Mereka Bertemu (2)
(Penerjemah : Ei-chan)
'Dia diusir dari gerbang pagi-pagi sekali.'
Choi Han menuju ke arah yang dia ingat pernah dengar dari para penduduk setelah dia selesai mengubur semua penduduk tersayangnya. Dia menuju ke Kota Western.
Choi Han telah dipindahkan ke dunia ini ketika dia masih murid baru di SMA, tapi dia sudah tinggal di sini selama puluhan tahun. Tentu saja, fakta bahwa sebagian besar hidupnya itu dihabiskan dengan mencoba bertahan hidup di Hutan Kegelapan membuat dia menjadi dewasa dalam cara yang sedikit aneh, dan, karena itulah, dia jadi lebih rasional daripada perkiraan siapapun setelah peristiwa itu.
-'Aku harus pergi melaporkan ini pada penguasa di kastil.'-
Desa Harris memang adalah sebuah desa terpencil, tapi ini masih berada di bawah yurisdiksi Count Henituse. Karena itulah Choi Han menuju ke Kota Western, berharap paling tidak menyiapkan sebuah pemakaman kecil bagi para penduduk.
Dia juga berencana mencari informasi mengenai para pembunuh yang dia habisi saat kehilangan ketenangannya, karena dia tidak dapat menanyai mereka. Akan tetapi, mengantar kepergian orang-orang yang sudah mati dengan benar lebih didahulukan sebelum pembalasan dendam.
'Kalau kau memikirkannya, dia benar-benar orang yang penyayang.'
Tapi kehilangan sekaligus semua orang yang pertama kali menunjukkan rasa sayang padanya setelah puluhan tahun berada di Hutan Kegelapan membuat mustahil bagi pikiran Choi Han untuk tidak terganggu. Dalam novel, di saat itulah Cale mengacau dengan Choi Han dan menyinggungnya. Dia ingat apa yang Cale dalam novel katakan pada Choi Han.
["Kenapa ayahku harus peduli dengan kematian beberapa penduduk desa tidak berguna? Cangkir alkohol si tanganku ini lebih bernilai daripada gabungan semua nyawa kalian."]
Choi Han mulai menertawakan perkataan Cale saat dia membalasnya.
["Pemikiran yang menarik. Aku jadi sangat penasaran ingin tahu apakah kau akan berubah pikiran atau tidak."]
['Bagaimana kalau kita mengujinya?']
Ujian itu adalah menghajar Cale habis-habisan sampai dia hampir mati. Yang menakjubkan adalah Cale tidak pernah mengubah pikirannya bahkan setelah dihajar sampai babak belur.
"Ah, aku jadi merinding."
Cale menggosok-gosok lengannya setelah melihat bulu kuduknya yang meremang. Dia buru-buru menyeruput teh yang telah Billos bawakan untuknya. Dia kemudian melihat ke luar jendela lagi, hanya untuk merasa merinding lagi.
'Itu dia si berandalan itu.'’
Begitu gerbang terbuka di pagi ini, seorang pria muda dengan pakaian bertanda hitam di mana-mana, sampai-sampai terlihat seakan pakaian itu terbakar di beberapa tempat, mendekati gerbang. Dia adalah Choi Han.
Cale tidak bangkit berdiri dari kursinya saat mengamati Choi Han.
Kecepatannya luar biasa, karena dia berlari seperti orang gila melintasi jarak yang seharusnya memerlukan waktu seminggu untuk kereta kuda, tapi, gara-gara itu, dia kelihatan acak-acakan. Tentu saja, peristiwa di desa juga yang menyebabkan penampilannya seberantakan itu
Penjaga gerbang menghalangi langkah Choi Han saat dia berjalan dengan kepala tertunduk, kelihatan sangat kelelahan. Cale tidak tahu apa yang mereka katakan, tapi dia bisa melihat Choi Han menggelengkan kepala terhadap pertanyaan si penjaga.
'Aku yakin mereka sedang bertanya apa dia punya tanda identitas diri.'
Para penjaga di Kota Western pada dasarnya adalah orang-orang yang ramah, tapi mereka tegas saat berhubungan dengan aturan. Mereka mengikuti penguasa mereka, kepribadian Count Deruth.
"Mereka mengusirnya keluar."
Sesuai dugaan, Choi Han berjalan keluar dari gerbang. Dia bahkan tidak mengamuk. Setelah seharian berlari tanpa henti, nuraninya yang sudah sedikit kembali mengatakan padanya untuk tidak membunuh orang yang tidak bersalah.
