Persiapan musim dingin
Penerjemah: Zerard | Proofreader: Yon
“Hrrgh…”
Sangatlah begitu sulit untuk dapat keluar dari balik selimut di pagi hari itu. Matahari masihlah belum mengintip dari jendela, namun hawa sudah cukup begitu dingin, menembus dinding dan membekukan kulitnya. Sejujurnya Gadis Sapi ingin tetap menguburkan dirinya di balik selimut dan terus tetap di sana selamanya. Dan sampai beberapa tahun sebelumnya, itulah yang terkadang dia lakukan di pagi hari.
Tapi beneran, kayaknya aku nggak punya energy buat bangun dan bekerja hari ini. Pikirnya. Dia memiliki lebih banyak energy sekarang, walaupun hari-hari di mana ketika pria itu tidak berada di sana selalu menjadi semua sedikit lebih sulit.
Merasa takut terus-terusan tidur akan membuat kebiasaan buruk dulunya kembali, dia memutuskan untuk menapakkan kakinya di atas lantai.
“…Oke……… Oke… Satu, dua--!”
Dia menarik napas dalam, kemudian melontarkan dirinya keluar dari balik selimut. Rasa dingin membeku dengan segera menyengat kulitnya, dan tubuhnya pun menggigil. Dia menarik selimutnya mengitari pundak dan berlari kecil menuju rak pakaian secepat dia bisa. Dia harus berpakaian.
Dia mengenakan pakaian dalam di atas tubuhnya yang semok dan menarik napas. Kemudian, dia mengambil kaus wol tebal, menimbangnya di tangan.
Aku pikirnya sepertinya terlalu cepat, tapi mungkin juga nggak?
Pertanyaan itu tidak ditujukan kepada siapapun. Terkalahkan oleh dingin, dia memutuskan untuk memakai kaus itu. Dia memasukkan kepala dan lengannya ke dalam kaus, kemudian menggeliat di dalam kaus itu…
“…Hrgh…?”
Sedikit sempit.
Atau ini hanya imajinasiku saja? Dia berpikir. Dia mengangkat lengannya, menggoyangkan pinggulnya dan berputar, kaki telanjangnya bergerak kecil tap-tap-tap di atas lantai dingin, seraya dia mencoba mencari tahu seberapa buruknya ini. Semuanya yang lain telah terlupakan dari pikirannya. Bagi gadis seumuran dia, ini adalah hal yang paling terpenting.
Apa beratku naik…? Nggak…mustahil, kan?
Benar. tentunya tidak. Tentunya kemungkinan tidak.
Sekarang setelah dia memikirkannya, dia menyadari bahwa sudah cukup lama waktu berlalu semenjak dia merajut sweter ini.
Yah namanya juga pertumbuhan…
“Kurasa aku perlu baju baru sebentar lagi…” Dia menghela, kemudian menarik baju kerjanya, menggantung baju itu di salah satu pundaknya seraya dia mengeluarkan kaus kaki dan sepatunya.
Ini sudah cukup. Sekarang…
“…Hee-hee-hee.” Akhir-akhir ini dia selalu melakukan ini di tiap pagi, akan tetapi entah mengapa, hal ini selalu membuatnya tersenyum. Dia merasa sekarang dia memahami asal dari sebuah arti “sebuah senyum mekar pada wajahnya”
Terakhir, Gadis Sapi mengeluarkan sebuah sisik berwarna merah delima yang berkelip bahkan di dalam kegelapan subuh. Dia menggunakannya sebagai kalung; seberapapun kerasnya Gadis Sapi mencoba, dia sama sekali tidak bisa melubangi sisik ini, oleh karena itu dia mengikatkan sebuah benang di sekeliling sisiknya. Pria itu telah memberikan sisik ini sebagai sebuah souvenir untuk dirinya setelah perjalanan terakhir pria itu di sebuah gurun di timur.
Aku penasaran apa ini benar-benar berasal dari naga.
Dia ragu bahwa itu tidak benar. namun—seekor naga! Itu terdengar seperti sesuatu yang berasal dari dongeng, luar biasa untuk di dengar. Dan ini adalah salah satu dari sisiknya—pikiran seperti itu benar-benar bagaikan sebuah khayalan; dan kenyataan bahwa pria itu benar-benar membawakan sisik itu kepada dirinya, bagaikan sebuah mimpi. Dan dia yang menggunakannya di sekitar leher sebagai kalung benar-benar sulit untuk di percaya.
Telah menjadi kebiasaan Gadis Sapi untuk mempelajari sisik ini seraya cahaya pertama dari mentari muncul dan menyinari sisik ini. Dia tidaklah begitu yakin apakah pria itu mengingat kejadian itu—mereka berdua begitu muda dulunya…
“Hee-hee.” Gadis Sapi tidak dapat menahan tawa kecilnya, kemudian menggantungkan sisik naga itu di sekitar lehernya. Dia memasukkannya ke dalam baju agar dia tidak menjatuhkannya atau kehilangannya.
“Baiklah, waktunya untuk bekerja…!”
*****
Kerugian terbesar bagi mereka yang pertama tiba di dapur adalah kondisi hawa yang begitu dingin—namun keuntungan terbesarnya adalah kamu dapat menikmatinya seraya suhu mulai menghangat secara perlahan. Gadis Sapi memasukkan sisa bara api terakhir pada hari kemarin, yang di mana telah ditutupi dan di pinggirkan, ke dalam oven dan memulai menyalakan api. dercak api secara perlahan mulai mengusir dingin. Tidak lama lagi matahari pagi akan semakin terang, dan ruangan akan menjadi semakin hangat.
