhenti,
Stella.”
Dia
dihentikan oleh Ikki. Ikki berdiri seolah tidak ada yang terjadi.
“…Gak
perlu ada perkelahian. Lagian tangannya sedikit terpeleset doang.”
Dia
berkata kepada Stella dengan sebuah senyuman sementara darah menetes di
dahinya.
“K-Kamu
ngomong apaan!?”
“Dan
aku sedikit tergores dan ngebuat bajuku basah. Gak perlu ada keributan, ya.”
Ikki
mengendalikan Stella sambil mengatakan itu. Jika dia mengeluarkan Device-nya
dan memulai pertarungan, itu tidak akan berakhir dengan hanya didispen. Itu
jelas akan membuatnya dikeluarkan. Itulah kenapa Ikki menghentikannya. Namun…
“””BU-BUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA—HAHAH—HAHAHAHA!!!”””
Kelihatannya
rekan-rekan si pria bertato mengira tindakannya pengecut dan mulai menghinanya
dengan menudingnya.
“Hey, hey, hey, yang benar aja! Dia gak
ngebalas padahal kepalanya habis dipukul!”
“Yah
aku tahu Kuraudo-san itu seram, tapi itu cupu banget.”
“Kyahahaha,
jangan lagi, aduh ngakak, payah banget~”
“Haha!
Ini mengejutkan. Dia ini penakut padahal dia seorang pendekar pedang. Cowok
macam apa dia ini?”
Pria
bertato tengkorak menghujat Ikki dengan hinaan dan tawa terbahak-bahak. Namun
Ikki tidak membalasnya dan hanya menunjukkan senyum membosankan. Melihat itu,
Kuraudo meludah.
“-!”
Karena
itu, kemarahan Stella memuncak kembali tapi Ikki segera menenangkannya. Bahkan
dengan perlakuan seperti itu, Ikki tetap sabar, jadi pria bertato tengkorak
menunjukkan senyum membosankan.
“Hah,
ini bosenin. Kalau aku ngelawan pengecut kayak kamu, itu malah jadi
kekalahanku. Ayo semua, kita pergi.”
Mengatakan
itu, dia menuju pintu keluar.
“Dadah,
pengecut!”
“Ini
bagus ‘kan? Kuraudo gak ngebully orang lemah.”
“Betul
tuh, betul. Kamu harusnya bersyukur karena kamu lemah. Ahahaha.”
Setelah
mereka pergi, seorang pria yang kelihatannya manajer restoran berlari
menghampiri Ikki. Dia membungkuk ke Ikki seraya berkeringat gila-gilaan.
“Aku
minta maaf pelanggan terhormat. Kamu tidak apa-pa? Apa perlu kupanggilkan
ambulan?”
“Aaa,
aku gak pa-pa kok. Malah, apa kalian punya kotak P3K? Aku perlu ngerbersihin
ini jadi boleh aku pinjam?”
“Y-Ya.
Tolong tunggu sebentar.”
Ditanyakan
oleh Ikki, si manajar langsung membawakan kotak P3K dari ruangan kru. Para
pekerja yang lain berusaha menenangkan para pelanggan. Untuk saat ini, situasi
ini telah ditangani dengan keributan minimal. Ikki mengonfirmasi itu sambil
menyeka ludah di wajahnya.
“…
Anu, mukamu lebih merah dari yang sebelumnya, Stella.”
Ikki
memberitahu Stella, yang mengembungkan pipinya seperti balon.
“Jelaslah
aku marah! Dikata-katain sama sampah itu! Dan Ikki, kamu sengaja gak ngindar
dari bir itu, kan? Alasannya apa?”
“Kalau
aku salah nanganinnya, dia mungkin bakal jadi lebih marah… dan aku gak mungkin
bisa memulai pertarungan di tempat kayak gini, ‘kan?”
“Yah…
itu ada benarnya tapi… Ikki bisa ngurus sampah itu bahkan tanpa makai Intetsu
‘kan?”
“Sekarang,
aku ragu soal itu.”
“Maksudmu?”
“Cowok
bertato tengkorak itu lumayan kuat loh. Seorang musuh yang kuat dilawan dengan
tangan kosong.”
“Yah,
memang itu bakal sulit. Lagian di Festival tahun lalu, dia itu ditetapkan
sebagai peringkat delapan terbaik♪.”
Ikki
dan Stella syok saat seorang anak laki-laki dengan suara gemilang tiba-tiba
masuk ke dalam percakapan mereka.
Kenapa
mereka sangat terkejut? Itu karena pemiliki suara itu muncul dari meja dengan
pecahan piring yang berserakan tanpa hawa kehadiran atau bayangan, hampir
seperti film lain yang tiba-tiba tayang di film yang sedang diputar.
Rambut
berwarna sliver samar-samar dan mata emas tanpa adanya tanda-tanda cahaya. Anak
laki-laki itu berbicara kepada Ikki dengan sebuah senyum kaku yang cocok dengan
wajahnya.
“Ahaha
✩Iyaa~
benar-benar malapetaka, benar-benar bencana! Sial banget kalian ketemu kartu
asnya Akademi Donrou, si ‘Sword Eater’ Kurashiki Kuraudo, seorang anjing
pemburu yang melahap siapa saja yang ada di depannya… Tapi keputusanmu tepat,
Worst One.”
