Gelang
(Penerjemah : Hikari)
Keesokan harinya, Ruri bersiap untuk memberikan Peri Waktu mainan yang dia beli di pasar, berpikir itu akan sangat cocok untuk seseorang dengan berlebihan waktu senggang sepertinya.
Dia membuka ruang dimensinya dan masuk ke dalam.
Di dalam, meski begitu, dia menemui pemandangan yang tidak terduga. Ruang tersebut tadinya sama sekali kosong sampai kemarin. Dia sudah melemparkan barang belanjaannya dari pasar, tapi ruang yang luas sekali ini dipengaruhi oleh mana Ruri yang seharusnya lebih dari cukup untuk lebih banyak ruang kosong. Tapi, entah bagaimana, ada banyak sekali baju yang dia tidak ingat pernah membelinya, furnitur yang sudah pasti tidak pernah dia taruh di sini, juga beberapa barang-barang lainnya, seperti perhiasan dan senjata yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
“Apa-apaan ini semuaaa?!”
Mungkin karena mendengar teriakan Ruri, Peri Waktu pun perlahan muncul begitu saja.
[Syukurlah… kau ternyata benar-benar kembali…] kata Peri Waktu, merasa terkesan karena Ruri telah datang, dan bahkan sampai menangis. Akan tetapi, bagi Ruri, sekarang bukan waktunya untuk larut dalam reuni mengharukan.
“Aku benci harus menghancurkan momen emosional ini, tapi apa maksudnya semua ini?!”
[Aku membawa benda-benda yang kurasa mungkin kau suka,] kata si Peri Waktu dengan wajah ceria, nada bicaranya mengundang pujian.
Kabar ini, meski demikian, hanya membuat kepala Ruri berputar. “Kau membawa ini semua dari mana?!”
[Wah, tentu saja dari ruang dimensi yang orang lain ciptakan. Kau tentu tahu kalau aku tidak bisa keluar dari ruang ini.]
Hal tersebut adalah yang sebagian besar orang akan sebut sebagai “pencurian”. Ruri kehilangan kata-kata.
“Kembalikan ini semua sekarang!”
[Tapi, Ruri… Kukira ini akan membuatmu senang.] Mungkin karena tidak memperkirakan bahwa Ruri akan menolak hadiahnya, Peri Waktu terkejut dan matanya mulai berkaca-kaca, seakan-akan dia akan menangis kapan saja.
Melihat hal ini, Ruri melembutkan nada bicaranya beberapa oktaf. “Percayalah, aku menghargai niatmu. Tapi mengambil barang orang lain itu sama sekali tidak benar.”
[Tidak ada masalah, kalau itu yang membuatmu cemas. Ini semua berasa dari ruang-ruang yang tidak punya pemilik lagi.]
“Tidak punya pemilik lagi?” tanya Ruri, mencoba agar dia menjelaskan lebih jauh, tapi di saat berikutnya, alih-alih berdiri di ruangannya yang dipenuhi dengan barang, Ruri menemukan dirinya berdiri di sebuah anak tangga.
Dia mengintip ke ujung lain tangga, yang sepertinya terus turun tanpa henti, mengaburkan persepsi ketinggiannya. Rasa vertigo menerpanya hampir saat itu juga. Mendongak ke atas terlihat bahwa tangga itu juga terus naik begitu jauh sampai-sampai dia tidak bisa melihat akhirnya.
Dia berada di sebuah tangga spiral yang amat sangat panjang dengan anak-anak tangga yang mengapung di kekosongan gelap pekat. Dengan tangga yang memancarkan cahaya temaram, tangga itu menyinari Ruri dan Peri Waktu dalam cahaya biru pucat. Walau begitu, ini tidaklah cukup untuk menerangi kedua ujung tangga ini karena panjangnya yang luar biasa.
“Di mana kita…?”
[Ini adalah wilayah sementara yang kuawasi. Normalnya, manusia tidak diperbolehkan di sini, tapi kau spesial, Ruri. Coba lihat ke sebelah tangga. Kau bisa melihat pintu-pintu itu, ‘kan?]
Ada pintu-pintu yang melayang tepat di luar tangga, memancarkan pendaran cahaya yang sama. Salah satu pintu itu terdapat tulisan “Ruangan Ruri” dengan huruf-huruf besar.