“Kamu nggak suka dingin juga, kan?” Gadis Sapi berkata kepada kenari di sangkar yang bergantung di dapur; kenari itu bercuit ramah membalasnya. Gadis Sapi mengetahui bahwa burung itu tidak dapat menahan dingin berlebihan, dan Gadis Sapi berharap dia dapat meletakkan burung ini di samping oven yang menyala, namun dia juga cemas bahwa asap dari api itu akan meracuni burung ini. Setelah memikirkannya, dia memasukkan kapas ke dalam sangkar, sebuah kain di luar sangkar, dan batu panas yang di bungkus dengan kain di dekat sangkar.
Sayangnya, Gadis Sapi tidak bisa berbicara bahasa burung, namun sejauh dia mengetahui, kenari ini terlihat riang, dan itulah yang terpenting.
“Hari ini… Apa yang harus ku lakukan hari ini?” dia berkata kepada dirinya sendiri, namun kenyataannya makanan di kebun ini tidaklah terlalu banyak berubah dari hari ke hari. Adalah hampir selalu rebusan dari sayuran. Syukurnya, keluarganya adalah petani independen, dan mereka hidup lebih baik dari beberapa penduduk terpencil di suatu desa. Namun walaupun begitu, tentunya akan menyenangkan untuk bisa menyimpan daging yang diawetkan untuk musim dingin.
Sedangkan untuk ikan, kamu harus melumatnya dengan palu sebelum kamu dapat memakannya, dan itu terdengar sangat merepotkan hari ini. Jika pria itu berada di sini, Gadis Sapi mungkin akan sedikit memaksa dirinya untuk membuat rebusan terbaik untuk pria itu, namun saat ini pria itu tidak berada di sini, oleh karena itu Gadis Sapi hanya membuat masakan biasa.
“Yah, mungkin kita bisa bikin sedikit sepek. Dan beberapa keju, dan… Hmm…”
Mereka memiliki kacang. Dan roti. Dan beberapa kentang. Karena itu, jika dia akan merebus beberapa tulang sapi…
“Kita punya sup!”
Dengan itu yang sudah diputuskan, Gadis Sapi langsung memulainya. Pertama, dia melawan dingin, dan mengambil air dari sumur untuk mengisi kendi yang ada di dapur. Kemudian dia menuangkan beberapa air itu ke dalam panci yang dia letakkan di atas api, sebelum melempar tulang dan potongan sayuran semalam ke dalamnya. Akan memakan waktu cukup lama sebelum kuah ini siap, tentunya, karena itu selagi dia menunggu, dia mengambil sebuah kentang dari salah satu kantung yang bergantung di sekitar dapur dan mulai mengipasnya.
“Kita harus merebus ini…kemudian melumatnya dan meniriskannya!”
Pekerjaan dapur adalah sebuah pekerjaan fisik. Mengumpulkan air dan menyiapkan bahan lainnya membutuhkan upaya besar.
Aku penasaran apa karena itu kenapa restoran itu sering sekali mempekerjakan padfoot? Gadis Sapi berpikir seraya dia melumat kentang rebus. Itulah ketika dia mendengar langkah kaki mendatangi dapur.
“Met pagi, Paman.” Dia berkata tanpa berputar. “Sebentar lagi siap!”
“Mm, pagi…. Aduh, dingin sekali di sini.” Gadis Sapi mendengar pamannya menarik kursi dan duduk.
“Iya,” Gadis Sapi menyetujui. Benar-benar dingin pagi ini.
“Kurasa keledai berpunukmu itu nggak masalah di dingin. Aku senang mendengar—hewan itu benar-benar membantu.”
“Namanya itu unta, Paman.”
“Ah, iya benar. Unta… Unta… Makhluk yang cukup nggak masuk akal.”
Hewan aneh yang tinggal di lumbung—unta—adalah souvenir lainnya dari perjalanan pria itu di timur. Dan walaupun Gadis Sapi senang bahwa pria itu dapat mengingat percakapan kecil mereka sebelum dia pergi…
Dari semua hal yang bisa dibawa kembali…
Namun apa boleh buat. Gadis Sapi tersenyum pada pikiran akan kado mewah. Syukurnya, dia dan pamannya dapat membaca dan menulis, karena itu mereka bisa mencari cara untuk merawat hewan ini.
Sebenarnya cukup imut sih, kalau kamu dekat dengannya, Gadis Sapi berpikir.
Ini adalah hewan kedua yang dia bawa pria itu kepadanya, setelah kenari. Tidak lama lagi Gadis Sapi akan mempunyai kumpulan…atau gerombolan? Yah, apapun itu, semakin banyak semakin ramai.
“Tapi hewan itu menghasilkan susu yang bagus sih.” Itulah pamannya, selalu professional. Paman sudah berusaha mencari cara yang baik untuk mempekerjakan untanya di kebun. Ini juga merupakan kedua kalinya paman Gadis Sapi mencoba untuk memanfaatkan sesuatu yang pria itu bawa kembali ke perbisnisan kebun ini setelah es krim.
Gadis Sapi tidak dapat memungkiri bahwa ini membuatnya senang.
“Nggak cukup sih. Tapi rasanya nggak buruk,” pamannya melanjutkan.
“Menurutmu kita bisa menjualnya?”
“Cuma satu cara untuk mengetahuinya, tapi kurasa susu itu bisa dibuat menjadi keju yang enak. Kalau kita nggak bisa memproduksinya dalam kuantitas, maka kita harus menjualnya sebagai sesuatu yang langka dan tidak biasa.”
“Begitu. Kayaknya bagus.”
Dan benar, memang bagus.