“Kusukusu…
Eeh, iya. Kamu benar.”
Di
momen berikutnya, ada orang lain lagi muncul, tapi yang satu ini memiliki
sebuah aura yang sangat mencolok. Meskipun berada di dalam restoran, dia
membawa sebuah payung, dan mengenakan sebuah topi dengan lubang yang kebesaran.
Mata wanita itu tidak dapat terlihat karena tertutup topi itu, tapi garis
dagunya dapat terlihat jelas dan rambut pirang berkilaunya, sosoknya tampak
aneh. Dia mengenakan sebuah gaun seputih bola mota, seperti wanita terhormat,
yang terlihat mencolok di mata mereka.
Meskipun
dia memiliki sosok yang putih bersih, baik Ikki dan Stella
Dan
kenapa bisa begitu? Ikki mengetahui jawabannya. Dalam kehadirannya, merasakan perasaan jijik yang tak
terdandingi. Apa yang dikenakannya adalah pakaian serba putih, meskipun
demikian, kehadirannya untuk sesaat, berbau seperti darah segar.
Dan
kenapa bisa begitu? Ikki mengetahui jawabannya. Dalam kehadirannya, ada tabir
berbau darah yang mungkin disembunyikan olehnya sebanyak parfum yang dia
gunakan…. Tidak ada kesalahan, orang ini pembawa masalah.
“Kalau
kalian mau ngebalas dia, maka disini, saat ini juga, kami gak punya pilihan
selain menahan kalian.”
Wanita
berpakaian putih dengan bau kematian dan darah membalas dengan bahasa jepang
yang aneh sehingga hampir seolah dia sedang bernyanyi. Itu sangat tidak menyenangkan bagi Stella yang telah
menurunkan pertahanannya. Kemudian, dia bertanya kepada Ikki dengan suara
kecil—
“Ikki,
orang-orang ini siapa? …Apa mereka sebenarnya?”
“Wakil
presiden dewan siswa Akademi Hagun, Misogi Utakata-san, dan bendahara
Toutokubara Kanata-san.”
“Toutokubara!
Kamu…?”
Itu
adalah nama yang sering Stella dengar dari rumor-rumor yang beredar.
Toutokubara
Kanata, alias ‘Scharlach Frau’. Dia menempati urutan kedua dalam peringkat
Sekolah dan merupakan seorang kesatria Rank B. Sambil menjadi seorang siswi,
dia dipanggil di bawah perintah dan diizinkan untuk bertarung dalam pertarungan
sebenarnya. Dia memegang rekor menghancurkan banyak organisasi dan basis
tentara pemberontak. Dia jelas murid superior sekaligus kesatria dengan pengalaman
pertarungan nyata.
“Kayaknya
gak perlu deh ngenalin diri kita… tapi tetap aja, cara Kurogane-kun nanganin
situasi itu terlalu brilian. Sword Eater itu orang yang nyerang murid-murid
dari Sekolah lain tanpa peringatan, dan keliling kota buat ngancurin dojo-dojo
yang dia temuin. Dalam beberapa kasus, dia juga suka nyari masalah. Sekali
lagi, kami ngucapin terima kasih kepadamu. Kelihatanya kami terlalu ngeremehin
kamu.”
“Kelihatannya
bukan karena kebetulan Renren kalah dari kamu. Kemampuanmu yang ngeliat
karakter seseorang dalam pertarungan, sama kayak yang Yaksha-hime bilang. Kita
perlu lebih mempertegas pengakuan kami padamu.”
“Ahaha.
Jelas… Oke, tolong tunjukkin lukamu. Biar kuobatin.”
“Gak
usah, aku gak mau ngerepotin.”
“Gak
pa-pa, gak pa-pa♪. Serahin sama seniormu ini. Rasa sakit, rasa sakit
pergilah~!”
Seraya
mengatakan itu, Utakata menyentuh luka Ikki.
“Okay,
dah sembuh.”
Kulit
yang robek dan pendarahan dalam langsung sembuh seketika.
“Ap—!“
Ikki
sangat terkejut.
Memang,
lukanya dangkal. Dia tidak menghindar dan itu menyebabkan kerusakan yang besar,
tapi beruntung itu tidak menyentuh sum-sum tulangnya. Itu bisa disebut luka
dari ‘kekerasan’. Bahkan Shizuku, yang memiliki kendali sihir Rank-A, akan
memerlukan waktu lebih banyak untuk menyembuhkannya.
Misogi
Utakata, nama panggilan ‘Fifty Fifity’. Sebenarnya apa kemampuannya? Yang jelas
itu sesuatu yang abnormal. Namun…
“Ahaha,
jangan natap aku dengan ekspresi seram gitu dong. Lagian aku gak masuk
pertandingan seleksi loh.”
“Ah, maaf. Padahal kamu sudah nyembuhin aku,
tapi sikapku malah kurang ajar.”
“Ahaha.
Gak pa-pa kok. Justru itu yang ngebikin kamu seorang kesatria. Oke, karena kita
udah selesai nyembuhin kamu kami bakal pergi sekarang. Kuy, Kanata.”
“Baik,
wakil presiden.”
“Kalian
juga. Jangan keluyuran malam-malam, ya.”