[Itu adalah ruang dimensimu—tempat di mana tadi kita berada beberapa saat yang lalu. Pintu-pintu di sisi sini dibuat sehingga hanya aku yang bisa membukanya.]
“Apa itu artinya pintu-pintu lain adalah ruang dimensi orang lain?”
[Benar sekali. Kau bisa melihat beberapa pintu berpendar dan yang lain tidak, ‘kan? Yang berpendar itu yang pemiliknya saat ini masih hidup; sedangkan sisanya yang lain sudah tidak ada. Barang-barang yang kubawa ke dalam ruanganmu adalah benda-benda yang kupindahkan dari ruangan tak berpemilik, jadi kau tidak perlu khawatir tentang apapun,] Peri waktu menenangkan, tapi Ruri masih cemas.
“Meski begitu, rasanya ada yang tidak benar dengan mengambilnya dari sana begitu saja…”
[Sepertinya melanggar aturan bukanlah gayamu, Ruri. Dengan pemegang kontrakku yang dulu, dia akan mengambil barang apapun yang kelihatannya berguna karena semuanya itu tidak ada pemiliknya lagi.]
“Pemegang kontrak?”
[Ya. Sederhananya, sebuah kontrak berkaitan dengan seorang peri yang memberikan pelayanan dan menganugerahkan perlindungan pada seseorang yang mereka suka. Pemegang kontrakku yang sebelumnya adalah hal yang langka, memiliki cukup mana untuk menciptakan ruang dimensi yang besar dan lebarnya cukup untuk memasuki wilayah sementara juga. Dia sedikit kasar, sombong dan menyebalkan… Tapi dia juga adalah seseorang yang berhati baik.] Saat peri tersebut berkata begitu, dia terlihat senang sekaligus agak sedih. Itu cukup membuat Ruri sadar bahwa peri tersebut sedang membicarakan seseorang yang spesial yang tidak bisa dia lupakan. [Yah, sekarang itu sudah tidak penting. Kembali lagi ke benda-benda tanpa pemilik. Karena ruang-ruang itu hanya bisa dibuka oleh orang yang membuatnya, begitu si pemilik tidak ada lagi, ruang-ruang itu perlahan-lahan akan menghilang, membawa apapun yang ada di dalamnya juga. Dengan demikian, kurasa akan jauh lebih baik kalau kau yang menggunakan mereka.]
“Ruangan-ruangan itu akan menghilang?”
[Ya, itu hal yang dibutuhkan untuk ruang dimensi. Kalau tidak hanya akan ada pintu yang tak terbatas jumlahnya.]
Ruri merasa campur aduk, tapi dia tidak ingin terus bergantung pada Chelsie selamanya, dan di dunia ini tanpa keluarganya atau apapun untuk diandalkan, dia memutuskan bahwa mengambil apa yang diperlukan adalah pilihan yang bijak.
“Baiklah, tapi hanya apa yang kupikir akan benar-benar kugunakan.”
[Tidak masalah. Oh, ya. Aku sudah meninggalkan ruangan pemegang kontrakku sebelumnya, tapi aku akan memindahkan isinya ke ruanganmu nanti.]
“Huh? Jangan, tidak perlu. Dia adalah orang yang spesial untukmu, ya ‘kan?”
[Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Dia bilang padaku untuk memberikan semuanya pada pemegang kontrakku berikutnya saat aku menemukannya.]
“...Hm?”
Dia bilang “pemegang kontrak berikutnya,” tapi Ruri tidak ingat pernah setuju tentang hal semacam itu. Peri Waktu menyadari kecurigaan di wajah Ruri dan, sambil tersenyum, mulai bicara.
[Saat kau pergi kemarin, aku langsung membuat kontrak.]
“Kau melakukan apa…?”
[Sudah seharusnya. Aku sangat menyukaimu.] Peri Waktu melipat tangannya dan meminta maaf atas asumsinya dengan cara yang imut. Ruri, meski begitu, bahunya merosot kecewa.
Kemudian, dalam sekejap mata, Peri Waktu menteleportasi mereka ke ruang dimensi pemegang kontrak sebelumnya. Ruang ini beberapa kali lebih besar dari ruangan yang Ruri buat, dan dengan sekilas pandang saja area ini menunjukkan bahwa setiap sudutnya bertumpuk permata dan senjata yang bernilai tinggi, membuat Ruri tercengang.