'Choi Han sekarang akan menunggu sampai malam tiba sebelum dia mengendap-endap melompat melewati tembok kota untuk masuk.'
Dia kemudian berpapasan dengan Cale yang sibuk minum-minum.
Sreeek. Karena Cale sendirian, suara dari kursi yang didorong saat dia berdiri ini terdengar cukup keras. Dia menuruni tangga dan memberitahu Billos yang sedang ada di konter.
“Aku akan segera kembali. Jangan bersihkan tempatku.”
“Ya, Tuan Muda. Saya menanti kedatangan Anda kembali.”
Cale mengabaikan senyuman di wajah tembam Billos sementara dia berjalan keluar dari kedai teh,
“Dia tidak menghancurkan apapun!”
Cale bisa mendengar suara seseorang muncul dari dalam kedai, tapi dia tidak peduli. Dia harus memasang pondasi untuk mendapatkan Perisai yang Tak Dapat Dihancurkan hari ini.
Perisai yang Tak Dapat Dihancurkan
Ini tidak berbicara tentang benda fisik. Perbandingan terbaiknya mungkin adalah perisai mana seorang penyihir. Akan tetapi, itu sangat berbeda dari perisai mana, karena ini mendekati kekuatan super daripada sihir.
Lucunya adalah manusia yang menciptakan kekuatan itu, tapi akhirnya mati, adalah seseorang yang melayani seorang dewa tapi malah akhirnya dibuang dikucilkan.
‘Semua hal yang aneh ada di novel ini.’
Sedangkan untuk sejarah di dunia fantasi manapun, dunia ini juga memiliki sejarah kunonya. Selama zaman kuno itu, baik sihir maupun persenjataan tidaklah berkembang.
Alih-alih, saat itu adalah masyarakat di mana bakat alamiahmu sendiri atau bakat yang dikumpulkan dari peristiwa-peristiwa supernatural yang memainkan peran penting. Kekuatan terbesar dalam masyarakat itu adalah kekuatan super, kekuatan ilahi, dan kekuatan alam. Saat itu adalah masa yang sangat primitif.
Beberapa kekuatan itu tetap ada sampai sekarang, tersembunyi di lokasi atau benda tertentu. Adalah hal yang mungkin untuk mengambil kekuatan itu untuk dirimu sendiri kalau kau menemui kondisi yang tepat.
Kekuatan kuno.
Para pahlawan akan menemukan kekuatan-kekuatan ini, akan tetapi, kekuatan-kekuatan ini hanyalah pendukung, tidak cukup kuat untuk digunakan sebagai kekuatan utama seorang pahlawan.
Ini semua adalah kekuatan yang Cale cari-cari.
‘Apapun selain kekuatan ilahi.’
Entah itu dewa atau malaikat atau iblis, Cale tidak mau berurusan dengan satu pun dari mereka. (TL : Ufufufu, foreshadow… 😅)
Karena itulah Cale mencari kekuatan orang-orang yang dikembangkan secara alamiah atau berasal dari alam.
‘Itu adalah cara untuk memastikan aku sama sekali tidak perlu berusaha.’
Itu semua adalah jenis kekuatan yang dia cari. Sesuatu seperti jurus pedang atau sihir akan mengharuskan dia untuk berusaha berlatih. Dia tidak mau melakukan hal seperti itu.
Tidak seperti buku lainnya, peradaban kuno di novel, [Kelahiran Sang Pahlawan], tidaklah sekuat itu.
Selagi peradaban berkembang, sihir dan skill pemanggilan yang dikembangkan pun melebihi kekuatan alamiah yang ditinggalkan peradaban kuno. Kekuatan super pun sama saja. Kekuatan super yang paling halus akan terhempas oleh satu serangan saja dari 'Aura', yang digunakan di masa kini.
Bukannya para pahlawan itu menggunakan kekuatan-kekuatan ini secara hemat tanpa alasan.
'Dan tujuanku adalah mengumpulkan kekuatan-kekuatan halus ini untuk menjadi cukup kuat.'
Ini adalah tujuan yang memuaskan. Terutama karena dirinya tahu kekuatan kuno yang bisa memperkuat kekuatan-kekuatan super yang halus ini.
Untuk mengambil langkah pertama dalam rencananya, Cale mulai mencari kekuatan kuno yang tersembunyi di Kota Western. Dia tahu persyaratan untuk mendapatkan kekuatan itu.