Dan
dengan itu, Misogi Utakata dan Toutokubara Kanta pergi.
Dengan
kepergian mereka, Ikki menghela nafas, merasakan rasa kelelahan melandanya
selagi langit menjadi senja di luar jendela.
…
Bencana di hari senja… frasa yang cocok, ya.
Mereka
bertemu dengan orang terkenal hari demi hari. Meskipun demikian, dia tidak bisa
menghilangkan aura mereka yang baru saja pergi. Bagi Ikki, ada hal yang lebih
penting yang membuatnya tertarik.
“…Hey,
Ayatsuji-san.”
“!”
Ayase
mungkin menyadari jika itu akan menjadi percakapan. Dia memalingkan matanya
dengan ekspresi tidak menyenangkan. Namun, Ikki tetap menanyainya.
“Sebenarnya
apa hubunganmu sama orang-orang tadi.”
Kelompok
lain mengetahui namanya. Ayase bukanlah seseorang terkenal yang muncul di
media. Itu berarti mereka memiliki hubungan pribadi. Namun dari tatapannya, itu
bukanlah hubungan yang baik Itu jelas sekali setelah melihat tatapan tersebut.
Jadi—
“Gak
usah kamu jawab kalau kamu memang gak mau. Tapi… pas mereka manggil kamu, Ayatsuji-san
tingkahnya aneh banget. Kalau kamu terlibat dalam suatu masalah dengan
orang-orang itu, aku bakal ngebantu.”
Sebagai
seorang teman, Ikki berada dalam posisi untuk menolongnya. Mendengar Ikki
mengatakan itu, ekspresinya sedikit melembut dan mencoba untuk membalas.
“…Itu…”
Pada
momen itu, datapad murid berbunyi, menandakan ada sebuah pesan yang baru saja
masuk. Suara itu berasal dari saku Ayase dan Ikki secara bersamaan. Ikki
penasaran siapa yang mengirimnya. Ternyata itu dari komite eksekutif pertandingan
seleksi.
…
Perasaannya tidak enak. Ketakutan terbesarnya dikonfirmasi setelah dia membaca
pesan tersebut.
“Lawan
pertandingan seleksi kesepuluh bagi kontestan Kurogane Ikki telah ditentukan:
tahun ketiga kelas satu kontestan Ayatsuji Ayase.”
…
Waktu yang tepat sekali.
Tentu
saja, pesan yang diterima Ayase juga sama. Melihat ke arahnya, Ikki dapat
merasakan darah mengalir dari wajahnya.
“Ini,
a-ah, maaf! Teman sekamarku, a-aku dapat pesan dari teman sekamarku yang nyuruh
aku balik secepatnya. Aku permisi, ya.”
Wajahnya
menjadi pucat. Apa yang dikatakannya adalah kebohongan. Itu adalah notifikasi
pertandingan, dan itu membuat suasana menjadi canggung.
“Yeah,
kalau gitu sampai jumpa besok.”
Menebak
itu, Ikki tidak menahan Ayase. Dia penasaran mengenai hubungan antara Ayase
dengan Kuraudo, tapi itu bukanlah sesuatu yang harus dibahas dengan Ayase
sekarang. Perasaan canggung ini tidak kunjung surut, dan dia bisa bertanya
mengenai hal itu nanti.
“…Yeah…
besok, ya.”
Mengambil
barang-barangnya dari meja, Ayase pergi dengan tergesa-gesa, seolah dia sedang
melarikan diri dari Ikki dan Ayase.
“Sikapnya
aneh. Memangnya ada apa?”
Ikki
menunjukkan pesan itu kepada Stella yang tidak memahami situasinya.
“…Yah
sayang banget…”
“Ini
mungkin yang disebut ironi takdir. Kalau aku punya pilihan, aku gak mau
ngelawan dia.”
“Btw,
dia pernah bilang kalau dia ikut bertanding karena pingin ngerebut sesuatu yang
penting baginya, kan?”
“Yeah.”
“Kamu
gak bakal kalah dengan sengaja ‘kan?”
“Apa
aku kelihatan kayak orang yang kayak gitu?”
Stella
menatapnya perlahan untuk mencari jawaban.
“Enggak.
Maaf, pertanyaanku itu bodoh banget.”
Itu
benar. Ikki tidak akan melakukan itu. Meskipun lawan yang dihadapinya adalah
Stella, atau Shizuku atau seseorang yang dekat dengannya, dia akan bertarung
dengan adil. Itu adalah kode etik seorang kesatria. Namun pada akhirnya, dia
lebih suka menghindari pertarungan dengan Ayase.
…Dia
bilang akan menemuinya besok, Ayatsuji-san kemungkinan besar tidak akan muncul
untuk latihan sementara waktu.
Tebakannya
akurat. Sejak hari itu, Ayase tidak pernah lagi datang menemui Ikki.
Bagian 8
“Tapi
beneran, tuh orang lumayan juga, ya.”
“Haha,
kayaknya itu yang kita sebut serangga lemah.”
“Dia
tetap nahan diri padahal sudah dikata-katain, pa~yah.”
“Itu
gak benar, Misato. Gak sok jagoan dengan Kuraudo-san itu hal bijak untuk
dilakuin, ‘kan?”