Gadis Sapi, tersenyum dari telinga ke telinga, melanjutkan bekerja pada sarapan pagi. Dia meniriskan kentang di saat sup itu hampir mendidih.
Aku penasaran apa benar di kastil itu, mereka menghabiskan sepanjang hari merebus sup, Gadis Sapi berpikir. Namun, dia dan pamannya bukanlah bangsawan, dan ini sudahlah cukup untuk keseharian mereka.
Gadis Sapi mengeluarkan tulang dan potongan sayur. Bahan dasar sup ini dapat disimpan selama beberapa hari di dingin. Akhirnya, dia menambahkan kentang yang sudah ditiriskan, campurkan beberapa susu, kacang, dan sepek, dan biarkan mendidih lagi.
“Dah, siap!” Gadis Sapi berterima kasih atas kesabaran pamannya dan membawakan beberapa mangkuk yang terisi beragam macam makanan, dan duduk di seberang pamannya, dan sarapan pagi pun di mulai. Mereka mengucapkan rasa syukur mereka kepada Ibunda Bumi atas makanan mereka, dan mereka mulai memakan.
Panen tahun ini sangatlah bagus, yang juga merupakan karena sang dewi. Gadis Sapi berharap tahun depan juga akan sama bagusnya…
“…Huh?” Dia menghentikan sendoknya setengah jalan ke mulut.
“Kenapa?” Pamannya bertanya, namun gadis itu menggelengkan kepala. Pmannya tengah menggunakan kaus katun buatan, namun kaus itu sudah mulai terlihat usang.
Kurasa sudah lama sekali semenjak aku buat kaus itu, pikir Gadis Sapi. Dia berpikir apakah dirinya pernah membuatkan sebuah kaus juga untuk pria itu dulunya. Namun dia tidak dapat mengingatnya. Akan tetapi, kausnya sendiri sudah mulai menyempit, dan pamannya sudah semakin menua. Oleh karena itu, walaupun dia membuatkannya kaus…
“…Yah, kurasa sudah jelas kalau begitu.”
Gadis Sapi tidak bermaksud untuk mengucapkannya secara lantang. Pamannya melihat kepada dirinya lagi, namun Gadis Sapi menggeleng sekali lagi.
Mungkin setelah pekerjaan hari ini selesai. Aku akan buat satu untuk mereka semua. Tapi…
Seseorang yang benar-benar butuh kaus rajutan buatan dirinya adalah pria itu.
*****
“…Oh, sial.” Adalah ketika dia telah menyelesaikan pekerjaannya, pergi kembali ke ruangan dan mengeluarkan benang wol dan jarum menjahit, semangat untuk memulai, Gadis sapi menyadari kesalahannya. Dia hampir memegang kepala dengan kedua tangannya.
Aku nggak tahu ukuran badan dia…!
Tentunya, Gadis Sapi mengetahui ukuran dirinya sendiri. Dan dia dapat menerka ukuran pamannya juga. Namun pria itu—dia sama sekali tidak mengetahuinya.
Ini salahnya dia karena selalu memakai armor itu setiap saat, pikir Gadis Sapi. Ya, pria itu terkadang melepaskan armornya di saat dia pulang ke rumah, namun biasanya dia selalu memakainya setiap saat.
Kecewa, Gadis Sapi mengembungkan pipinya mengambek. Dia dapat membayangkan apa yang akan pria itu katakan tentang ini— “Begitu,” dan tidak lebih—dan itu membuat dirinya kesal, juga. Gadis Sapi tidak dapat mengakui bahwa ini adalah caranya untuk memungkiri tanggung jawab dan pelampiasan kemarahan.
“Hrm… Mungkin aku bisa…lihat bajunya…?”
Gadis Sapi meninggalkan ruangannya dan menyelinap ke dalam lorong ruangan pria itu. Gadis Sapi sering masuk kemari ketika pria itu sedang pergi untuk membersihkan tempat ini, namun hari ini terasa sedikit berbeda. Tidak seperti pekerjaan rumah biasanya, kali ini dia datang untuk menolong dirinya sendiri dengan sesuatu yang dia lakukan secara rahasia.
Er… Yah, kurasa nggak perlu merajut secara rahasia sih, tapi…
Namun yah, entah mengapa dia merasa seperti itu. Yep.
“Maaf…permisi…” dia bergumam seraya dia membuka pintu. Tentu saja, tidak ada siapapun yang menjawab.
Pria itu sudah keluar rumah selama beberapa hari dalam petualangan darurat atau sesuatu. Gadis Sapi sangat memahami itu. Ini bukanlah masalah etika namun ini adalah konflik di dalam hatinya sendiri.
“…Hmm. Barangnya sedikit seperti biasa. Ruangannya jadi kelihatan luas…” Gadis Sapi tersenyum pada dirinya sendiri. Terdapat sebuah kotak yang menyimpan semua barang pria itu, dan kemudian terdapat sebuah helm cadangan, pedang, perisai, dan lain-lain. Ini benar-benar hanya sebuah tempat baginya untuk tidur; gudang itu lebih dekat sebagai “kamar” pria itu, dalam arti harfiah.
Kalau aku membiarkan dia begitu saja, dia mungkin akan tidur di sana selamanya… tempat itu seperti gua. Pikir Gadis Sapi. Sebuah tempat persembunyian. Gadis Sapi mengingat berlari di dekat desanya ketika mereka masih kecil, membuat markas rahasia seperti itu. Pikiran itu membuatnya rindu dan menghangatkan hatinya. Perasaan itu tampak di wajahnya sebagai sebuah senyum kecil.