“Tu, Tuan Muda. Selamat datang.”
Cale hanya menganggukkan kepala pada si tukang roti, yang menundukkan kepalanya begitu rendah sampai-sampai kepalanya mungkin mencapai tanah, untuk merespon. Dia bisa mendengar si tukang roti terkesiap, tapi Cale berpura-pura tidak mendengarnya. Dia merasa tidak enak hati dengan bagaimana reputasinya sebagai seorang sampah membuat si tukang roti ini begitu ketakutan.
“Berikan aku roti.”
“Permisi?”
Cale menunjuk semua roti yang ada di toko roti itu dan membalas tegas.
“Semua dari sini sampai sana.”
Clang. Koin emas yang Cale keluarkan mulai berputar di atas konter.
“Bungkus semuanya.”
Si tukang roti kelihatan membeku di tempat saat Cale lanjut bicara.
“Dua atau tiga koin emas lagi seharusnya cukup untuk roti selama seminggu, ya ‘kan?”
Pandangan si tukang roti, yang tadinya tertuju pada koin emas, beralih pada Cale. Ini uang yang terlalu banyak untuk membayar roti. Cale hanya menanggapi datar mata si tukang roti yang bergetar.
“Aku bisa ke tempat lain kalau kau tidak mau.”
“Tidak, bukan begitu! Tuan Muda! Saya akan membungkusnya secepat mungkin!”
Si tukang roti jadi bersikap luar biasa hormat untuk alasan yang berbeda daripada sebelumnya saat dia bergerak ke sana-sini secepatnya. Setelah beberapa menit, Cale meninggalkan toko roti itu dengan karung yang penuh dengan roti di bahunya.
Walaupun hanya roti, ini cukup berat. Beratnya membuat Cale mulai mengerutkan wajah, dan dia mengabaikan si tukang roti yang sedang mengawasinya pergi saat dia melangkah ke jalanan.
Cale dengan santainya melangkah menyusuri jalan, menyadari bahwa siapapun yang melakukan kontak mata dengannya akan cepat-cepat memalingkan wajah dan berjalan menjauh. Sebagian besar orang bahkan kabur untuk menghindari kontak mata dengannya.
‘Benar-benar berbeda dengan Korea. Ini benar-benar dunia fantasi.’
Cale memperhatikan sekitar sementara dia berkeliaran di sekitar pasar ini yang memberikan suasana khas fantasi.
“Mm.”
“Mmph.”
Setiap kali dia melakukan kontak mata dengan seorang pedagang, mereka jadi terkejut dan menghindari pandangannya. Ck ck. Cale pasti benar-benar menjalani hidupnya sebagai sampai di masa lalu. Cale sedang berbicara buruk tentang dirinya sendiri saat dia berjalan melewati pasar dan menuju ke bagian barat dari Kota Western.
Kawasan kumuh berlokasi di barat. Tidak peduli betapa kayanya suatu wilayah, selalu akan ada orang-orang miskin. Dalam situasi seperti ini, kebanyakan orang mungkin mengharapkan sesuatu semacam ini terjadi.
-‘Ah, ini adalah pertemuan takdir di mana kau bisa dapatkan dengan berbagi makanan pada orang-orang tak mampu.’-
Sayangnya, ini tidaklah seperti itu.
Cale bisa merasakan orang-orang mengintip padanya begitu dia memasuki kawasan kumuh. Ini adalah tempat di mana orang-orang paling menganggur dan jahat hidup bersama.
Walaupun orang-orang miskin ini mungkin tidak mengenal wajah dari penguasa mereka, sang Count, mereka mengenal wajah Cale. Orang-orang yang tidak punya apa-apa ini harus lebih memperhatikan dengan saksama jenis orang yang akan membuat keributan di pasar, kedai minum, alun-alun, sumur, dan di mana pun itu, maka Cale mungkin membuat keributan di sana juga.
“Cih.”
Sekalipun mereka semua tahu kisah-kisah tentang Cale ini, mereka tidak bisa menahan diri terhadap aroma manis dari roti yang Cale bawa di karungnya. Cale mengacuhkan semua pandangan ini saat dia terus berjalan.
Ujung sepatu kulitnya yang mahal mulai menjadi ternoda dengan air kotor. Aroma tidak sedap yang tidak dikenal juga memenuhi hidup Cale, membuatnya serta-merta mulai mengerutkan wajah.