“Kuhaha.
Benar, benar. Itu hal natural bagi seseorang ngindarin pertarungan yang gak
bisa mereka menangin.”
Di
tempat yang tampak seperti markas mereka, sekelompok geng pemuda menyerapah
sambil menghisap rokok. Topiknya? Pemandangan memalukan seorang pria yang
mereka lihat di restoran keluarga.
“…Haha,
kalian pikir gitu?”
Tidak
jauh dari mereka, Kuraudo sedang meminum alkohol sambil menatap sinar bulan
yang menyelip dari celah atap.
“Iya
dong. Si cowok cupu itu kicep pas berhadapan sama kamu Kuraudo.”
“Betul
tuh. Dia pengecut, dia bahkan gak pantas jadi lawan. Mungkin aku aja bisa
ngalahin dia dengan satu tanganku diikat di belakang.”
“Gyahaha.”
Mereka
lanjut tertawa terbahak-bahak.
“Haha.”
Melihat
mereka seperti itu, Kuraudo sekali lagi mendongak ke arah bulan.
…Bodoh.
Kalian tidak tahu apa-apa.
Dia
masih mengingat tatapan Ikki kepadanya. Tidak ada tanda-tanda rasa takut atau
gugup disana. Yang ada hanyalah ketenangan seperti air mengalir. Cara dia
menangani situasi itu dengan masalah minimal adalah satu-satunya hal yang Ikki
pikirkan. Fakta dia menerima serangan Kuraudo itu adalah bagian dari
rencananya. Dia adalah tipe orang dengan aura yang luar biasa. Tidaklah mungkin dia tidak bisa menghindari serangan dadakan
itu dengan refleknya.
“Si
bangsat itu. Padahal dia udah kuprovokasi kayak tadi dia masih diam aja.
Hahaha.”
Yah,
itu tidak masalah. Seorang sepertinya jelas tidak akan kesulitan mencapai Seven
Stars Sword-Festival.
Akan
kuhancurkan bajingan itu, tunggu saja.
Kuraudo
menenggak alkoholnya, sementara jantungnya berdegup kencang sebagai antisipasi
terhadap perlawanan yang akan datang dari seseorang yang berbahaya sekaligus
kuat yang sudah lama tidak dia jumpai.
Bagian 9
Saat
itu sudah tiga hari Ayase tidak berlatih bersama mereka lagi. Dia bahkan tidak
muncul meskipun di keesokan harinya dia akan bertanding. Terhadap fakta itu,
Stella menghela nafas bosan.
“Ujung-ujungnya,
dia tetap gak datang-datang…”
“Astaga.
Bukannya itu bagus bagi Stella-san? Sebelumnya kamu cemburu sama Kak Ayatsuji
gara-gara dia ngegangguin waktu luangnya Onii-sama terus ‘kan?”
“…Diam.
Ini adalah ini dan itu adalah itu. Pas dia gak disini, aku kayak ngerasa sepi
gitu.”
“Kamu
ini orangnya egois, ya… tapi mungkin itu salah kelebihanmu.”
“Kamu
ngomong sesuatu?”
“Kakimu
gemuk.”
“MANA
ADA!”
Ikki
memandang Stella dan adiknya yang sedang mengobrolkan hal-hal yang biasa mereka
bahas sambil bertanya-tanya apakah sebenarnya hubungan mereka baik atau buruk.
Dia membawa Notebooknya di tangannya.
Arisuin
menghampiri Ikki.
“Dia
belum ada ngubungin sama sekali?”
“…Iya.”
“Beneran?””
Ikki
mendongak dan melihat ke arah Arisuin. Arisuin memasang senyuman menenangkannya
yang biasa, tapi matanya tampak seperti dia sedang mencari-cari sesuatu.
“…Kenapa
kamu jadi ragu?”
“Apa
alasan karena aku kuatir cukup? Aku gak ngerti beberapa hal tapi Ayase-san
cukup jelas soal cara-cara dia buat mencapai tujuannya. Makanya dia bilang dia
mesti tampil di Festival. Makanya juga dia gak boleh kalah dalam pertandingan
ngelawan Ikki besok.”
Jumlah
peserta yang akan terpilih di festival adalah sebanyak enam orang. Menurut guru
homeroom mereka Oreki-sensei, setiap murid akan mendapat kira-kira 12
pertandingan. Dengan demikian, mereka baru bisa lolos jika mereka menang
beruntun sepanjang 12 pertandingan itu. Dengan kata lain, akan lebih baik
beranggapan bahwa jika satu kekalahan saja akan menutup kans mereka.
“Tapi
dalam pertarungan normal, dia itu susah kalau mau menang. Ya Jelas. Perbedaan
dalam kekuatannya itu jauh banget. Dia tahu yang terbaik, sudah diajarin sama
kamu. Makanya sebelum itu, dia pasti bakalan nyiapin rencana supaya bisa
menang. Apa aku salah?”
“Intuisi
Alice benar-benar tajam, ya.”
Ikki
mengangkat bahu, dan menyerahkan Notebooknya kepada Arisuin. Ada sebuah pesan
masuk yang ditampilkan disana. Pengirimnya, Ayatsuji Ayase.
