Hak untuk Bahagia



“…………”

Di halaman depan Panti Asuhan Hyakuya, Hiragi Mahiru sedang menatap telepon yang baru saja ditutupnya, dan tertawa kecil.

Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan melihat langit.

Tidak ada satu pun awan di langit, tetapi di Shibuya, lampu jalan terlalu terang dan dia tidak bisa melihat bintang-bintang.

Saat ini, bulan September akan segera berakhir, dan suhunya tidak terlalu hangat atau terlalu dingin; cuacanya terasa pas. Dulu, cuaca seperti ini adalah waktu favorit Mahiru dalam setahun.

Tapi di dunia ini, hari-hari nyaman seperti ini tidak akan terjadi lagi..

Karena, 3 bulan lagi, dunia akan berakhir.

Lalu,

“……apa sebaiknya aku mengambil kesempatan ini untuk pergi dan menikmati ikan sauri?”

Tunggu, pikir Mahiru. Ikan-ikan itu seharusnya masih musimnya. Pada paruh pertama bulan September, ikan-ikan biasanya paling gemuk, kemudian seiring berjalannya hari, mereka akan semakin kurus. 

Ah ah, bagaimanapun juga, mereka akan dipanggang di atas api arang. Di dekat sungai atau di mana pun, apinya menyala kuat. Lemak dari panggangan arang, baunya tercium ke mana-mana dan janji akan makanan lezat menggoda pikiran.

Nafsu makan. 

Hasrat seksual.

Keinginan untuk hidup.

“Wah, kelihatannya enak sekali” — dia mengatakannya seperti gadis normal, sambil berpikir untuk memakannya bersama Guren.

Mereka pasti akan senang.

Karena dunia akan segera kiamat.

“Jika dunia akan kiamat besok, apa yang akan kau lakukan?” Pertanyaan bodoh semacam ini sangat populer di sekolah saat Mahiru masih kecil.

Semua orang akan bertanya dan menjawab pertanyaan itu beberapa kali sehari.

Namun, tidak ada yang pernah menanyakan ini pada Mahiru. Karena di keluarga kelas atas Hiragi, tidak ada seorang pun yang akan menghabiskan waktu menanyakan pertanyaan remeh seperti itu.

Oleh karena itu, dia dikerumuni oleh orang dewasa.

Namun, dia melihat semua orang dengan senang hati menjawab pertanyaan itu.

Seorang anak laki-laki berkata kalau dia ingin menghabiskan kari sebanyak yang dia bisa; sampai ia kekenyangan.

Seorang anak perempuan lainnya berkata bahwa dia ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tuanya.

Dia berpikir, "Karena aku tidak pernah dicintai oleh orang tuaku, aku tidak tahu seperti apa perasaan ini."

Lalu, tiba-tiba, dia juga mulai memikirkan jawaban atas pertanyaan itu.

Meskipun tidak ada seorang pun di sekitar untuk menanyakannya, tapi kalau kebetulan ada yang bertanya padanya, bagaimana dia akan menjawabnya?

Jika dunia kiamat.

Jika dunia kiamat besok, apa yang akan kamu lakukan?

“…………”

Orang-orang yang mungkin menanyakan pendapatnya tentang ini, tidak ada di sisinya hari ini.

Namun, menggunakan hari ini secara kiasan sebagai hari terakhir di bumi, Mahiru memikirkan pertanyaan itu.

Jika hari ini adalah hari terakhir di bumi, apa yang akan dia lakukan?

“Pada akhirnya, aku masih ingin makan ikan sauri……”

Kemudian, seseorang dari bawah menjawabnya.

“Ah, itu, ikan Saury benar-benar enak, kan!”

Mahiru menunduk ke arah suara itu. Dia melihat seorang gadis kecil memegang bola dodgeball sedang berdiri di sana.

Dia pasti salah satu gadis yang tinggal di Panti Asuhan Hyakuya.

Mungkin berusia 6, 7 tahun.

Seusia dengan adiknya, Shinoa. Bahkan mungkin sedikit lebih muda darinya.

Gadis itu mengerutkan kening dan berkata.

“Tapi aku tidak suka bagian dalam perutnya, rasanya terlalu pahit~”

Dia kelihatannya anak kecil yang manis.