“...Apa benar-benar tidak masalah kalau aku mengambil semua ini?”
[Tentu saja. Aku bisa menghubungkannya dengan ruanganmu dan memindahkannya nanti, tapi kalau ada yang menarik perhatianmu, silakan saja mengambilnya sekarang.]
Ruri mungkin sama sekali tidak tahu tentang nilai benda-benda tersebut di dunia ini, tapi paling tidak dia tahu bahwa permata yang bertebaran di kakinya ini tidaklah murah. Dia melihat ke sekeliling, ruangan yang luar biasa terang dan berkilauan ini membuatnya sakit kepala sepanjang waktu, sampai sebuah gelang menarik perhatiannya. Itu adalah sebuah gelang emas tipis dengan permata-permata kecil di tengahnya dan sebuah pola terukir di sekelilingnya. “Cantik sekali…”
Sebagai tambahan gelang itu, dia juga mengambil beberapa benda seperti kalung yang bisa dia berikan pada Chelsie dan sebuah pisau serta satu busur dan anak panahnya, yang cocok untuk di hutan. Kemudian dia kembali ke ruangannya sendiri. Ruri begitu dibutakan oleh sebuah benda-benda yang terlihat mahal itu dan kewalahan saat mencoba memilih sedikit, sampai-sampai dia tidak mendengar peringatan si Peri Waktu tentang salah satu dari barang pilihannya itu memiliki sejarah yang mencurigakan di baliknya.
“Ngomong-ngomong, siapa namamu? ‘Kau’ bukan nama yang tepat dan ‘Peri Waktu’ rasanya tidak pas di lidah.”
[Namaku Lydia.]
“Lydia? Oke, aku mengerti,” kata Ruri, memanggil peri itu dengan namanya. Begitu mendengarnya, Lydia terlihat sangat gembira sambil memberikan senyuman terlebar yang pernah Ruri lihat sampai saat ini.
◆ ◆ ◆ ◆
Setelah Ruri berpisah dengan Lydia dan kembali ke dunia nyata, dia tidak membuang-buang waktu lagi untuk memberi hadiah ke Chelsie.
“Aku pulang, Chelsie-san.”
“Selamat datang kembali. Tidak ada hal yang aneh, ‘kan?” tanya Chelsie, memeriksa kondisi Ruri dengan cemas, tahu bahwa berada di wilayah sementara memiliki dapat berefek negatif pada kondisi seseorang.
“Aku tidak apa-apa. Kelihatannya, aku melakukan kontrak bahkan tanpa menyadarinya, tapi dia bilang efek apapun akan jadi minimal.”
“...Kau membuat kontrak dengan Peri Waktu?” tanya Chelsie, terperanjat dengan mata terbelalak kaget seakan-akan tidak bisa mempercayai telinganya.
“Kelihatannya begitu. Oh, Chelsie-san, aku membawakanmu hadiah,” kata Ruri sambil menaruh permata dan senjata yang dia bawa dari ruang dimensi ke meja. Ruri tersenyum riang, berpikir bahwa ini akan membuat Chelsie senang, tapi reaksi wanita tua itu malah sebaliknya.
“Apa maksudnya ini?!” seru Chelsie begitu lantang sampai-sampai matanya seperti akan keluar dari rongganya. “Duduk,” perintahnya, entah kenapa bersiap untuk meledak menguliahi.
“Huh?”
“Tidak ada pertanyaan; duduk saja. Sekarang!”
“Ya, bu…” Bingung dengan reaksi yang tidak terduga, dia pun duduk.
Chelsie, dengan tatapan yang intens, mulai menyelidik. “Dari mana sebenarnya kau mendapatkan ini semua?! Kau tidak mendapatkan ini dari kota, bukan? Tidak peduli seberapa besar para peri menyukaimu, kau seharusnya tidak begitu saja mengambil barang yang bisa saja entah dari mana!”
“Huh? Tunggu, kau salah paham!” dia buru-buru menyela saat sepertinya Chelsie berkesimpulan bahwa para peri telah mengambil ini semua entah dari mana, jadi dia menjelaskan dari awal.