[Ada
yang mau kuomongin sama Kurogane-kun. Aku mau minjam kekuatanmu. Besok jam 3
pagi. Temui aku di atap bangunan utama Sekolah.”
“Aku
nerima ini tadi pagi.”
“Kayaknya
jebakan… menurutku.”
“Ahaha…
jelaslah. Tapi ini bukan jebakan.”
“Kamu
yakin?”
“Soalnya
aku percaya sama dia. Ayatsuji-san gak mungkin ngelakuin suatu hal yang licik.
Aku baru ngelatih dia beberapa hari, tapi aku sudah ngenal dia kira-kira sampai
titik itu.”
Bagi
Ikki, Ayase hanyalah seseorang yang terlalu serius, pekerja keras, dan orang
yang jujur. Selain itu—
“Dia
bilang dia suka tanganku.”
Dia
mengatakan itu kepada orang yang tangannya seperti tangan buruh, kasar dan
tangguh. Dia, yang bisa menghormati kerja keras orang lain sampai sejauh itu,
tentu tidak akan melakukan sesuatu yang lcik dalam sebuah pertandingan antar
sesama kesatria.
“Makanya
aku harus ketemu sama dia.”
Ayase
adalah seorang teman yang penting. Dan temannya ingin berkonsultasi dengannya.
Dia tidak mungkin bisa menolak itu. Ikki menegaskannya. Termasuk juga Arisuin—
“Kamu
menyilaukan.”
Sambil
tersenyum pahit, Arisuin mengulurkan tangannya ke arah Ikki, yang sangat dekat
dengannya…. Namun matanya menyiratkan jika Ikki sangat jauh, seolah tangannya
tidak bisa mencapainya.
“Menyilaukan?”
“Ya, banget. Sampai ke titik ngebuat aku
cemburu. Orang kayak Stella-chan dan Shizuku yang bisa cinta dengan seseorang
sepenuh hati, dan Ikki yang bisa percaya sama seseorang dengan jujur… Ngeliat
kalian, ngingatin betapa buruknya aku ini. Kalau aku, aku gak bisa percaya sama
seseorang segampang itu.”
Namun
setelah itu, Arisuin membuat ekspresi serius tidak seperti biasanya dan
memberikan Ikki beberapa saran.
“Tapi
karena itu aku sadar beberapa hal gak bisa dipercaya… Ini mungkin akunya yang
terlalu sok tahu tapi buat jaga-jaga, Ikki mesti punya tekad buat mutusin
hubungan dengan dia. Sebelum kamu ngelepas topeng manusia, kamu gak bakal tahu
kebohongan apa yang tersembuyi di baliknya. Kalau kamu nanganin situasi dengan
enteng, kamu mungkin gak bisa menangin pertandingan yang harusnya sudah pasti
bisa kamu menangin. Kayak yang terjadi sama The Hunter.”
“Sekarang
kalau kupikir-pikir, Alice juga yang yang ngasih aku saran sebelumnya, ‘kan?
Tapi tenang aja. Aku sudah memutuskan apa yang paling penting bagiku.”
Mengatakan
itu, Ikki mengerling kepada Stella yang masih berdebat dengan Shizuku.
“Aku
gak bermaksud buat ngancurin janjiku ke dia. Gak peduli apapun yang terjadi.”
“Fufu.
Kayaknya ini bukan sesuatu yang mesti kuatirin. Maaf ya, aku ngomong sesuatu
yang aneh.”
“Itu gak aneh…. Tapi soal kasusnya
Kirihara-kun, dan bahkan kali ini, aku benar-benar gak suka kalau seorang teman
dekatku yang selalu ngasih aku saran ngatain dirinya buruk. Bahkan kalau itu Alice, kamu sendiri.”
Untuk
sesaat, Arisuin menunjukkan eskpresi bermasalah. Namun dia segera
melenyapkannya.
“Fufu,
ngomong sesuatu yang keren kayak gitu… bisa-bisa aku jadi suka sama kamu loh.”
“Tolong,
gendermu itu satu-satunya yang lucu disini.”
Arisuin
membalas dengan pernyataan bodohnya, jadi Ikki membalasnya dengan cara yang
sama. Dia tidak mau memperpanjang obrolan ini lagi. Bahkan jika dia mencoba
bertanya lagi, Arisuin mungkiin tidak akan mau berbicara lagi. Itulah kenapa…
dia berkonsentrasi kepada hal terpenting saat ini.
Dia
melihat ke arah atap yang diselimuti warna merah matahari terbenam. Besok,
Ayase akan menunggunya disana.
Aku
penasaran apakah aku benar-benar bisa membantunya…?
Bagian 10
Sepuluh
menit sebelum waktu pertemuan, Ikki meninggalkan kamarnya, berhati-hati supaya
Stella tidak terbangun. Dia melintasi koridor tanpa membuat suara sedikitpun,
dan sampai di luar. Menggunakan cahaya rembulan sebagai pemandu, dia menuju ke
bangunan Sekolah. Selagi dia dalam perjalanan kesana, suara derap kakinya
menggema.
Biasanya,
tempat itu adalah tempat yang ramai, tapi sekarang, seperti kuburan, sangat sepi.
Ikki menuju ke atap, sambil berusaha melawan nuansa seram di sekitarnya yang
hampir membuatnya merinding.