Daging bagian dalam perutnya memang pahit. Kalau begitu, dia bisa memberikan bagian itu kepada Guren. Karena dia selalu berpura-pura menjadi orang dewasa, pasti dia akan memakannya.

“Siapa kau?” tanya Mahiru, dan gadis itu menjawab.

“Aku Akane. Bagaimana denganmu, Kak?”

“Aku Yamada Miyuki.”

Mahiru memberinya nama palsu. Akane yang naif itu pun langsung mempercayainya.

“Kalau begitu, Yamada-san.”

“Panggil saja aku Miyuki.”

Yang manapun tetaplah nama palsu.

“Kalau begitu, Kak Miyuki. Bisa aku menanyakan sesuatu?”

“Eh, apa itu?”

“Kakak, apa kau orang yang lembut?”

Dia mendapat pertanyaan yang begitu polos dan terus terang.

Apakah dia lembut?

Jika ditanya, sayangnya, Hiragi Mahiru bukanlah orang yang lembut. Bisa dibilang, dirinya adalah orang yang mengikuti hasrat hatinya.

Dia adalah orang yang—dengan tiga bulan tersisa di bumi—masih berkeras ingin makan ikan sauri bersama Guren. Seorang wanita egois semacam itu.

Tapi, bagaimana dengan Yamada Miyuki?

“Hm—, bagaimana mengatakannya, ya. Aku agak enggan menyebut diriku lembut.”

Sejak awal, Yamada Miyuki bahkan bukan orang sungguhan.

Namun Akane menjawab.

“Bahkan sekalipun Kakak berpikir begitu, katakan saja padaku, apakah kau orang yang lembut?”

Mahiru menunduk dan menatap gadis itu.

Akane cukup gigih untuk mendapatkan jawaban. Dia terus bertanya.

“Apa karena Kakak adalah salah satu dari mereka? Salah satu dari orang-orang yang datang untuk membawa pergi anak di sini?”

Anak-anak dia bahas adalah tentang anak-anak yang ada di panti asuhan.

Alasan Mahiru ada di sini adalah untuk membawa seorang anak berusia 4 tahun bernama Juni.

Untuk digunakan sebagai bahan ujian.

Untuk meneliti 《Serafim Akhir Zaman》

Akane lanjut bertanya.

“Kakak, apa kau orang yang lembut?”

“…………”

“Kakak, apa orang tuamu lembut?”

“…………”

“Apa kau akan memperlakukan Juni dengan lembut?”

Akane bertanya dengan marah, dan Mahiru mengelus kepalanya dengan lembut.

“Ah……”

Kemudian, Akane tidak dapat menahan air mata yang mengalir di wajahnya saat dia menangis. Mungkin dia kesal karena anak bernama Juni dan dirinya akan dipisahkan. Mereka tidak memiliki hubungan darah, tapi dia sudah menganggapnya sebagai adik laki-lakinya.

Namun, perasaan seperti itu, Mahiru kurang lebih bisa memahaminya karena dia juga memiliki seorang adik perempuan. Dia juga paling tidak akan seperti itu jika hal seperti ini terjadi. Selain itu, demi menyelamatkan adiknya, dia mempertaruhkan nyawanya sendiri. Jadi dia bisa memahami perasaan ini.

Mahiru terus mengelus kepala Akane dengan lembut, dan berkata.

"Berdasarkan apa yang kau lihat, apa pendapatmu tentang aku?"

Kemudian, Akane menjawab.

"Kau sangat cantik."

“Terima kasih.”

“Juga, kau kelihatan sangat lembut.”

“Benarkah?”

“Yeah.”

“Kalau begitu, apa kau tidak keberatan memberikan Juni pada kami?”

Tapi, Akane lanjut berkata.

“Tapi, walaupun kau kelihatan lembut, kau terlihat sedikit sedih.”

“Eh.”

Akane juga mengatakan,

“Kau juga terlihat sangat sedih. Kakak, apa kau sedih?”

Tidak mungkin.

Dia berdiri di depan cermin berkali-kali melatih senyumnya, sampai ke titik itu terlihat alami. Dia sudah berlatih sejak kecil.

Tapi, kalau senyum itu bisa terlihat oleh anak kecil ini, maka.

“……mungkin.”