Gadis Sapi mengetahui sekarang bahwa orang tuanya pasti sudah mengetahui markas rahasia itu. Tetapi mungkin juga mereka tidak mengetahuinya—dan hanya dirinya yang mengetahui tempat itu, atau mereka berdua, yang benar-benar mengetahui tempat itu luar dan dalam.
“…Hee-hee.”
Tidak yakin apakah itu pikiran gembira atau menyedihkan, Gadis Sapi duduk di atas ranjang. Ranjang ini tidak beraroma seperti pria itu, bagaimana mungkin? Bahkan ketika pria itu pergi, Gadis Sapi dengan rajin selalu mengganti seperainya. Walaupun begitu, dia tetap duduk di sana menatap jauh ke plapon, berpikir keberadaan pria itu sekarang dan apa yang sedang pria itu lakukan….
“Nggak, nggak, hentikan. Sekarang bukan waktunya.” Dia menepuk pipinya sendiri dan berdiri dengan agresif dengan harapan untuk menyadarkan dirinya. Jika dia tidak melakukan sesuatu ketika dia sudah bertekad untuk melakukannya, maka dia tidak akan pernah melakukannya. Dia terlalu malas.
Coba ku lihat dulu… dia membuka tutup berat dari kotak dan mengeluarkan salah satu dari bajunya. Dia bilang ini apa? Gambeson? Gadis Sapi tampak mengingat bahwa ini adalah pakaian sejenis dalaman armor. Baju ini terbuat dari katun tebal, berbantal di beberapa bagian, namun diperkuat di bagian tertentu. Sebuah aroma tercium dari baju ini—aroma pria itu.
“Agak bau…” Gadis Sapi berkata, dan tersenyum tipis. Bau itu adalah campuran dari lumpur, keringat, darah. Bukanlah sebuah aroma untuk memikat hati seorang gadis perawan muda. Namun jaket ini adalah sesuatu yang membuat pria itu hidup. Dia tidak bisa langsung mencoba membersihkannya begitu saja. Dia bahkan tidak mengetahui caranya.
Saat dia kembali, aku akan memintanya untuk mengajariku.Dia menekadkan dirinya, dan kemudian dia membentangkan gambeson tersebut di atas ranjang dan mulai mengukurnya.
“Hmm…”
Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Untuk menggambarkannya, gambeson itu di isi dengan katun dan beberapa bagian dari pakaian ini diperkuat. Gambeson ini bahkan memiliki beberapa bagian empuk, mungkin karena baju ini akan di kenakan di dalam sebuah armor. Jika Gadis Sapi mencoba untuk menjahit sesuatu berdasarkan ukuran ini—yah, itu tidak akan terlalu buruk, namun ini juga tampak tidak akan cukup pas juga. Mungkin salah satu dari master penjahit pada Guild Perajut dapat melakukannya, namun tidak dirinya.
“Bagaimana ya…” Dia menopang dagu dengan tangannya. “Hmm.”
Biasanya, mencoba untuk menjawab pertanyaan seperti ini, dia memperlukan temannya, namun satu-satunya orang yang dapat dipikirkan Gadis Sapi adalah Gadis Guild. Dan aku nggak terlalu nyaman bertanya kepadanya soal ini…
Jadi, apa lagi yang dapat dia lakukan?
*****
“Sweter, ya… Kalau di pikir lagi, Aku sendiri nggak pernah menggunakannya.” Awalnya mereka mencoba berbicara di belakang bangunan Guild seperti yang biasa mereka lakukan, namun sebuah hembusan angin utara membawa mereka terbirit-birit masuk ke dalam lorong dapur. Sang pelayan padfoot, yang sedang beristirahat, duduk berayun ke depan dan ke belakang di atas kursinya (Sangat tidak kewanitaan) . “Soalnya aku nggak pernah membutuhnya. Aku punya buluku sendiri!”
“Yeah, kamu memang berbulu,” Gadis Sapi berkata kepada temannya (yang hampir seumuran dengan dirinya) “Boleh ku pegang?” Gadis Sapi bertanya, dan kemudian dia menjalarkan tangannya mengelus bulu lembut itu. Sang pelayan memiliki tapak di telapaknya yang di kelilingi dengan bulu. Gadis Sapi menekannya dengan lembut, dan Pelayan Padfoot menghela. “Kan? Aku sudah punya mantel musim dinginku sendiri!”
“Enak banget. Aku agak iri.”
“Kan?” Pelayan Padfoot menjentikkan telinganya. “Tapi peluruhan di musim semi itu menjengkelkan,”
Memisahkan bulu itu dengan perlahan menunjukkan bulu-bulu kecil di sela-sela kulitnya. Walaupun lembut, Gadis Sapi dapat memahami bahwa memangkas bulu ini akan sangat merepotkan.” Semua orang memiliki masalah mereka sendiri ya?” dia berkata.
“Benar. Kamu tahu, terkadang aku berharap aku bisa memakai berbagai macam pakaian, seperti para manusia.” Pelayan Padfoot menopang dagu dengan tangan, dadanya yang besar bersandar di atas meja. Telinga besarnya, tangan besarnya, dan ekornya, semua tertutupi dengan bulu, menunjukkan pakaian macam apa yang dapat dia gunakan. Semua itu menghalanginya menggunakan topi dan tas tangan, dan rok yang pendek selalu beresiko untuk terlepas secara keseluruhan. Dan tidak peduli apa yang gadis itu gunakan, warna dari pakaiannya harus dikoordinasikan dengan warna rambutnya.
