POLA CINTA HASE KANA YANG KIKUK
(Bagian 2)
(Penerjemah : Nana)
- Ia bisa menggapai impiannya tanpa perlu bantuan orang lain.
Di kamar mandi asrama Sakurasou, Kanna tenggelam dalam renungannya sendiri. Akhir-akhir ini, dia terus-menerus merasa gelisah.
Dua minggu lalu, dia diberitahu kalau Iori akan mengikuti kompetisi All-Japan. Sejak saat itu setiap harinya, kegelisahan tersebut terus-menerus menghantui dirinya seakan sudah seperti kutukan di kepalanya.
- Ia bisa menggapai impiannya tanpa perlu bantuan orang lain.
“Tapi kenapa, aku……”
Ketika dia berendam di dalam bak mandi, wajah suramnya mencuat keluar dari air di permukaan bak.
“Tetap tidak berubah.”
Dia tidak terlalu pintar dalam mengutarakan pikirannya dan tak bisa jujur dengan dirinya sendiri. Untuk kebanyakan orang, Kanna akan membuat dinding penghalang di sekitar dirinya, berusaha untuk menjauhkan dirinya dari orang-orang.
Jika dia tetap seperti ini terus, dirinya tak akan pernah berubah.
Meskipun dia ingin agar bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya dengan percaya diri, dia takut hal itu akan melukai orang lain dan dirinya. Lagi pula, dia itu tidak bisa jujur. Bahkan jika dia diajak untuk pergi karaoke atau berbelanja dengan seseorang yang berniat untuk menjadi temannya di kelas, dia akan menolak dengan berbagai alasan yang dibuatnya. Dia hanya akan mau ikut jika Yuuko yang mengajaknya.
“Kanna-chan, aku masuk ya~”
“Ah, tunggu……”
“Eh~, telat.”
“Yah, baiklah.”
Setelahnya, Yuuko memaksa masuk……
“Haaa……gimana aku bisa memperbaiki sifatku ini.”
Semakin muram ketika memikirkan hal itu, dia menatap ke langit-langit.
Sayangnya, langit-langit kamar mandi tersebut tidak akan memberikan jawaban atas masalah yang Kanna hadapi. Sebaliknya, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar dari luar.
“Hidup itu seperti gunung, begitu pula dengan lembah di sekitarnya!”
Yang muncul dari balik pintu kamar mandi yang terbuka adalah Kanda Yuuko, teman sekelas yang juga tinggal bersama dengan Kanna di asrama Sakurasou.
Dia sedang berdiri di ambang pintu masuk kamar mandi sambil telanjang bulat.
Bagi Kanna yang tidak ingin tubuh telanjangnya dilihat oleh sesama gadis pun langsung merendam dirinya lebih dalam ke bak mandi hingga hanya bahunya yang terlihat. Alasan kenapa Kanna tidak begitu terkejut dengan situasi ini karena hal ini sudah menjadi kebiasaan di Sakurasou. Selain Yuuko, mahasiswi yang sudah menikah yang juga tinggal bersebelahan selalu melakukan hal yang sama dalam seminggu sekali.
“Kanda-san, kan sudah kubilang berkali-kali, tapi aku tidak suka jika harus mandi bareng.”
“Eh~, kenapa tidak suka?”
Dia begitu terkejut seakan ini baru yang pertama kalinya.
“Tentu saja karena itu memalukan.”
Kanna kembali merendam tubuhnya lebih dalam ke bak mandi.
“Kan cuma ada aku dan Kanna-chan di sini, kau tidak perlu malu!”
Yuuko mengatakan hal itu dengan senyum lebar. Kanna sudah menyerah untuk memperingatinya. Tentu saja, tak ada tanda-tanda kalau Yuuko akan meninggalkan tempat ini.
“Dan omong-omong tentang konsultasi, aku juga telanjang di kamar mandi.”
Yuuko mengangguk sambil berkata ‘hum… hum…”
“Konsultasi?”
“Yep!”
“……”
“Ah, Kanna-chan tidak tahu yang kumaksud dengan ‘Yep!’, kan?”
Sepertinya Yuuko mengira kalau Kanna tidak tahu yang dimaksud karena tidak berkomentar apa-apa.
“Baiklah, yang mana?”
Yuuko dengan bangganya menunjukkan tubuh telanjangnya.
“Apanya?”
Sepertinya dia sudah tidak mengingatnya dan Yuuko langsung masuk ke bak mandi yang sama dengan Kanna.
Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena tidak memakai kacamatanya, tapi Yuuko sedang memegang sesuatu di tangannya. Seperti brosur atau kertas lainnya?
“Dan itu?”
Kanna mendengarkan Yuuko dengan seksama,
“Ini loh! Ini!”