Jawab Mahiru.

Lalu, Akane mendongak, wajahnya penuh kekhawatiran.

“Kakak, kau baik-baik saja?”

Mahiru tersenyum nakal.

"Akhir-akhir ini, aku mengalami beberapa masalah percintaan."

Ekspresi Akane menjadi sedikit lebih tertarik. Meskipun dia masih anak-anak, dia juga seorang gadis. Dan gadis-gadis akan selalu tertarik pada percintaan.

"Apakah hubunganmu dengan pacarmu sedang tidak baik?"

Menanggapi pertanyaan itu, Mahiru mengangkat bahu.

“Kami belum pacaran.”

“Cinta yang bertepuk sebelah tangan?”

“Hm~ Bagaimana menjelaskannya, ya?”

“Orang macam apa dia?”

“Dia cinta masa kecil.”

“Ah, cinta masa kecil! Kalau begitu hubungan kalian pasti sangat baik, kan? Lalu, orang itu tidak menyatakan perasaannya padamu?”

Mahiru tertawa lalu berkata,

“Kau ini, kenapa malah bertanya banyak hal tentangku~? Bukankah seharusnya kita membicarakan Juni?”

Kemudian, Akane tertawa dan berkata,

“Ah, itu bukan masalah lagi.”

“Eh? Kenapa?”

“Karena ketika Kakak berbicara tentang orang yang Kakak sukai, ekspresi Kakak menjadi sangat lembut.”

Sepertinya begitu.

Ketika dia berbicara tentang Guren, ekspresinya tampak melembut dengan alami.

Kemudian, dia sedikit tertegun.

“……Benar-benar, wanita yang berpikiran sederhana.”

Mahiru juga tersenyum.

Memikirkan hal ini, Shinoa juga pernah mengatakan hal yang sama tentang dirinya sendiri.

Dia berkata, “Ketika kakak berbicara tentang saat bersama dengan Ichinose Guren, barulah Kakak menunjukkan ekspresi bahagia.”

Kemudian dia memikirkan mereka berdua yang berdiri di depan meja rias, berlatih tersenyum bersama agar terlihat lebih manis.

Lalu, Mahiru pun bisa langsung memaksakan diri menyunggingkan senyum palsu di wajahnya, sementara Shinoa sama sekali tidak bisa.

『Benar begitu? Benar begitu?』

Memikirkan wajah Shinoa yang menyipitkan mata sambil tersenyum saat mengatakan semua ini, suasana hati Mahiru sedikit membaik.

Perasaan terdalamku—perasaan itu telah dilahap oleh iblisku hingga hampir tak tersisa, tetapi bahkan di saat seperti ini, alasanku bergerak adalah demi Guren dan Shinoa. Jadi, jika aku harus tersenyum hangat dan lembut, aku akan memikirkan Guren. Saat dia memikirkan Guren dan tersenyum, dia juga berkata kepada Akane.

“Ngomong-ngomong, apa ada orang yang kau suka?”

Setelah mendengar pertanyaan itu, wajah Akane menjadi merah padam.

“Ah, um itu, aku……”

“Aha, jadi memang ada orang yang kau suka, ya. Siapa?”

“Uh uh uh uh uh.”

Pada saat ini, sebuah suara muncul dari bangunan utama panti asuhan.

“Akane-chan!”

Itu adalah seseorang dengan suara yang sangat jernih.

Kemudian, tubuh Akane nampak sedikit gemetar karena senang.

Itu adalah reaksi yang Mahiru sangat pahami.

Jadi begitu, ya.

Mahiru menoleh ke arah suara itu.

Ke arah orang yang Akane suka.

Kemudian, seorang anak yang amat rupawan dengan beberapa anak lainnya pun muncul.

Rambut pirang lembut.

Kulit seputih salju.

Dia pasti bukan orang Jepang asli. Mahiru pernah melihatnya dalam laporan.

Nama anak itu adalah Shindo Mikaela.

Tentu saja, bocah itu tidak diberitahu ini, tapi dia benar-benar adalah subjek penelitian yang sangat bagus. Subjek penelitian yang begitu bagus, sampai-sampai 《Sekte Hyakuya》 tidak akan pernah melepaskan dia.

“Mika!”