Dia
menaiki anak tangga satu-persatu, dan akhirnya berdiri di depan pintu besi yang
menuju ke atap. Kemudian, dia
membukanya.
Desau
angin menyambutnya, dan dia bermandikan cahaya rembulan yang bersinar pucat.
Sebuah
adegan hambar terlintas di benaknya. Sebuah lantai beton dan pagar baja kokoh
yang merusak indahnya cakrawala malam. Sebuah pemandangan yang dingin.
Angin
berhembus, cahaya rembulan yang redup, meskipun ini baru awal musim panas, dia
menggigil. Dan di tengah-tengah pemandangan itu, dengan punggungnya
membelakangi pagar, adalah Ayatsuji Ayase yang memakai yukata.
“Hey,
aku gak pernah ngeliat kamu lagi sejak di kolam renang, Ayatsuji-san.”
“Yeah…
meski sebenarnya aku yang manggil kamu kesini, maaf soal itu.”
…Hmm?
Ayase,
yang memasang wajah minta maaf, tampak sedikit tidak nyaman dengan adanya Ikki
untuk sesaat.
Tatapannya
kepada Ikki tampak kering.
Seolah-olah
matanya adalah bola kaca palsu.
Dia
telah terbiasa dengan Ikki baru-baru ini, dan Ayase tidak harus memalingkan
matanya dalam setiap kesempatan sekarang. Namun hari itu di kolam renang, saat
Ikki mulai berbicara dengannya, tatapannya juga terasa kering. Yah, itu mungkin
hal yang alami bagi seseorang yang tidak pernah berbicara dengan lawan jenis.
Namun
untuk beberapa alasan, tatapan Ayase hari ini membuat Ikki tidak nyaman.
Apakah
dia tipe wanita yang bisa melihat lurus ke arahku dengan begitu tenang di malam
yang sepi?
…Namun
meskipun ini terasa tidak nyaman, ini hanya terasa sedikit saja. Jadi ini
bukanlah sesuatu yang membuat Ikki harus bertanya padanya maksud tatapannya.
Itu bukanlah alasan dia datang kesini hari ini.
“Santai
aja. Lagian habis pesan itu, keadaanya jadi terasa asam.”
“Yeah,
percuma aja ngomongin itu… dan juga, kamu datang sendirian, sesuai yang
kuminta. Makasih. Tapi apa benar-benar gak pa-pa kamu ninggalin cewekmu dan
datang kesini malam-malam begini?”
“Aah,
jadi kamu sadar, ya. Tolong jangan kasih tahu Stella soal ini. Bisa-bisa dia
ngebelah aku jadi dua kalau dia sampai tahu.”
“….Jadi,
apa yang mau kamu omongin?”
“—--“
Ayase
bungkam. Apakah dia ragu-ragu untuk bicara? Atau adakah alasan lain? Ikki tidak
bisa menebak alasannya, karena dia tidak bisa membaca Ayase dari bola matanya
yang hampir palsu.
Namun
tidak akan ada yang terjadi jika kesunyian berlanjut seperti ini.
“Kalau
kamu gak mau ngomong, boleh aku nanya sesuatu?”
Ikki
membuka mulutnya. Sedangkan Ayase tidak. Kali ini, dia menerima reaksinya
sebagai persetujuan dan bertanya sekali lagi.
“Ngelanjutin
dari obrolan terakhir kita, apa si Kuraudo yang ngambil sesuatu yang penting
bagi Ayatsuji-san?”
Ikki
melihat Ayase memicingkan mata.
“…Kenapa
kamu mikir begitu?”
“Cuma
nebak. Pas makan siang hari itu, pas Ayatsuji-san bilang ‘aku bakal ngambil
lagi hal yang penting bagiku’, kamu ngeluarin niat membunuh yang luar biasa.
Dan hal itu kamu lakuin lagi pas Kuraudo muncul.”
Ayase
menundukkan kepalanya seraya menggigit bibir. Ikki menyimpulkan jika Ayase
sedang melakukan kembali apa yang dia rasakan saat makan siang, niat membunuh.
“Dan
Ayatsuji-san bilang dia harus tampil di Festival kalau mau dapatin
keinginannya. Dengan kata lain, kamu harus ngelawan seseorang yang juga bakal
tampil disana. Sword Eater itu tahun lalu dapat peringkat delapan. Jadi selama
Donrou gak makai sistem unik kayak Hagun, dia otomatis sudah dapat tempat
disana. Dari dua poin ini, orang yang Ayatsuji-san mau lawan, itu seseorang
yang ngerebut sesuatu yang penting bagimu, dan orang itu si Sword Eater,
Kurashiki Kuraudo. Apa aku salah?”
Ikki
mencoba memastikan kecurigaannya. Dan—
“Fufu,
sesuai dugaanku. Kurogane-kun ngerti segalanya. Karena kamu sudah sampai sejauh
ini, aku ngerasa gak enak nyembunyiinya lagi.”
Tebakan
Ikki sangat akurat.
“Hey,
Kurogane-kun. Alasan aku manggil kamu kesini hari ini itu karena aku mau
nanyain sesuatu ke kamu.”
“…Nanyain
aku sesuatu?”
“Yeah.