“Kau mendapatkan ini dari Peri Waktu? Dari ruang dimensi orang lain dan pemegang kontrak sebelumnya?”
“Ya, benar. Lydia bilang kalau tidak masalah menggunakan mereka sesukaku karena barang-barang itu tidak ada pemiliknya. …Chelsie-san?” Ruri mengawasi dengan bingung, kepalanya meneleng ke samping, sementara Chelsie hanya bereaksi singkat sebelum berkata dia sakit kepala dan kembali ke kamarnya.
“Ah… apa yang yang harus kulakukan dengan ini?” tanya Ruri, tapi karena Chelsie sudah meninggalkan ruangan, kata-katanya bergema dengan sedih. Ruri tadinya membayangkan kalau hadiahnya ini akan membuat Chelsie melompat kegirangan, tapi bukannya seperti itu malah membuat gadis ini jadi lunglai tanpa mengerti kesalahan apa yang sudah dilakukannya.
Dia duduk di dalam kamarnya, menjatuhkan diri ke ranjang sambil menghela napas. Kemudian mengeluarkan gelang yang dia ambil belum lama ini. Dengan tekhnik yang luar biasa dan permata yang berkilauan, gelang itu terlihat cantik memikat hati.
“Kelihatannya sekarang aku tidak akan ada masalah dalam mencari nafkah, tapi, mempertimbangkan semuanya, mungkin aku sebaiknya merasa takut…” Dia sekarang mulai merasa cemas mendapatkan kekayaan yang begitu besar secara mendadak, tapi kalau sampai tersebar bahwa dirinya menguasai harta semacam itu, ada kemungkinan besar para pengincar kekayaan akan datang membuat masalah dengannya.
Dia memutuskan bahwa tidak memberitahu siapapun selain Chelsie adalah ide terbaik. Kemudian, dia memakai gelang barunya dan membiarkan cahaya matahari yang hangat membuainya hingga tertidur. Pada saat Ruri terjaga, matahari telah mulai bersiap tenggelam dan malam pun mendekat. Menyadari waktunya, dia buru-buru bangun untuk menyiapkan makan malam, tapi saat dia melakukannya, dia merasakan keanehan yang tidak seharusnya.
(Huh? Ada yang tidak beres…)
Pemandangan di kamarnya terlihat berbeda daripada biasanya, tapi semua perabotan berada di tempat yang sama sebagaimana harusnya, jadi dia tidak bisa memperkirakan apa yang aneh. Dengan perasaan ketidaksesuaian yang misterius dalam benaknya, dia mencoba untuk turun dari tempat tidurnya—dan baru saat itulah dia melihat tangannya, yang kini kecil dan ditutupi rambut lembut hewan berwarna putih. Membalik tangannya memperlihat sebuah tapak empuk berwarna merah muda yang imut. Setelah duduk diam terguncang untuk beberapa saat, Ruri pun menjerit.
“Wrrao reoooow!” Akan tetapi, suara jeritan yang keluar dari mulut Ruri tidak sesuai dengan kata-kata dalam pikirannya, membuat dia semakin panik. (Apa yang sebenarnya terjadi di siniiii?!)
Mendengar suara jeritan yang berisik itu, Chelsie membuka pintu kamar Ruri. “Ada ribut-ribut apa itu, Ruri? Ayo cepat bantu aku menyiapkan makan ma…lam…” Ruri, meski begitu, tidak ada di sana; alih-alih adalah seekor kucing putih. “Yah, aku yang akan melakukannya. Bagaimana bisa ada kucing di sini dan dari mana? Apa Ruri yang membawanya ke sini? Ya ampun, anak itu…”
(Kucing?! Aku berubah jadi kucing?!) Dia berpikir itu adalah hal yang mustahil, tapi tangannya menjelaskan bahwa dia memang seekor kucing. Dan untuk lebih membuktikannya, Chelsie menatap Ruri dan juga menyebut dia adalah seekor kucing—sesuatu yang membuat Ruri kalang kabut untuk membalasnya.
“Meow, mraow mroow (Chelsie-san, ini aku. Ruri,)” dia mati-matian memohong, tapi bahasa kucingnya sama sekali tidak bisa dipahami, membuat Chelsie mengartikan kalimat itu dengan sangat berbeda.
“Ada apa? Kau lapar?”