Akane memanggil nama anak laki-laki itu. Suara gadis tersebut meninggi sedikit. Itu adalah suara seorang gadis yang sedang jatuh cinta.

Tidak hanya itu, bahkan anak-anak yang mengerubungi Mika pun terlihat sangat menyukainya. Ngomong-ngomong, informasi yang Mahiru dapatkan tidak menyebutkan bahwa anak ini adalah semacam pemimpin anak-anak panti asuhan ini.

Karena mereka hanya tertarik menggunakan bocah ini untuk mendapatkan data penelitian, mereka tidak peduli dengan hal lain yang dia lakukan.

Saat ini, ada seorang anak kecil yang memeluk tubuh bagian atasnya. Anak itu adalah Juni, bocah yang Sekte Hyakuya berikan padanya.

Juni sedang menangis..

Kemudian, tepat di sisinya, ada seorang wanita tua yang bertugas di panti asuhan ini.

Di belakang mereka, berdiri seorang pria berpakaian setelan serba hitam. Dia dikirim oleh  《Sekte Hyakuya》, seorang pria bernama Saito. Tatapan dingin Saito terarah ke sini. Mahiru mengabaikan dia. 

“Mika-nii! Aku tidak mau pergi! Aku tidak mau pergi!”

Juni memeluk pinggang Mika lebih erat.

Mika mengelus lembut kepala Juni.

Dan melihat ke sini.

Mata biru yang cerdas.

Warna biru yang sepertinya bisa melihat menembus apapun, tatapannya itu terus terang, polos, dan intens.

Wajah Mahiru beralih memperlihatkan senyum yang sudah dia latih sejak kecil, dan berkata,

“Juni-kun, kau tidak perlu takut, karena keluargaku adalah keluarga yang sangat normal. Tidak ada yang perlu dicemaskan.”

Juni tidak menoleh untuk melihat.

Sebaliknya, Mika yang berbicara.

“Dan kau adalah?”

Kemudian, Akane yang menjawabnya.

“Mika, dia Yamada Miyuki-san. Dia akan menjadi kakaknya Juni.”

“Aku tidak mau kakak baru! Aku… …Aku mau sama Mika-nii dan Akane-nee!”

Juni menjerit, menangis.

Mika terus mengelus kepalanya sambil melirik Akane.

“Jadi?”

Akane pun menjawab.

“Hm, dia orang yang benar-benar lembut.”

Kelihatannya Akane dikirim Mika untuk memeriksa dirinya.

Mika-kun.

Matanya benar-benar tajam~

Her eyes are really sharp~

“Oh……”

Mika memejamkan matanya dan kemudian sekali lagi melihat ke sini.

“Kalau begitu, Yamada Miyuki-san, di mana orang tuamu?”

Mahiru menjawab..

“Ah, kalau terlalu banyak orang dewasa yang mendadak datang, Juni-kun akan ketakutan. Jadi mereka memutuskan supaya aku datang duluan. Ayah bilang, karena umurku paling mendekatinya, akan lebih mudah bagiku untuk berinteraksi dengannya… ….tapi yang benar saja, aku sudah 16 tahun, dan tidak ada lagi yang melihatku sebagai anak kecil, benar-benar merepotkan.”

Saat berkata begini, senyum palsunya muncul lagi.

Semua kebohongan ini meluncur dari mulutnya.

“Tapi, kalau menurutmu aku tidak bisa diandalkan, dan kau cemas orang tuaku tidak datang…. …”

Mendengar ini, Mika menggeleng.

“Tidak, itu tidak masalah. Maaf sudah menanyakan hal yang aneh padamu.”

Setelah berkata begitu, dia berjongkok sehingga bisa langsung saling bertatap mata dengan Juni yang menangis, dan mengulas senyum hangat padanya.

“Juni, dia kelihatannya orang yang sangat hangat dan lembut.”

“Tidak! Aku tidak mau pergi!”

Juni menjerit.

“Juni. Sudah pasti kau akan lebih baik di sana daripada di sini.”

“Tapi aku mau sama-sama dengan Mika-nii!”

Juni merengek sambil menjerit lebih kencang.

“Ya, aku juga ingin bersama-sama dengan Juni juga, tapi Juni akan mendapat keluarga yang lebih baik.”