Dia menyodorkan kertas tersebut ke wajah Kanna, begitu dekat hingga dia bisa melihatnya tanpa perlu kacamata. Ternyata kertas tersebut adalah brosur dari SMA Suiko. Menampilkan kurikulum dari setiap fakultas dan jurusan yang dicantumkan secara satu-persatu.
“Jurusan apa yang bagus?”
Yuuko membalik halaman brosur tersebut.
“Kanda-san, kau masih belum memutuskan untuk masuk ke mana?”
Sekarang sudah mendekati akhir bulan Mei dan tenggat waktu untuk menyerahkan rencana masa depan sudah dekat. Dia tidak mengira kalau masih ada orang yang masih belum memutuskannya sama sekali.
“Di mana yang bagus menurut Kanna-chan?”
Yuuko menanyakan hal itu dengan entengnya seakan sedang menanyakan menu makan siang yang enak. Bagi Kanna yang menyerahkan jurusan yang ingin ditujunya sebulang yang lalu, ini adalah hal penting yang tak boleh dicampur tangan oleh orang lain.
“Karena ini hal yang penting, kurasa Kanda-san sendiri yang harus memilih apa yang mau dilakukan di masa depan.”
Jujur saja, saat ini dia sudah tidak malu atau terkejut dengan tindakan Yuuko, meskipun sedikit melelahkan. Kanna sejujurnya senang dengan Yuuko yang mendiskusikan hal ini ke dia. Karena hal ini bisa menyadarinya kalau Yuuko itu temannya…
“Apa yang ini Kanda-san lakukan di masa depan?”
“Sejauh ini, aku ingin menjadi pengantin!”
Sepertinya dia tidak sadar kalau dia masih kelas tiga SMA, tapi Kanna mengerti kalau Yuuko serius tentang hal ini.
“Siapa calonnya?”
Dia bisa mengira jawaban Yuuko, tapi Kanna tetap menanyakannya.
“Onii-chan!”
Ah, tepat seperti yang dikiranya.
“Aku beritahu sekarang kalau Kanda-san memang tidak tahu, tapi Kanda-san tidak bisa menikah dengan Sorata-senpai karena kalian kakak-beradik.”
“Oke, onii-chan dan Yuuko itu punya hubungan sedarah.”
Ucapannya yang tak masuk akal muncul lagi.
“Jadi, Kanda-san tidak bisa melakukannya karena itu.”
“Aku tetap akan melakukannya!”
Yuuko menggenggam bahu Kanna dengan kedua tangannya.
“Meski begitu……kalau begitu, untuk jurusan yang mau dituju?”
Brosur yang penting itu tenggelam ke dalam bak mandi. Dengan buru-buru, Yuuko mencoba menyelamatkannya tapi sudah terlambat.
“Kanna-chan di jurusan sastra, kan?”
Yuuko yang sudah menyerah menyelamatkan brosur yang basah duduk bersebelahan dengan Kanna dan menyenderkan tubuhnya ke dinding.
“Ya.”
“Bagus, berarti masa depan Kanna-chan sudah terjamin.”
“Tidak juga.”
“Eh, karena Kanna-chan sudah memutuskan untuk masuk jurusan sastra, bukannya Kanna-chan akan menulis novel untuk mengejar impianmu?”
“Meskipun aku sudah memutuskannya, aku masih tidak yakin?”
“Sungguh?”
Yuuko memiringkan lehernya karena kebingungan.
“Awalnya saat aku masuk ke Suiko, setelahnya aku akan masuk ke universitas dan mencari kerja seperti kebanyakan orang.”
“Eh, kenapa begitu?!”
“……Aku memang merasa ingin menjadi novelis, tapi satu pun belum pernah kubuat jadi aku masih belum memutuskan akan melakukan apa.”
“Eh, sayang sekali. Novel Kanna-chan sangat terkenal padahal.”
Hal ini juga sangat rumit baginya. Kanna sendiri tidak mulai menulis karena hal tersebut menarik baginya. Dia tidak berencana untuk menjualnya dan selalu berpikir begitu sejak awal.
Novel pertamanya adalah lanjutan dari buku hariannya dan perasaan tersebut masih membekas sampai sekarang ini. Dia merasa kalau menulis hanya dilakukannya untuk mengisi kekosongan dari hari-hari yang dilaluinya. Dia pikir akan lebih baik jika hari-hari membosankannya bisa lebih baik, tapi semua itu hanya menggambarkan delusinya tentang “Aku berharap akan terjadi hal baru.”
Dia tidak pernah berpikir kalau menulis itu menyenangkan baginya. Dengan terus menjalani harinya hanya dengan menulis.
Selain itu, setelah debut menjadi novelis, situasi yang mewajibkannya untuk menulis juga membuat masalah baru. Dia selalu memikirkan ingin berhenti dari hal itu berkali-kali tapi dia berhasil mengatasinya entah bagaimana.