“Kurasa rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau.” Gadis Sapi berkata, menghela. Tidak ada yang selalu berjalan sesuai apa yang diinginkan seseorang. “Jadi, uh, tentang ukurannya…”
“Oh yea.” Pelayan Padfoot mengangguk. “Pakaian untuk orang pembasmi goblin itu.entahlah. bukannya seharusnya kamu yang paling tahu soal itu dibandingkan orang lain?” Pelayan Padfoot terlihat skeptic.
“Ha-ha-ha,” Gadis Sapi tertawa. “Tapi menurutmu, apa orang yang membuat armor dan helmnya bakal tahu?”
“Oh, maksudmu boss di bengkel.” Pelayan Padfoot melipat lengan dan mengangguk cepat. Gadis Sapi mengetahui bahwa pelayan ini dekat dengan pria muda yang menjadi murid master bengkel itu. “Kurasa mungkin saja dia tahu,” Pelayan Padfoot berkata.
“Apa kamu bisa menanyakannya untukku?”
“Hmm… Entahlah, dia kelihatan sibuk sekarang…”
“Yang benar?” Gadis Sapi memiringkan kepala, dan Pelayan Padfoot berkata “Yep” dan mengangguk seolah dia sendiri tidak menyukainya. Tampaknya terdapat semacam keributan di Negara timur, sementara di sekitar sini dan di sana terdapat banyak wyvern dan demon dan semacamnya. Itu artinya banyak petualang yang menginginkan perlengkapan baru, dan itu artinya banyak pekerjaan di bagian penempaan armor.
“Jadi mereka sedang banyak bisnis; itu bagus.”
“Yeah, itu bagus. Tapi aku jadi jarang melihat dia akhir-akhir ini…” Pelayan Padfoot berkata kesal, bersandar di meja dengan cara yang tampak mengancam akan meremukkan dadanya.
Benar, Gadis Sapi memperlakukan ini seolah pembicaraan ini sama sekali tidak ada sangkut paut dengan dirinya—namun apa lagi yang dapat dia lakukan? Mereka selalu terpisahkan dari peperangan dengan jarak tertipis—namun itu sudah cukup bagi mereka untuk memikirkannya sebagai hal yang lain. Gadis Sapi tidaklah begitu terlepas dari apa yang terjadi. Dia tidak terlibat di masa lalu, dan tidak sekarang.
Petualangan yang pria itu terima adalah perburuan goblin, tidak peduli seberapa kecilnya pengaruh hal itu pada timbangan Ketertiban dan Kekacauan.
“Jadi, Aku mau tukaran!” Pelayan Padfoot mengumumkan, duduk tegak dengan tiba-tiba. Gadis Sapi merasa bersyukur dengan sarannya.
“Oh-ho,” Gadis Sapi berkata dengan nada komikal penuh canda. “Dan apakah yang anda inginkan?”
“Ajari aku cara merajut sweter juga! Mumpung kamu ada di sini!”
“Itu nggak gampang,” Gadis Sapi berkata, namun dia mendapati dirinya tersenyum seraya dia mengatakannya. Tidak perlu untuk berpura-pura malu. “Hah, aku nggak keberatan sih. Tapi kamu kan nggak pernah membutuhkannya selama ini kan?”
“Aku dulu pernah membeli sarung tangan, karena tapak kecilku kedinginan. Waktu aku masih kecil. Ibuku memberikanku dua koin perunggu untuk membelinya.” Pelayan Padfoot tersenyum.
Gadis Sapi tiba-tiba mendapat dirinya mencoba untuk mengingat ibunya sendiri. Wajah ibunya sudah buram dengan emosi. “Kamu nggak akan bisa membuat apapun kalau kamu nggak mengetahui ukurannya.” Gadis Sapi berkata. “Itu masalahku sekarang.
“Aw, nggak masalah kok. aku sudah mengetahui setiap incinya!”
“Apa?” Gadis Sapi berkata, berkedip. Kemudian dia sedikit tersipu. Nggak dia nggak bermaksud….
“…Kamu menggunakan ukuranmu sendiri?”
“Uh-huh,” Pelayan Padfoot berkata datar, bahkan dengan sedikit nada bangga. “Pokoknya, walaupun aku gagal, aku masih bisa mengibuli dia!”
Jadi nggak kedengaran seperti hadiah sama sekali, Gadis Sapi berpikir. Dia merasa sedikit tidak enak pada pria muda yang di tujukan ini, namun memutuskan bahwa itu adalah salah pria itu karena tidak cukup asertif. Gadis Sapi menekankan dadanya sendiri yang besar dengan tangan—dan pada sisik merah yang bergantung di sana—dan tertawa.
Soalnya, seorang gadis tidak akan dapat menunggu selamanya.
*****
Mereka telah memiliki bahannya, dan mereka sudah merancang rencana mereka. yang tersisa sekarang adalah bertindak.
“Jadi kasih tahu, kasih tahu, apa yang akan kita lakukan?! Mulai dari kerah?!”
“Yah, uh, ada beberapa kemungkinan…”
Pelayan Padfoot telah berhasil meminta informasi (“Bocah itu gampang menjawab kalau di tanya” gadis itu berkata), dan mereka telah kembali ke sudut area ruang makan. Kedua wanita muda duduk bersampingan, tenggelam dalam percakapan mereka. kegagalan bukanlah sebuah kemungkinan di dalam pikiran mereka.
Gadis Sapi telah memegang jarum menjahit dan beragam macam benang, namun sekarang dia tersenyum pada dirinya sendiri. “Kurasa kita mulai dari depan, kemudian ke belakang, kemudian lengannya, terus jahit semua jadi satu… Mungkin itu yang paling mudah?”
“Oke, oke!”
“Depannya bagus dan besar, jadi itu akan jadi titik awal bagus untuk percobaan pertamamu.”
