Apprentice
Penulis: Rafli Sydyq
Apa yang sebenarnya terjadi?
Kami awalnya berniat membantu sebuah kereta yang diserang oleh segerombolan Goblin.
Kereta itu terlihat mewah dan dikawal oleh puluhan kesatria yang dipimpin oleh seorang kesatria wanita yang tampak sangat keren.
Ditengah pertarungan, tiba-tiba saja pintu kereta terbuka dengan lebar dan dari dalamnya muncullah sesosok bidadari.
Aku serius, sosok yang aku lihat hanya bisa dideskripsikan sebagai seorang bidadari yang turun dari khayangan.
Rambut panjang seputih salju. Sepasang mata yang indah bagaikan permukaan lautan. Tubuh yang sangat proposional yang dibalut dengan pakaian putih berlapis emas yang terlihat sangat mewah. Pakaian yang dia kenakan tampak dibuat khusus untuk mengemukakan kefeminiman pemakainya.
Tatapan matanya yang terlihat penuh percaya diri namun lembut disaat bersamaan membuatku hampir lupa untuk mengambil nafas.
Tidak berhenti sampai disitu, sosok si bidadari lalu menghilang entah kemana. Tanpa aku sadari, terjadi hujan merah dan semua Goblin lalu terjatuh ketanah dengan kondisi tanpa kepala.
Aku kembali terpesona.
Sosok bidadari yang tadinya berada di kereta sekarang berdiri dengan anggunnya ditengah hujan merah tanpa ada noda satupun pada pakaiannya.
Dia lalu berjalan dengan anggunnya menuju si kesatria wanita dan mengucapkan beberapa patah kata.
Meskipun aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan dengan jelas, namun suaranya yang merdu seperti kicauan burung terngiang-ngiang di dalam kepalaku.
“LAKUKAN ITU DARI TADI!”
Berat teriakan si kesatria wanita tadi, aku berhasil tersadar. Bukan hanya aku, tapi tampaknya semua orang akhirnya tersadar lalu mencoba memproses apa yang sebenarnya terjadi.
“Cleric muda”
“Ah iya!”
Masih agak bingung, aku secara spontan menyahut suara merdu yang datang dari dalam kereta.
Meskipun aku ragu kalau akulah yang dipanggil, tapi karena tidak ada lagi Cleric selain diriku, kurasa memang aku yang dia panggil.
“Kemarilah, naiklah kedalam kereta bersama diriku”
Mendengar suara merdu tersebut, aku terdiam seribu bahasa. Tanpa disadari, aku sudah berada di dalam kereta bersama dengan seorang bidadari.
...
Bagaimana menjelaskannya yah... singkatnya, karena aku merasa bosan berada di dalam kereta sendirian selama beberapa hari terakhir ini, aku pun mengajak si gadis Cleric untuk menjadi teman bicara ku.
Ngomong-ngomong, anggota Party nya yang lain saat ini berada di kereta yang lain bersama dengan Reeve dan beberapa pengawalku.
Dengan begitu sekarang hanya ada aku dan di gadis Cleric. Akan tetapi...
“Tidak usah tegang begitu”
“Ah, iya, maaf”
Gadis muda yang ada dihadapanku sejak tadi tidak berhenti gemetar. Bahkan aku merasa sosoknya kian mengecil seiring berjalannya waktu.
“Jadi, sebutkan namamu”
“M-Ma-Masako. Nama saya adalah Masako Kirei”
Masako yah, nama yang cukup asing di Kerajaan ini. Selain itu, penampilan gadis ini juga cukup tidak biasa. Wajah oriental, rambut hitam dan mata cokelat, pakaian yang dipakainya adalah jubah yang biasa dipakai oleh seorang Cleric pemula. Kondisi jubahnya pun juga tidak bisa dibilang bagus lagi. Tongkat kayu yang dibawanya pun juga sudah mulai usang.