Ini membuatnya mulai berjalan lebih cepat lagi. Kawasan kumuh berada di satu sisi bukit kecil dan terbentuk dari banyak rumah lama. Cale menuju ke puncak bukit itu. Saat dia semakin mendekat, pandangan dan langkah orang-orang yang mengikutinya semakin berkurang juga. Pelototan tajam Cale mungkin memainkan peranan juga.
‘Di sini lebih baik.’
Setelah bebas dari aroma tidak sedap, Cale berdiri di puncak bukit dan berbalik untuk memandang ke bawah ke Kota Western. Tentu saja, bukit ini tidak setinggi kediaman count. Tidak mungkin mereka akan mengizinkan penguasa wilayah ini untuk hidup di suatu tempat yang lebih rendah daripada kawasan kumuh.
Cale kembali fokus saat dia menuju ke sebatang pohon yang dipagari dari segala arah. Pagar itu, yang terbuat dari papan-papan kayu selebar tubuh Cale, memiliki pintu masuk yang membusuk. Pintu itu rusak dengan mudah saat Cale mendorong pagar tersebut.
Pohon besar ini sepertinya telah hidup selama ratusan tahun. Pepohonan di kawasan kumuh ini biasanya ditebang menjadi kayu bakar atau lapisan-lapisannya dikupas untuk membuatnya tidak berguna, tapi pohon ini tidaklah seperti itu.
Alasannya sederhana. Alasannya bisa terdengar di telinga Cale. Hanya kedua orang ini yang mengikutinya sampai akhir dari kawasan kumuh.
“Kau tidak boleh mendekati po-pohon itu!”
Cale mengabaikan peringatan itu. Dia mendengar suara cemas lainnya.
“Kau tidak boleh ke sana! Itu pohon pemakan manusia!”
Sebatang pohon pemakan manusia. Siapapun yang menggantung dirinya di pohon ini akan menjadi mumi dalam semalam. Terlebih lagi, darah apapun yang mendarat di pohon ini akan langsung lenyap.
Akhirnya, hanya ada tanah di sekitar pohon ini. Rerumputan, bahkan tumbuhan liar, tidak terlihat sama sekali.
Inilah pohon yang Cale cari-cari.
Dulu sekali, saat zaman kuno, ada seseorang yang sangat suka makanan sampai-sampai sifat rakusnya itu menyebabkan dia ditendang keluar dari tempat peribadatan. Orang itu akhirnya kelaparan sampai mati
Pohon ini dikatakan tumbuh di atas jasadnya, dan dendam orang tersebut serta kekuatannya ada di pohon ini. Perisai yang Tidak Dapat Dihancurkan yang Cale cari ada di sini.
Betapa primitif, misterius dan anehnya ini! Mayoritas kekuatan kuno itu misterius seperti ini.
Cale mengambil sepotong roti dari dalam karung dan dengan cermat mengamati sebuah lubang yang seukuran kepala orang dewasa. Dia harus mengusir pemilik suara itu sebelum memulai pekerjaannya. Akan tetapi, sebelum Cale bahkan bisa mengatakan apapun, suara tersebut bahkan lebih keras lagi kali ini karena mereka tidak bisa melihat Cale dari luar pagar lantaran dia berjongkok. Suara itu sedikit bergetar.
“Kau akan mati! Jangan lakukuan!”
Cale menekan-nekan pelipis dengan jari-jarinya.
“Haah.”
Jumlah orang yang mengikuti dia semakin berkurang saat dia semakin mendekat ke pohon pemakan-manusia yang ada di puncak bukit, akan tetapi, pemilik suara itu terus mengikutinya.
‘Selalu ada berandalan berisik tidak peduli ke manapun kau pergi.’
Cale mengerutkan alis saat dia memalingkan kepalanya ke belakang. Saat dia melakukannya, dia melihat seorang gadis yang kelihatannya berusia sekitar 10 tahun, memegangi tangan adik laki-lakinya sambil menatapnya. Matanya penuh dengan rasa khawatir.
Melihat Cale mengerutkan wajah dan menatapnya, si gadis kecil itu tergagap dan mulai bergumam.
“Itu adalah pohon pemakan-manusia. Kau akan ma, mati.”
“Aku tidak akan mati.”
Cale mengeluarkan dua roti dari dalam karung dan melemparkannya ke si gadis kecil. Tidak masalah sekalipun itu berguling di tanah karena masing-masing kedua roti itu dibungkus.
“Ambil itu dan enyahlah.”