“Mulai dari bagian yang akan memakan waktu paling lama, oke.” Pelayan Padfoot mengangguk , condong ke depan di kursinya, matanya berkilau. “Dengan kata lain, ini seperti memasak!”
“Ha-ha, uh, mungkin… Yeah, kamu Cuma perlu mengikuti resepnya dan kamu akan baik-baik saja.”
“Jangan khawatir! Aku nggak akan mencoba mencoba selera aneh, dan keceku pada percobaan pertamaku.” Dia melambaikan tapaknya seolah ingin menepis pikiran itu dan tertawa terbahak-bahak. “Harus mengerjakannya satu persatu. Mantap, ayo!”
“Iya, ini bukan sesuatu yang akan kamu mahiri dalam sehari, jadi jangan terlalu dipikirkan.”
“Itu seperti belajar memasak juga…”
Seraya mereka berbicara, para wanita muda mulai membuat gerakan perlahan dengan tangan mereka, mulai merajut.
Tidak ada yang tidak biasa dari ini. Siang musim gugur dan musim dingin sangatlah panjang. Adalah jalan dunia bagi gadis kebun untuk menghabiskan waktu yang panjang itu dengan bekerja di perapian, menjahit, merajut dan lain-lain… Dan tentu saja, percakapan bersemi bagaikan Bunga di antara kedua wanita.
“Hmm, priamu pergi lagi ke suatu tempat?”
“Uh-huh.” Gadis Sapi mengangguk seraya dia mengeluarkan salah satu dari jarum menjahitnya. “Dia petualang. Itu yang dia lakukan, kan?”
“Pembasmian goblin lagi?”
“Sepertinya bukan sih. Dia nggak memberikan aku rinciannya sih.”
“Huh…”
Pelayan Padfoot tampak lebih lihai berbicara di bandingkan merajut. Namun kenyataan bahwa gadis itu tidak serta merta menyerah pada proyek ini, walaupun tampak jelas dia kesulitan, adalah bukti betapa seriusnya dia. merengutkan wajah cantiknya dalam konsentrasi, dia mencoba untuk menggerakkan jarum dengan tapaknya yang besar. Jika seseorang tidak mengetahui konteknya melihat gadis ini, mereka mungkin akan berpikir bahwa gadis ini sedang bermain dengan benang.
Kurasa mungkin aku bisa memberikannya beberapa petunjuk atau membantunya, tapi…Gadis Sapi memiliki perasaan bahwa ini bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Adalah sangat tidak menyenangkan, ketika kamu bekerja keras pada sesuatu, hanya untuk seseorang menariknya darimu. Dan ucapan tidaklah berbeda. Akan sangat mengesalkan jika kamu terus-terusan di hujani dengan “saran.”
Jika Pelayan Padfoot mencarinya untuk bantuan, bertanya pertanyaan kepadanya—atau jika dia benar-benar merasa kalah dan ingin menyerah, maka Gadis Sapi mungkin akan membantu.
Yeah, seperti itu saja, dia berkata pada dirinya sendiri.
“Seperti yang ku bilang, jangan terlalu dipikirkan.” Gadis Sapi menyarankan, dan hanya itu saja. Dia tidaklah membicarakan tentang proses spesifik, hanya pola pikir untuk menghadapinya. “Kalau kamu gagal, kamu bisa selalu mengulanginya dan mencoba lagi. Kamu nggak perlu terburu-buru.”
“Y-yeah, oke… Ada lebih dari satu ronde dalam pertarungan ini…” Pelayan Padfoot terlihat seperti dia menghindari ujung dunia. “Terima Kasih tuhan. Aku kira kalau gagal dalam ini, semuanya akan berakhir!”
“Itulah salah satu yang asik dalam merajut. Kamu selalu bisa mengulangnya.” Gadis Sapi mempercayai itu. Dia berharap segalanya seperti itu. Terdapat banyak sekali di dunia ini yang tidak dapat di ulang, yang tidak dapat diraih kembali…
“Wah, apa yang terjadi di sini?”
“Ooh, merajut! Wow, kurasa ini memang sudah tahunnya ya?”
Tepat ketika Gadis Sapi hampir tersesat dalam pikiran sendunya sendiri, dua suara itu menyadarkannya kembali. Dia mendengak untuk melihat Gadis Guild dan Inspektur, mereka berdua beseragam rapi. Gadis Sapi selalu sedikit iri kepada mereka. dia berharap dia memiliki tubuh langsing dan berlekuk seperti mereka.
Gadis Guild, tampaknya menganggap tatapan Gadis Sapi seperti bertanya sedang apa mereka datang kemari, tersenyum lembut. “Hee-hee-hee, ini sudah siang, itu artinya waktunya untuk the!”
“Oh, mau aku meminta koki untuk membuatmu sesuatu?” Pelayan Padfoot, melihat sebuah kesempatan untuk mengganti suasana. Berdiri melompat, telinga dan ekornya hampir berdiri tegak, dan melempar rajutannya ke atas meja. Kemudian dia bergegas penuh energy, meninggalkan Gadis Sapi yang tersenyum melihat gadis itu yang bersemangat.
Tapi… Gadis Sapi tidaklah begitu yakin untuk membawa topik itu sementara merajut sesuatu untuk pria itu. Gadis Sapi melamun untuk beberapa saat, berharap untuk mencari topik pembicaraan di sini, dan akhirnya memilih topik yang paling sederhana yang dapat dia pikirkan. “Bagaimana keadaan akhir-akhir ini? Sepertinya sibuk sekali…”
“Hmm, sibuk… Yah, lumayan sih.” Gadis Guild menopang dagunya berpikir dengan jemarinya yang lentik. Kemudian dia duduk pada meja bundar dengan gerakan yang sangat anggun, pinggulnya bergoyang seraya dia duduk. Inspektur mengikuti.