“Tapi keluarga di panti asuhan adalah keluargaku yang sebenarnya!”

“Yeah.”

“Mika-nii, kau dulu pernah bilang! Kau bilang kita tidak lagi sendirian! Kau bilang kalau semua orang di panti asuhan adalah keluargaku!”

“Ya, aku memang bilang begitu. Kami akan selalu menjadi keluarga dan teman Juni.”

“Kalau begitu, kenapa!”

Kemudian, Mika memeluk hangat Juni, berkata,

“Karena kami adalah keluargamu, kami menginginkan yang terbaik untukmu.”

Dia memeluk lebih erat.

“Juni, jangan menangis. Kalau kau sudah besar, maka kau harus berani melangkah maju. Jangan khawatir. Karena kalau kau mau kabur, kami akan selalu di sini untuk kau datangi dan temukan.”

Huwaa~ wah~ wah~

Mendengar ini, Juni pun menangis semakin kencang.

“Mika-nii”

“Yeah?”

“……Aku……Aku, aku tidak mau berpisah dengan yang lainnya.”

“Yeah.”

“Aku ingin bersama-sama dengan yang lainnya.”

“Aku juga.”

“Tapi, apakah aku benar-benar harus pergi?”

“Yeah.”

“Kalau aku tidak pergi, apa Mika-nii akan kecewa?”

Mika menggeleng dan berkata lembut.

“Aku tidak akan kecewa. Bagaimana bisa aku kecewa dengan apa yang keluargaku lakukan? Tapi, Juni, kau pasti akan terus maju. Karena aku tahu lebih baik dari siapapun, kalau kau adalah anak yang kuat.”

Kemudian, tubuh Juni sedikit gemetara. Meskipun dia baru berusia 4 tahun, tapi dia telah memikirkan dalam-dalam perkataan Mika dan mendapat jawabannya.

Dia ingin dipuji.

Usianya ini adalah saat di mana anak-anak menginginkan pengakuan.

Demi memenangkan pujian dari Mika, Juni akan bekerja keras.

Dan hanya anak bernama Mikaela ini yang memiliki kekuatan semacam itu atasnya.

Walaupun hanya beberapa kata, itu berhasil meninggalkan kesan mendalam pada Juni.

Hasil pemeriksaan dan data eksperimen tidak mencerminkan kemampuan kepemimpinannya yang luar biasa.

Semua orang di sini telah terjebak oleh Mika.

"Kalau begitu...kalau Mika-nii memujiku...aku, aku akan bekerja keras."

Kata Juni.

Dia akan memanfaatkan dirinya yang kecil ini dan melangkah keluar ke dunia.

Lalu, Mika menepuk kepalanya sekali lagi, tersenyum dan berkata,

“Bagus. Ayo majulah, Juni.”

Juni menolehkan kepalanya. Dia tidak lagi menangis dan menjerit. Dia berjalan pelan-pelan mendekati Mahiru.

“Ka, kalau begitu.. …mohon bantuannya.”

Juni berkata.

Mahiru tersenyum dan membalas,

“Tentu.”

Mahiru menganggukkan kepala padanya.

Kemudian, kalau dia mulai bekerja keras dari sekarang, dia akan sukses. Tapi kurasa hal sebaik itu akan terjadi padanya/

Sebuah dunia di mana usaha kecil kekuatan dan perjanjian mendapat balasan setimpal, adalah hal yang indah.

Tapi,

“…………”

Sayangnya, dunia saat ini tidaklah seperti itu.

Jika dunia seperti itu, maka romansa masa kecilnya akan membuahkan hasil, dan dia akan sedang belajar di sebuah SMA, tapi tetap akan membolos dan makan ikan Sauri bersama Guren di sebuah tepi sungai.

Dan kemudian menyuruhnya memakan bagian pahit di perut bagian dalam. Dia mungkin akan tertawa dan berkata, “dasar, Mahiru benar-benar keras kepala.” Kalau dia tertawa, rasa pahit ikan itu akan menyebar ke bibirnya dan membuatnya jadi lebih pahit, tapi dia akan tetap menahannya.

“Ayo, kita pergi.”

Mahiru dan Juni bergandengan tangan.

Juni mengangguk. Dia berjalan beberapa langkah, dan kemudian berbalik. Walaupun dia kelihatan ingin menangis, dia berusaha keras menahannya.