Si bocah laki-laki langsung menyambar roti tersebut tapi si gadis kecil masih sangsi. Pada akhirnya, Cale harus menggunakan identitasnya. Dia berdiri dan menjulurkan kepalanya keluar pagar.
“Kalian berdua tidak tahu tentang Cale si sampah?”
Wajah gadis kecil itu memucat. Adiknya hanya memandang Cale sebelum memungut roti lainnya untuk si kakak dan mulai menarik-narik lengannya.
“Noona (Kakak).”
“Uh huh.”
Gadis kecil itu bolak-balik menatap antara pohon dan Cale bahkan saat dia ditarik pergi.
“Kau tidak bisa boleh mati.”
Cale mendecakkan lidahnya pada si gadis kecil yang terus berkata demikian, sebelum memastikan tidak ada orang lain di sekitar saat dia duduk di bawah pohon. Tidak ada orang yang akan bisa melihat apa yang sedang dia lakukan kecuali mereka langsung mendekati pagar.
“Ayo mulai.”
Dia mulai dengan mengambil sebongkah roti dari karung dan memasukkannya ke dalam lubang itu. Tangannya langsung menghilang ke dalam kegelapan di bawah pohon, dan Cale bisa merasakan sebuah sensasi dingin saat roti di tangannya itu menghilang.
Dia merasa seakan seluruh tangannya bisa juga dihisap, dan cepat-cepat mengeluarkannya.
Kegelapan di lubang bawah pohon itu masih sama.
“Kalau kau mati dengan dendam, kau harus menyelesaikan dendam itu.”
Pohon pemakan-manusia ini sebenarnya bukanlah sebuah pohon pemakan-manusia. Ini adalah pohon yang akan memakan apapun. Itu adalah efek samping dari kekuatan yang ditinggalkan oleh seseorang kelaparan sampai mati. Tapi untuk hal seperti ini berhubungan dengan kekuatan kuno…ini konyol, tapi membuatnya jadi lebih realistis.
‘Aku ingat dikatakan aku harus memberinya makan sampai kegelapannya menghilang.’
Kegelapan di lubang bawah pohon ini bukanlah hasil dari bayangan. Ini adalah kegelapan yang terbentuk oleh dendam,
Ini tidak bisa dilakukan dengan orang lain. Satu orang harus terus menyediakan sejumlah besar makanan sampai kegelapannya menghilang. Begitu kegelapan akhirnya menghilang, cahaya yang tersembunyi di bawahnya akan muncul.
Begitu dia melahap cahaya itu, maka ‘Perisai yang Tak Dapat Dihancurkan’ akan menjadi milik Cale.
“Makanlah semua yang kau mau.”
Cale membuka mulut karung ke dalam lubang itu dan menuangkan semua roti di dalamnya. Dalam situasi normal, lubang kecil itu seharusnya sudah dipenuhi roti, akan tetapi, hanya kegelapan yang tetap saja berada di situ begitu Cale menyingkirkan karungnya.
“Kurasa aku akan perlu sekitar sepuluh karung besar lagi.”
Kegelapan di lubang itu hanya sedikit saja lebih samar daripada sebelumnya.
Sepuluh karung. Hanya seseorang seperti Cale, dengan 3 juta galon sebagai uang jajan, dapat dengan santai mengatakan hal semacam itu.
Grrrr-
Sebuah jeritan aneh terdengar seakan menggaung dari pohon. Sepertinya pohon ini mengatakan bahwa dia lapar dan meminta lebih banyak makanan. Cale merasa kegelapan itu bisa saja mendadak menjangkau dan mencengkeramnya.
“...Ini agak menakutkan.”
Cale buru-buru bangun. Dia merasa dia seharusnya tidak di sini untuk waktu yang lama.
"Memangnya apa yang sebuah dendam bodoh bisa lakukan?"
Rakus adalah hal yang menakutkan.
"Aku akan kembali besok."
Cale mengucapkan selamat tinggal pada pohon yang bergemuruh seakan-akan itu adalah orang dan keluar dari area yang dipagari. Cale menyadari si kakak-beradik itu sedang makan roti begitu dia memasuki kawasan kumuh.
Untuk seseorang yang menyatakan bahwa dirinya tidak boleh pergi ke sana karena itu pohon pemakan-manusia, mereka sepertinya menikmati roti itu. Mereka pastinya menyukai rasanya, karena mereka berdua terlihat sangat senang.
“Wah, wah.”