Dia tidak boleh kehilangan sumber pendapatan untuk membiayai kuliahnya, pikir Kanna. Tapi, jika dia ingin melanjutkan ke universitas, dia hanya harus mempertahankannya selama empat tahun kedepan. Jujur saja, dengan ibunya yang bercerai dan memutuskan untuk menikah lagi, dia tidak berhubungan baik dengannya. Terutama, dia masih tidak percaya ketika dia pulang kerumah dan ayah barunya sudah ada di sana.
Jadi, dia hanya harus memperjuangkannya untuk empat tahun lagi.
Meski dia tahu kalau tekadnya itu hanya setengah hati dilakukannya…
Ada banyak hal yang dia pikirkan. Tentang bagaimana dengan novelnya, bagaimana bisa akrab dengan yang lain……dan terutama, sikapnya terhadap Iori…
“……”
“Kanna-chan?”
Yuuko menatap wajah diam Kanna.
“Maaf, aku jadi memikirkan hal lain.”
Dia membasuh mukanya dengan air panas dari bak mandi.
“Jika dilihat dari nilai Kanda-san, jurusan mana yang paling cocok?”
Saat Kanna mengatakan itu, Yuuko sedang asyik-asyiknya bermain dengan brosur yang sudah basah kuyup.
Dirinya terlihat sangat polos.
“Kalau begitu kenapa tidak tanya ke sensei?”
“Oh, benar juga. Aku akan membicarakan ini ke Koharu-sensei besok.”
Meski Kanna berniat untuk bercanda, Yuuko menganggapnya serius. Tapi dia rasa sepertinya akan baik-baik saja jika yang membantu Yuuko wali kelas mereka, Shiroyama Koharu. Karena Koharu-sensei bertanggung jawab akan banyak lulusan Sakurasou dengan kepribadian mereka yang unik di masa-masa sulit saat kelas tiga jadi……dan sejauh yang Kanna tahu, semua lulusannya sukses dengan cara mereka masing-masing. Koharu-sensei pasti akan memberikan saran yang membangun untuk Yuuko. Ketika dia berpikir tentang saran yang diberikan untuknya, kegelisahannya semakin memenuhi pikirannya……
“Aku agak pusing, jadi aku keluar duluan.”
“Ya, makasih sudah mau mendengarkanku, Kanna-chan!”
“Sama-sama.”
Karena merasa malu, dia tidak melihat wajah Yuuko dan segera meninggalkan kamar mandi.
Setelah berganti ke piyama dan mengeringkan rambutnya yang basah dengan pengering rambut, Kanna meninggalkan ruang ganti. Dengan Yuuko yang tidak juga keluar-keluar dari kamar mandi, Kanna meninggalkan kamar mandi dan mulai berjalan ke arah kamarnya.
Saat di tengah perjalanan ketika dia melewati ruang depan, pintu masuk asrama terbuka oleh Iori.
Pandangan mereka saling bertemu dan Kanna menghentikan langkahnya.
“Oh, piyama.”
“Jangan melihatku.”
Jawabnya kemudian.
“Eh, karena aku sudah susah payah latihan piano, kurasa aku layak mendapatkan ini,” ucap Iori dengan manja.
Jam yang ditempatkan di atas kotak sepatu menunjukkan pukul 9 malam.
“Itu bukan urusanku.”
“Hei, hei!”
Iori yang sudah melepas sepatunya berjalan ke kamarnya dengan langkah gembira. Sambil melihat punggungnya yang lebar, Kanna sedikit menyesal karena tidak bisa mengatakan, “Selamat datang.”
“Oh, selamat datang kembali Iori.”
Yuuko yang baru saja keluar dari kamar mandi mengatakan itu dengan lantangnya sambil mengeringkan rambutnya.
“Oh, aku pulang~”
Mengalihkan pandangannya dari Yuuko dan Iori yang saling berbincang, Kanna mulai menaiki tangga untuk kembali ke kamarnya. Lalu, dari ruang makan, Koharu-sensei yang memegang bir di tangannya keluar.
“Sifat Kanna-chan sangat susah didekati, ya?”
“Memangnya kenapa?”
“Kanna-chan harus berhati-hati karena tidak nanti akan menyesal jika tidak imut seperti itu.”
Setelahnya, Chihiro masuk kembali ke kamarnya. Saat pintu itu tertutup, Kanna memutuskan untuk cepat-cepat kembali ke kamarnya di lantai dua.
Dengan berada paling dekat dari tangga. Kamar 201 di depannya adalah kamar Kanna. Kamar 202 di sebelahnya adalah tempat Yuuko dan Kamar 203 adalah kamar kosong.
“Aku juga ingin seperti itu jika memungkinkan…” gumam Kanna di dalam kamar yang hening.
0 Comments
Posting Komentar