Setiap pegawai dari Guild bergerak dengan hati-hati dan terlatih yang dapat menarik perhatian mata orang. Tidaklah sama dengan keeleganan alami yang dimiliki oleh para high elf; tampak jelas bahwa ini adalah cara bergerak yang ditujukan untuk manusia.
“Tapi biasanya tidak,” Gadis Guild berkata.
“Di tambah lagi, perang di timur tampaknya sudah mereda. Selain pasukan Kekacauan yang berkeliaran, tidak ada yang baru.” Inspektur mengangguk seolah ingin memperkuat ucapannya.
Timbangan dari Ketertiban dan Kekacauan selamanya selalu berayun ke kiri dan ke kanan. Mereka tidak akan pernah miring ke satu sisi selamanya. Selalu ada keributan besar maupun kecil yang terjadi, seperti itulah jalannya Dunia Bersudut Empat.
Benar, adalah sesuai yang di harapkan. Sangatlah hampir tidak mungkin untuk membayangkan sebuah situasi di mana tidak ada masalah sama sekali yang terjadi di manapun di dunia. Namun, Gadis Sapi berpikir , jika keadaan di sekelilingnya tenang, itu sudah cukup damai bagainya.
Oleh karena itu dia bertanya. “Berarti keadaan lagi bagus?”
“Yeah, kurasa efek dari keributan itu tidak akan mencapai ke kita.” Inspektur berkata dengan anggukkan. Simbol dari pedang dan timbangan yang berganting di lehernya berdenting dengan gerakan itu. “Sepertinya permaisuri bangkit untuk menghentikan perdana menteri sebelum pria itu dapat mengambil alih total atau semacamnya. Permasalahan sederhana.”
“Aku dengar terdapat ksatria muda hebat di sisi permaisuri,” Gadis Guild menambahkan dengan helaan kewanitaan. Seorang ksatria yang menyelamatkan seorang permaisuri. Adalah sesuatu yang berasal dari buku dongeng. Sebuah kisah kepahlawanan yang di pentaskan di Negara yang jauh.
Gadis Sapi, terhanyut oleh pikiran itu, mendapati dirinya sendiri bergumam. “Indahnya…”
“Berharap itu kisahmu?” Gadis Guild berkata, memberikan Gadis Sapi tatapan mengejek. Gadis Sapi merasakan wajahnya memanas. Dia celingak celinguk kesana kemari dan akhirnya menatap lantai.
Akhirnya, dia mengakuinya. “…Iya, sedikit.” Mengucapkannya dengan lantang, dia merasa ucapan itu lebih ringan dan mudah untuk di keluarkan dari apa yang dia kira.
“Aku bisa memahaminya…” Menopang dagu dengan kedua tangan, Gadis Guild menghela kembali.
Kurasa bahkan anak perempuan kebangsawanan juga berfantasi menjadi permaisuri dengan ksatria mereka. Pikir Gadis Sapi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana anak kecil kesayangan dari keluarga elit menghabiskan waktunya.
“Kalian berdua bisa memiliki ksatria kalian. Aku ogah.” Inspektur, yang kemungkinan adalah anak perempuan dari keluarga berada juga, berkata dengan lambaian tangan. “Aku kurang suka ada seseorang yang berada di sekitarku selama dua puluh empat jam, setiap harinya, mau itu ksatria atau seorang suami.”
“Huh, kamu dingin banget.”
“Aku lebih suka kamu menyebutnya sebagai realistis.”
Apa dia benar ya, Gadis Sapi berpikir. Satu hal lainnya yang dia tidak banyak ketahui adalah arti dari memiliki waktu untuk dirimu sendiri untuk melakukan apa yang kamu inginkan. Jika melihatnya seperti ini, dia mulai dapat melihat bahwa dia cukup beruntung untuk dapat bertemu dengan beberapa orang berbeda. Adalah berkat orang tuanya di masa muda Gadis Sapi, dan kemudian pamannya, dan pria itu, dan teman-temannya.
“Daaaaaan ini dia!” Salah satu dari temannya berteriak, mendatangi meja. Nampan itu hampir tidak seimbang di tangannya, namun hebatnya tidak ada sedikitpun yang tumpah atau terjatuh. Dia menempatkan nampannya di atas meja dengan sebuah “Silahkan!” dia mulai menuangkannya untuk semua orang…sesuatu.
“Ini…bukan the, kan?” Gadis Guild bertanya, memperhatikan minuman itu. Seseorang dapat menerkanya mengapa. Adalah sebuah cairan coklat mencurigakan. Gadis Sapi mendekatkan hidungnya dan mengendus secara sopan untuk menemukan sebuah aroma manis.
“Baunya sih enak,” Gadis Sapi berkata. “Baunya kayak…”
“Tunggu, apa ini—“ Inspektur menepuk kedua tangannya seraya kedua gadis berpikir. “—Minuman yang dibuat dari kacang para dewa?”
“Bingo!” Pelayan Padfoot menepuk kedua tapak tebalnya.
Gadis Sapi masih tidak memahami apa arti itu. “Kacang para dewa?” Dia memiringkan kepalanya, kemudian menambahkan, “Apa benar-benar berasal dari surga?”
“Aku sendiri nggak banyak mengetahuinya, tapi kurasa namanya itu “kakao” atau sesuatu…” Pelayan Padfoot melingkarkan tapaknya di udara. “Koki bilang ini semacam kacang yang mereka dapatkan dari selatan. Kurasa kamu merebusnya dan tambahkan gula?”