“What’s that? Are you hungry?”
“Mya-uuh! (Tidak, sama sekali salah!)” Tepat saat Ruri benar-benar menyerah membuat Chelsie menyadari ini adalah dirinya, para peri datang membantunya.
[Kucing ini adalah Ruri.]
[Ruri berubah jadi kucing, yup.]
[Dia jadi kecil, jadi kami tidak bisa naik ke atas bahunya lagi.]
[Apa yang menghentikan kita menaiki punggungnya?]
Ruri memuji para peri itu dalam hati karena bantuan mereka, tapi juga sekaligus keheranan kenapa mereka begitu ingin menaiki orang. Begitu mendengar para peri berkata begitu, Chelsie menatap si kucing putih dengan kaget, dengan ragu-ragu memanggilnya untuk memastikan.
“...Apa itu benar-benar kau, Ruri?”
“Meow meow.” Karena Chelsie tidak bisa mengerti apa yang dia katakan, dia mengangguk sekuat mungkin. Chelsie kelihatannya tidak sepenuhnya yakin.
“Ruri seharusnya adalah manusia, ‘kan? Dan menurut dia, tidak ada setengah-manusia di dunianya, jadi jangan bilang padaku kalau dia ada darah manusia-kucing atau semacamnya,” kata Chelsie, berpikir sambil menggumam rendah. Para peri sekali lagi menyahuti.
[Itu karena gelang yang Ruri pakai.]
[Itu adalah gelang kuno yang membuatmu menjadi seekor kucing!]
Chelsie mengalihkan pandangannya ke kaki depan Ruri dan, memang benar, ada sebuah gelang yang melilit di salah satu kakinya itu. Gelang itu cukup besar untuk pas dipakai di pergelangan tangannya saat masih manusia, tapi sekarang begitu dia menjadi kucing, gelang itu menyusut dan terpasang pas di kaki kucingnya. Untuk mengujinya, Chelsie mencoba melepaskan gelang itu dari kaki depan Ruri. Perhiasan itu terlepas tanpa hambatan dan kembali ke ukurannya semula. Sementara Ruri, sama seperti ketika Chelsie berubah ke wujud naganya, dia dibungkus cahaya dan kembali ke sosok manusianya dalam sekejap mata. Ruri menatap tangannya yang bukan lagi kaki kucing.
Dia menyentuh wajah dan tubuhnya untuk memastikan bahwa dirinya telah kembali normal dan hasilnya membuat dia benar-benar lega. “Oh, syukurlah! Aku mendadak berubah menjadi kucing dan kehilangan kemampuan untuk berbicara dan kukira aku tidak akan pernah kembali!”
“Haah. Pertama, kau membuat kontrak dengan Peri Waktu. Berikutnya, kau mengubah dirimu sendiri jadi kucing. Ruri, tidak pernah ada kata bosan denganmu, sungguh.”
Setelah menerima gelang itu dari Chelsie yang terlihat letih, Ruri cepat-cepat kembali ke tempat Lydia dan memintanya untuk menjelaskan. Kelihatannya, gelang itu bukanlah perhiasan berbahaya tapi sebuah alat sihir yang diciptakan dulu sekali, yang akan mengubah si pemakai menjadi seekor kucing tidak peduli dari ras mana dia berasal. Lydia lanjut menjelaskan bahwa benda itu dibuat oleh seseorang yang memiliki ketertarikan luar biasa terhadap kucing dan menciptakan gelang itu telah menjadi karya seumur hidupnya. Ini menunjukkan kegigihan yang tidak seorang pun bisa memahaminya.
Ruri sangat suka hewan-hewan mungil lembut, jadi dia akan sangat senang mengobrol dengan orang itu, tapi orang tersebut hidup dan meninggal beribu-ribu tahun yang lalu. Dia mungkin bisa berteman baik dengan orang itu juga, tapi sekarang tidak mungkin—sebuah fakta yang sangat dia ratapi. Tapi ratapan Ruri dengan cepat berubah menjadi kebahagiaan begitu menyadari dirinya kini memiliki sebuah benda yang sangat hebat.
Meski begitu, ini diikuti dengan sebuah pelajaran—sebuah pelajaran untuk selalu mendengarkan ketika ada yang bicara.
0 Comments
Posting Komentar