Dari kondisi perlengkapannya saja, aku sudah bisa menebak seberapa keras usaha yang dia lalui demi mengasah kemampuannya.
“Dek Masako, bisa kau beritahukan kepadaku kemana adek mau menuju?”
“I-Itu, kami menuju k-kota Geyser”
“Aku awalnya ingin mengatakan ‘sungguh kebetulan sekali’, namun mengingat kalau ini adalah jalan satu arah, kurasa itu percuma”
Atas perkataanku, entah mengapa sosok Masako kian mengecil. “Apakah candaanku tidak lucu?”
“M-maaf”
“Hmm...?”
“Kalau boleh bertanya, kenapa anda butuh pertolongan kami? Dari yang saya lihat, anda sudah lebih dari cukup untuk menghadapi para Goblin tersebut”
Ah... kupikir apa yang ingin dia tanyakan. Aku lalu menjawab kalau aku hanya penasaran dan ingin melihat kemampuan para Petualang muda jaman sekarang. Aku lalu mengatakan kalau mereka sudah cukup bagus. Dengan sedikit polesan, mereka sudah bisa bersaing dengan para Petualang senior. Kecuali satu hal...
“...Anak pirang itu, sebenarnya apa yang terjadi padanya?”
Masako seketika mengejang. Dia menatapku dengan tatapan terkejut dan sedikit grogi. Dengan pelan, dia menggerakkan mulutnya.
“Soal itu...”
Begitu, jadi begitu... singkatnya si bocah pirang itu benar-benar masih bocah. Kasus seperti ini memang sering terjadi, hanya saja kasus yang ada dihadapanku saat ini sudah terhitung ekstrim.
“Pasti sulit. Lalu, kenapa engkau tidak meninggalkannya?”
“Itu... sebenarnya... dia adalah tu-tunangan saya”
“Ahh...”
Kalau begini ceritanya ya mau bagaimana lagi, sebagai seorang wanita, Masako tidak bisa meninggalkan bocah itu dengan mudahnya. Juga, sosok Masako yang masih tetap setia meskipun pasangannya seperti itu patut diberikan penghargaan.
“Sebagai tunangannya, engkau wajib untuk mengikuti dan membimbing anak itu. Namun, jika anak itu sudah keterlaluan, engkau bisa saja berbicara dengan orangtua kalian dan meminta agar perjodohan ini dibatalkan”
“Soal itu...”
“Ya?”
“Sebenarnya Lonel sama sekali tidak menyadari kalau kami telah bertunangan”
“...”
Aku sudah tidak mengerti lagi. Terlebih lagi, Masako bilang kalau mereka sudah dijodohkan sejak lahir. Dan sampai sekarang hanya dia sendiri lah yang sadar kalau mereka telah bertunangan. Yang lebih parah lagi, bocah itu bukannya tidak tau tapi tidak mengerti apa artinya perjodohan?!
“Pasti berat”
“Ya”
Keheningan pun memenuhi seisi kereta. Bagaimana ini? Aku hanya berniat mencari teman bicara tapi kenapa malah berakhir seperti ini?
“Masako... bagaimana jika engkau menjadi muridku?”
“APA?!”
“Engkau memiliki potensi. Jika diasah, maka engkau pasti akan bersinar bagaikan bintang dilangit. Terlebih lagi, dedikasimu sebagai seorang wanita patut untuk dipuji”
“Tapi, bagaimana dengan yang lainnya?”
“Jangan risau, aku tidak akan membuat kalian terpisah. Selama engkau berada di dekatku, maka akan kulimpahkan pengetahuan yang aku miliki kepada dirimu. Bagaimana, apakah engkau menerimanya”
Tanpa pikir panjang, Masako menjawab “BAIK!” dengan penuh semangat.
“Baiklah, atas namaku, Rafiel Marvelia Dragnier. Dengan ini mengangkat Masako Kirei, sebagai muridku”
Dengan ini kami sekarang telah resmi menjadi guru dan murid.
0 Comments
Posting Komentar