Aku dengar ini dari Vermillion-san di kolam renang. Apa Kurogane-kun janji
bakal ngelawan dia di babak penentuan di festival?”
“Iya,
memang benar, itu kalau aku bisa sampai kesana.”
“Tapi
sebelum itu terjadi, Kurogane-kun bakal gimana kalau misalnya kamu ngelawan
seseorang yang jelas-jelas gak bisa kamu kalahin?”
“…?”
Ikki
tidak mengerti maksud pertanyaan itu. Kenapa Ayase ingin tahu mengenai dirinya
dan Stella? Namun tiba-tiba, dia mengerti jika pertanyaan itu juga berlaku
untuk Ayase sendiri. Bagi Ikki hal itu adalah janji, sedangkan bagi Ayase itu
untuk merebut kembali hal yang penting.
Meskipun
memiliki alasan yang bertentangan, tujuan mereka sama. Apa jangan-jangan dia
bertanya kepada orang lain untuk memastikan situasinya?
Ikki
tidak bisa memahaminya. Namun dia telah memutuskan membalasnya dengan—
“Aku
bakal bertarung dengan semua yang kupunya secara jujur dan adil.”
“Kalau
kamu kalah?”
“Kamu
gak bakal tahu sampai dicoba… Bahkan kalau seandainya aku kalah, aku gak bakal
berhenti sampai aku ngerahin semua yang aku punya.”
Dalam
pertandingan antara dia melawan The Hunter, Ikki hampir menyerah, tapi karena
Stella, dia bangkit kembali. Luka seperti apapun yang dia dapat dari
lawan-lawannya bisa disembuhkan. Itulah kenapa bahkan jika dia kalah, Ikki akan
bertarung dengan semua yang dia miliki; cukup sampai dia bisa membanggakan
dirinya sendiri. Ikki tidak akan pernah mengalami hal itu lagi. Akan tetapi—
“Kalau
aku sih gak mikir kayak gitu. Percuma bertarung dengan jujur dan adil kalau
ujung-ujungnya gak menang.”
Mengatakan
itu, Ikki menerima tatapan sedingin es dari Ayase.
“Eh..”
Sangat
tidak terduga mendengar hal itu dari Ayase. Ikki menelan ludah.
Dia
tidak… Ikki tidak mengira akan mendengar kata-kata seperti ‘apapun asalkan aku
menang’ dari Ayase.
…Kenapa,
kenapa dia begitu.
Ayase
yang Ikki kenal tidak akan mengatakan hal itu, jadi saat dia mendengar hal itu
dia tidak bisa membalasnya. Namun… bahkan jika dia tidak bisa membalas, dia
menyadari. Dibawah mata dingin Ayase, bibirnya
berputar menjadi senyum menghina. Sebuah ekspresi yang tidak pernah Ikki
kira akan muncul di wajah Ayase.
Saat
Ikki melihat ekspresinya, dua pertanyaan terlintas di pikirannya.
Apa
dia benar-benar Ayase? Atau, apa ini Ayase yang sebenarnya?
Dan
untuk membingungkan Ikki, Ayase membalasnya dengan nada mencela.
“Makanya
ini balasanku. Gak peduli apa yang harus kulakuin, akan kukalahkan lawanku.
Harus.”
Di
tangannya, dia memanifestasikan pedang merah terang Hizume.
Kemudian,
terdengar suara desingan pedang yang bergema di langit.
Bagian 11
“—!?”
Ikki
mempersiapkan diri setelah mendengar suara pedang tersebut. Tanpa ragu, Ayase
menggunakan suatu kemampuannya saat ini untuk memotong sesuatu.
…Namun
apa yang sebenarnya baru saja dia potong?
Ikki
meningkatkan tingkat kehatian-hatiannya sampai maksimal. Dia mengumpulkan
kesadarannya dan sebagai gantinya mematikan indra pendengaran dan mengurangi
indera penglihatannya sampai dia mengalami buta warna, untuk berkonsentrasi
terhadap situasi saat ini.
Dia
segera menyadari suatu keanehan.
Tepat
di depannya ada Ayase. Di belakangnya, pagar untuk suatu alasan telah runtuh. Kenapa?
Karena pengait pagar tersebut terpotong.
Tidak
ada suara. Jelas dia menggunakan suatu kemampuan.
Apa
motifnya? Apakah benar-benar bagi dia memotong pengait tersebut?
Ikki
yang bingung karena tidak mengetahui alasannya… didorong menuju kebingungan
lebih dalam karena apa yang terjadi berikutnya.
Untuk
suatu alasan, Ayase juga jatuh bersamaan dengan puing-puing pagar, jatuh dari
atap setinggi gedung empat lantai.
“Ap—“
Terkejut,
syok, tapi pikirannya masih mengalir.
Dia
tidak mengerti maksud tindakan Ayase. Apakah dia sengaja jatuh? Atau ada suatu
arti dibaliknya? Dia tidak mengerti. Namun, sekarang bukan waktu untuk
memikirkan hal-hal seperti itu.
Segera,
aura biru mengelilingi Ikki. Dia telah mengaktifkan Ittou Shura.