Mika tersenyum dan mengangguk.

“Kau pintar sekali!”

“Yeah!”

Juni mengangguk kuat.

Kemudian, Mika berkata.

“Um, Miyuki-san……”

Mungkin karena dirinya terlalu hanyut memikirkan Guren, Mahiru lupa siapa itu Miyuki, dan merasa ragu sejenak.

Ah ya, itu nama palsu yang dia gunakan.

“Yeah?”

Jawab Mahiru.

Kemudian Mika berkata,

“Juni suka membaca buku bergambar. Dia suka cerita-cerita petualangan seperti 《Momotaro》.”

“…………”

“Walaupun dia takut hantu……kalau kau mengatakan padanya agar menjadi kuat seperti Momotaro, dia akan cukup berani untuk tidur sendirian.”

“…………”

“Selain itu, dia juga anak yang pekerja keras…… dia akan menjaga anak-anak yang lebih kecil darinya……dia dulu disiksa dan dibuang oleh orang tuanya, tapi dia tidak membenci mereka karena itu……jadi,”

Badan Juni sedikit gemetar, dan cengkraman tangannya menjadi semakin erat. Juni mulai menangis.

Mahiru menatap Mika.

Kemudian Mika menoleh dan berkata.

“Jadi, kalau kau bisa menyelamatkan Juni dari tempat ini, tolong perlakukan dia dengan baik. Karena dia suka belajar dan sangat pintar, jadi tolong berikan dia pendidikan yang baik.”

“…………”

"Dia sudah punya cukup banyak kenangan menyakitkan. Kurasa sudah saatnya dia mendapat kenangan baik untuk perubahan,” kata Mika

Bocah yang sangat pintar.

Anak ini baru berusia 8 tahun.

Masa lalunya tidaknya menyenangkan.

Di panti asuhan ini—tempat di mana anak-anak dikumpulkan sebagai subjek penelitian, tidak ada anak yang memiliki masa lalu yang indah.

Namun demikian, dia masih berharap bahwa Juni akan mendapatkan masa depan yang baik. Dia merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan Juni.

Tapi sekalipun begitu, 

“…………”

Tidak peduli secerdas apa mereka, mereka tetaplah anak-anak, pikir Mahiru.

Saat dirinya masih kecil, dia juga memikirkan hal-hal semacam ini. 

Tidak peduli apakah dia memiliki hak untuk bahagia atau tidak.

Tapi, hak semacam ini tidak ada.

Jika seseorang ingin mendapatkan hak ini, maka dia harus mengorbankan nyawanya, menjerit dan menangis, sambil mengandalkan dirinya sendiri untuk mendapatkannya.

Karena itulah aku berubah menjadi iblis.

Hasratku mendapat lebih banyak kekuatan.

Lalu, karena sudah begitu, Momotaro tidak akan bisa datang ke pulau para iblis yaitu hatiku dan membantai iblis-iblis di sana.

Pangeran berkuda putihku tidak akan lagi datang.

Di manakah Cinderella kehilangan sepatu kacanya?

“.......Jangan khawatir. Aku pasti akan membuat dia bahagia.”

Mahiru berjanji pada Mika.

Mika tersenyum lega.

“Kalau begitu, Juni-kun, ayo pergi.”

Juni mengangguk.

Dan kemudian mereka berjalan keluar dari panti asuhan.

Hanya beberapa langkah di luar, ada sebuah mobil kecil terparkir. Mahiru membuka pintu mobil itu dan membuat Juni duduk di kursi belakang.

Pria yang duduk kursi pengemudi berbalik badan dan berkata, 

“Oi, siapa kau?”

Kemudian, Mahiru mencengkeram leher pria itu dan membunuhnya.

Dengan suara krak, mobil itu dipenuhi suara leher patah seseorang.

Juni tidak dapat memahami apa yang baru saja terjadi.

“………………Itu……eh,apa……”

“Kau tidak perlu takut. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Mahiru tersenyum sambil berkata begini. Kemudian dia menyerang jantung Juni, dan anak itu pun hilang kesadaran. Dia tidak akan lagi menyaksikan hal-hal yang mengerikan. Dia tidak akan lagi takut dengan hantu. Dia tidak akan lagi perlu menjadi Momotaro, ataupun menunggu pangeran berkuda putih. Entah apakah ini hal yang baik atau tidak.