“Aku tidak yakin apa ini termasuk kacang-kacangan,” Inspektur berkata. “Ini seharusnya menjadi popular di ibukota akhir-akhir ini, tapi aku sendiri tidak pernah melihatnya. Hmm, hmm…” Dia mempelajari isi dari cangkirnya dengan tertarik.
Hmm… Yah, mungkin. Pikir Gadis Sapi.
Minuman ini memiliki konsistensi seperti sup jelai, namun aromanya cukup nikmat. Dia tidak mengetahui apa yang di makan para dewa, namun tampaknya mereka setidaknya dapat makan.
“Selatan—ada banyak kaum lizardmen di sana, bukan?” Gadis Guild berkata, seraya mempelajari minuman gelap ini juga. (Setidaknya, dia berpikir bahwa ini adalah minuman.)
“Seharusnya ada beragam makanan nggak biasa di sana,” Gadis Sapi berkata. seperti tomat, dan jagung, dan bahkan kentang yang dirinya makan tadi pagi. Kentang tumbuh dengan subur di sini, jadi mungkin beberapa sayuran lainnya juga akan tumbuh subur juga—seperti unta itu.
“Pokoknya, mumpung minumannya sudah ada di sini,” Gadis Sapi berkata, mengangguk pada cangkirnya. “Kita harus mencobanya.”
“Pastinya, aku sudah nggak sabar!”
Baiklah, kalau begitu. Mereka semua saling bertukar pandang, kemudian menggiring cangkir mereka ke mulut.
Pertama, sebuah seruput.
“…Wow.”
Pahit. Tapi pastinya manis. Kedua rasa itu tampak benar-benar saling berlawanan, namun kedua rasa itu bercampur di mulutnya. Gadis Sapi berkedip, kemudian menyeruput kembali, menikmati pengalaman ini. Ini adalah rasa yang dapat membuatmu ketagihan.
“Mmm…” Gadis Sapi menjilat beberapa tetesan di bibirnya dan memejamkan kedua matanya seolah untuk menikmati aroma dari teh hitam. “Kurasa kamu bisa memasukkan beberapa lada di dalamnya. Rasanya bakal sedikit nendang.”
“Kedengarannya banyak orang yang melakukan seperti itu.” Inspektur berkata. kemudian menambahkan “Mmm,” Rasa manis pahit yang menyegarkan. “Menambahkan gula itu cara yang kita pikirkan di sini, ada banyak cara untuk melakukannya.”
“Mungkin kita bisa coba dengan susu. Seperti bagaimana kita mencampur gula dan susu di tehmu.”
Akan tetapi, kedua wanita itu tidak berbicara. Mereka adalah Gadis Sapi, tanpa suara menikmati nikmatnya rasa, dan Pelayan Padfoot, yang menatap lantai dengan wajah memerah.
“Kamu tahu, aku mendengar yang lain juga.” Inspektur berkata dengan tatapan nakal pada dua rekan mejanya yang terdiam. “Mereka bilang ini aphrodisiak yang bagus.”
“Huh…?!” Gadis Sapi menjerit, tangannya terhenti di tengah udara. Dia beruntung dia tidak secara reflek memuntahkan minuman di mulutnya.
Inspektur berkata terbahak-bahak, adalah sebuah ejekan nakal darinya. “Ha-ha-ha! Aku bercanda, aku bercanda!”
“U-urgh…” Klarifikasi itu tampak sudah sangat terlambat bagi Pelayan Padfoot. Dia mulai menggerutu bagaikan hewan sungguhan, kemudian tiba-tiba melompat dari kursinya. “Jantung…jantungku berdebar! Aku jadi pusing…!”
“Apa?!” Gadis Sapi mendengak dengan terburu-buru. Dia bertanya apakah Pelayan Padfoot baik-baik saja, namun pelayan itu tampak tidak mendengar. Wajahnya merah, matanya tidak fokus seraya dia menggenggam cangkirnya.
“Rasanya jadi sia-sia… Aku akan meminta dia mencobanya!” Dan kemudian dia bergegas berlari—kemana? Yah, hal itu mudah untuk dibayangkan.
Dia pergi…
Ketiga wanita yang di tinggalkan saling bertukar pandang, kemudian semua tertawa.
“Mereka bilang para padfoot sangat sensitif dengan aroma herba—apa dia tidak menyukainya ya?” Gdis Guild bertanya.
“Mereka tampaknya memiliki rasa lidah yang berbeda dengan kita,” Inspektur menyetujui. “Waktu itu ada gadis bertelinga kelinci ini…” Dia menyeringai dan menyeruput cangkirnya lagi. “Dia meneguk segelas bir—dan berakhir memasukkan kepalanya ke dalam kendi air dan bernyanyi tentang betapa dia bersyukur atas minumannya.”
“Huh,” Gadis Sapi berkata. “Kurasa kamu harus mempertimbangkan hal semacam itu ketika kamu berusaha membuat makanan baru.” Dia memutuskan untuk memberi tahu pamannya nanti, namun untuk saat ini dia menikmati seruputan lainnya dari minuman coklat. Adalah manis dan pahit bersamaan. Dia tidak akan berniat untuk menerima hal tentang afrodisiak itu secara begitu saja.
Tetap saja, mungkin dia harus menyuruh pria itu mencobanya saat dia pulang? Ha-ha…
“Oh…”
Tidak heran mengapa dia begitu dingin.
Bercak putih mulai mengalir di udara di luar jendela. Musim dingin telah datang ke kota perbatasan.
0 Comments
Posting Komentar