Dia
mendorong kekuatannya sampai batasnya. Dia melesat menuju pagar dan meraih
Ayase. Ikki, yang berada dalam mode Ittou Shura, dapat dengan mudah mendarat
meskipun dari ketinggian empat lantai. Namun dia tidak bisa menggunakan mode
itu lebih dari sekali, dan kekuatannya hanya berlangsung dalam waktu singkat.
Dia
berlari vertikal di dinding gedung Sekolah. Dia menangkap Ayase dan berhasil
menangkapnya.
“Sesuai
dugaanku.”
“K-Kamu,…
kamu ini bunuh diri ‘kah?”
“Iya.
Bukannya aku sudah bilang gak peduli apapun yang harus kulakuin, aku yang bakal
menang? Kalau jawaban Kurogane-kun sama kayak aku maka bakal berpikir
sebaliknya, tapi jelas, Kurogane-kun Cuma ‘sekedar’… Jadi aku terpaksa makai
kekerasan buat menang. Kurogane-kun ngalahin aku dalam ilmu pedang, dan dia
juga punya kartu as, Ittou Shura. Gak mungkin aku bisa menang ngelawan hal itu.
Jadi yang harus kulakuin itu tinggal ngebuang kartu as-mu itu. Kudengar kamu
bisa makainya sehari sekali doang. Dan tadi sudah kamu pakai. Pertandingannya dimulai
jam sepuluh. Kamu gak bakal pulih tepat waktu. Bahkan kalau aku gak bisa
ngalahin kamu dengan pedangku, sekarang kamu sudah gak punya Ittou Shura lagi,
jadi aku mungkin bisa ngalahin kamu dengan kemampuanku sebagai seorang
kesatria.”
Ikki
menggigit bibirnya terhadap penjelasan Ayase. Seperti yang dia katakan. Ittou
Shura adalah sebuah teknik yang mendorongnya sampai batasnya. Teknik itu akan
menggunakan kekuatannya, semua kuantitasnya sihir yang dia simpan. Untuk
mengatasi hal itu, yang harus Ayase lakukan hanyalah membuatnya menggunakan
sihir sebelum pertandingan. Dia tidak akan bisa menggunakannya lagi. Namun—
Apakah
aku salah… Apa aku gagal memahaminya?
Ikki
sungguh mengira Ayase adaah seorang pekerja keras jujur. Dia tidak mungkin
melakukan sesuatu yang akan menghancurkan kerja keras orang lain seperti ini.
Ayase yang bangga dengan ilmu pedang ayahnya, yang bahagia menjadi sedikit
lebih dekat dengan ajaran ayahnya, yang kadang-kadang bertingkah seperti
seorang anak kecil hanya dengan mempelajari sesuatu yang baru, apa semua itu
hanya pura-pura?
“…Pertama
kalinya aku ngeliat Ayatsuji-san, aku senang karena ada orang lain di Sekolah
ini selain aku yang sangat mengabdikan diri dalam ilmu pedang. Kupikir kita
bisa jadi teman.”
“Aku
berterima kasih banget sama bimbinganmu sampai sejauh ini. Bakal kupakai itu
untuk ngalahin Kurogane-kun.”
“Kukira
kamu bukan tipe orang yang bakal ngelakuin hal kayak gini.”
“Salahmu
karena berekspektasi padaku.”
“…!
Sword Eater mungkin udah ngambil sesuatu dari Ayatsuji-san. Tapi apa yang
Ayatsuji-san lakuin ini sebuah penghinaan gak Cuma untukku, tapi Stella,
Shizuku, dan semua yang berpartisipasi di festival! Ini itu sebuah penghinaan
bagi kehormatan kita sebagai kesatria! Ini sebuah penghinaan bahkan bagi dirimu
sendiri, Ayatsuji-san! Semua ini, demi keinginanmu ngerebut lagi sesuatu.
Bahkan kalau kamu berhasil, apa kamu bisa bangga sama diri kamu sendiri? Apa
kamu bisa bangga kalau menangin hadiahnya dengan cara kayak gini?”
“Itu
bukan sesuatu yang harus Kurogane-kun kuatirkan.”
Ayase
sepenuhnya mengabaikan pertanyaan-pertanyaan Ikki, yang tampak mendampratnya.
“Gak
urus kamu mau bilang apa, bakal kuhabisi kamu nanti.”
Dan
dengan itu, dia berpaling. Punggungnya tidak begitu jauh, tapi terasa sangat
jauh. Segera, Ikki tidak bisa melihat sosoknya lagi.
[Untuk
jaga-jaga, Ikki harus mutuin hubungan dengan dia. Kalau kamu nanganin situasi
dengan enteng, kamu mungkin gak bisa menangin pertandingan yang sudah pasti
bisa kamu menangin.”
Dia
mengingat apa yang Arisuin katakan. Itu tepat sekali. Perasaan kompleks ini,
dapat mempengaruhi ilmu pedangnya.
Jadi,
apakah dia harus memutuskannya? Hubungannya dengan Ayase. Memutuskannya…
melupakan semua yang telah terjadi, apa itu sungguh tidak apa-apa?
“—“
Reaksi
dari Ittou Shura yang habis membuatnya hatinya mencelos.
Sambil
berlutut disana, Ikki, untuk sekali…
“Bangsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat!!!”
Mengumpatkan
kata kasar, dan memukul halaman.
0 Comments
Posting Komentar