Mahiru menarik sabuk pengaman untuk Juni yang tidak sadar, dan menaruh pengemudi yang tewas itu di kursi penumpang dan juga memakaikan sabuk pengaman.

“Sudah selesai.”

Di saat ini, Mahiru teringat kalau dia masih mengenakan seragam pelaut SMA-nya. Kalau dia mengemudi, apa polisi akan menangkapnya?

“.... …ah, kalau aku tertangkap, bunuh saja mereka semuanya. Tapi yang jadi masalah, bagaimana kalau mereka bukan polisi?”

Mahiru duduk di kursi pengemudi. Dia memutar kunci kontak dan menyalakan mobil. Dia kemudian mengutak-atik sistem audio, dan musik rap yang tidak nyaman didengar pun memenuhi mobil.

Setidaknya mereka berdua tidak perlu mendengar musik sejelek itu. Orang-orang yang beruntung.

Dia mengganti saluran radio dan memilih satu stasiun. Ada satu stasiun yang memainkan musik jazz. Ini boleh. Mobil dipenuhi dengan suara bass dan drum.

“♪”

Mobil memasuki jalan tol bebas hambatan. Dia beralih jalur, mengikuti mobil-mobil lain yang bergerak maju.

Kemudian, dari cermin, dia bisa melihat sebuah mobil mengikutinya.

Bukan polisi.

Apakah dari  《Sekte Hyakuya》?

Atau dari 『Mikado no Oni』?

TIdak peduli siapapun itu, aku bisa mengatasinya.

Kalau itu adalah manusia, maka dia bisa mengatasinya.

Tapi, hari ini berbeda.

Tidak peduli bagaimana mengatakannya, dia telah mencampuri satu hal yang ditetapkan oleh manusia untuk tidak boleh disentuh.

Tabu terlarang.

Itu adalah sesuatu yang dapat menyebabkan kiamat dunia.

Dan nama eksperimen itu disebut 《Serafim Akhir Zaman》.

Untuk mencegah dunia luar mengetahui eksperimen ini, ada banyak mantra dan sihir di Panti Asuhan Hyakuya.

Namun begitu sampai di luar—kau akan dikejar oleh mereka yang ingin melindungi perdamaian dunia, yaitu 『Para Orang Saleh』

“……Sepertinya mereka ada di sini.”

Mahiru melihat ke kaca spion dan bergumam.

Cermin itu memperlihatkan mereka.

Di mobil yang mengejar mereka, ada makhluk non-manusia yang duduk di atap mobil, berayun pelan sambil berdiri.

Mahiru menyipitkan mata dan menatap cermin, memperhatikan makhluk yang memperlihatkan mulutnya itu.

Mulutnya panjang dan terdapat taring-taring.

Apa yang ada di sana adalah vampir.

Monster yang tak bisa ditandingi manusia.

Mereka mengkonsumsi darah manusia sebagai makanan, dan mereka yang berada di kelas atas memiliki 4 taring—demi keselamatan dunia, mereka datang.

Jika dia manusia biasa, maka mereka akan dengan berat hati mengizinkan para vampir mengambil penelitian itu.

Di hadapan para pemburu mereka, manusia hanya bisa sedikit memohon.

Tapi,

“……Aku bukan lagi manusia~. Keluarlah, Asura.”

Memanggil iblisnya, sebuah katana muncul di tangan kirinya.

Dia melepaskan sabuk pengamannya.

Pada saat ini, cermin tersebut memperlihatkan si vampir yang terbang melayang mendekat.

Dan vampirnya ada dua.

Pergerakan mereka sangatlah gesit. Sebuah kecepatan di mana tidak ada manusia normal yang bisa mengikuti.

Mahiru melihat ke belakang, dan vampir itu sudah berada di sebelah mobil. Mereka mengangkat mobil di sebelahnya dan berniat melemparkan itu ke mobilnya.

“Wah— dramatis sekali. Mirip film.”

Mahiru tertawa sambil menghunuskan pedangnya, dan sambil menebas bagian tempatnya duduk, dia melesat keluar mobil.