Cale mendengus pada si kakak beradik itu sebelum mengabaikan pandangan mereka. Akan tetapi, pandangan mereka tidak tertuju padanya, tapi pada karung yang tadinya dipenuhi roti sebelumnya dan kini kosong. Mereka mungkin penasaran.
Tapi, apa yang bisa mereka lakukan? Mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Anak-anak ini mungkin terlalu takut bahkan untuk mendekati pohon pemakan-manusia itu. Akan tetapi, selalu menjadi hal yang baik untuk berada di sisi aman. Akan gawat kalau mereka pergi mendekati pohon dan memasukkan kepala mereka ke dalam lubang dan kemudian dimakan.
-[Anak-anak di kawasan kumuh tidak memiliki rasa takut. Itu karena mereka lebih menghargai setiap butir nasi daripada pedang yang mendatangi mereka. Kematian selalu ada di sekeliling mereka, jadi mereka tidak takut akan kematian. Mereka lebih takut merasa lapar dibanding kematian.]-
Itulah yang tertulis dalam [Kelahiran Sang Pahlawan].
Karena itulah Cale memutuskan untuk bicara dengan pasangan kakak beradik itu.
"Kalau kalian mau makan roti lagi besok, jangan katakan apapun."
Kakak beradik itu tidak berkata apa-apa. Mereka segera mengikuti perintah Cale. Si gadis kecil, yang kelihatan ragu-ragu sebelumnya, menaruh tangannya di mulut adiknya dan berpura-pura tidak melihat Cale. Cale tersenyum dan berpikir gadis itu sangat cerdas, sementara dirinya cepat-cepat meninggalkan kawasan kumuh tersebut.
Orang-orang di kawasan kumuh yang tahu Cale telah pergi ke puncak bukit pun memandangi dia, bertanya-tanya hal gila apa yang sedang dia lakukan sekarang, tapi Cale suka tatapan semacam itu.
Orang-orang di luar kawasan kumuh pun memandang Cale dengan aneh, tapi Cale tidak peduli dengan pandangan-pandangan itu.
"Ah, Tuan Muda. Anda kembali."
Begitu Cale kembali ke kedai teh, Billos menyapanya dengan cukup senang.
"Ya. Bawakan aku secangkir teh yang baru. Kali ini yang menyegarkan."
Cale kembali ke kursinya di lantai tiga. Seharusnya sekarang cukup sibuk di jam ini, tapi tidak ada siapa-siapa di lantai tiga. Mereka semua menghindari si sampah keluarga Count. Karena itulah Cale bisa bersantai.
"Ini dia teh Anda, Tuan Muda. Saya juga membawa beberapa makanan pencuci mulut."
"Ah, bagus sekali. Terima kasih."
Cale hanya terus memperhatikan gerbang kota sementara dia menyeruput teh. Billos mengamati wajah Cale dengan ekspresi aneh sebelum dia pergi meninggalkan lantai tiga dengan tenang. Aneh rasanya mendengar Cale berterima kasih pada seseorang.
Cale lanjut memesan teh dan makanan penutup sementara dia melihat ke luar jendela sampai langit perlahan menjadi berwarna jingga dan matahari terbenam. Dia baru bangun saat malam tiba dan di luar gelap.
Sekarang waktunya untuk berinteraksi dengan pemuda berbahaya yang akan datang dari luar tembok.
Catatan kaki :
- Noona : Mengingat mayoritas reader KN lebih terbiasa dengan budaya Jepang, ada tambahan info yang mungkin berguna bagi yang belum tahu budaya Korea. Jika biasanya di Jepang hanya mengenal sebutan “Oneesan/Oneechan” untuk kakak perempuan dan “Oniisan/Oniichan” untuk kakak laki-laki tanpa peduli gender si adik, maka ada perbedaan di Korea.
Jika si adik adalah cewek, biasanya dia akan memanggil kakak perempuannya dengan “Unnie/Eonnie” sedangkan yang laki-laki dipanggil “Oppa”. Lain halnya dengan adik laki-laki, dia akan memanggil kakak perempuan dengan “Noona/Noonim” dan kakak laki-laki dengan “Hyung/Hyungnim”. Selain itu, panggilan-panggilan ini tidak hanya berlaku untuk saudara kandung, tapi juga berlaku bagi orang yang sangat akrab (termasuk pacar) atau dihormati. Makanya, nggak heran fans boyband Korea suka manggil2 “Oppa! Oppa! Saranghae!” 🤣
0 Comments
Posting Komentar